Selasa, 18 Maret 2014

Kedudukan "Sunnah" dan "Hadits" Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Syariat Islam



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  179

Mereka yang “Memusuhi Malaikat Jibril a.s.” & Ketinggian Kedudukan   Al-Quran dalam Syariat Islam

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  kesinambungan turunnya Ruhulqudus  -- yakni malaikat Jibril a.s. -- dalam  rangka “menghidupkan” lagi  hati yang telah “keras membatu”  melalui wahyu Ilahi (QS.42:52-54), sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh):
      Jangan hendaknya kamu punya prakiraan  bahwa wahyu Ilahi itu tidak mungkin ada di waktu yang akan datang dan  bahwa wahyu itu hanya berlaku pada masa yang telah lampau saja. Janganlah mengira bahwa Ruhulqudus tidak dapat turun di waktu sekarang dan bahwa hal itu hanya berlaku di masa dahulu saja. Aku berkata dengan sebenar-benarnya bahwa segala pintu dapat tertutup, akan tetapi pintu untuk datangnya Ruhulqudus tidak pernah tertutup, bukakanlah lebar-lebar segala pintu hati-nurani kamu untuk membiarkan Ruhulqudus masuk.
       Wahai orang-orang yang dungu! Bangkitlah, bukakan jendela agar supaya matahari dengan sendirinya (dengan bebas) akan  menyelinap masuk ke dalam  kalbu kamu. Kalau pada zaman ini Tuhan tidak menutup bagi kamu karunia-Nya dari dunia – bahkan  melipatgandakan karunia-Nyaapakah kamu punya sangkaan bahwa Dia telah menutup untuk kamu  pintu-pintu karunia dari langit yang justru pada saat ini kamu memerlukannya?
    Tidak, sama sekali tidak, bahkan Dia telah  membukakannya selebar-lebarnya. Kini jikalau Tuhan --  sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam surah Al-Fatihah – telah membukakan bagi kamu segala nikmat-nikmat yang diberikan kepada orang-orang dahulu, mengapakah kamu menolak nikmat-nikmat itu? Timbulkanlah kedahagaan untuk  Sumber mata-air itu  supaya dengan sendirinya air akan membersit keluar.
        Mulailah kamu menangis bagaikan bayi yang meminta susu supaya air susu keluar dengan sendirinya dari dada ibu. Buatlah diri kamu layak  menerima kasih supaya kamu dianugerahi kasih-sayang. Bergelisahlah supaya kamu memperoleh ketentraman hati. Merataplah sepuas-puasnya sampai ada sebuah tangan meraih kamu. Sungguh amat berbahaya jalan menuju Tuhan itu, tetapi sungguh mudahlah bagi mereka yang tidak ragu-ragu melompat ke dalam jurang yang menganga, karena bertekad menyongsong maut (kematian).
     Pendeknya, berbahagialah mereka yang berperang melawan nafsu mereka, dan malanglah mereka yang  berperang dengan Tuhan demi untuk kemanjaan nafsunya dan tidak mengikuti kehendak-Nya. Barangsiapa mengabaikan hukum Tuhan untuk memanjakan nafsunya niscaya tidak akan masuk surga. Karena itu berusahalah sekuat tenaga agar satu titik pun satu satu kata pun dari Quran Syarif tidak menjadi saksi terhadap kamu, sehingga karena perkara itu kamu tidak akan ditindak.  Sebab  sesungguhnya keburukan walaupun  sebesar dzarrah layak mendapat hukuman.
     Waktu sangatlah pendek, sedangkan tugas hidup kamu belum lagi terpenuhi. Bergegas-gegaslah melangkahkan  kaki karena hari sudah petang dan malam hampir tiba. Apa-apa yang akan kamu persembahkan ke hadapan Tuhan periksalah berulang-ulang, jangan-jangan ada kekurangan dan menyebabkan kerugian, atau jangan-jangan semua amal kamu tak ubahnya bagai kotoran dan barang-barang  rombengan,  yang sekali-kali tak layak dipersembahkan di hadapan singgasana Maharaja.”

Kesinambungan Pengutusan Rasul dari Kalangan Malaikat dan Manusia

       Pendapat  Pendiri Jemaat  Jemaat Ahmadiyah tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini mengenai mereka  yang “memusuhi malaikat Jibril a.s.”    -- yakni mereka yang mengatakan  bahwa tugas Malaikat Jibril a.s. sebagai malaikat pembawa wahyu Ilahi telah selesai --   berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ مَنۡ کَانَ عَدُوًّا لِّجِبۡرِیۡلَ فَاِنَّہٗ نَزَّلَہٗ عَلٰی قَلۡبِکَ بِاِذۡنِ اللّٰہِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ وَ ہُدًی وَّ بُشۡرٰی لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  مَنۡ کَانَ عَدُوًّا  لِّلّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ رُسُلِہٖ وَ جِبۡرِیۡلَ وَ مِیۡکٰىلَ فَاِنَّ اللّٰہَ عَدُوٌّ  لِّلۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:  Barangsiapa menjadi musuh Jibril”,  karena sesungguhnya dialah yang menurunkannya ke dalam hati engkau dengan  izin Allah  menggenapi Kalam yang ada sebelumnya, sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.   Barangsiapa menjadi musuh bagi Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah pun menjadi musuh bagi orang-orang kafir.  (Al-Baqarah [2]:98-99).
    Jibril itu kata majemuk dari jabr dan il, dan berarti, orang-Tuhan yang gagah berani, atau abdi-Allāh. Jabr yang dalam bahasa Ibrani geber berarti, khadim; dan il berarti, yang gagah-perkasa, kuat (Hebrew English-Lexicon) oleh William Geseneus; (Bukhari, bab Tafsir; dan Aqrab-al-Mawarid).
       Menurut Ibn ‘Abbas nama lain dari Jibril ialah ‘Abdullah (Tafsir Ibnu Jarir).   Jibril sebagai penghulu di antara para malaikat (Mantsur) itu adalah pembawa wahyu Al-Quran.   Menurut para ahli tafsir Al-Quran Jibril itu searti dengan Ruhulqudus  (QS.2:88) dan Ruhul-Amin (QS.26:193-198).
       Menurut Bible pun tugas malaikat Jibril a.s. adalah menyampaikan Amanat Tuhan kepada hamba-hamba-Nya (Dan. 8:16; 9:21 dan Lukas 1:19).  Al-Quran, seperti ditegaskan oleh ayat ini, menetapkan tugas yang sama kepada Jibril. Tetapi dalam tulisan-tulisan Yahudi masa kemudian ia dilukiskan sebagai “malaikat api dan guntur” (Encyclopaedia Biblica, pada Gabriel). Pada zaman Nabi Besar Muhammad saw. orang-orang Yahudi menganggap malaikat Jibril a.s. sebagai musuh dan sebagai malaikat peperangan, malapetaka, dan penderitaan (Tafsir Ibnu Jarir dan Musnad).
       Mikal (Mikail) pun salah  satu dari penghulu malaikat. Kata itu dipandang sebagai paduan dari mik dan il, yang berarti “siapa yang seperti Tuhan”, artinya “tiada sesuatu seperti Tuhan” (Jewish Encyclopaedia dan Bukhari). Orang-orang Yahudi memandang Mikail sebagai malaikat yang paling mereka sukai (Jewish Encyclopaedia), dan sebagai malaikat keamanan serta kelimpahan, hujan dan tumbuh-tumbuhan (Tafsir Ibnu Katsir) dan dianggap mempunyai pertalian  terutama dengan pekerjaan pemeliharaan dunia.
        Malaikat-malaikat merupakan mata rantai penting dalam silsilah keruhanian dan barangsiapa memutuskan sekali pun hanya satu mata rantai ruhani atau menampakkan maksud buruk terhadap salah satu unit tatanan ruhani itu, pada hakikatnya, ia memutuskan  hubungannya dengan seluruh tatanan itu.
       Seorang yang demikian memahrumkan (meluputkan) diri dari rahmat dan karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba Allah yang benar, dan menjadikan dirinya layak menerima siksaan yang ditetapkan bagi pelanggar-pelanggar. Itulah sebabnya sangat mutlak perlunya  kesinambungan pengutusan rasul-rasul baik di kalangan  malaikat  mau pun di kalangan manusia  bagi kepentingan perkembangan akhlak dan ruhani umat manusia, firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah senantiasa memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj [22]:75).

Kesedihan Rasul Akhir Zaman
      
       Dalam firman  Allah Swt. berikut ini dikemukakan  penyesalan besar orang-orang  yang  mendustakan dan menentang Rasul Allah, karena mereka secara membuta telah mengikuti   para pemimpin kekafiran  yang telah menghasut  masyarakat luas untuk ikut terlibat dalam penentangan terhadap Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37) -- termasuk di Akhir Zaman ini – dengan alasan “tidak ada   lagi nabi sesudahnya  (QS.40:35-36; QS.72:8)   -- firman-Nya:
وَ یَوۡمَ تَشَقَّقُ السَّمَآءُ بِالۡغَمَامِ وَ نُزِّلَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  تَنۡزِیۡلًا ﴿﴾  اَلۡمُلۡکُ یَوۡمَئِذِۣ الۡحَقُّ لِلرَّحۡمٰنِ ؕ وَ کَانَ یَوۡمًا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ عَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ  یَوۡمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰی  یَدَیۡہِ یَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِی اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِیۡلًا ﴿﴾  یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا ﴿﴾  لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ  بَعۡدَ  اِذۡ جَآءَنِیۡ ؕ وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا ﴿﴾
Dan pada hari  ketika langit akan terpecah-belah dengan awan-awan  dan malaikat-malaikat akan diturunkan bergelombang-gelombang.  Kerajaan yang haq pada hari itu milik Yang Maha Pemurah, dan azab pada  hari itu atas orang-orang kafir sangat keras.  Dan pada hari itu orang zalim akan menggigit-gigit kedua tangannya lalu berkata:  Wahai alangkah baiknya jika aku mengambil jalan bersama dengan Rasul itu. Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak  menjadikan si fulan itu sahabat. Sungguh  ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepadaku.” Dan syaitan selalu menelantarkan manusia. (Al-Furqan [25]:26-30).
      Selanjutnya ayat-ayat  tersebut disambung dengan firman Allah Swt.  mengenai kesedihan Rasul Akhir Zaman terhadap sikap buruk umumnya umat Islam terhadap Al-Quran:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan  (Al-Furqan [25]:31).
      Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi dalam kenyataannya telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang, sebagai  suatu  barang yang tidak berharga.
      Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini. Ada sebuah hadits  Nabi Besar Muhammad saw.   yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang  di Akhir Zaman inilah saat yang dimaksudkan itu.
        Dalam firman Allah Swt. berikutnya   dikemukakan mengenai Sunnatullah lainnya berkenaan dengan  pengutusan Rasul Allah yaitu berupa pendustaan dan penentangan terhadapnya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pemberi petunjuk dan penolong (Al-Furqan [25]:32). 

Ketinggian Kedudukan Quran Syarif

      Sehubungan dengan firman Allah Swt.  mengenai kesedihan Rasul Allah  ketika menyaksikan umat Islam yang memperlakukan Al-Quran sebagai sesuatu yang telah dicampakkan,   selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh) mengenai ketinggian martabat  Al-Quran:
        Aku mendengar bahwa bebarapa orang di antara kamu ada yang sama sekali menolak hadits. Jika hal itu benar mereka itu sangat keliru. Aku tidak mengajarkan demikian, malah aku mengajarkan  bahwa untuk petunjuk jalan bagi kamu, Tuhan telah memberikan kepada kamu 3 hal. Yang pertama, ialah  Quran Syarif[1],  yang mengutarakan Keesaan Tuhan di dalamnya, Kegagahan-Nya dan Kebesaran-Nya, serta olehnya diputuskan pertentangan dan kekeliruan paham mengenai terbunuhnya Nabi Isa Ibnu Maryam  di atas salib dan bahwa beliau seorang terkutuk.
     Demikian pula Quran Syarif melarang kamu agar jangan memuja apa pun selain Allah, baik berupa benda, manusia, hewan, matahari, bulan, sesuatu benda langit lainnya, atau pun diri kamu sendiri.  Karena itu berhati-hatilah jangan melangkah selangkah pun yang bertentangan dengan ajaran Tuhan dan petunjuk Quran Syarif. Aku berkata dengan sungguh-sungguh bahwa barangsiapa yang mengabaikan sebuah saja dari ke-700 hukum Ilahi  berarti menutup pintu keselamatan baginya dengan tangannya sendiri.
     Jalan keselamatan yang hakiki dibuka hanya oleh Quran Syarif saja, sedangkan yang lainnya semuanya itu hanya bayangan semata. Karena itu hendaknya memperlajari Quran Syarif dengan pemikiran yang dalam, dan hendaknya kamu mencintainya begitu rupa mendalam seperti kamu tidak pernah mencintai apa pun sebesar itu. Sebab sebagaimana Tuhan berfirman kepadaku:
Al-khayru kulluhu fil-qur-aan
Yakni, “Segala macam kebaikan terletak di dalam Al-Quran, hal itu benar adanya”. 
        Sayang sungguh orang-orang itu,  yang lebih mengutamakan barang lain selain Quran Syarif. Segala  falah (sukses)  penghidupan kamu serta najat (keselamatan) kamu sumbernya terletak di dalam Quran Syarif. Tidak satu pun dari kebutuhan-kebutuhan ruhani bagi kamu yang tidak terdapat di dalam Quran Syarif. Saksi pada Hari Kiamat yang membenarkan mau pun yang menyangkal keimanan kamu adalah Quran Syarif. Di kolong langit ini tidak ada sebuah   kitab pun -- kecuali Quran syarif --  yang dapat memberikan petunjuk secara langsung. Tuhan telah begitu baik hati kepada kamu dengan menganugerahkan sebuah kitab suci  seperti Quran Syarif.
        Aku berkata kepada kamu dengan sesungguh-sungguhnya, bahwa Kitab yang telah dibacakan kepada kamu itu seandainya dibacakan kepada kaum Nasrani mereka tidak akan binasa. Dan nikmat serta petunjuk yang dilimpahkan kepada kamu seandainya diberikan kepada kaum Yahudi sebagai ganti dari kitab Taurat maka banyak dari firqah-firqah mereka yang tidak akan memungkiri Hari Kiamat. Karena itu hargailah nikmat yang dilimpahkan kepada kamu itu. Nikmat tersebut sangat berharga sekali, nikmat itu merupakan satu harta-pusaka yang besar nilainya. Jika sekiranya  Quran syarif itu tidak diturunkan maka dunia ini tak lain layaknya seperti segumpal daging yang menjijikkan.
     Sesungguhnya Quran Syarif itu kitab yang jika dibandingkan dengan segala sumber petunjuk lainnya, sumber-sumber itu tidak berarti apa-apa. Kitab Injil dibawa oleh Ruhulqudus yang menampakkan diri dalam bentuk seekor burung merpati, hewan yang tak berdaya dan lemah – seekor kucing pun dapat menerkamnya – oleh karena itulah hari demi hari  agama Nashrani kian menjadi lemah dan jiwa-ruhaniyatnya sudah tidak ada lagi di dalamnya. Akan tetapi Ruhulqudus  Quran Syarif menampakkan diri dalam bentuk yang gagah perkasa, yang wujudnya terbentang dari ufuk ke ufuk dan melingkupi seluruh bumi dan langit.
       Quran Syarif dapat membuat orang suci dalam  jangka-waktu seminggu asalkan saja ia tidak berusaha menjauhinya secara lahir maupun  batin. Quran Syarif dapat membuat diri kamu seperti para nabi asalkan saja kamu jangan mencoba melarikan diri darinya. Selain dari Quran Syarif,  kitab mana lagi yang semenjak semula mengajarkan kepada pembacanya doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾   صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ
[“Tuntunlah kami pada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” – Qs.1:6-7]. 
      Yakni, tunjukkanlah kepada kami jalan-jalan kenikmatan yang telah ditunjukkan kepada orang-orang dahulu seperti para nabi, para rasul, para shiddiq, para syuhada, dan para shalihin. Oleh karena itu julangkanlah tekad kamu tinggi-tinggi dan jangan menolak undangan (seruan?)  Quran Syarif,  apabila ia menghendaki kamu beramal untuk mencapai nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada orang-orang dahulu.
        Allah Ta’ala pada hakikatnya cenderung untuk melimpahkan karunia lebih banyak dari itu. Tuhan  telah menciptakan kamu untuk menjadi ahli-waris untuk menerima kekayaan rohani dan jasmani, tetapi sampai Hari Kiamat  kekayaan-kekayaan tersebut tidak akan diwariskan kepada orang lain.
       Tuhan tidak sekali-kali akan memahrumkan (meluputkan) kamu dari nikmat wahyu, ilham, mukallamah dan mukhatabah[2]. Dia akan menyempurnakan terhadap kamu semua nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada orang-orang dahulu itu.
       Akan tetapi barangsiapa yang karena keangkuhannya berdusta tentang Tuhan dengan mengatakan bahwa wahyu Ilahi telah turun kepadanya padahal tidak, atau mengatakan bahwa ia telah mendapat kehormatan dengan adanya perhubungan dengan Tuhan – yaitu mukallamah dan mukhatabah – padahal tidak, maka aku berkata dengan meminta kesaksian Tuhan dan malaikat-malaikat-Nya bahwa dia pasti binasa, sebab dia telah berdusta dan kicu-menipu mengenai Khaliq-Nya serta memperlihatkan sikap kelancangan dan kecerobohan.”

Kitab Suci Jemaat Ahmadiyah adalah Al-Quran, Bukan Tadzkirah

    Penjelasan Mirza Ghulam Ahmad a.s. mengenai  pentingnya umat Islam berpegang teguh serta beramal sesuai dengan petunjuk Al-Quran, hal tersebut  membuktikan bahwa  betapa dusta serta zalimnya fitnah yang dilontarkan para  penentang Jemaat Ahmadiyah bahwa Kitab Suci orang-orang Ahmadiyah bukan Al-Quran melainkan Tadzkirah, benarlah firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾  
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan   Dan demikianlah Kami telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pemberi petunjuk dan penolong (Al-Furqan [25]:31-32). 

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  11  Februari      2014




[1] Petunjuk jalan yang kedua ialah Sunnah, yakni yang diperlihatkan dengan amal perbuatan Rasulullah saw. sebagai suri teladan, seperti bagaimana caranya harus mengerjakan shalat, puasa dan lain-lain. Yang ketiga ialah hadits, yang merupakan himpunan sabda-sabda Rasulullah saw..
[2] Mukallamah dan mukhatabah  adalah wahyu yang turun dari Tuhan  dalam bentuk percakapan secara langsung kepada hamba-Nya (Pent.).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar