بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
179
Mereka
yang “Memusuhi Malaikat Jibril a.s.”
& Ketinggian Kedudukan Al-Quran dalam Syariat Islam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai kesinambungan turunnya Ruhulqudus -- yakni malaikat
Jibril a.s. -- dalam rangka
“menghidupkan” lagi hati yang telah “keras membatu”
melalui wahyu Ilahi
(QS.42:52-54), sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad
a.s. menulis dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh):
Jangan hendaknya kamu punya prakiraan bahwa wahyu Ilahi itu tidak mungkin ada
di waktu yang akan datang dan bahwa wahyu
itu hanya berlaku pada masa yang telah lampau saja. Janganlah mengira bahwa Ruhulqudus
tidak dapat turun di waktu sekarang dan bahwa hal itu hanya berlaku di masa
dahulu saja. Aku berkata dengan sebenar-benarnya bahwa segala pintu dapat tertutup, akan tetapi pintu
untuk datangnya Ruhulqudus tidak pernah tertutup, bukakanlah lebar-lebar segala pintu hati-nurani kamu untuk
membiarkan Ruhulqudus masuk.
Wahai orang-orang yang dungu! Bangkitlah, bukakan jendela agar supaya
matahari dengan sendirinya (dengan bebas) akan menyelinap masuk ke
dalam kalbu kamu. Kalau pada zaman
ini Tuhan tidak menutup bagi kamu
karunia-Nya dari dunia – bahkan melipatgandakan karunia-Nya – apakah kamu punya sangkaan bahwa Dia telah
menutup untuk kamu pintu-pintu karunia dari langit
yang justru pada saat ini kamu
memerlukannya?
Tidak, sama sekali tidak, bahkan Dia telah
membukakannya selebar-lebarnya. Kini jikalau Tuhan -- sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam surah Al-Fatihah
– telah membukakan bagi kamu segala nikmat-nikmat yang diberikan kepada
orang-orang dahulu, mengapakah kamu
menolak nikmat-nikmat itu?
Timbulkanlah kedahagaan untuk Sumber mata-air itu supaya dengan sendirinya air akan membersit keluar.
Mulailah kamu menangis bagaikan bayi yang meminta susu supaya air susu keluar dengan sendirinya dari dada ibu. Buatlah
diri kamu layak menerima kasih supaya kamu dianugerahi kasih-sayang. Bergelisahlah supaya kamu
memperoleh ketentraman hati.
Merataplah sepuas-puasnya sampai ada sebuah
tangan meraih kamu. Sungguh amat
berbahaya jalan menuju Tuhan itu, tetapi sungguh mudahlah bagi mereka yang tidak ragu-ragu melompat ke dalam
jurang yang menganga, karena bertekad
menyongsong maut (kematian).
Pendeknya, berbahagialah mereka yang berperang melawan nafsu mereka,
dan malanglah mereka yang berperang dengan Tuhan demi untuk kemanjaan nafsunya dan tidak mengikuti kehendak-Nya.
Barangsiapa mengabaikan hukum Tuhan untuk memanjakan nafsunya
niscaya tidak akan masuk surga. Karena itu berusahalah sekuat tenaga agar satu titik
pun satu satu kata pun dari Quran Syarif tidak menjadi saksi terhadap kamu,
sehingga karena perkara itu kamu tidak
akan ditindak. Sebab sesungguhnya keburukan walaupun sebesar
dzarrah layak mendapat hukuman.
Waktu sangatlah pendek, sedangkan tugas
hidup kamu belum lagi terpenuhi. Bergegas-gegaslah
melangkahkan kaki karena hari sudah
petang dan malam hampir tiba. Apa-apa
yang akan kamu persembahkan ke hadapan Tuhan periksalah berulang-ulang,
jangan-jangan ada kekurangan dan
menyebabkan kerugian, atau
jangan-jangan semua amal kamu tak
ubahnya bagai kotoran dan barang-barang rombengan, yang sekali-kali tak layak dipersembahkan di hadapan singgasana Maharaja.”
Kesinambungan
Pengutusan Rasul dari Kalangan Malaikat dan Manusia
Pendapat
Pendiri Jemaat Jemaat Ahmadiyah
tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini mengenai mereka yang “memusuhi
malaikat Jibril a.s.” -- yakni
mereka yang mengatakan bahwa tugas Malaikat Jibril a.s. sebagai malaikat pembawa wahyu Ilahi telah selesai
-- berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad
saw.:
قُلۡ مَنۡ کَانَ عَدُوًّا لِّجِبۡرِیۡلَ فَاِنَّہٗ نَزَّلَہٗ عَلٰی قَلۡبِکَ
بِاِذۡنِ اللّٰہِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ وَ ہُدًی وَّ بُشۡرٰی
لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ مَنۡ کَانَ عَدُوًّا لِّلّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ رُسُلِہٖ وَ
جِبۡرِیۡلَ وَ مِیۡکٰىلَ فَاِنَّ اللّٰہَ عَدُوٌّ
لِّلۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Barangsiapa
menjadi musuh Jibril”, karena sesungguhnya dialah yang menurunkannya
ke dalam hati engkau dengan izin Allah menggenapi
Kalam yang ada sebelumnya,
sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Barangsiapa
menjadi musuh bagi Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah pun menjadi musuh bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah [2]:98-99).
Jibril itu kata majemuk
dari jabr dan il, dan berarti, orang-Tuhan yang gagah berani,
atau abdi-Allāh. Jabr yang dalam bahasa Ibrani geber berarti,
khadim; dan il berarti, yang gagah-perkasa, kuat (Hebrew English-Lexicon) oleh
William Geseneus; (Bukhari,
bab Tafsir; dan Aqrab-al-Mawarid).
Menurut Ibn ‘Abbas nama lain dari Jibril
ialah ‘Abdullah (Tafsir Ibnu Jarir). Jibril
sebagai penghulu di antara para
malaikat (Mantsur) itu adalah
pembawa wahyu Al-Quran. Menurut
para ahli tafsir Al-Quran Jibril itu searti dengan Ruhulqudus (QS.2:88) dan Ruhul-Amin (QS.26:193-198).
Menurut Bible pun tugas malaikat Jibril
a.s. adalah menyampaikan Amanat Tuhan kepada hamba-hamba-Nya (Dan. 8:16; 9:21 dan Lukas 1:19). Al-Quran, seperti ditegaskan oleh ayat ini,
menetapkan tugas yang sama kepada Jibril.
Tetapi dalam tulisan-tulisan Yahudi masa kemudian ia dilukiskan sebagai “malaikat api dan guntur” (Encyclopaedia Biblica, pada
Gabriel). Pada zaman Nabi Besar
Muhammad saw. orang-orang Yahudi menganggap malaikat
Jibril a.s. sebagai musuh dan
sebagai malaikat peperangan, malapetaka, dan penderitaan (Tafsir Ibnu Jarir dan Musnad).
Mikal
(Mikail) pun salah satu dari penghulu
malaikat. Kata itu dipandang sebagai paduan dari mik dan il, yang
berarti “siapa yang seperti Tuhan”,
artinya “tiada sesuatu seperti Tuhan” (Jewish Encyclopaedia dan Bukhari). Orang-orang Yahudi memandang Mikail sebagai
malaikat yang paling mereka sukai (Jewish
Encyclopaedia), dan sebagai malaikat keamanan serta kelimpahan, hujan dan tumbuh-tumbuhan
(Tafsir Ibnu Katsir) dan
dianggap mempunyai pertalian terutama
dengan pekerjaan pemeliharaan dunia.
Malaikat-malaikat merupakan mata rantai penting dalam silsilah keruhanian dan barangsiapa
memutuskan sekali pun hanya satu mata
rantai ruhani atau menampakkan maksud
buruk terhadap salah satu unit
tatanan ruhani itu, pada hakikatnya, ia memutuskan
hubungannya dengan seluruh tatanan itu.
Seorang yang demikian memahrumkan (meluputkan)
diri dari rahmat dan karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba Allah yang benar, dan
menjadikan dirinya layak menerima siksaan
yang ditetapkan bagi pelanggar-pelanggar.
Itulah sebabnya sangat mutlak perlunya kesinambungan pengutusan rasul-rasul baik di kalangan malaikat mau pun di kalangan manusia bagi kepentingan
perkembangan akhlak dan ruhani umat manusia, firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ
رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah senantiasa memilih
rasul-rasul dari antara
malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj [22]:75).
Kesedihan
Rasul Akhir Zaman
Dalam
firman Allah Swt. berikut ini
dikemukakan penyesalan besar orang-orang yang mendustakan dan menentang Rasul Allah, karena mereka secara membuta telah mengikuti para pemimpin kekafiran yang telah menghasut masyarakat
luas untuk ikut terlibat dalam penentangan
terhadap Rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada
mereka (QS.7:35-37) -- termasuk di Akhir
Zaman ini – dengan alasan “tidak
ada lagi nabi sesudahnya” (QS.40:35-36; QS.72:8) -- firman-Nya:
وَ یَوۡمَ تَشَقَّقُ السَّمَآءُ
بِالۡغَمَامِ وَ نُزِّلَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
تَنۡزِیۡلًا ﴿﴾ اَلۡمُلۡکُ یَوۡمَئِذِۣ الۡحَقُّ لِلرَّحۡمٰنِ ؕ وَ کَانَ یَوۡمًا عَلَی
الۡکٰفِرِیۡنَ عَسِیۡرًا ﴿﴾ وَ یَوۡمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ
عَلٰی یَدَیۡہِ یَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِی
اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِیۡلًا ﴿﴾
یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ
اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا ﴿﴾ لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ
بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِیۡ ؕ وَ کَانَ
الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا ﴿﴾
Dan pada hari ketika langit akan terpecah-belah dengan awan-awan dan malaikat-malaikat
akan diturunkan bergelombang-gelombang.
Kerajaan yang haq pada hari itu milik Yang Maha Pemurah, dan azab pada hari
itu atas orang-orang kafir sangat keras.
Dan pada hari itu orang zalim
akan menggigit-gigit kedua tangannya lalu berkata: ”Wahai alangkah baiknya jika aku mengambil jalan bersama dengan Rasul
itu. Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak menjadikan si fulan itu sahabat.
Sungguh ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepadaku.” Dan syaitan selalu menelantarkan manusia. (Al-Furqan [25]:26-30).
Selanjutnya ayat-ayat tersebut disambung
dengan firman Allah Swt. mengenai
kesedihan Rasul Akhir Zaman terhadap
sikap buruk umumnya umat Islam terhadap Al-Quran:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang
telah ditinggalkan (Al-Furqan
[25]:31).
Ayat
ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan
diri orang-orang Muslim tetapi dalam
kenyataannya telah menyampingkan Al-Quran
dan telah melemparkannya ke belakang, sebagai
suatu barang yang tidak berharga.
Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan
dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad
saw. yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila
tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan
kata-katanya” (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman).
Sungguh masa sekarang-sekarang di Akhir Zaman inilah saat yang dimaksudkan
itu.
Dalam firman Allah Swt. berikutnya
dikemukakan mengenai Sunnatullah
lainnya berkenaan dengan pengutusan Rasul Allah yaitu berupa pendustaan dan penentangan terhadapnya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا
مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan
demikianlah Kami telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pemberi
petunjuk dan penolong (Al-Furqan
[25]:32).
Ketinggian Kedudukan
Quran Syarif
Sehubungan dengan firman Allah Swt. mengenai kesedihan Rasul Allah ketika
menyaksikan umat Islam yang
memperlakukan Al-Quran sebagai
sesuatu yang telah dicampakkan, selanjutnya
Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis dalam
buku Kishti
Nuh (Bahtera Nuh) mengenai ketinggian martabat Al-Quran:
“Aku
mendengar bahwa bebarapa orang di antara kamu ada yang sama sekali menolak hadits.
Jika hal itu benar mereka itu sangat keliru. Aku tidak mengajarkan demikian,
malah aku mengajarkan bahwa untuk
petunjuk jalan bagi kamu, Tuhan telah memberikan kepada kamu 3 hal. Yang
pertama, ialah Quran Syarif[1], yang mengutarakan Keesaan Tuhan di dalamnya,
Kegagahan-Nya dan Kebesaran-Nya, serta olehnya diputuskan pertentangan dan
kekeliruan paham mengenai terbunuhnya Nabi Isa Ibnu Maryam di atas salib dan bahwa beliau seorang
terkutuk.
Demikian pula Quran Syarif melarang kamu agar jangan memuja apa pun selain Allah,
baik berupa benda, manusia, hewan, matahari, bulan, sesuatu benda langit
lainnya, atau pun diri kamu sendiri.
Karena itu berhati-hatilah jangan melangkah selangkah pun yang
bertentangan dengan ajaran Tuhan dan petunjuk Quran Syarif. Aku berkata dengan sungguh-sungguh bahwa barangsiapa
yang mengabaikan sebuah saja dari ke-700 hukum Ilahi berarti menutup pintu keselamatan baginya dengan tangannya sendiri.
Jalan keselamatan yang hakiki dibuka hanya
oleh Quran Syarif saja, sedangkan
yang lainnya semuanya itu hanya bayangan semata. Karena itu hendaknya memperlajari
Quran Syarif dengan pemikiran
yang dalam, dan hendaknya kamu mencintainya
begitu rupa mendalam seperti kamu tidak pernah mencintai apa pun sebesar itu.
Sebab sebagaimana Tuhan berfirman kepadaku:
Al-khayru kulluhu fil-qur-aan
Yakni,
“Segala macam kebaikan terletak di dalam Al-Quran, hal itu benar adanya”.
Sayang sungguh orang-orang itu, yang lebih mengutamakan barang lain selain Quran Syarif. Segala falah
(sukses) penghidupan kamu serta najat (keselamatan) kamu sumbernya
terletak di dalam Quran Syarif.
Tidak satu pun dari kebutuhan-kebutuhan ruhani bagi kamu yang tidak terdapat di
dalam Quran Syarif. Saksi pada Hari
Kiamat yang membenarkan mau pun yang menyangkal keimanan kamu adalah Quran Syarif. Di kolong langit ini
tidak ada sebuah kitab pun -- kecuali Quran syarif -- yang dapat memberikan petunjuk secara
langsung. Tuhan telah begitu baik hati kepada kamu dengan menganugerahkan
sebuah kitab suci seperti Quran Syarif.
Aku
berkata kepada kamu dengan sesungguh-sungguhnya, bahwa Kitab yang telah dibacakan kepada kamu itu seandainya dibacakan
kepada kaum Nasrani mereka tidak
akan binasa. Dan nikmat serta petunjuk yang dilimpahkan kepada kamu
seandainya diberikan kepada kaum Yahudi
sebagai ganti dari kitab Taurat maka banyak dari firqah-firqah mereka yang
tidak akan memungkiri Hari Kiamat. Karena itu hargailah nikmat yang dilimpahkan kepada kamu itu. Nikmat tersebut sangat berharga sekali, nikmat itu merupakan satu harta-pusaka yang besar nilainya. Jika
sekiranya Quran syarif itu tidak diturunkan maka dunia ini tak lain layaknya
seperti segumpal daging yang menjijikkan.
Sesungguhnya Quran Syarif itu kitab yang jika dibandingkan dengan segala sumber
petunjuk lainnya, sumber-sumber itu tidak berarti apa-apa. Kitab Injil dibawa oleh Ruhulqudus yang
menampakkan diri dalam bentuk seekor burung merpati, hewan yang tak
berdaya dan lemah – seekor kucing pun dapat menerkamnya – oleh karena itulah
hari demi hari agama Nashrani kian menjadi lemah dan jiwa-ruhaniyatnya sudah
tidak ada lagi di dalamnya. Akan tetapi Ruhulqudus Quran Syarif menampakkan diri dalam bentuk
yang gagah perkasa, yang wujudnya terbentang dari ufuk ke ufuk dan melingkupi
seluruh bumi dan langit.
Quran
Syarif dapat membuat orang suci dalam
jangka-waktu seminggu asalkan saja ia tidak berusaha menjauhinya secara
lahir maupun batin. Quran Syarif dapat membuat diri kamu seperti para nabi
asalkan saja kamu jangan mencoba melarikan diri darinya. Selain dari Quran Syarif, kitab mana lagi yang semenjak semula
mengajarkan kepada pembacanya doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ
[“Tuntunlah
kami pada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” –
Qs.1:6-7].
Yakni, tunjukkanlah kepada kami jalan-jalan
kenikmatan yang telah ditunjukkan kepada orang-orang dahulu seperti para
nabi, para rasul, para shiddiq, para syuhada,
dan para shalihin. Oleh
karena itu julangkanlah tekad kamu tinggi-tinggi dan jangan menolak undangan
(seruan?) Quran Syarif, apabila ia menghendaki kamu beramal untuk
mencapai nikmat-nikmat yang
telah diberikan kepada orang-orang dahulu.
Allah Ta’ala pada hakikatnya cenderung
untuk melimpahkan karunia lebih banyak dari itu. Tuhan telah menciptakan kamu
untuk menjadi ahli-waris untuk menerima kekayaan
rohani dan jasmani,
tetapi sampai Hari Kiamat kekayaan-kekayaan
tersebut tidak akan diwariskan kepada orang lain.
Tuhan
tidak sekali-kali akan memahrumkan (meluputkan) kamu dari nikmat wahyu, ilham, mukallamah
dan mukhatabah[2]. Dia akan
menyempurnakan terhadap kamu semua nikmat-nikmat
yang telah diberikan kepada orang-orang dahulu itu.
Akan tetapi barangsiapa yang karena keangkuhannya berdusta tentang Tuhan dengan mengatakan bahwa wahyu Ilahi telah turun kepadanya
padahal tidak, atau mengatakan bahwa ia telah mendapat kehormatan dengan adanya
perhubungan dengan Tuhan – yaitu mukallamah
dan mukhatabah – padahal tidak,
maka aku berkata dengan meminta
kesaksian Tuhan dan malaikat-malaikat-Nya bahwa dia pasti binasa, sebab dia telah berdusta dan kicu-menipu mengenai
Khaliq-Nya serta memperlihatkan sikap kelancangan dan kecerobohan.”
Kitab Suci
Jemaat Ahmadiyah adalah Al-Quran,
Bukan Tadzkirah
Penjelasan Mirza
Ghulam Ahmad a.s. mengenai pentingnya umat Islam berpegang teguh serta beramal
sesuai dengan petunjuk Al-Quran, hal tersebut membuktikan bahwa betapa dusta
serta zalimnya fitnah yang
dilontarkan para penentang Jemaat Ahmadiyah bahwa Kitab Suci orang-orang Ahmadiyah bukan Al-Quran melainkan Tadzkirah, benarlah
firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang
telah ditinggalkan Dan demikianlah Kami telah menjadikan musuh bagi
tiap-tiap nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pemberi petunjuk dan penolong (Al-Furqan
[25]:31-32).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 Februari
2014
[1]
Petunjuk jalan yang kedua ialah Sunnah, yakni yang diperlihatkan dengan amal
perbuatan Rasulullah saw. sebagai suri teladan, seperti bagaimana caranya harus
mengerjakan shalat, puasa dan lain-lain. Yang ketiga ialah hadits, yang
merupakan himpunan sabda-sabda Rasulullah saw..
[2]
Mukallamah dan mukhatabah adalah wahyu
yang turun dari Tuhan dalam bentuk
percakapan secara langsung kepada hamba-Nya (Pent.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar