Minggu, 16 Maret 2014

Kesinambungan "Wahyu Ilahi Non-Syari'at" dan Turunnya "Ruhulqudus" (Malaikat Jibril a.s.)



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  178

   Kesinambungan Wahyu  Ilahi Non-Syariat  dan Turunnya Ruhulqudus   (Malaikat Jibril a.s.) 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  firman-Nya mengenai   peringatan  Allah Swt.  memperingatkan kepada umat Islam    -- terutama di Akhir Zaman ini   --  agar jangan terpedaya oleh kesuksesan kehidupan duniawi kaum-kaum lain, berfirman:
لَا یَغُرَّنَّکَ تَقَلُّبُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فِی الۡبِلَادِ  ﴿﴾ؕ 
Janganlah sekali-kali engkau terpedaya  oleh lalu-lalang orang-orang kafir di dalam negeri. (Ali ‘Imran [3]:197).
         Ayat ini, di samping mempunyai hubungan dengan zaman Nabi Besar Muhammad saw.,     juga kena benar kepada kemajuan  duniawi yang menakjubkan di kalangan bangsa-bangsa Kristen dalam segala bidang kehidupan dewasa ini. Ayat ini pun memperingatkan kaum Muslimin agar jangan tertipu atau terpukau oleh kesilauan kemajuan sementara dan fana ini.

Jangan “Membebek” Kepada Kaum lain

      Sehubungan dengan kemajuan duniawi kaum-kaum Non-Muslim tersebut selanjutnya  Al-Masih Mau’ud a.s. – yakni Pendiri Jemaat Ahmadiyah --  menulis dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh):
        Awas,  demi  kamu melihat kaum lain  -- betapa mereka telah mencapai kemajuan-kemajuan dan rencana-rencana duniawi mereka – janganlah  kemudian timbul kehendak di dalam diri kamu untuk mengikuti jejak mereka. Dengarlah dan maklumilah, bahwa mereka itu terasing dan lengah dari Tuhan, Yang memanggil kamu untuk datang ke samping-Nya.
        Apa artinya  tuhan mereka yang  sekedar berupa wujud insan  yang sangat  lemah.  Oleh karenanya pantas mereka dibiarkan berlarut -larut dalam kesesatan dan kelalaian. Aku tidak bermaksud untuk mencegah kamu dari berusaha untuk mencari dan memperoleh kebaikan-kebaikan duniawi, melainkan kamu jangan hendaknya  mengikuti cara-cara mereka yang memandang kehidupan dunia ini bagaikan kehidupan yang mutlak.
        Di dalam, tiap-tiap sesuatu yang kamu kerjakan – baik yang bersangkut-paut dengan kehidupan dunia atau pun dengan akhirat --  hendaknya kamu memohon terus menerus kepada Tuhan supaya Dia menganugerahi kekuatan dan taufik, tetapi   dalam memohon pertolongan ini  jangan hanya sekedar di bibir saja, melainkan hendaknya benar-benar keyakinan itu diresapkan bahwa tiap-tiap berkat  turunnya dari langit.
        Kamu akan benar-benar menjadi orang shalih hanya apabila pada setiap waktu jika kesulitan datang menimpa kamu, sebelum kamu mengatur rencana untuk menanggulangi kesulitan itu, kamu menutup pintu kamar kamu dahulu lalu merebahkan diri kamu di hadapan singgasana Ilahi, meratap di hadapan Dia bahwa kamu dihadapkan kepada suatu kesulitan dan kamu memohon karunia-Nya. Maka niscaya  Ruhulqudus akan menolong kamu, dan dengan jalan  gaib akan membukakan jalan-jalan keluar bagi kamu.
       Kasihanilah jiwa kamu, dan janganlah mengikuti jejak mereka yang begitu  rupa mengandalkan kepada usaha-usaha lahiriah, sehingga untuk memohon pertolongan Ilahi mereka itu sukar untuk mengucapkan Insya Allah  (jika Allah menghendaki), sehingga Allah membukakan mata kamu dan kamu tahu bahwa Tuhan kamu itu adalah laksana sokoguru dari segala rencana kamu. Kalau sokoguru dari atap rumah jatuh apakah penunjang-penunjang lainnya dapat bertahan? Tidak, bahkan pada suatu waktu akan rebah juga,  dan boleh jadi dengan robohnya  bangunan itu akan jatuh  beberapa korban.
        Demikian pula halnya rencama-rencana kamu itu tanpa adanya pertolongan  Ilahi tidak akan dapat terwujud. Apabila kamu tidak meminta pertolongan, dan memohon  kekuatan dari Dia tidak  kamu jadikan pegangan maka kamu tidak akan memperoleh sukses, dan kesudahannya kamu akan mati  dengan membawa penyesalan yang amat besar.
         Janganlah kamu terheran-heran memikirkan bagaimana kaum-kaum yang lain bisa maju padahal mereka tidak tahu menahu tentang kamu punya Tuhan Yang Paripurna dan Maha Perkasa. Jawabannya ialah, bahwa karena mereka telah meninggalkan Tuhan, mereka telah dihadapkan kepada ujian secara materi.
     Kadangkala ujian dari Tuhan itu mengambil bentuk demikian, bahwa barangsiapa yang meninggalkan Tuhan, hatinya lekat kepada kemabukan dan kelezatan dunia serta mendambakan kemewahan materi, maka kepadanya pintu keduniaan dibukakan, tetapi ditilik dari segi agama orang itu miskin dan telanjang belaka. Akhirnya ia tenggelam dalam khayalan-khyalan duniawi dan dimasukkan  ke dalam kancah api jahannam yang abadi[1].
        Kadangkala ujian itu mengambil bentuk demikian rupa, bahwa orang semacam itu tetap tidak akan berhasil dalam usahanya menumpukkan harta. Tetapi ujian yang disebut terakhir itu tidak seberapa bahayanya dibandingkan dengan ujian yang disebut terdahulu, sebab yang pertama  itu  menimbulkan di dalam diri orang itu suatu perasaan sombong dan tinggi-hati. Betapa pun juga kedua corak manusia ini tergolong manusia yang dimurkai Tuhan.
     Sumber pokok dari kesejahteraan  adalah Tuhan. Oleh karena itu apabila orang-orang ini tidak mengetahui tentang Tuhan Yang Hayyul-Qayyum – bahkan tidak mempedulikan dan membelakangi Dia --  maka bagaimanakah  kesejahteraan yang hakiki akan sampai  kepada mereka? Berbahagialah orang yang mengerti akan rahasia ini, dan sebaliknya binasalah orang yang tidak mengerti akan rahasia ini.
         Demikian pula hendaknya kamu jangan mengikuti jejak para ahli filsafat dunia, dan jangan hendaknya menjadi silau mata kamu dan terpesona oleh ketenaran dan kehormatannya, sebab semuanya itu hanyalah bukti dari kebodohannya belaka. Filsafat yang sejati ialah yang Tuhan  telah ajarkan kepada kamu dalam Kitab suci-Nya.  
        Binasalah orang-orang yang tergila-gila oleh ahli-ahli filsafat duniawi, dan berbahagialah orang-orang yang mencari ilmu filsafat yang sejati di dalam lembaran-lembaran suci  Kitab Allah. Mengapakah kamu  mengikuti jejak orang-orang yang bodoh? Apakah kamu hendak berlari-lari di belakang orang buta, dengan harapan supaya dia menunjuki kamu jalan bagi kamu?
        Wahai, orang yang bodoh! Betapakah dia dapat membimbing kamu kalau dia sendiri pun buta? Sesungguhnya filsafat yang sejati itu diperoleh hanya dengan perantaraan Ruhulqudus yang telah dijanjikan kepada kamu. Dengan perantaranan Ruh itu kamu akan menjangkau ilmu-ilmu yang kudus (suci), yang orang lain tidak memperolehnya.
     Kalau  kamu bermohon dengan kesungguhan hati niscaya kamu akan memperoleh ilmu-ilmu tersebut,  dan kemudian kamu akan menyadari bahwa itulah sebenarnya ilmu yang memberikan  kesegaran dan kehidupan baru kepada hati-sanubari serta menjulangkan kamu tinggi-tinggi ke puncak menara keyakinan yang sempurna. 
      Bagaimanakah orang yang suka memakan bangkai akan dapat menyuguhkan makanan yang  bersih-murni? Bagaimanakah orang yang buta akan dapat memperlihatkan sesuatu? Segala sesuatu hikmah  yang suci datangnya dari langit, maka apakah yang dapat kamu cari dari orang-orang duniawi?
     Orang-orang yang mewarisi hikmah itu ialah mereka yang yang ruhnya  lepas terbang menjurus ke langit. Bagaimanakah mereka yang tidak berkepuasan di dalam hatinya akan dapat  memberikan ketentraman batin kepada kamu? Akan tetapi yang dan utama ialah kelurusan dan kebersihan, kemudian sesudah itu kamu memperoleh segala sesuatu yang kamu inginkan.”
     
Tiga Cara Berkomunikasi Allah Swt. dengan Manusia

      Sehubungan dengan firman Allah Swt. -- mengenai  pentingnya kesinambungan wahyu Ilahi  Non-Syariat  -- Dia berfirman:

وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana.  (Asy-Syurā [42]:52).
  Ayat ini menyebut tiga cara Allah Swt.   berbicara kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
(a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara dengan perantaraan            وَحۡیًا                   (wahyu).   
(b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud   yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata  مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ  -- "dari belakang tabir,"
 (c) Allah menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi  یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ  --  mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki.
    Selanjutnya Allah Swt. berfirman tentang pewahyuan Al-Quran yang diwahyukan secara bertahap dalam jangka waktu 23 tahun kepada Nabi Besar Muhammad saw.: 
وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ﴿ۙ﴾
Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini  dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,  (Asy-Syurā [42]:53).
      Dalam ayat tersebut Allah Swt. menyebut firman-Nya atau wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw.  رُوۡحًا   (ruh), dengan demikian jelaslah bahwa kata ruh tidak hanya berarti ruh manusia saja   tetapi wahyu Ilahi pun disebut pula ruh (رُوۡحًا), sebab  sebagaimana halnya  dari segi jasmani  dengan keberadaan ruh itulah maka manusia secara jasmani dapat hidup, demikian pula dari  segi ruhani pun manusia akan dapat hidup hanya melalui   wahyu Ilahi,  bukan dengan cara menempuh olah bathin hasil usaha dan rekayasa manusia melalui  latihan-latihan kebatinan tertentu atau  melalui ilmu sihir atau ilmu klenik (occultisme).

Allah Swt. Memberitahukan Hal-hal Gaib  kepada Rasul Allah Melalui Wahyu Ilahi

       Dalam ayat itu selanjutnya  Allah Swt. menjelaskan   bahwa sebelum Nabi Besar Muhammad saw. menerima wahyu Ilahi beliau saw. sama sekali  tidak mengetahui  mengenai Kitab (Kitab suci) mau pun iman karena beliau saw. adalah seorang ummiy (butahuruf):  مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ  --   “Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu.”
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai manfaat besar keberadaan dan langsungan  wahyu Ilahi  sebagai “ruh  yang menghidupkan ruhani manusia  وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا  -- “akan tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami.
        Akibat dari menerima wahyu Ilahi berupa wahyu-wahyu Al-Quran tersebut, Nabi Besar Muhammad saw. yang sebelumnya adalah seorang ummiy (butahurif) kemudian menjadi seorang “pemberi petunjuk terbesar dan tersempurna  bagi umat manusia, firman-Nya:    وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ    -- “Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus.” Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Jalan  Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.  (Asy-Syurā [42]:54).
    Menurut Allah Swt. bahwa Islam atau Al-Quran adalah kehidupan, nur, dan jalan lurus yang membawa manusia yang menempuhnya kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya, yakni untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57).

Cara Allah Swt. “Menghidupkan  Hati” yang Keras Membatu

    Selanjutnya Allah Swt. berfirman    ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ  - “kepada Allah segala perkara kembali”, yakni  permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., termasuk cara menghidupkan akhlak dan ruhani umat manusia atau umat beragama jika secara ruhani telah mengalami kematian pun sepenuhnya  merupakan wewenang Allah Swt.,   firman-Nya:  
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?   Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).  
         Pendek kata, melalui diwahyukan-Nya Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. maka bangsa Arab jahiliyah  -- yang sejak dari zaman Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s. tidak pernah menerima siraman hujan ruhani dari langit berupa wahyu Ilahi, sehingga mereka disebut berada dalam “kesesatan yang nyata” –  hanya dalam waktu 23 tahun saja  berubah menjadi “manusia-manusia malaikat” dan menjadi “guru-guru dunia” dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan ruhani dan duniawi.
       Sunnatullah tersebut kembali terjadi di Akhir Zaman melalui pengutusan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Rasul Akhir Zaman,  firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar.    (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Kesinambungan Turunnya Ruhulqudus

       Dalam rangka “menghidupkan” lagi  hati yang telah “keras membatu”  melalui wahyu Ilahi itulah selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh):
       Jangan hendaknya kamu punya prakiraan  hahwa wahyu Ilahi itu tidak mungkin ada di waktu yang akan datang dan  bahwa wahyu itu hanya berlaku pada masa yang telah lampau saja. Janganlah mengira bahwa Ruhulqudus tidak dapat turun di waktu sekarang dan bahwa hal itu hanya berlaku di masa dahulu saja. Aku berkata dengan sebenar-benarnya bahwa segala pintu dapat tertutup, akan tetapi pintu untuk datangnya Ruhulqudus tidak pernah tertutup, bukakanlah lebar-lebar segala pintu hati-nurani kamu untuk membiarkan Ruhulqudus masuk.
       Wahai orang-orang yang dungu! Bangkitlah, bukakan jendela agar supaya matahari dengan sendirinya (dengan bebas) akan  menyelinap masuk ke dalam  kalbu kamu. Kalau pada zaman ini Tuhan tidak menutup bagi kamu karunia-Nya dari dunia – bahkan  melipatgandakan karunia-Nya – apakah kamu punya sangkaan bahwa Dia telah menutup untuk kamu  pintu-pintu karunia dari langit yang justru pada saat ini kamu memerlukannya?
    Tidak, sama sekali tidak, bahkan Dia telah  membukakannya selebar-lebarnya. Kini jikalau Tuhan --  sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam surah Al-Fatihah – telah membukakan bagi kamu segala nikmat-nikmat yang diberikan kepada orang-orang dahulu, mengapakah kamu menolak nikmat-nikmat itu? Timbulkanlah kedahagaan untuk  Sumber mata-air itu  supaya dengan sendirinya air akan membersit keluar.
        Mulailah kamu menangis bagaikan bayi yang meminta susu supaya air susu keluar dengan sendirinya dari dada ibu. Buatlah diri kamu layak  menerima kasih supaya kamu dianugerahi kasih-sayang. Bergelisahlah supaya kamu memperoleh ketentraman hati. Merataplah sepuas-puasnya sampai ada sebuah tangan meraih kamu. Sungguh amat berbahaya jalan menuju Tuhan itu, tetapi sungguh mudahlah bagi mereka yang tidak ragu-ragu melompat ke dalam jurang yang menganga, karena bertekad menyongsong maut (kematian).
       Pendeknya, berbahagialah mereka yang berperang melawan nafsu mereka, dan malanglah mereka yang  berperang dengan Tuhan demi untuk kemanjaan nafsunya dan tidak mengikuti kehendak-Nya. Barangsiapa mengabaikan hukum Tuhan untuk memanjakan nafsunya niscaya tidak akan masuk surga. Karena itu berusahalah sekuat tenaga agar satu titik pun satu satu kata pun dari Quran Syarif tidak menjadi saksi terhadap kamu, sehingga karena perkara itu kamu tidak akan ditindak.  Sebab  sesungguhnya keburukan walaupun  sebesar dzarrah layak mendapat hukuman.
      Waktu sangatlah pendek, sedangkan tugas hidup kamu belum lagi terpenuhi. Bergegas-gegaslah melangkahkan  kaki karena hari sudah petang dan malam hampir tiba. Apa-apa yang akan kamu persembahkan ke hadapan Tuhan periksalah berulang-ulang, jangan-jangan ada kekurangan dan menyebabkan kerugian, atau jangan-jangan semua amal kamu tak ubahnya bagai kotoran dan barang-barang  rombengan,  yang sekali-kali tak layak dipersembahkan di hadapan singgasana Maharaja.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  11  Februari      2014




[1] Masih Mau’ud a.s. telah menjelaskan di tempat lain bahwa perkataan “abadi” di sini berarti jangak-waktu yang lama sekali (Pent.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar