ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 42
Falsafah Pembuatan “Istana”
Khusus Nabi Sulaiman a.s. "Berlantai Kaca Bening" yang Di bawahnya Air Mengalir Deras
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai persiapan Nabi Sulaiman
a.s. menerima kunjungan kehormatan
Ratu Saba yaitu dengan menyediakan
“singgasana” untuk menerima Ratu Saba, sebagaimana penawaran kedua yang dikemukakan “pejabat keuangan” beliau, firman-Nya:
قَالَ نَکِّرُوۡا لَہَا عَرۡشَہَا
نَنۡظُرۡ اَتَہۡتَدِیۡۤ اَمۡ تَکُوۡنُ
مِنَ الَّذِیۡنَ لَا یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
فَلَمَّا
جَآءَتۡ قِیۡلَ اَہٰکَذَا عَرۡشُکِ ؕ
قَالَتۡ کَاَنَّہٗ ہُوَ ۚ وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ مِنۡ قَبۡلِہَا وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا کَانَتۡ مِنۡ قَوۡمٍ
کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman, berkata: “Buatlah tidak berharga untuk dia singgasana
itu, kita lihat apakah ia mendapat petunjuk ataukah ia termasuk orang-orang yang tidak mendapat
petunjuk.” Maka tatkala ia, ratu, datang
dikatakan kepadanya: “Serupa
inikah singgasana engkau?” Ia
menjawab, “Ini seolah-olah sama seperti
itu, dan kami telah diberi
pengetahuan sebelumnya dan kami
adalah orang-orang yang berserah diri.” Dan apa yang
senantiasa disembahnya selain Allah telah meng-halanginya
beriman, sesungguhnya ia termasuk
kaum kafir. (An-Naml [27]:42-44).
Tujuan Singgasana Dibuat lebih Indah dari Keadaan Sebelumnya
Kalimat nakkara-hu
berarti: ia mengganti atau mengubah bentuk sesuatu agar tidak dikenal; ia
membuatnya nampak biasa saja (Lexicon
Lane). Oleh karena itu ungkapan yang tercantum dalam terjemahan ayat
berarti: “buatlah singgasana ini
lebih baik daripada singgasananya,
sehingga singgasana sendiri nampak
biasa saja.”
Ayat ini bermaksud mengatakan
bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan pembesarnya yang
dipercayakan tugas menyiapkan singgasana
bagi Ratu Saba, supaya membuatnya atau memodifikasinya
demikian cantik, sehingga Ratu itu
akan mengakui keunggulan dalam seni pembuatannya sehingga menjadi tidak menyukai lagi singgasananya sendiri, dan dengan demikian dapat mengerti bahwa kekuasaan
dan sumber-sumber kekayaan Nabi
Sulaiman a.s. jauh lebih besar dan lebih unggul daripada kekuasaan
dan sumber-sumber kekayaan Ratu itu
sendiri.
Itulah rupa-rupanya arti kalimat “apakah
ia mendapat petunjuk.” Yakni Nabi Sulaiman a.s. berusaha menjelaskan kepada Ratu Saba sia-sianya berusaha menentang atau melawan beliau. Ratu Saba dengan pembesar-pembesar dan kaum
bangsawan istana nampaknya berbesar
kepala (bangga) oleh kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan mereka (QS.27:34), dan Nabi Sulaiman a.s.
berkehendak menyadarkan mereka
dari anggapan keliru itu (QS.27:37).
Seandainya kata “singgasananya”
diambil dalam artian singgasana, yang
konon telah dikirim oleh Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman a.s. sebagai hadiah, maka kata nakkiru akan berarti bahwa singgasana itu demikian dihiasi dan diperindah serta gambar-gambar patung yang dilukis
padanya —jika memang ada— dihapus begitu sempurna, sehingga Ratu Saba tidak
dapat mengenalnya kembali.
Ucapan
Ratu Saba وَ اُوۡتِیۡنَا
الۡعِلۡمَ مِنۡ قَبۡلِہَا -- “ dan kami
telah diberi pengetahuan sebelumnya”, maknanya ialah bahwa Ratu Saba
telah menjadi maklum akan kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman a.s., dan telah mengambil
keputusan menyerah kepada beliau وَ کُنَّا
مُسۡلِمِیۡنَ -- “dan kami
adalah orang-orang yang berserah diri.”
Ayat selanjutnya وَ
صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا کَانَتۡ مِنۡ
قَوۡمٍ کٰفِرِیۡنَ -- “Dan apa yang senantiasa disembahnya selain Allah
telah menghalanginya beriman, sesungguhnya ia termasuk kaum kafir”
bahwa Ratu Saba baru “menyerah” kepada
berbagai keunggulan SDA dan
SDM yang dimiiliki Nabi Sulaiman a.s.,
tetapi ia tidak mampu “melihat” Wujud Tuhan Yang
disembah Nabi Sulaiman a.s., Yang
menganugerahkan semua itu kepada Nabi Sulaiman a.s. yakni Allah Swt..
Tujuan Pembuatan “Istana” Khusus
&
Gosip Tentang Ratu Saba
Untuk menyadarkan Ratu Saba dari kesesatannya tentang siapa “Tuhan Sembahannya” yang hakiki, kemudian
Nabi Sulaiman a.s. mengundang Ratu
Saba untuk datang ke pusat pemerintahan beliau dan diterima beliau di dalam
“istana” yang dibangun secara khusus untuk tujuan tersebut,
firman-Nya:
قِیۡلَ لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ
فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ
لُجَّۃً وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ
سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ اِنَّہٗ صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ
قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ
وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan
kepada dia: “Masuklah ke istana.”
Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.
Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang
berlantaikan ubin dari kaca.” Ia, ratu,
berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku
sendiri dan aku tunduk bersama
Sulaiman kepada Allah Tuhan seluruh alam.” (An-Naml
[27]:45).
Kasyāfa’an
sāqihi adalah muhawarah (idiom) yang terkenal dalam bahasa Arab, yang
berarti menjadi siap untuk menghadapi
kesukaran atau pikirannya menjadi kacau-balau atau kebingungan. Kasyāfat ’an sāāqaiha berarti: (1) ia
(perempuan) menyingkapkan kain dari
betisnya; (2) ia bersiap-sedia
menghadapi keadaan itu; ia menjadi
kacau-balau pikiran atau kebingungan atau keheran-heranan (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
Mengenai ayat mutasyabihat ini pun muncul cerita
yang menodai kehormatan para Rasul
Allah, dalam hal ini adalah Nabi Sulaiman a.s., bahwa pembuatan “istana”
khusus tersebut adalah untuk membuktikan
berita mengenai kecantikan
Ratu Saba yang memiliki keunikan yaitu betisnya
berbulu lebat, dan untuk membuktikan benar-tidaknya gossip tersebut maka Nabi
Sulaiman a.s. telah memerintahkan membangun “istana” khusus tersebut.
Cerita tersebut muncul merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt.
mengenai ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat, yang melalui ayat-ayat
tersebut orang-orang yang dalam hatinya terdapat kebengkokan akan memunculkan berbagai fitnah (QS.3:8-9).
Sebagaimana laporan intelijen dari Jenderal Hud-hud
mengenai keadaan Ratu Saba dan kaumnya – bahwa ia dan kaumnya adalah penyembah matahari serta benda-benda langit lainnya
(QS.27:23-27), maka Nabi Sulaiman a.s. menginginkan agar Ratu
Saba dan kaumnya meninggalkan kemusyrikan
dan menerima agama yang hakiki.
Ratu Saba Menyatakan Ke-Muslim-annya
Untuk maksud itu beliau secara bijaksana sekali memakai cara
demikian yang niscaya menyebabkan perempuan yang mulia
lagi cerdas itu dapat melihat kesalahan di dalam jalan hidupnya. Singgasana yang Nabi Sulaiman a.s. telah perintahkan untuk disiapkan bagi
Ratu Saba itu dimaksudkan guna tujuan
itu.
Singgasana itu dibuat jauh lebih
indah dan dalam segala seginya lebih unggul daripada singgasana Ratu sendiri yang sangat dibanggakannya. Nabi Sulaiman
a.s. . berbuat demikian, agar supaya Sang Ratu dapat menyadari, bahwa Nabi Sulaiman a.s. itu pilihan
Tuhan, dan karunia ruhani itu
jauh lebih berlimpah-limpah daripada yang telah dianugerahkan kepada Sang Ratu.
Demikian juga “Istana” khusus yang disinggung dalam
ayat ini pun dibangun dengan tujuan yang sama. Sebagaimana diperlihatkan dalam
ayat ini, jalan masuk ke istana itu
berlantaikan ubin terbuat dari kaca bening
yang di bawahnya mengalir air yang jernih sekali, sehingga ketika Ratu Saba memasuki istana itu ia menyangka
bahwa lantai kaca bening itu air, lalu menyingkapkan kain sehingga nampak betisnya, dan pemandangan air
itu membingungkannya, dan ia tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan.
Ungkapan
kalimat Kasyāfa’an sāqihi berkenaan
ayat وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ
سَاقَیۡہَا – “dan ia menyingkapkan kain
dari betisnya” dapat pula berarti “menampakkan aurat”, sebab
bagi seorang Ratu (Raja Perempuan)
jika karena sesuatu alasan ia menyingkapkan pakaian kebesarannya sehingga
betisnya kelihatan hal
tersebut merupakan aib baginya, itulah sebabnya ketika Nabi Sulaiman
a.s. menjelaskan bahwa air yang mengalir deras tersebut posisinya berada dibawah lantai
kaca bening maka Ratu Saba
langsung menyadari kekeliruannya telah memnyembah benda-benda langit dan
berkata رَبِّ اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ
اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah
menzalimi diriku sendiri dan aku
tunduk bersama Sulaiman kepada Allah Tuhan seluruh alam.” (An-Naml
[27]:45).
Jadi, dengan “istana” khusus tersebut
Nabi Sulaiman a.s. menarik
perhatian Ratu Saba kepada hakikat, bahwa seperti halnya Ratu Saba telah salah duga bahwa ubin
kaca bening itu aliran air, seperti itu pula matahari dan benda-benda langit lain yang disembahnya
itu bukan sumber cahaya sebenarnya.
Benda-benda langit itu hanya memancarkan cahaya tetapi mereka itu benda-benda mati belaka.
Tuhan Yang Maha Kuasa -- yang berada “di balik” benda-benda langit
-- itulah Wujud Yang telah menganugerahkan
kepada benda-benda langit itu cahaya yang dipancarkannya, seperti halmnya aliran air di bawah lantai kaca bening yang
membuat lantai kaca bening tersebut adalah
aliran air yang membuat Ratu
Saba menyingkapkan kainnya karena takut
basah.
Dengan jalan itu Nabi Sulaiman a.s. berhasil
dalam tujuan yang beliau ingin capai.
Perempuan yang mulia itu membuat pengakuan
atas kesalahannya, dan dari seorang penyembah berhala-berhala kayu dan batu, Ratu Saba menjadi seorang hamba mukhlis
Tuhan Yang Maha Esa, firman-Nya:
قِیۡلَ لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ
فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ
لُجَّۃً وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ
سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ اِنَّہٗ صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ
قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ
وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan
kepada dia: “Masuklah ke istana.”
Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.
Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang
berlantaikan ubin dari kaca.” Ia, ratu,
berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku
sendiri dan aku tunduk bersama
Sulaiman kepada Allah Tuhan seluruh alam.” (An-Naml
[27]:45).
Mereka yang Menyembah
“Lantai Kaca Bening” Istana Nabi Sulaiman a.s.
Berdasarkan falsafah yang terkandung dari “istana”
khusus yang dibuat oleh Nabi Sulaiman a.s. tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa
pada hakikatnya tatanan alam semesta jasmani ini merupakan benda-benda mati belaka – seperti halnya
“lantai kaca bening” istana khusus yang dibuat Nabi Sulaiman a.s. -- dan
penyebab “lantai kaca bening”
tersebut menjadi sesuatu yang “ditakuti” oleh Ratu Saba dapat membuat jubah kebesarannya menjadi basah adalah penampakkan “aliran air” yang berada di bawah
(di balik) lantai kaca bening
tersebut.
Oleh karena itu jika manusia “mempertuhankan” benda-benda yang ada di alam
semesta -- matahari, bulan, bintang-bintang, gunung,
lautan, sunga, batu, pohon dan lain-lain
– keadaan mereka sama dengan Ratu Saba
yang merasa takut kepada “lantai kaca bening” istana Nabi Sulaiman
a.s. yang pada dasarnya tidak memiliki kemampuan memberikan kemudaratan atau pun manfaat kepada orang yang berjalan di
atasnya.
Mengapa demikian? Sebab pada hakikatnya
semuanya itu merupakan “benda-benda mati”
belaka, seperti halnya “lantai kaca bening” istana khusus Nabi Sulaiman a.s., dan Allah Swt. – Pencipta
tatanan alam semesta yang Yang Maha Gaib -- yang berada “di balik”
tatanan alam semesta itulah yang
membuat semua bagian dari tatanan alam semesta mulai dari partikel sampai dengan benda-benda
yang terbesar dialam semesta ini telah diberi berbagai macam khasiat (kemampuan) sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt., misalnya matahari memancarkan cahaya, bulan memantulkan cahaya serta berbagai
macam khasiat (kemampuan) tak
terhitung lainnya yang telah ditetapkan Allah Swt. kepada berbagai benda di tatanan alam semesta ini, firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ
کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ
الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "Seandainya lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhan-ku,
niscaya lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis dituliskan,
sekalipun Kami datangkan sebanyak itu
lagi sebagai tambahannya. (Al-Kahf
[18]:110).
Firman-Nya lagi:
وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ اَقۡلَامٌ
وَّ الۡبَحۡرُ یَمُدُّہٗ
مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ
اَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan seandainya
pohon-pohon di bumi ini menjadi pena
dan laut ditambahkan
kepadanya sesudahnya tujuh laut menjadi tinta,
kalimat
Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Luqman [31]:28)
Bilangan 7 dan 70 digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar
“tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.
Kesempurnaan Tatanan Alam
Semesta Ciptaan Allah Swt. &
“Orang-orang Berakal” Seperti Ratu Saba
Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan-penemu-an dan hasil-hasil riset mereka yang besar
dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya
mereka dikuasai anggapan keliru bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq (penciptaan) itu
sendiri.
Menurut Allah Swt. hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka, sebab rahasia-rahasia Tuhan (Allah Swt.) serta ciptaan-Nya
tidak ada habisnya dan tidak dapat diselami, sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang
nanti akan ditemukan dengan segala
susah payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia
Allah belumlah merupakan setitik air pun dalam samudera, benarlah firman-Nya berikut ini:
وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ مَا
نُنَزِّلُہٗۤ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Dan tidak
ada suatu pun benda melainkan pada
Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan Kami
sama sekali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu.
(Al-Hijr [15]:22).
Allah Swt. memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak
terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya
yang tidak berhingga, Dia mengarahkan pikiran
atau otak manusia kepada satu benda
yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu
keperluan yang sesungguhnya akan benda
itu.
Seperti halnya alam semesta kebendaan, demikian juga Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, di mana
tersembunyi khazanah-khazanah ilmu
keruhanian yang dibukakan kepada manusia melalui Rasul
Allah dan orang-orang suci sesuai
dengan keperluan zaman, termasuk di
Akhir Zaman ini (QS.3:180; QS.56:78-80; QS.72:27-28; QS.61:10).
Apabila keadaan serta berbagai kemampuan
serta fungsi yang telah ditetapkan (ditakdirkan) Allah Swt. berkenaan berbagai
hal dalam tatanan alam semesta jasmani ini -- yang merupakan makhluk -- demikian tidak
terhingganya, maka terlebih lagi Allah
Swt., Al-Khāliq (Yang Maha Pencipta),
firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ
الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ
قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ
لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ
خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ تَفٰوُتٍ
ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾ ثُمَّ ارۡجِعِ الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Maha
Berbarkat Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menciptakan kematian dan kehidupan,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun, Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. Engkau tidak akan melihat ketidakselarasan di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka lihatlah
ber-ulang-ulang, apakah engkau
melihat sesuatu cacat? Kemudian pandanglah
untuk kedua kali, penglihatan engkau akan kembali kepada
engkau dengan tunduk dan ia letih, (Al-Mulk [67]:1-5).
Makna ۙ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ
لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا -- “Yang menciptakan kematian dan kehidupan,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya,” yaitu bahwa hukum
hidup dan mati berlaku di seluruh
alam. Tiap-tiap makhluk-hidup tunduk
kepada kehancuran dan kematian.
Kata “kematian” di sini seperti juga dalam
ayat QS.2:29 dan QS.53:45, disebut sebelum kata “kehidupan.” Alasannya ialah,
rupa-rupanya kematian atau tanpa-wujud itu merupakan keadaan
sebelum ada kehidupan, atau mungkin
karena “mati” itu lebih penting dan lebih besar artinya daripada “hidup,”
karena kematian membukakan kepada
manusia pintu gerbang kehidupan kekal
dan kemajuan ruhani yang tidak berhingga,
sedang kehidupan di dunia ini
hanyalah suatu tempat persinggahan
sementara dan merupakan suatu persiapan
bagi kehidupan kekal lagi abadi di
balik kubur. Itulah sebabnya
dikatakan لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا -- “supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya.”
Tantangan Untuk Mencari “Celah
Kelemahan” Tatanan Alam Semesta
Kata thibāq dalam ayat الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا – “Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi”, bersamaan arti dengan thabāq dan dengan
jamaknya athbāq. Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq
bagi sesuatu itu, yakni sesuatu ini berpasangan dengan itu atau sejenis itu dalam ukuran atau mutunya, dan
sebagainya. Thibāq berarti juga tingkat (Lexicon Lane).
Sungguh
menakjubkan ciptaan Allah Swt. itu. Tatasurya
yang di didalamnya bumi kita hanya merupakan anggota kecil itu sangat luas,
bermacam-macam dan teratur susunannya, namun demikian tatasurya itu hanyalah merupakan salah satu dari ratusan juta tatasurya yang beberapa di antaranya
jauh lebih besar lagi daripada tatasurya kita ini.
Namun jutaan matahari dan bintang itu
begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di
mana-mana menimbulkan keserasian dan keindahan. Tertib yang menutupi dan
meliputi seluruh tatanan alam itu, jelas nampak kepada mata tanpa
bantuan alat apa pun dan tersebar jauh melewati jangkauan pandangan yang
dibantu oleh segala macam alat dan perkakas yang dunia ilmu dan teknik telah
mampu menciptakannya.
Namun demikian, tatanan alam
semesta jasmani yang demikian mengagumkan
serta sempurna tersebut pada
hakikatnya merupakan benda-benda mati belaka
seperti “lantai kaca bening” istana
yang dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s.,
dan hanya orang-orang berakal
seperti Ratu Saba sajalah yang akan
mampu “melihat” keberadaan Allah Swt., Sang Maha Pencipta tatanan alam semesta tersebut melalui berbagai Tanda-tanda
yang berada di dalamnya (QS.3:191-195).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 4 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar