Jumat, 04 Oktober 2013

Perjalanan Nabi Sulaiman a.s. dan Pasukannya Menuju Perbatasan Kerajaan Ratu Saba


ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
 
Khazanah Ruhani Surah  Shād




Bab 37

  Perjalanan Nabi Sulaiman a.s. dan Pasukannya Menuju Perbatasan Kerajaan Ratu Saba

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai     firman Allah Swt. tentang dua kebijakan berbeda    yang dilakukan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. dalam menangani gangguan bangsa-bangsa asing ke wilayah kerajaan Bani Israil pada masa pemerintahan kedua raja dan  juga   rasul Allah  tersebut:
وَ دَاوٗدَ  وَ سُلَیۡمٰنَ  اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ  اِذۡ  نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ  الۡقَوۡمِ ۚ وَ کُنَّا  لِحُکۡمِہِمۡ  شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah Daud dan Sulaiman ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka. (Al-Anbiya [21]:79).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pemanfaatan keahlian bangsa-bangsa  taklukan Nabi Daud a.s. dan  Nabi Sulaiman a.s. tersebut untuk   mengelola SDA (Sumber Daya Alam) di wilayah kerajaan Bani Israil:
وَ مِنَ الشَّیٰطِیۡنِ مَنۡ یَّغُوۡصُوۡنَ لَہٗ وَ یَعۡمَلُوۡنَ عَمَلًا دُوۡنَ ذٰلِکَ ۚ وَ کُنَّا لَہُمۡ حٰفِظِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan  kalangan  syaitan-syaitan ada yang menyelam untuk dia, dan mereka melakukan  pekerjaan lain selain itu, dan Kami-lah yang menjaga  mereka. (Al-Anbiya [21]:83). 

Pemanfaatan Keahlian “Syaitan-syaitan”
Sebagai Tukang-tukang Pekerjaan Berat

      Karena syaithan berarti juga pemberontak dan penentang, dan juga orang yang ahli dalam sesuatu   (QS.2:15; QS. 6:112-114; QS.22:53), maka ayat ini bermaksud mengatakan, bahwa bangsa-bangsa bukan-Israil yang ditaklukkan oleh Nabi Sulaiman a.s.  telah dipekerjakan pada berbagai pertukangan yang sulit dan berat atas perintah beliau.
      Mereka bekerja sebagai tukang kayu, pandai besi, penyelam, dan sebagainya, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh warga bangsa jajahan (Lihat I Raja-raja 9:21-22). Kata-kata, yang menyelam untuk dia dapat menunjuk kepada para penyelam dari Bahrain dan Masqat, yang melakukan pekerjaan menyelam di Teluk Persia untuk mencari mutiara. Mereka dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman a.s. untuk tujuan itu, fiirman-Nya:
وَ لِسُلَیۡمٰنَ الرِّیۡحَ غُدُوُّہَا شَہۡرٌ وَّ رَوَاحُہَا شَہۡرٌ ۚ وَ اَسَلۡنَا لَہٗ  عَیۡنَ الۡقِطۡرِ ؕ وَ مِنَ الۡجِنِّ مَنۡ یَّعۡمَلُ بَیۡنَ یَدَیۡہِ  بِاِذۡنِ رَبِّہٖ ؕ وَ مَنۡ یَّزِغۡ مِنۡہُمۡ عَنۡ اَمۡرِنَا نُذِقۡہُ  مِنۡ عَذَابِ السَّعِیۡرِ ﴿﴾
Dan kepada Sulaiman Kami  menundukkan angin, perjalanan paginya sama dengan sebulan perjalanan darat dan perjalanan petangnya sama dengan sebulan. Dan Kami meng-alirkan sumber cairan tembaga untuk dia. Dan dari jin-jin ada yang bekerja di bawah perintahnya dengan izin Tuhan-nya, dan   barangsiapa dari me-reka menyimpang dari perintah Kami, Kami membuat dia merasakan azab Api yang menyala-nyala.  (As-Sabā [34]:13).
     Wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman a.s. terbentang dari Siria Utara sepanjang pantai Laut Tengah sebelah timur sampai Laut Merah, sepanjang Laut Arab sampai Teluk Persia. Pada hakikatnya di zaman Nabi Sulaiman a.s.  kerajaan Bani Israil telah mencapai puncak kejayaan dalam kekayaan harta, kekuasaan, dan pengaruh, sebagaimana ditampakkan oleh kata rīh, yang di antara lain artinya kekuasaan dan penaklukan-penaklukan (Lexicon Lane) seperti digunakan dalam ayat ini.
     Ayat ini pun menunjukkan, bahwa Nabi Sulaiman a.s.  memiliki suatu armada niaga yang besar (I Raja-raja 9:26-28 & Jewish Encyclopaedia Jilid XI hlm. 437) dan bahwa perindustrian dan kerajinan telah berkembang pesat di bawah pemerintahan  Nabi Sulaiman a.s.,    dan bahwa beliau telah menaklukkan serta memanfaatkan tenaga suku-suku bangsa pegunungan yang liar lagi suka   memberontak (II Tawarikh 2:18 & 4:1-2). Lebih lanjut mengenai mereka  Allah Swt. berfirman:
یَعۡمَلُوۡنَ لَہٗ  مَا یَشَآءُ  مِنۡ مَّحَارِیۡبَ وَ تَمَاثِیۡلَ وَ جِفَانٍ کَالۡجَوَابِ وَ قُدُوۡرٍ رّٰسِیٰتٍ ؕ اِعۡمَلُوۡۤا اٰلَ دَاوٗدَ شُکۡرًا ؕ وَ قَلِیۡلٌ  مِّنۡ عِبَادِیَ  الشَّکُوۡرُ ﴿﴾
Mereka mengerjakan untuknya apa yang dia kehendaki berupa  tempat-tempat ibadah, patung-patung, kolam-kolam bagaikan bendungan  dan periuk-periuk besar yang tetap pada tungkunya.  “Hai keluarga Daud,  beramallah sambil bersyukur.” Tetapi sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur. (As-Sabā [34]:14). 
       Kecuali itu,  selaku seorang raja yang kaya-raya, sangat berkuasa dan beradab, Nabi Sulaiman a.s. merupakan tokoh di antara raja-raja bangsa Bani Israil, yang mendirikan bangunan-bangunan. Beliau mempunyai selera yang istimewa mengenai seni bangunan yang telah berkembang pesat di masa kekuasaan beliau. Baitulmuqadas di Yerusalem memberi bukti yang nyata tentang selera halus beliau berkenaan dengan seni bangunan, demikian juga dengan pembangunan istana khusus   berlantai kaca bening yang di bawahnya dialirkan air yang deras, yang telah menyadarkan Ratu Saba dari kemusyrikan yang dilakukannya bersama kaumnya (QS.27:45).
      Dengan demikian jelaslah bahwa penggunaan kata jin dan syaitan berkenaan dengan Nabi Sulaiman a.s. sama sekali tidak ada hubungannya dengan makhluk halus yang juga disebut jin dan syaitan,  melainkan merujuk kepada  segolongan manusia juga, sebab pengutusan Rasul Allah semata-mata hanya berurusan dengan sesama manusia  untuk membawa mereka menjadi hamba-hamba Allah yang hakiki.

Nabi Sulaiman a.s. dan  Makna “Bahasa Burung”

      Demikian juga penyebutan  semut dan burung pun berkaitan dengan manusia juga -- bukan  binatang semut mau pun burung -- sebagaimana yang dikemukakan dalam firman-Nya berikut mengenai “bahasa burung”:
 وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا دَاوٗدَ  وَ سُلَیۡمٰنَ عِلۡمًا ۚ وَ قَالَا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ فَضَّلَنَا عَلٰی کَثِیۡرٍ  مِّنۡ عِبَادِہِ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  وَ وَرِثَ سُلَیۡمٰنُ دَاوٗدَ وَ قَالَ   یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ عُلِّمۡنَا مَنۡطِقَ الطَّیۡرِ وَ اُوۡتِیۡنَا مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar  telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya berkata: “Segala puji bagi Allah, Dzat Yang telah mengutamakan kami di atas kebanyakan dari hamba-hamba-Nya yang beriman.”  Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan ia berkata: “Hai manusia, kami telah diajari bahasa burung, dan kami telah diberi segala sesuatu, sesungguhnya ini benar-benar karunia yang nyata.” (An-Naml [27]:16-17).
       Nabi Daud a.s.   adalah seorang ahli perang besar dan seorang negarawan yang berkuasa dan cerdik. Beliau adalah pendiri keturunan raja-raja Yudea, dan pembangun kerajaan Ibrani yang sebenarnya. Dengan perantaraan beliau segala suku bangsa Israil dari Dan sampai Birsyeba menjadi bersatu-padu dan terorganisasi menjadi bangsa yang gagah-perkasa, dan kerajaannya membentang dari sungai Efrat sampai sungai Nil.
       Nabi Sulaiman a.s.  menjadikan kerajaan Bani Israil  yang beliau warisi dari ayah beliau  kokoh-kuat. Beliau seorang raja besar dan baik pula. Beliau memperluas dan mengembangkan perdagangan dan perniagaan negeri beliau dengan pesatnya. Beliau adalah pembangun ulung di antara raja-raja Bani Israil dan termasyhur dengan pembangunan rumah peribadatan di Yerusalem yang terkenal itu, dan menjadi kiblat kaum Bani Israil.
       Kata manthiq  (bahasa)  dalam kalimat  یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ عُلِّمۡنَا مَنۡطِقَ الطَّیۡرِ -- “Hai manusia, kami telah diajari bahasa burung   berasal dari kata nathaqa yang berarti: ia berbicara dengan suara dan tulisan, yang membuat maksudnya menjadi jelas. Oleh karena itu nathiq dipergunakan untuk pembicaraan yang terang maupun tidak terang, dan juga untuk keadaan sesuatu yang sama artinya dengan pembicaraan yang terang.
     Secara lahiriah manthiq merupakan kata-kata yang dituturkan, dan secara batiniah adalah  pengertian. Kata itu pun dipergunakan berkenaan dengan binatang dan unggas, bila penggunaannya secara kiasan (Al-Mufradat). Sebab burung-burung dan serangga-serangga mempunyai sarana sendiri untuk berkomunikasi.
Burung-burung yang biasa berpindah tempat, terbang dari satu wilayah ke wilayah lain menurut perubahan iklim. Mereka terbang berkawan-kawan dan terbang teratur. Demikian juga semut hidup bermasyarakat, dan lebah mempunyi tata pemerintahan yang teratur. Hal ini tidak mungkin jika tidak ada suatu cara mengadakan perhubungan atau cara berkomunikasi  antara mereka.
     Cara perhubungan ini dapat disebut “bahasa” mereka. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Daud a.s.  dan Nabi Sulaiman a.s.   telah diajari Allah Swt.  bahasa burung, yang dapat dianggap berarti, bahwa beliau-beliau telah mempelajari bagaimana cara memanfaatkan burung-burung bagi kepentingan komunikasi dengan  orang-orang atau para pejabat kerajaan yang lokasinya berada jauh dari pusat pemerintahan.
     Jadi, menurut ayat tersebut seni mempergunakan burung-burung untuk membawa berita-berita dari satu tempat ke tempat lain sangat banyak digunakan oleh Nabi Sulaiman a.s..  dan cara itu berkali-kali dan berulang-ulang dipergunakan Nabi Sulaiman a.s. dalam mengemudikan kerajaan di bawah kekuasaan beliau yang sangat luas itu, sebab berita yang dibawa oleh “burung-burung pos” tersebut  akan lebih cepat sampai ke alamat yang dituju  -- demikian pula sebaliknya -- jika dibandingkan dengan menggunakan jalan darat  mau pun laut.

Nabi Sulaiman a.s.   &  Divisi-divisi Pasukan Tempur

     Sehubungan  dengan kebijakan yang berbeda  antara Nabi Daud a.a. dan Nabi Sulaiman a.s.  dalam  menangani kasus “kambing milik suatu kaum   yang memasuki  kebun” sebelum ini – yakni  penyusupan dan penyerbuan yang dilakukan kaum-kaum  asing ke wilayah kekuasaan kerajaan Bani Israil --   firman-Nya:
وَ دَاوٗدَ  وَ سُلَیۡمٰنَ  اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ  اِذۡ  نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ  الۡقَوۡمِ ۚ وَ کُنَّا  لِحُکۡمِہِمۡ  شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah Daud dan Sulaiman ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka. (Al-Anbiya [21]:79).
Salah satu kasus yang dialami oleh Nabi Sulaiman a.s. adalah berkenaan dengan wilayah kekuasaan beliau yang berbatasan dengan wilayah kerajaan Saba yang dipimpin oleh Ratu Saba, dimana pasukan kerajaan Saba sering menerobos ke wilayah kerajaan Nabi Sulaiman a.s..
     Dalam  rangka menyelesaikan “kasus” tersebut,  Nabi Sulaiman a.s. disertai sejumlah besar pasukan perangnya  berangkat ke wilayah konflik tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman mengenai pasukan tempur yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s.:
وَ حُشِرَ لِسُلَیۡمٰنَ جُنُوۡدُہٗ  مِنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ  وَ الطَّیۡرِ  فَہُمۡ  یُوۡزَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin, ins (manusia), dan burung-burung,  lalu mereka  diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah. (An-Naml [27]:18).
      Sebagaimana telah dijelaskan,  bahwa penggunaan kata jin, syaitan, gunung, burung   berkenana dengan Nabi Daud a.s. dan nabi Sulaiman a.s. merupakan  kata-kata kiasan, bukan dalam makna harfiah. Jadi yang dimaksud dengan “pasukan jin” yang bersama dengan Nabi Sulaiman a.s. adalah   pasukan Nabi Sulaiman a.s. yang anggotanya berasal dari “suku-suku bangsa yang liar” yang mendiami wilayah pegunungan,  yang sebelumnya  telah ditaklukkan oleh Nabi Daud a.s.. Ayat yang sedang ditafsirkan ini hendaknya dibandingkan dengan ayat-ayat QS.21:83;            QS.34:13 dan QS.38:38.
     Dengan demikian nampaknya  kata-kata kiasan tersebut   menunjuk kepada anggota-anggota balatentara  atau kesatuan-kesatuan pasukan Nabi Sulaiman a.s., dan ketiga kata — jin, ins (manusia) dan thair (burung-burung) — dapat menggambarkan tiga kesatuan (divisi) lasykar (pasukan) Nabi Sulaiman a.s..
    Dalam ayat ini  dan dalam  QS.34:13, kata jin dipergunakan untuk menggambarkan satu seksi tertentu lasykar (pasukan)  itu, sedang dalam QS.21:83 dan QS.38:38 kata syayāthin dipergunakan untuk mengemukakan golongan itu juga, yang menunjukan bahwa anggota pasukan tersebut bukan dari kalangan Bani Israil,  melainkan berasal dari “bangsa-bangsa asing  -- yang secara kiasan disebut syaitan atau gunung -- yang telah ditaklukan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. yang dimanfaatkan menjadi salah satu dari divisi-divisi pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s.  yang dimanfaatkan melakukan berbagai tugas berat untuk kepentingan pemerintahan beliau (QS.21:83; QS.34:13; QS.38:37-39).
     Kata thair (burung) berarti kuda-kuda gerak cepat, dapat menggambarkan pasukan berkuda (divisi kavaleri)  Nabi Sulaiman a.s.  . Arti kata ini dikuatkan dalam QS.38:32-34, di sana Nabi Sulaiman a.s.  dilukiskan mempunyai kegemaran yang besar terhadap kuda, khususnya kuda-kuda perang, firman-Nya:   
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ  سُلَیۡمٰنَ ؕ نِعۡمَ  الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ  اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾  اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾  رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman, seorang hamba yang sangat baik, sesungguhnya ia selalu kembali kepada Kami.  Ketika dihadapkan kepadanya  kuda-kuda yang terbaik pada petang hari  maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena mengingatkan kepada Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di belakang tabir, ia berkata: Bawalah kembali kuda-kuda itu kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap kaki dan leher kuda-kuda itu. (Ash-Shād [38]:31-34).       
     Kata thair (burung) pun dapat pula mengisyaratkan kepada armada  pesawat  terbang – termasuk berbagai jenis pesawat tempur – yang mengenai kecanggihan teknologinya terus menerus dikembangkan, sehingga benar-benar bisa melakukan berbagai manuver di udara sebagaimana yang dilakukan burung-burung ketika terbang, terutama burung-burung pemangsa.
    Kenyataan tersebut sesuai dengan  firman Allah Swt. mengenai akan  diciptakannya berbagai sarana transportasi baru di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ اٰیَۃٌ  لَّہُمۡ  اَنَّا حَمَلۡنَا ذُرِّیَّتَہُمۡ  فِی الۡفُلۡکِ  الۡمَشۡحُوۡنِ ﴿ۙ﴾  وَ خَلَقۡنَا  لَہُمۡ مِّنۡ مِّثۡلِہٖ مَا یَرۡکَبُوۡنَ ﴿﴾
Dan  suatu Tanda bagi mereka bahwasanya Kami angkut  anak-cucu mereka dalam bahtera-bahtera yang bermuatan penuhDan Kami  akan menciptakan bagi mereka semacam itu juga  yang akan mereka kendarai. (Yā Sīn [36]:42-43). Lihat pula QS.16:9; QS.43:13.
      Al-Quran meramalkan semenjak dahulu kala bahwa Allah Swt.  akan mewujudkan sarana-sarana pengangkutan baru. Kapal api dan kapal lintas-samudera raksasa, balon zeppelin, pesawat terbang, dan sebagainya yang begitu banyak dipergunakan dewasa ini adalah penggenapan nubuatan Al-Quran secara jelas dan nyata.

Satu Kesatuan Pasukan Tempur yang Solid

   Dengan demikian jelaslah, bahwa kata kiasan jin dan ins (manusia) menggambarkan dua unit pasukan infanteri Nabi Sulaiman a.s., maka thair (burung-burung) berarti pasukan kavaleri beliau. Akan tetapi jika thair dapat dianggap berarti burung-burung yang sebenarnya, maka kata itu akan berarti burung-burung pos yang Nabi Sulaiman a.s. pergunakan untuk mengirimkan pesan-pesan perintah.
     Oleh karena itu burung-burung itu pun merupakan pembantu yang sangat berguna dan perlu sekali bagi lasykar beliau. Akan tetapi ketiga perkataan yang dipergunakan dalam arti kiasan itu pun dapat pula masing-masing dapat diartikan: (1) jin   adalah “orang-orang besar” (para pembesar); (1) ins (manusia) adalah “orang-orang biasa”  (orang awam), (3) thair (burung) adalah “orang-orang berkeruhanian tinggi.”
     Kata  thair kecuali berarti “burung”, dapat juga diterapkan kepada binatang-binatang yang berlari cepat, seperti kuda, dan lain-lain. Thayyar adalah bentuk kesa-ngatan dari thair, berarti seekor kuda yang berpancaindera tajam dan kakinya bergerak cepat; yang dapat berlari bagaikan terbang (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
Kembali   kepada  firman-Nya:
وَ حُشِرَ لِسُلَیۡمٰنَ جُنُوۡدُہٗ  مِنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ  وَ الطَّیۡرِ  فَہُمۡ  یُوۡزَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin, ins (manusia), dan burung-burung,  lalu mereka  diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah. (An-Naml [27]:18).
       Kata  waza’a dalam ayat  فَہُمۡ  یُوۡزَعُوۡنَ  -- “lalu mereka  diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah”,  berarti: ia menghentikan bagian pertama lasykar itu, agar supaya bagian terakhir lasykar itu dapat menggabungkan diri dengan mereka. Huwa yaza’u aj-jaisya berarti, “ia tengah mengatur prajurit-prajurit dengan tertib dan menempatkan mereka dalam jajaran-jajaran” (Aqrab-al-Mawarid).
    Dengan demikian ungkapan Al-Quran itu  mengenai  pasukan tempur  Nabi Sulaiman a.s. tersebut berarti: (1) Mereka dibentuk menjadi kelompok-kelompok terpisah. (2) Mereka berderap maju seperti selayaknya lasykar yang teratur  dan berdisiplin. (3) Bagian pertama dihentikan, agar supaya bagian terakhir dapat menggabungkan diri dengan mereka.
      Jadi,  kalimat dalam ayat Al-Quran tersebut   menunjukkan  bahwa Nabi Sulaiman a.s.   mempunyai angkatan perang yang sangat  terlatih baik serta  disiplin dan mempunyai beberapa kesatuan (divisi) lain yang terpisah lagi berbeda, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan pasukan tempur yang sangat solid.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  29 September    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar