ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 41
Kesanggupan “Jin ‘Ifrit “ dan “Orang yang Mengetahui Buku”
untuk “Mendatangkan Singgasana” Ratu Saba
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai tanggapan keputusan bijaksana Ratu Saba untuk menyerah
secara terhormat kepada Nabi Sulaiman a.s., lalu Nabi Sulaiman a.s. pun mengatur siasat
selanjutnya, yakni untuk benar-benar menaklukan
hati Ratu Saba sepenuhnya -- baik dalam hal pengakuan akan keunggulan SDA dan SDM yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s., mau pun dalam hal keunggulan keruhanian -- karena sebagai seorang Raja dan juga seorang Rasul Allah, beliau berkewajiban untuk menyampaikan Tauhid Ilahi kepada Ratu Saba dan
kaumnya yang menyembah benda-benda langit,
firman-Nya:
قَالَ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا اَیُّکُمۡ یَاۡتِیۡنِیۡ بِعَرۡشِہَا
قَبۡلَ اَنۡ یَّاۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ
﴿﴾ قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ
قَبۡلَ اَنۡ تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ
عَلَیۡہِ لَقَوِیٌّ اَمِیۡنٌ ﴿﴾
Ia (Sulaiman) berkata: “Hai para pembesar,
siapakah dari antara kamu akan membawa
kepadaku singgasananya sebelum mereka
datang kepadaku berserah diri?” Seorang hulubalang
yang gagah-perkasa dari kalangan
para jin berkata: “Aku akan membawanya kepada engkau
sebelum engkau berdiri dari tempat
engkau, dan sesungguhnya atas itu
aku memiliki kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml
[27]:39-40).
Ungkapan bi’arsyiha, agaknya berarti singgasana yang Nabi Sulaiman a.s. perintahkan membuatnya untuk Ratu Saba. Agaknya
sudah menjadi kebiasaan di zaman itu bahwa bila seorang kepala negara berkunjung kepada kepala
negara lain maka sebuah singgasana dibangun bagi penerimaan tamu agung itu.
“Jin
‘Ifrit” dan Penawaran Kesanggupannya
Mendatangkan
Singgasana Ratu Saba
Nabi Sulaiman a.s. pun
memerintahkan membangun singgasana
untuk menyambut Ratu Saba. Dikatakan “singgasananya” sebab singgasana itu khusus dibangun untuk Ratu Saba. Ungkapan itu dapat juga
berarti “seperti singgasananya,” dan ya’tinī dapat diartikan “akan menyiapkan bagiku.”
Firman Allah Swt. tersebut merupakan ayat mutasyabihat yang telah disalah-tafsirkan
serta dihubungkan dengan “makhluk-makhluk
halus” yang mengabdi kepada Nabi Sulaiman a.s., yaitu “jin
‘Ifrit.” Sebagaimana halnya penggunaan nama berkenaan dengan
“lasykar-lasykar” Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. merupakan kata sifat, bukan nama zat, demikian pula halnya dengan “jin ‘Ifrit”.
Kata ‘ifrit berasal dari kata ‘afara yang
berarti: “ia melemparkan dia ke tanah atau menghina dia”, yaitu suatu kata yang
digunakan baik untuk manusia ataupun
untuk jin, dan berarti: (1)
seorang yang kuat dan gagah-perkasa; (2) tajam, gesit, dan efektif dalam
menghadapi sesuatu urusan, melewati batas-batas biasa dalam urusan itu dengan
kecerdasan dan kecerdikan; (3) seorang kepala, dan lain-lain (Lexicon Lane).
Kata-kata itu menunjukkan bahwa ‘ifrit
tersebut adalah seorang pembesar yang
sangat tinggi kedudukannya serta
mempunyai wewenang besar, dan karena itu sangat percaya akan diri sendiri untuk
dapat melaksanakan perintah atasannya
dengan memuaskan dalam batas waktu yang diberikan kepadanya.
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ‘Ifrit itu berasal dari golongan “jin”, hal itu mengisyaratkan bahwa ia bukan seorang dari Bani Israil melainkan dari kaum lain yang ditaklukan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. – yang dalam Al-Quran disebut juga syaitan -- kemudian diberi jabatan penting untuk melaksanakan
tugas-tugas khusus, dari jawaban ‘Ifrit
sebelum ini:
قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ
تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ لَقَوِیٌّ
اَمِیۡنٌ ﴿﴾
“Aku
akan membawanya kepada engkau sebelum engkau
berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya
atas itu aku memiliki kekuatan lagi
terpercaya.” (An-Naml
[27]:40).
Dari jawaban tersebut dapat dimaknai bahwa ia membuat singgasana
yang baru dalam waktu yang cepat. Kalimat
“maqāmika -- tempat berdiri
engkau”, mengandung arti tempat Nabi
Sulaiman a.s. berkemah
dalam perjalanan beliau ke wilayah perbatasan dengan kerajaan Saba dan sedang
menantikan duta beliau kembali dengan
membawa jawaban atas surat yang beliau kirim kepada Ratu
Saba.
Tawaran “Menteri Keuangan”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
tawaran lainnya yang dikemukakan kepada
Nabi Sulaiman a.s.:
قَالَ الَّذِیۡ عِنۡدَہٗ
عِلۡمٌ مِّنَ الۡکِتٰبِ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ یَّرۡتَدَّ اِلَیۡکَ طَرۡفُکَ ؕ فَلَمَّا
رَاٰہُ مُسۡتَقِرًّا عِنۡدَہٗ قَالَ ہٰذَا مِنۡ فَضۡلِ رَبِّیۡ ۟ۖ
لِیَبۡلُوَنِیۡۤ ءَاَشۡکُرُ اَمۡ اَکۡفُرُ ؕ وَ مَنۡ شَکَرَ فَاِنَّمَا
یَشۡکُرُ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ کَفَرَ
فَاِنَّ رَبِّیۡ غَنِیٌّ کَرِیۡمٌ
﴿﴾
Orang yang memiliki pengetahuan mengenai buku
berkata: “Aku akan mendatangkannya
kepada engkau sebelum utusan kembali kepada engkau.” Maka
tatkala ia, Sulaiman, melihatnya telah ada di hadapannya ia berkata: “Ini adalah dari karunia Tuhan-ku supaya Dia mengujiku apakah aku
bersyukur ataukah tidak bersyukur.
Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk manfaat dirinya sendiri, dan barangsiapa
tidak bersyukur maka sesungguhnya Tuhan-ku
Mahacukup, Mahamulia.” (An-Naml
[27]:41).
Kata tharf
dalam kalimat اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ
قَبۡلَ اَنۡ یَّرۡتَدَّ اِلَیۡکَ طَرۡفُکَ – “Aku akan mendatangkannya kepada engkau sebelum utusan kembali kepada engkau”, berarti: sekilas
pandang; seorang bangsawan; penghasilan pajak pemerintah; seorang utusan dari
Yaman (Lexicon Lane).
Ungkapan itu dapat diartikan: (1) sebelum duta
engkau dari Yaman kembali kepada engkau; (2) dalam sekejap mata; (3) sebelum
pajak pendapatan pemerintah disetor kepada perbendaharaan negara.
Dalam arti tersebut belakangan
ungkapan itu akan berarti “Aku tidak
perlu lagi uang; uang yang sudah ada dalam khazanah pemerintah sudah cukup
memenuhi perongkosan mendirikan singgasana bagi Sang Ratu.” Ungkapan “yang mempunyai pengetahuan mengenai
buku,” agaknya menunjuk kepada seseorang yang mengetahui seluk-beluk keuangan. Mungkin juga ia menteri
keuangan Nabi Sulaiman a.s..
Dalam ayat ini dan dalam ayat
sebelumnya, dua buah penawaran untuk
menyiapkan singgasana bagi Nabi
Sulaiman a.s. telah
disebutkan, pertama diajukan oleh ‘ifrit yang menyediakan diri untuk
menyiapkan singgasana yang baru, sebelum Nabi Sulaiman a.s. mengemasi kemah dan berangkat kembali, dan yang lainnya oleh “orang yang
mempunyai pengetahuan tentang buku.”
Yang disebut terakhir
memberikan penawaran yang lebih baik
untuk menyelesaikan singgasana itu
sebelum duta Nabi Sulaiman a.s. kembali dengan jawaban atas surat beliau kepada Ratu. Nampaknya agar sesuai dengan maksud Nabi
Sulaiman a.s. untuk menyadarkan (memberitahu) Ratu Saba mengenai keunggulan SDA dan SDM milik Nabi Sulaiman
a.s., maka pejabat keuangan tersebut menawar cara yang lebih cepat dan lebih murah
tetapi sesuai dengan maksud Nabi Sulaiman a.s., yaitu ia akan melakukan beberapa perubahan singgasana dan Ratu Saba akan tetap dapat
mengenalinya seperti singgasana
miliknya.
Hubungan kalimat itu menunjukkan,
bahwa Nabi Sulaiman a.s. menerima
penawaran yang kedua, sebab beliau
menghendaki agar singgasana itu
selesai sebelum Ratu Saba datang
mengadakan kunjungan kehormatan
kepada beliau dan beliau dapat tinggal di tempat itu sampai Ratu Saba datang
dan seluruh upacara selesai.
Ayat ini mengandung arti juga bahwa segala
macam orang dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman a.s. — orang-orang yang
berilmu-pengetahuan dan berpengalaman, pekerja-pekerja terampil dan buruh-buruh
kasar, tukang-tukang dan ahli-ahli teknik yakni SDM yang unggul -- hal itulah yang disyukuri oleh Nabi Sulaiman a.s..
Tujuan Pembuatan “Singgasana”
yang lebih Indah
Jadi, sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya Nabi Sulaiman a.s. ingin memberitahukan kepada
Ratu Saba -- melalui “singgasana” hadiah Ratu Saba yang telah dimodifikasi tersebut --mengenai keunggulan berbagai rahmat
dan karunia yang dianugerahkan
Allah Swt. kepada beliau, dibandingkan dengan semua yang dibanggakan oleh Ratu Saba dan para pembesarnya, guan membuktikan bahwa “Tuhan Sembahan” Nabi Sulaiman a.s.
itulah Tuhan yang hakiki, firman-Nya:
قَالَ نَکِّرُوۡا لَہَا عَرۡشَہَا
نَنۡظُرۡ اَتَہۡتَدِیۡۤ اَمۡ تَکُوۡنُ
مِنَ الَّذِیۡنَ لَا یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
فَلَمَّا
جَآءَتۡ قِیۡلَ اَہٰکَذَا عَرۡشُکِ ؕ
قَالَتۡ کَاَنَّہٗ ہُوَ ۚ وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ مِنۡ قَبۡلِہَا وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا کَانَتۡ مِنۡ قَوۡمٍ
کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman, berkata: “Buatlah tidak berharga untuk dia singgasana
itu, kita lihat apakah ia mendapat petunjuk ataukah ia termasuk orang-orang yang tidak mendapat
petunjuk.” Maka tatkala ia, ratu, datang
dikatakan kepadanya: “Serupa
inikah singgasana engkau?” Ia
menjawab, “Ini seolah-olah sama seperti
itu, dan kami telah diberi
pengetahuan sebelumnya dan kami
adalah orang-orang yang berserah diri.” Dan apa yang
senantiasa disembahnya selain Allah telah meng-halanginya
beriman, sesungguhnya ia termasuk
kaum kafir. (An-Naml [27]:42-44).
Kalimat nakkara-hu
berarti: ia mengganti atau mengubah bentuk sesuatu agar tidak dikenal; ia
membuatnya nampak biasa saja (Lexicon
Lane). Oleh karena itu ungkapan yang tercantum dalam terjemahan ayat
berarti: “buatlah singgasana ini
lebih baik daripada singgasananya,
sehingga singgasana sendiri nampak
biasa saja.”
Ayat ini bermaksud mengatakan
bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan pembesarnya yang
dipercayakan tugas menyiapkan singgasana
bagi Ratu Saba, supaya membuatnya atau memodifikasinya
demikian cantik, sehingga Ratu itu
akan mengakui keunggulan dalam seni pembuatannya sehingga menjadi tidak menyukai lagi singgasananya sendiri, dan dengan demikian dapat mengerti bahwa kekuasaan
dan sumber-sumber kekayaan Nabi
Sulaiman a.s. jauh lebih besar dan lebih unggul daripada kekuasaan
dan sumber-sumber kekayaan Ratu itu
sendiri.
Itulah arti kalimat “apakah
ia mendapat petunjuk.” Yakni Nabi Sulaiman a.s. berusaha menjelaskan kepada Ratu Saba sia-sianya berusaha menentang atau melawan beliau. Ratu Saba dengan pembesar-pembesar dan kaum
bangsawan istana nampaknya berbesar
kepala (bangga) oleh kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan mereka (QS.27:34), dan Nabi Sulaiman a.s.
berkehendak menyadarkan mereka
dari anggapan keliru itu (QS.27:37).
Tujuan Pembuatan “Istana” Khusus
&
Gosip Tentang Ratu Saba
Seandainya kata “singgasananya”
diambil dalam artian singgasana, yang
konon telah dikirim oleh Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman a.s. sebagai hadiah, maka kata nakkiru akan berarti bahwa singgasana itu demikian dihiasi dan diperindah serta gambar-gambar patung yang dilukis
padanya —jika memang ada— dihapus begitu sempurna, sehingga Ratu Saba tidak
dapat mengenalnya kembali.
Ucapan Ratu
Saba وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ مِنۡ قَبۡلِہَا -- “ dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya”, maknanya
ialah bahwa Ratu Saba telah menjadi maklum
akan kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman
a.s., dan telah mengambil keputusan menyerah
kepada beliau وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ -- “dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.”
Ayat selanjutnya وَ
صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا کَانَتۡ مِنۡ
قَوۡمٍ کٰفِرِیۡنَ -- “Dan apa yang senantiasa disembahnya selain Allah
telah menghalanginya beriman, sesungguhnya ia termasuk kaum kafir”
bahwa Ratu Saba baru “menyerah” kepada
berbagai keunggulan SDA dan
SDM yang dimiiliki Nabi Sulaiman a.s.,
tetapi ia tidak mampu “melihat” Wujud Tuhan Yang
disembah Nabi Sulaiman a.s., Yang
menganugerahkan semua itu kepada Nabi Sulaiman a.s. yakni Allah Swt..
Untuk menyadarkan Ratu Saba dari kesesatannya tentang siapa “Tuhan Sembahannya” yang hakiki, kemudian
Nabi Sulaiman a.s. mengundang Ratu
Saba untuk datang ke pusat pemerintahan beliau dan diterima beliau di dalam “istana”
yang dibangun secara khusus untuk
tujuan tersebut, firman-Nya:
قِیۡلَ لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ
فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ
لُجَّۃً وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ
سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ اِنَّہٗ صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ
قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ
وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan
kepada dia: “Masuklah ke istana.”
Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.
Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang
berlantaikan ubin dari kaca.” Ia, ratu,
berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku
sendiri dan aku tunduk bersama
Sulaiman kepada Allah Tuhan seluruh alam.” (An-Naml
[27]:45).
Kasyāfa’an
sāqihi adalah muhawarah (idiom) yang terkenal dalam bahasa Arab, yang
berarti menjadi siap untuk menghadapi
kesukaran atau pikirannya menjadi kacau-balau atau kebingungan. Kasyāfat ’an sāāqaiha berarti: (1) ia
(perempuan) menyingkapkan kain dari
betisnya; (2) ia bersiap-sedia
menghadapi keadaan itu; ia menjadi
kacau-balau pikiran atau kebingungan atau keheran-heranan (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
Mengenai ayat mutasyabihat ini pun muncul cerita
yang menodai kehormatan para Rasul
Allah, dalam hal ini adalah Nabi Sulaiman a.s., bahwa pembuatan “istana” khusus tersebut adalah untuk membuktikan
berita mengenai kecantikan
Ratu Saba yang memiliki keunikan yaitu betisnya
berbulu lebat, dan untuk membuktikan benar-tidaknya gossip tersebut maka Nabi
Sulaiman a.s. telah memerintahkan membangun “istana” khusus tersebut.
Cerita tersebut muncul merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt.
mengenai ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat, yang melalui ayat-ayat
tersebut orang-orang yang dalam hatinya terdapat kebengkokan akan memunculkan berbagai fitnah (QS.3:8-9).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar