Selasa, 08 Oktober 2013

Kesanggupan "Jin 'Ifrit" dan "Orang yang Mengetahui Buku" untuk "Mendatangkan Singgasana" Ratu Saba





ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 41

   Kesanggupan  “Jin ‘Ifrit “ dan “Orang yang Mengetahui Buku” untuk “Mendatangkan Singgasana” Ratu Saba

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai tanggapan  keputusan bijaksana Ratu Saba untuk menyerah secara terhormat kepada Nabi Sulaiman a.s., lalu  Nabi Sulaiman a.s. pun mengatur siasat  selanjutnya, yakni untuk benar-benar menaklukan hati Ratu Saba sepenuhnya -- baik dalam hal pengakuan akan keunggulan SDA dan SDM yang  dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s.,  mau pun dalam hal keunggulan keruhanian -- karena sebagai seorang Raja dan juga seorang Rasul Allah,  beliau berkewajiban untuk menyampaikan Tauhid Ilahi kepada Ratu Saba dan kaumnya yang menyembah benda-benda langit, firman-Nya:
قَالَ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا اَیُّکُمۡ یَاۡتِیۡنِیۡ بِعَرۡشِہَا قَبۡلَ  اَنۡ یَّاۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ  تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ  لَقَوِیٌّ  اَمِیۡنٌ ﴿﴾
Ia (Sulaiman) berkata: “Hai para pembesar, siapakah dari antara kamu akan membawa kepadaku singgasananya  sebelum mereka datang kepadaku berserah diri?”  Seorang hulubalang yang gagah-perkasa dari kalangan  para jin berkata: “Aku akan membawanya kepada engkau sebelum engkau berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya atas itu aku memiliki  kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml [27]:39-40).
       Ungkapan  bi’arsyiha, agaknya berarti singgasana  yang Nabi Sulaiman a.s. perintahkan membuatnya untuk Ratu Saba. Agaknya sudah menjadi kebiasaan di zaman itu bahwa bila seorang kepala negara berkunjung kepada kepala negara lain  maka sebuah singgasana dibangun bagi penerimaan tamu agung itu.

“Jin ‘Ifrit” dan Penawaran Kesanggupannya
Mendatangkan Singgasana Ratu Saba

    Nabi Sulaiman a.s. pun memerintahkan membangun singgasana untuk menyambut Ratu Saba. Dikatakan “singgasananya” sebab singgasana itu khusus dibangun untuk  Ratu Saba. Ungkapan itu dapat juga berarti  seperti singgasananya,” dan ya’tinī  dapat diartikan “akan menyiapkan bagiku.”
      Firman Allah Swt. tersebut merupakan ayat mutasyabihat  yang telah disalah-tafsirkan  serta dihubungkan    dengan “makhluk-makhluk halus” yang mengabdi kepada Nabi Sulaiman a.s.,  yaitu “jin ‘Ifrit.” Sebagaimana halnya penggunaan nama berkenaan dengan “lasykar-lasykar” Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. merupakan kata sifat, bukan nama zat, demikian pula halnya dengan “jin ‘Ifrit”.
       Kata  ‘ifrit berasal dari kata ‘afara yang berarti: “ia melemparkan dia ke tanah atau menghina dia”, yaitu suatu kata yang digunakan baik untuk manusia ataupun untuk jin, dan berarti: (1) seorang yang kuat dan gagah-perkasa; (2) tajam, gesit, dan efektif dalam menghadapi sesuatu urusan, melewati batas-batas biasa dalam urusan itu dengan kecerdasan dan kecerdikan; (3) seorang kepala, dan lain-lain (Lexicon Lane).
      Kata-kata itu menunjukkan bahwa ‘ifrit tersebut adalah seorang pembesar yang sangat tinggi kedudukannya serta mempunyai wewenang besar, dan karena itu sangat percaya akan diri sendiri untuk dapat melaksanakan perintah atasannya dengan memuaskan dalam batas waktu yang diberikan kepadanya.
      Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ‘Ifrit itu berasal dari golongan “jin”, hal itu mengisyaratkan bahwa ia bukan seorang dari Bani Israil melainkan dari kaum lain yang ditaklukan oleh Nabi  Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.  – yang  dalam Al-Quran disebut juga syaitan -- kemudian diberi jabatan penting untuk melaksanakan tugas-tugas khusus, dari jawaban ‘Ifrit sebelum ini:
قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ  تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ  لَقَوِیٌّ  اَمِیۡنٌ ﴿﴾
Aku akan membawanya kepada engkau sebelum engkau berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya atas itu aku memiliki  kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml [27]:40).
         Dari jawaban tersebut dapat dimaknai  bahwa ia   membuat singgasana yang baru dalam waktu yang cepat.  Kalimat “maqāmika  -- tempat berdiri engkau”, mengandung arti tempat Nabi Sulaiman a.s. berkemah dalam perjalanan beliau ke wilayah perbatasan dengan kerajaan Saba dan sedang menantikan duta beliau kembali dengan membawa jawaban atas surat yang beliau kirim kepada Ratu Saba.

Tawaran “Menteri Keuangan”

      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tawaran lainnya yang dikemukakan kepada Nabi Sulaiman a.s.:
قَالَ الَّذِیۡ عِنۡدَہٗ  عِلۡمٌ  مِّنَ  الۡکِتٰبِ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ یَّرۡتَدَّ اِلَیۡکَ طَرۡفُکَ ؕ فَلَمَّا رَاٰہُ  مُسۡتَقِرًّا عِنۡدَہٗ  قَالَ ہٰذَا مِنۡ فَضۡلِ رَبِّیۡ ۟ۖ لِیَبۡلُوَنِیۡۤ  ءَاَشۡکُرُ اَمۡ  اَکۡفُرُ ؕ وَ مَنۡ شَکَرَ فَاِنَّمَا یَشۡکُرُ  لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ  کَفَرَ  فَاِنَّ رَبِّیۡ غَنِیٌّ  کَرِیۡمٌ ﴿﴾
Orang yang memiliki pengetahuan mengenai buku berkata: “Aku akan mendatangkannya kepada engkau sebelum utusan  kembali kepada engkau.” Maka tatkala ia, Sulaiman, melihatnya telah ada di hadapannya  ia berkata: “Ini adalah dari karunia Tuhan-ku supaya Dia mengujiku apakah aku bersyukur ataukah tidak bersyukur. Dan barangsiapa yang bersyukur  maka sesungguhnya ia bersyukur untuk manfaat dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur maka sesungguhnya Tuhan-ku Mahacukup, Mahamulia.” (An-Naml [27]:41).
   Kata  tharf  dalam kalimat اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ یَّرۡتَدَّ اِلَیۡکَ طَرۡفُکَ – “Aku akan mendatangkannya kepada engkau sebelum utusan   kembali kepada engkau”, berarti: sekilas pandang; seorang bangsawan; penghasilan pajak pemerintah; seorang utusan dari Yaman (Lexicon Lane). Ungkapan itu dapat diartikan: (1) sebelum duta engkau dari Yaman kembali kepada engkau; (2) dalam sekejap mata; (3) sebelum pajak pendapatan pemerintah disetor kepada perbendaharaan negara.
      Dalam arti tersebut belakangan ungkapan itu akan berarti  “Aku tidak perlu lagi uang; uang yang sudah ada dalam khazanah pemerintah sudah cukup memenuhi perongkosan mendirikan singgasana bagi Sang Ratu.” Ungkapan  “yang mempunyai pengetahuan mengenai buku,” agaknya menunjuk kepada seseorang yang mengetahui seluk-beluk keuangan. Mungkin juga ia menteri keuangan Nabi Sulaiman a.s..
     Dalam ayat ini dan dalam ayat sebelumnya, dua buah penawaran untuk menyiapkan singgasana bagi Nabi Sulaiman a.s.  telah disebutkan, pertama diajukan oleh ‘ifrit yang menyediakan diri untuk menyiapkan singgasana  yang baru, sebelum Nabi Sulaiman a.s.  mengemasi kemah dan berangkat kembali, dan yang lainnya oleh “orang yang mempunyai pengetahuan  tentang buku.”
   Yang disebut terakhir memberikan penawaran yang lebih baik untuk menyelesaikan singgasana itu sebelum duta Nabi Sulaiman a.s.   kembali dengan jawaban atas surat beliau kepada Ratu.  Nampaknya agar sesuai dengan maksud Nabi Sulaiman a.s. untuk menyadarkan (memberitahu) Ratu Saba mengenai keunggulan SDA dan SDM milik Nabi Sulaiman a.s., maka pejabat keuangan tersebut menawar cara yang lebih cepat dan lebih murah tetapi sesuai dengan maksud Nabi Sulaiman a.s., yaitu ia akan melakukan  beberapa perubahan   singgasana dan Ratu Saba akan tetap dapat mengenalinya seperti singgasana miliknya.
     Hubungan kalimat itu menunjukkan, bahwa Nabi Sulaiman a.s.   menerima penawaran yang kedua, sebab beliau menghendaki agar singgasana itu selesai sebelum Ratu Saba datang mengadakan kunjungan kehormatan kepada beliau dan beliau dapat tinggal di tempat itu sampai Ratu Saba datang dan seluruh upacara selesai.
      Ayat ini mengandung arti juga bahwa segala macam orang dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman a.s. — orang-orang yang berilmu-pengetahuan dan berpengalaman, pekerja-pekerja terampil dan buruh-buruh kasar, tukang-tukang dan ahli-ahli teknik yakni SDM yang unggul  -- hal itulah yang disyukuri oleh Nabi Sulaiman a.s..

Tujuan Pembuatan “Singgasana” yang lebih Indah

    Jadi, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya   Nabi Sulaiman a.s. ingin memberitahukan kepada Ratu Saba  -- melalui “singgasana” hadiah Ratu Saba yang telah dimodifikasi  tersebut  --mengenai keunggulan  berbagai rahmat dan karunia  yang dianugerahkan Allah Swt.  kepada beliau,  dibandingkan dengan semua yang dibanggakan oleh Ratu Saba dan para pembesarnya, guan membuktikan bahwa “Tuhan Sembahan” Nabi Sulaiman a.s. itulah Tuhan yang hakiki, firman-Nya:
قَالَ نَکِّرُوۡا  لَہَا عَرۡشَہَا نَنۡظُرۡ اَتَہۡتَدِیۡۤ  اَمۡ تَکُوۡنُ مِنَ الَّذِیۡنَ لَا یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَتۡ قِیۡلَ  اَہٰکَذَا عَرۡشُکِ ؕ قَالَتۡ کَاَنَّہٗ ہُوَ ۚ وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ  مِنۡ قَبۡلِہَا  وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ  صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا  کَانَتۡ مِنۡ  قَوۡمٍ  کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman,  berkata: “Buatlah tidak berharga untuk dia singgasana itu,  kita lihat apakah ia mendapat petunjuk ataukah ia termasuk orang-orang yang tidak mendapat petunjuk.”  Maka tatkala ia, ratu, datang dikatakan kepadanya: Serupa inikah singgasana engkau?” Ia menjawab, “Ini seolah-olah sama seperti itu, dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.  Dan apa yang senantiasa disembahnya  selain Allah  telah meng-halanginya beriman,  sesungguhnya ia termasuk  kaum kafir. (An-Naml [27]:42-44).
     Kalimat   nakkara-hu berarti: ia mengganti atau mengubah bentuk sesuatu agar tidak dikenal; ia membuatnya nampak biasa saja (Lexicon Lane). Oleh karena itu ungkapan yang tercantum dalam terjemahan ayat berarti: “buatlah singgasana ini lebih baik daripada singgasananya, sehingga singgasana sendiri nampak biasa saja.”
      Ayat ini bermaksud mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan pembesarnya yang dipercayakan tugas menyiapkan singgasana bagi Ratu Saba, supaya membuatnya atau memodifikasinya demikian cantik, sehingga Ratu itu akan mengakui keunggulan dalam seni pembuatannya sehingga menjadi tidak menyukai lagi singgasananya sendiri, dan dengan demikian dapat mengerti  bahwa kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman a.s.  jauh lebih besar dan lebih unggul daripada kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Ratu itu sendiri.
     Itulah  arti kalimat “apakah ia mendapat petunjuk.”  Yakni Nabi Sulaiman a.s. berusaha menjelaskan kepada Ratu Saba sia-sianya berusaha menentang atau melawan beliau. Ratu Saba dengan pembesar-pembesar dan kaum bangsawan istana nampaknya berbesar kepala  (bangga) oleh kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan mereka (QS.27:34), dan Nabi Sulaiman a.s. berkehendak menyadarkan mereka dari anggapan keliru itu (QS.27:37).

Tujuan Pembuatan “Istana  Khusus   &
Gosip Tentang Ratu Saba

     Seandainya kata “singgasananya” diambil dalam artian singgasana, yang konon telah dikirim oleh Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman a.s.  sebagai hadiah, maka kata nakkiru akan berarti bahwa singgasana itu demikian dihiasi dan diperindah  serta gambar-gambar patung yang dilukis padanya —jika memang ada— dihapus begitu sempurna, sehingga Ratu Saba tidak dapat mengenalnya kembali.
      Ucapan Ratu Saba  وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ  مِنۡ قَبۡلِہَا --  dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya”, maknanya ialah bahwa Ratu Saba telah menjadi maklum akan kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman a.s., dan telah mengambil keputusan menyerah kepada beliau وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ --   dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.
       Ayat selanjutnya   وَ  صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا  کَانَتۡ مِنۡ  قَوۡمٍ  کٰفِرِیۡنَ --  “Dan apa yang senantiasa disembahnya  selain Allah  telah menghalanginya beriman,  sesungguhnya ia termasuk  kaum kafir” bahwa Ratu Saba baru “menyerah” kepada  berbagai keunggulan  SDA dan SDM  yang dimiiliki Nabi Sulaiman a.s., tetapi ia tidak mampu “melihat” Wujud  Tuhan Yang disembah Nabi Sulaiman a.s., Yang menganugerahkan semua itu kepada Nabi Sulaiman a.s. yakni Allah Swt..
    Untuk menyadarkan Ratu Saba dari kesesatannya tentang siapa  “Tuhan Sembahannya” yang hakiki, kemudian Nabi Sulaiman a.s. mengundang Ratu Saba untuk datang ke pusat pemerintahan beliau dan  diterima beliau  di dalam  istana” yang dibangun secara khusus untuk tujuan tersebut, firman-Nya:
قِیۡلَ  لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ  لُجَّۃً  وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ  اِنَّہٗ  صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ قَالَتۡ رَبِّ  اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan kepada dia: “Masuklah ke istana.” Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.  Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang berlantaikan  ubin dari kaca.” Ia, ratu, berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah  Tuhan seluruh alam.” (An-Naml [27]:45).
      Kasyāfa’an sāqihi adalah muhawarah (idiom) yang terkenal dalam bahasa Arab, yang berarti menjadi siap untuk menghadapi kesukaran atau pikirannya menjadi kacau-balau atau kebingungan. Kasyāfat ’an sāāqaiha berarti: (1) ia (perempuan)  menyingkapkan kain dari betisnya; (2) ia  bersiap-sedia menghadapi keadaan itu; ia  menjadi kacau-balau pikiran atau kebingungan atau keheran-heranan (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
      Mengenai ayat mutasyabihat ini pun muncul cerita yang  menodai kehormatan para Rasul Allah, dalam hal ini adalah Nabi Sulaiman a.s., bahwa pembuatan “istana khusus tersebut adalah untuk membuktikan  berita mengenai kecantikan Ratu Saba yang  memiliki keunikan  yaitu betisnya berbulu lebat, dan untuk membuktikan benar-tidaknya gossip tersebut maka  Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan membangun “istana” khusus tersebut.
      Cerita tersebut muncul  merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt. mengenai ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat, yang melalui ayat-ayat tersebut orang-orang yang dalam hatinya terdapat kebengkokan akan memunculkan berbagai fitnah (QS.3:8-9).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  3 Oktober    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar