بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
169
Beberapa Kali Pengusiran Bani Israil Sebagai Hukuman
Ilahi & Makna “Neraka Jahannam Didekatkan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai kisah
monumental “Pengorbanan dua putra Adam”,
yang menurut Allah Swt. kisah monumental pengorbanan “pengorbanan dua putra Adam”
tersebut merupakan nubuatan
yang peritiwanya akan senantiasa berulang,
terutama di masa kedatangan Rasul Allah
yang dijanjikan Allah Swt..
Ada pun bentuk Sunnatullah tersebut adalah bahwa
ada dua pihak yang saling bertentangan -- yang sama-sama melakukan peribadahan dan pengorbanan di jalan agama
-- tetapi Allah Swt. hanya menerima peribadahan dan pengorbanan satu pihak
saja, yaitu pihak yang dizalimi oleh “saudaranya
tuanya,” yaitu pengorbanan Habil, firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ ابۡنَیۡ
اٰدَمَ بِالۡحَقِّ ۘ اِذۡ قَرَّبَا
قُرۡبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنۡ اَحَدِہِمَا وَ لَمۡ یُتَقَبَّلۡ مِنَ الۡاٰخَرِ ؕ
قَالَ لَاَقۡتُلَنَّکَ ؕ قَالَ اِنَّمَا
یَتَقَبَّلُ اللّٰہُ مِنَ الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾
Dan ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua anak
Adam dengan sebenarnya, ketika keduanya memberikan pengorbanan,
maka dikabulkan salah seorang dari
keduanya itu sedangkan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu
ia berkata: “Niscaya engkau akan kubunuh.” Saudaranya
berkata: “Sesungguhnya Allah hanya
mengabulkan pengorbanan dari
orang-orang yang bertakwa. (Al-Māidah
[5]:28).
Dengan demikian jelaslah bahwa pada
hakikatnya kisah monumental “pengorbanan
dua putra Adam” tersebut mengisyaratkan kepada firman-Nya mengenai hari atau zaman yang di dalamnya upaya “jual-beli,
persahabatan dan syafaat” di jalan agama tidak
akan diterima oleh Allah Swt., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ
قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ
ؕ وَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ
Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah apa yang telah Kami
rezekikan kepada kamu sebelum datang hari
yang tidak ada jual-beli di dalamnya, tidak
ada persahabatan, dan tidak pula syafaat, dan orang-orang
yang kafir mereka itulah orang-orang
zalim. (Al-Baqarah [2]:255).
Makna Yaumut- Taghābūn ( Hari Kerugian dan Keuntungan)
Allah Swt. menyebut “hari” atau zaman yang di dalamnya tidak
lagi “jual-beli, persahabatan, dan syafaat” tersebut sebagai Yaumut-taghābūn (Hari kerugian dan keuntungan), firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡتِکُمۡ نَبَؤُا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ۫ فَذَاقُوۡا
وَبَالَ اَمۡرِہِمۡ وَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌ
﴿﴾
ذٰلِکَ بِاَنَّہٗ کَانَتۡ
تَّاۡتِیۡہِمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ
فَقَالُوۡۤا اَبَشَرٌ یَّہۡدُوۡنَنَا ۫
فَکَفَرُوۡا وَ تَوَلَّوۡا وَّ اسۡتَغۡنَی اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ غَنِیٌّ
حَمِیۡدٌ ﴿۶﴾ زَعَمَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡۤا اَنۡ لَّنۡ
یُّبۡعَثُوۡا ؕ قُلۡ بَلٰی وَ رَبِّیۡ لَتُبۡعَثُنَّ
ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا
عَمِلۡتُمۡ ؕ وَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ
یَسِیۡرٌ ﴿﴾ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ النُّوۡرِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلۡنَا ؕ وَ اللّٰہُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ ﴿﴾ یَوۡمَ یَجۡمَعُکُمۡ لِیَوۡمِ
الۡجَمۡعِ ذٰلِکَ یَوۡمُ التَّغَابُنِ ؕ وَ مَنۡ یُّؤۡمِنۡۢ بِاللّٰہِ وَ یَعۡمَلۡ صَالِحًا یُّکَفِّرۡ عَنۡہُ سَیِّاٰتِہٖ وَ یُدۡخِلۡہُ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ
فِیۡہَاۤ اَبَدًا ؕ ذٰلِکَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا وَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَاۤ
اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿٪﴾ مَاۤ اَصَابَ
مِنۡ مُّصِیۡبَۃٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰہِ
ؕ وَ مَنۡ یُّؤۡمِنۡۢ بِاللّٰہِ
یَہۡدِ قَلۡبَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ
شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ وَ اَطِیۡعُوا
اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوا الرَّسُوۡلَ ۚ
فَاِنۡ تَوَلَّیۡتُمۡ فَاِنَّمَا عَلٰی رَسُوۡلِنَا الۡبَلٰغُ الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾ اَللّٰہُ
لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ وَ عَلَی اللّٰہِ
فَلۡیَتَوَکَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Belum datangkah kepada kamu kabar orang-orang kafir sebelum ini? Mereka merasakan akibat buruk perbuatan mereka, dan bagi mereka
azab pedih. Yang demikian itu karena rasul-rasul mereka datang kepada mereka dengan Tanda-tanda nyata,
tetapi mereka berkata: “Apakah manusia
yang memberi petunjuk kepada ka-mi?” Maka mereka kafir serta berpaling,
dan Allah tidak memerlukan mereka.
Dan Allah itu Maha Kaya, Maha Terpuji. Orang-orang kafir menyangka
bahwa mereka tidak akan pernah dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian,
bahkan demi Rabb-ku (Tuhan-ku), kamu pasti akan dibangkitkan, kemudian
kamu pasti akan diberitahu mengenai apa
yang telah kamu kerjakan, dan yang
demikian itu mudah bagi Allah.” Maka berimanlah
kepada Allāh dan Rasul-Nya, dan
kepada Cahaya yang telah
Kami turunkan, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. یَوۡمَ
یَجۡمَعُکُمۡ لِیَوۡمِ الۡجَمۡعِ -- pada hari Dia mengumpulkan kamu pada Hari
Berhimpun, ذٰلِکَ یَوۡمُ التَّغَابُنِ -- itulah Hari kerugian
dan keuntungan. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan beramal saleh, Dia akan menghapuskan darinya keburukan-keburukannya dan Dia akan memasukkannya ke dalam kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka akan tinggal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan
Tanda-tanda Kami, mereka itu adalah penghuni
Api, mereka akan kekal di dalamnya,
dan itu seburuk-buruk tempat kembali.
Sesuatu musibah sekali-kali tidak akan menimpa kecuali dengan
izin Allah. Dan barangsiapa beriman kepada Allah, Dia memberi petunjuk kepada hatinya,
dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasul, tetapi jika kamu
berpaling maka sesungguhnya kewajiban
Rasul Kami hanyalah menyampaikan amanat dengan jelas Allah
tidak ada Tuhan kecuali Dia, dan
kepada Allah hendaknya bertawakkal
orang-orang mukmin. (At-Taghābūn
[64]:6-14).
Ungkapan ayat yaum-at-taghābun dalam Al-Mufradat
telah diartikan bermacam-macam, yaitu:
(1) Hari kerugian
dan keuntungan, yaitu ketika orang-orang
beriman akan mengetahui apa yang telah diperoleh mereka sebagai keuntungan, dan orang kafir akan mengetahui apa yang hilang dari mereka sebagai kerugian.
(2) Hari perwujudan kerugian, yaitu pada hari
itu orang-orang kafir akan menyadari
betapa banyaknya kekurangan mereka
dalam melaksanakan kewajiban mereka
terhadap Tuhan dan terhadap sesama manusia, dan dengan demikian kerugian akan menjadi jelas tampak
kepada mereka.
(3) Hari ketika orang-orang beriman akan menunjukkan noda dan cacat kepada
kekurang bijaksanaan orang-orang kafir
yang lebih menyukai kekafiran
daripada keimanan.
Nabi Besar Muhammad Saw. Rasul Allah untuk Seluruh Umat Manusia
Sehubungan dengan kedengkian Kain terhadap saudaranya, Habil,
dan
penyesalan yang dialami Kain dalam kisah monumental “pengorbanan dua putra Adam” tersebut, selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
مِنۡ اَجۡلِ ذٰلِکَ ۚۛؔ کَتَبۡنَا عَلٰی بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اَنَّہٗ
مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَیۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِی الۡاَرۡضِ فَکَاَنَّمَا
قَتَلَ النَّاسَ جَمِیۡعًا ؕ وَ مَنۡ اَحۡیَاہَا
فَکَاَنَّمَاۤ اَحۡیَا النَّاسَ جَمِیۡعًا ؕ وَ لَقَدۡ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا
بِالۡبَیِّنٰتِ ۫ ثُمَّ اِنَّ کَثِیۡرًا
مِّنۡہُمۡ بَعۡدَ ذٰلِکَ فِی الۡاَرۡضِ لَمُسۡرِفُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّمَا جَزٰٓؤُا
الَّذِیۡنَ یُحَارِبُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ یَسۡعَوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ
فَسَادًا اَنۡ یُّقَتَّلُوۡۤا اَوۡ یُصَلَّبُوۡۤا اَوۡ تُقَطَّعَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ
اَرۡجُلُہُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ اَوۡ یُنۡفَوۡا مِنَ
الۡاَرۡضِ ؕ ذٰلِکَ لَہُمۡ خِزۡیٌ فِی الدُّنۡیَا وَ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ
عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِلَّا الَّذِیۡنَ تَابُوۡا مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ تَقۡدِرُوۡا عَلَیۡہِمۡ ۚ
فَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿٪﴾
Oleh sebab
itu Kami tetapkan bagi Bani Israil
bahwa: Barangsiapa yang membunuh
seseorang, padahal orang itu tidak pernah membunuh orang lain atau telah
mengadakan kerusakan di bumi, maka seolah-olah ia membunuh seluruh manusia; dan barangsiapa
menyelamatkan nyawa seseorang maka ia
seolah-olah meng-hidupkan seluruh manusia. Dan sungguh benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan Tanda-tanda yang nyata, kemudian
sesudah itu sungguh kebanyakan dari mereka benar-benar melampaui batas di bumi.
Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan berdaya-upaya mengadakan kerusakan di bumi ini ialah mereka dibunuh atau disalib atau pun dipotong tangan dan kakinya
disebabkan oleh permusuhan mereka,
atau mereka diusir dari negeri.
Hal demikian adalah penghinaan
bagi mereka di dunia ini, dan di
akhirat pun mereka akan mendapat azab yang besar. Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu berkuasa atas mereka, maka ketahuilah bahwa se-sungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Māidah [5]:33-35).
Apa
yang diisyaratkan dalam ayat ini ialah suatu peristiwa yang serupa dengan apa yang tersebut di sini
mengenai dua putra Adam, tetapi
peristiwa yang mengandung arti yang
jauh lebih luas lagi penting itu, akan terjadi kelak di
kemudian hari, yaitu ketika seorang nabi
(rasul) Allah akan muncul di antara saudara-saudara Bani Israil. Kenyataan ini akan menimbulkan kemarahan kaum Bani Israil
terhadap nabi itu -- yakni Nabi yang seperti Musa a.s. (Ulangan
18:15-19; QS.46:11) -- dan
mereka akan menjadi haus darah karena
disulut oleh rasa iri hati, persis
seperti Kain telah menjadi haus darah terhadap saudaranya, Habil.
Nabi Allah tersebut -- yakni Nabi Besar Muhammad saw. -- bukan
sembarang wujud. Dialah yang akan menjadi Pembaharu
Dunia dan ditakdirkan membawa syariat
abadi bagi segenap umat manusia
yang seluruh masa depan manusia bergantung
padanya dan karena itu membunuhnya adalah sama dengan membunuh seluruh umat manusia dan menyelamatkan jiwanya berarti sama
dengan menyelamatkan seluruh umat manusia.
Empat Jenis Hukuman
Sehubungan dengan hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah Swt. dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi -- “mereka dibunuh atau disalib atau pun dipotong tangan dan kakinya disebabkan oleh permusuhan mereka, atau mereka
diusir dari negeri” -- Islam tidak ragu-ragu mengambil tindakan-tindakan yang paling keras bila kepentingan negara atau masyarakat
luas menghendaki demikian, untuk membongkar
sampai ke akar-akarnya suatu kejahatan yang berbahaya.
Islam menolak tenggang-rasa palsu yang berdasar emosi khayali, namun pada waktu menjatuhkan hukuman atas pelanggaran
yang mengganggu ketertiban umum,
Islam menggunakan akal dan pertimbangan-pertimbangan yang sehat. Hukuman yang ditetapkan di sini terdiri
atas empat kategori, yakni (1) mereka dibunuh (2) disalib,
(3) dipotong tangan dan
kakinya, (4) diusir
dari negeri.
Bentuk hukuman
yang dijatuhkan dalam suatu perkara tertentu akan bergantung pada suasana dan lingkungan. Memberikan atau menjatuhkan hukuman adalah menjadi wewenang
pemerintah dan bukan wewenang
perseorangan. Kata-kata diusir dari negeri, menurut Imam Abu Hanifah
berarti dipenjarakan.
Yang dimaksud dengan ayat اِنَّمَا جَزٰٓؤُا
الَّذِیۡنَ یُحَارِبُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ یَسۡعَوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ
فَسَادًا
-- “Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan berdaya-upaya mengadakan kerusakan di bumi”
tidak mengisyaratkan kepada perampok-perampok dan penyamun-penyamun biasa melainkan kepada
pemberontak
dan penjahat-penjahat yang menyerang negara Islam, sebagaimana jelas dari
kata-kata, yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Kesimpulan demikian
selanjutnya ditunjang oleh kenyataan bahwa ayat ini menjanjikan pengampunan kepada pelanggar-pelanggar hukum apabila mereka bertaubat.
Hukuman
berupa pengusiran tersebut pernah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
saw. ketika beliau mengusir tiga kabilah Yahudi dari
Madinah -- Banu Qainuqa’, Banu Nadhir
dan Banu Quraizhah -- yang terus
menerus melakukan pengkhianatan terhadap
perjanjian yang mereka ikat dengan Nabi Besar Muhammad saw. QS.59:3-5).
Tindakan
pengusiran yang dilakukan oleh Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut sesuai dengan Sunnatullah
yang terjadi pada Bani Israil sebelumnya, akibat kedurhakaan mereka kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang akibat kutukan kedua Rasul Allah tersebut (QS.5:79-81) maka orang-orang
kafir dari kalangan Bani Israil
telah duka kali mengalami pengusiran dari Yerusalem, pertama oleh serbuan dahsyat balatentara raja Nebukadnezar dari Babilolia (QS.2:260), dan yang kedua
kali oleh serbuan dahsyat Panglima Titus dari kerajaan Rumawi
(QS.17:5-11).
Tetapi
nyata bahwa
mereka yang berbuat jahat terhadap perseorangan-perseorangan atau terhadap masyarakat, seperti perampok-perampok dan pencuri-pencuri,
dalam keadaan biasa tidak bisa diampuni
oleh negara, sekalipun mereka bertaubat. Mereka harus mengalami hukuman karena perbuatan jahat mereka sesuai dengan ketentuan hukum.
Sudah
tentu taubat dapat menjamin
mendapat ampunan dari Allah Swt. tetapi kekuasaan negara dalam hal ini terbatas. Akan tetapi penjahat-penjahat politik bisa dimaafkan oleh negara jika mereka bertaubat
dan berhenti dari kegiatan-kegiatan memberontak dan berhenti dari aktivitas-aktivitas
lainnya yang mengganggu kebijaksanaan negara.
Makna “Surga Didekatkan”
& Tingkatan Ruhani Nafs al-Muthmainnah (Jiwa yang Tentram)
Kembali kepada makna perintah “masuk surga” kepada “laki-laki yang datang berlari-lari dari
bagian terjauh kota itu” (QS.36:21) serta
hubungannya dengan “perdagangan
yang dapat menyelamatkan dari azab yang pedih” di Akhir Zaman ini (QS.61:11-13), bagi
mereka yang melaksanakannya
seakan-akan “surga didekatkan kepada
mereka” sedangkan kepada yang menolak
melakukannya seakan-akan “neraka jahannam didekatkan kepada mereka”, mengisyaratkan kepada
kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
وَ اُزۡلِفَتِ الۡجَنَّۃُ لِلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ بُرِّزَتِ
الۡجَحِیۡمُ لِلۡغٰوِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ قِیۡلَ
لَہُمۡ اَیۡنَمَا کُنۡتُمۡ تَعۡبُدُوۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ ہَلۡ یَنۡصُرُوۡنَکُمۡ اَوۡ یَنۡتَصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَکُبۡکِبُوۡا فِیۡہَا ہُمۡ
وَ الۡغَاوٗنَ ﴿ۙ﴾ وَ جُنُوۡدُ
اِبۡلِیۡسَ اَجۡمَعُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan surga akan didekatkan bagi orang-orang
yang bertakwa, dan Jahannam
akan ditampakkan dengan jelas kepada orang-orang
yang sesat. Dan akan dikatakan kepada mereka: “Di manakah mereka yang kamu sembah selain Allah? Dapatkah mereka
menolong kamu atau menolong diri
mereka sendiri?” Lalu mereka akan
dijungkirkan ke dalamnya, mereka dan orang-orang
yang sesat, dan lasykar-lasykar iblis semuanya.
(Asy-Syu’ara [26]:91-96).
Kata-kata
وَ اُزۡلِفَتِ الۡجَنَّۃُ لِلۡمُتَّقِیۡنَ --
“Dan surga akan didekatkan bagi
orang-orang yang bertakwa” berarti
bahwa orang-orang bertakwa akan
diberi kemampuan-kemampuan baru lagi lebih baik untuk menikmati nikmat surga di dalam kehidupannya di dunia ini juga, sebab
bagi mereka Allah Swt. menjanjikan dua surga, firman-Nya:
وَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ
جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾
Dan bagi orang yang takut akan
Keagungan Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga. (Ar-Rahmān
[55]:47).
Kata “dua surga” dapat berarti: (1) ketenteraman pikiran yang merupakan hasil menjalani kehidupan yang baik, dan (2) kebebasan dari kekhawatiran dan kecemasan yang mencekam hati akibat
menjalani hidup mengejar kesenangan
dan kebahagiaan duniawi.
Kebun
surgawi pertama
terdapat di dunia ini dalam hal
melepaskan keinginan sendiri (hawa-nafsu)
karena Allah Swt., dan kebun surgawi lainnya dalam memperoleh berkat dan keridhaan Ilahi di akhirat.
Seorang mukmin sejati selama-lamanya berjemur di dalam sinar matahari rahmat Ilahi di dunia
ini, yang tidak dapat diusik oleh pikiran-pikiran
susah. Inilah surga dunia, yang
dianugerahkan kepada hamba Allah yang
bertakwa dan di dalamnya ia akan tinggal selamanya, yakni bagi hamba-hamba Allah yang
telah mencapai tingkatan ruhani nafs muthmainnah (jiwa yang
tentram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾
ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai
jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan eng-kau, engkau ridha kepada-Nya
dan Dia pun ridha kepada engkau. Maka masuklah dalam golong-an
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr
[89]:28-31).
Ayat-ayat
ini mengisyaratkan kepada tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika
manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya
(QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal
terhadap segala macam kelemahan akhlak,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa
Dia. Di dunia inilah -- dan bukan
sesudah mati -- perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
Inilah
salah satu makna perintah Allah Swt. kepada “laki-laki
pemberani” dalam ayat قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ -- “masuklah ke dalam surga” (QS.36:27), sebab hamba Allah
tersebut -- yakni Mirza Ghulam
Ahmad a.s. -- telah mencapai tingkatan tertinggi dari keempat martabat
keruhanian yang disediakan Allah Swt. bagi para pecinta sejati Nabi
Besar Muhammad saw., yakni kenabian (QS.3:32; QS.4:70-71).
Makna
“Neraka Jahanam Didekatkan”
Surga yang dijanjikan di akhirat
hanyalah suatu bayangan surga di dunia
ini, yang merupakan suatu peragaan rahmat
ruhani yang dinikmati orang serupa itu di dunia ini. Kepada keadaan hidup
surgawi seorang mukmin sejati
inilah Al-Quran mengisyaratkan di dalam QS.10:65 dan QS.41:32.
Kata “dua surga” itu mungkin juga dua lembah subur, yang
diairi oleh dua aliran sungai – Jaihan
dan Saihan serta Efrat
dan Nil,
yang menurut sebuah hadits adalah sungai-sungai
surgawi (Muslim). Kedua lembah sungai-sungai surgawi tersebut jatuh ke tangan orang-orang Islam di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a..
Sedangkan
ayat وَ بُرِّزَتِ الۡجَحِیۡمُ لِلۡغٰوِیۡنَ -- “Dan Jahannam
akan ditampakkan dengan jelas kepada orang-orang yang sesat” (Asy-Syu’ara
[26]:92) dijelaskan dalam Surah At-Takātsur, firman-Nya
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡہٰکُمُ التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾ حَتّٰی زُرۡتُمُ الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾ کَلَّا
سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾ کَلَّا لَوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾ لَتَرَوُنَّ الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾
ثُمَّ
لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾ ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Dalam upaya
memperbanyak kekayaan telah melalaikan
kamu, hingga kamu
sampai di kuburan. Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui.
Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui
hakikat itu dengan ilmu yakin. Niscaya kamu
akan melihat Jahannam, kemudian
kamu niscaya akan melihatnya dengan mata yakin. Kemudian pada
hari itu kamu pasti akan ditanya
mengenai kenikmatan. (At-Takātsur [102]:1-9).
Dalam ayat 2 dan 3 Allah Swt.
menggambarkan ketamakan dan hasrat
berlebihan pada manusia untuk mengungguli
orang lain dalam jumlah kekayaan, kedudukan dan gengsi,
itulah makna kata takātsur (upaya
memperbanyak). Ketiga hal tersebut
merupakan penyebab utama
segala kesulitan manusia dan
merupakan penyebab kelalaian manusia
terhadap nilai-nilai hidup yang lebih
tinggi, yaitu untuk memperagakan Sifat-sifat sempurna Allah Swt.
melalui ibadah kepada Allah Swt. (QS.51:57), berupa pelaksanaan haququllāh dan haququl ‘ibād
sebagaimana yang dicontohkan secara sempurna
oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22). Itulah makna yang terkandung
dalam ayat اَلۡہٰکُمُ التَّکَاثُرُ ۙ -- “dalam upaya memperbanyak kekayaan telah melalaikan
kamu”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman حَتّٰی زُرۡتُمُ الۡمَقَابِرَ -- “hingga kamu sampai di kuburan.” Merupakan kemalangan manusia yang sangat besar, bahwa nafsunya untuk memperoleh barang-barang
duniawi tidak mengenal batas dan tidak
menyisihkan waktu sedikit pun untuk memikirkan
Tuhan dan alam (kehidupan) akhirat. Ia tetap asyik dengan hal-hal tersebut, hingga kematian
merenggutnya, dan baru pada saat
itulah ia menyadari, bahwa ia telah menyia-nyiakan hidupnya yang sangat berharga dalam mengejar-ngejar sesuatu yang tiada gunanya itu.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar