Rabu, 09 Oktober 2013

Falsafah Pembuatan "Istana" Khusus Nabi Sulaiman a.s. " Berlantai Kaca Bening" yang Di bawahnya Air Mengalir Deras




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 42

   Falsafah Pembuatan “Istana” Khusus Nabi Sulaiman a.s.  "Berlantai Kaca Bening" yang Di bawahnya   Air Mengalir Deras

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai persiapan Nabi Sulaiman a.s. menerima kunjungan kehormatan Ratu Saba  yaitu dengan menyediakan “singgasana” untuk menerima Ratu Saba, sebagaimana  penawaran kedua yang dikemukakan “pejabat keuangan” beliau, firman-Nya:
قَالَ نَکِّرُوۡا  لَہَا عَرۡشَہَا نَنۡظُرۡ اَتَہۡتَدِیۡۤ  اَمۡ تَکُوۡنُ مِنَ الَّذِیۡنَ لَا یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَتۡ قِیۡلَ  اَہٰکَذَا عَرۡشُکِ ؕ قَالَتۡ کَاَنَّہٗ ہُوَ ۚ وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ  مِنۡ قَبۡلِہَا  وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ  صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا  کَانَتۡ مِنۡ  قَوۡمٍ  کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman,  berkata: “Buatlah tidak berharga untuk dia singgasana itu,  kita lihat apakah ia mendapat petunjuk ataukah ia termasuk orang-orang yang tidak mendapat petunjuk.”  Maka tatkala ia, ratu, datang dikatakan kepadanya: Serupa inikah singgasana engkau?” Ia menjawab, “Ini seolah-olah sama seperti itu, dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.  Dan apa yang senantiasa disembahnya  selain Allah  telah meng-halanginya beriman,  sesungguhnya ia termasuk  kaum kafir. (An-Naml [27]:42-44).

Tujuan Singgasana Dibuat lebih Indah dari Keadaan Sebelumnya

     Kalimat   nakkara-hu berarti: ia mengganti atau mengubah bentuk sesuatu agar tidak dikenal; ia membuatnya nampak biasa saja (Lexicon Lane). Oleh karena itu ungkapan yang tercantum dalam terjemahan ayat berarti: “buatlah singgasana ini lebih baik daripada singgasananya, sehingga singgasana sendiri nampak biasa saja.”
     Ayat ini bermaksud mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan pembesarnya yang dipercayakan tugas menyiapkan singgasana bagi Ratu Saba, supaya membuatnya atau memodifikasinya demikian cantik, sehingga Ratu itu akan mengakui keunggulan dalam seni pembuatannya sehingga menjadi tidak menyukai lagi singgasananya sendiri, dan dengan demikian dapat mengerti  bahwa kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman a.s.  jauh lebih besar dan lebih unggul daripada kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Ratu itu sendiri.
      Itulah rupa-rupanya arti kalimat “apakah ia mendapat petunjuk.”  Yakni Nabi Sulaiman a.s.  berusaha menjelaskan kepada Ratu Saba sia-sianya berusaha menentang atau melawan beliau. Ratu Saba dengan pembesar-pembesar dan kaum bangsawan istana nampaknya berbesar kepala  (bangga) oleh kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan mereka (QS.27:34), dan Nabi Sulaiman a.s. berkehendak menyadarkan mereka dari anggapan keliru itu (QS.27:37).
      Seandainya kata “singgasananya” diambil dalam artian singgasana, yang konon telah dikirim oleh Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman a.s.  sebagai hadiah, maka kata nakkiru akan berarti bahwa singgasana itu demikian dihiasi dan diperindah  serta gambar-gambar patung yang dilukis padanya —jika memang ada— dihapus begitu sempurna, sehingga Ratu Saba tidak dapat mengenalnya kembali.
      Ucapan Ratu Saba  وَ اُوۡتِیۡنَا الۡعِلۡمَ  مِنۡ قَبۡلِہَا --  dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya”, maknanya ialah bahwa Ratu Saba telah menjadi maklum akan kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan Nabi Sulaiman a.s., dan telah mengambil keputusan menyerah kepada beliau وَ کُنَّا مُسۡلِمِیۡنَ --   dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.
Ayat selanjutnya   وَ  صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا  کَانَتۡ مِنۡ  قَوۡمٍ  کٰفِرِیۡنَ --  “Dan apa yang senantiasa disembahnya  selain Allah  telah menghalanginya beriman,  sesungguhnya ia termasuk  kaum kafir” bahwa Ratu Saba baru “menyerah” kepada  berbagai keunggulan  SDA dan SDM  yang dimiiliki Nabi Sulaiman a.s., tetapi ia tidak mampu “melihat” Wujud  Tuhan Yang disembah Nabi Sulaiman a.s., Yang menganugerahkan semua itu kepada Nabi Sulaiman a.s. yakni Allah Swt..

Tujuan Pembuatan “Istana  Khusus   &
Gosip Tentang Ratu Saba

     Untuk menyadarkan Ratu Saba dari kesesatannya tentang siapa  “Tuhan Sembahannya” yang hakiki, kemudian Nabi Sulaiman a.s. mengundang Ratu Saba untuk datang ke pusat pemerintahan beliau dan  diterima beliau  di dalam  istana” yang dibangun secara khusus untuk tujuan tersebut, firman-Nya:
قِیۡلَ  لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ  لُجَّۃً  وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ  اِنَّہٗ  صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ قَالَتۡ رَبِّ  اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan kepada dia: “Masuklah ke istana.” Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.  Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang berlantaikan  ubin dari kaca.” Ia, ratu, berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah  Tuhan seluruh alam.” (An-Naml [27]:45).
     Kasyāfa’an sāqihi adalah muhawarah (idiom) yang terkenal dalam bahasa Arab, yang berarti menjadi siap untuk menghadapi kesukaran atau pikirannya menjadi kacau-balau atau kebingungan. Kasyāfat ’an sāāqaiha berarti: (1) ia (perempuan)  menyingkapkan kain dari betisnya; (2) ia  bersiap-sedia menghadapi keadaan itu; ia  menjadi kacau-balau pikiran atau kebingungan atau keheran-heranan (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
      Mengenai ayat mutasyabihat ini pun muncul cerita yang  menodai kehormatan para Rasul Allah, dalam hal ini adalah Nabi Sulaiman a.s., bahwa pembuatan “istana  khusus tersebut adalah untuk membuktikan  berita mengenai kecantikan Ratu Saba  yang  memiliki keunikan  yaitu betisnya berbulu lebat, dan untuk membuktikan benar-tidaknya gossip tersebut maka  Nabi Sulaiman a.s. telah memerintahkan membangun “istana” khusus tersebut.
       Cerita tersebut muncul  merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt. mengenai   ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat, yang melalui ayat-ayat tersebut orang-orang yang dalam hatinya terdapat kebengkokan akan memunculkan berbagai fitnah (QS.3:8-9).
       Sebagaimana laporan intelijen dari Jenderal Hud-hud mengenai keadaan Ratu Saba dan kaumnya – bahwa ia dan kaumnya adalah penyembah matahari serta benda-benda langit lainnya (QS.27:23-27), maka Nabi Sulaiman a.s. menginginkan  agar Ratu Saba dan kaumnya meninggalkan kemusyrikan dan menerima agama yang hakiki.

Ratu Saba Menyatakan Ke-Muslim-annya

      Untuk maksud itu beliau secara bijaksana sekali memakai cara demikian  yang niscaya menyebabkan perempuan  yang mulia lagi cerdas itu dapat melihat kesalahan di dalam jalan hidupnya. Singgasana yang Nabi Sulaiman a.s.   telah perintahkan untuk disiapkan bagi Ratu Saba itu dimaksudkan guna tujuan itu.
      Singgasana itu dibuat jauh lebih indah dan dalam segala seginya lebih unggul daripada singgasana Ratu sendiri yang sangat dibanggakannya. Nabi Sulaiman a.s. . berbuat demikian, agar supaya Sang Ratu dapat menyadari, bahwa Nabi Sulaiman  a.s.  itu pilihan Tuhan, dan karunia ruhani itu jauh lebih berlimpah-limpah daripada yang telah dianugerahkan kepada Sang Ratu.
     Demikian juga “Istana” khusus yang disinggung dalam ayat ini pun dibangun dengan tujuan yang sama. Sebagaimana diperlihatkan dalam ayat ini, jalan masuk ke istana itu berlantaikan  ubin terbuat dari kaca bening yang di bawahnya mengalir air yang jernih sekali, sehingga ketika  Ratu Saba memasuki istana itu ia menyangka bahwa lantai kaca bening itu air, lalu menyingkapkan kain sehingga nampak betisnya, dan pemandangan air itu membingungkannya, dan ia tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan.
      Ungkapan kalimat Kasyāfa’an sāqihi berkenaan ayat  وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ سَاقَیۡہَا  – “dan ia menyingkapkan kain dari betisnya” dapat pula  berarti “menampakkan aurat”, sebab bagi seorang Ratu (Raja Perempuan)  jika  karena sesuatu alasan  ia menyingkapkan pakaian kebesarannya   sehingga  betisnya kelihatan  hal tersebut merupakan aib baginya, itulah sebabnya ketika Nabi Sulaiman a.s. menjelaskan   bahwa  air yang mengalir deras tersebut  posisinya berada dibawah  lantai   kaca bening maka  Ratu Saba langsung menyadari kekeliruannya telah memnyembah benda-benda langit dan berkata رَبِّ  اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ --  Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah  Tuhan seluruh alam.” (An-Naml [27]:45).
       Jadi, dengan “istana” khusus  tersebut Nabi Sulaiman a.s.  menarik perhatian   Ratu Saba kepada hakikat, bahwa seperti halnya Ratu Saba telah salah duga  bahwa  ubin kaca bening itu aliran air, seperti itu pula matahari dan benda-benda langit lain yang disembahnya itu bukan sumber cahaya sebenarnya. Benda-benda langit itu hanya  memancarkan cahaya tetapi mereka itu benda-benda mati belaka.
       Tuhan Yang Maha Kuasa   -- yang berada “di balik” benda-benda langit  -- itulah Wujud  Yang telah menganugerahkan kepada benda-benda langit itu cahaya yang dipancarkannya, seperti  halmnya aliran  air di bawah lantai kaca bening yang membuat   lantai kaca bening tersebut adalah  aliran air yang membuat Ratu Saba menyingkapkan kainnya karena takut basah.
      Dengan jalan itu Nabi Sulaiman a.s. berhasil dalam tujuan yang beliau ingin capai. Perempuan yang mulia itu membuat pengakuan atas kesalahannya, dan dari seorang penyembah berhala-berhala kayu dan batu, Ratu Saba menjadi seorang  hamba mukhlis Tuhan Yang Maha Esa, firman-Nya:
قِیۡلَ  لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ  لُجَّۃً  وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ  اِنَّہٗ  صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ قَالَتۡ رَبِّ  اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dikatakan kepada dia: “Masuklah ke istana.” Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya.  Ia, Sulaiman, berkata: “Sesungguhnya ini istana yang berlantaikan  ubin dari kaca.” Ia, ratu, berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah  Tuhan seluruh alam.” (An-Naml [27]:45).

Mereka yang  Menyembah “Lantai Kaca Bening”  Istana Nabi Sulaiman a.s.

       Berdasarkan falsafah yang terkandung dari “istana” khusus yang dibuat oleh Nabi Sulaiman a.s. tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada hakikatnya  tatanan alam semesta jasmani ini merupakan benda-benda mati belaka – seperti halnya “lantai kaca bening” istana  khusus yang dibuat Nabi Sulaiman a.s. -- dan penyebab “lantai kaca bening” tersebut menjadi sesuatu yang “ditakuti” oleh Ratu Saba dapat membuat jubah kebesarannya menjadi basah adalah penampakkan “aliran air” yang berada di bawah (di balik) lantai kaca bening tersebut.
        Oleh karena itu  jika manusia “mempertuhankan” benda-benda yang ada di alam semesta  --  matahari, bulan, bintang-bintang, gunung, lautan,  sunga, batu, pohon dan lain-lain –  keadaan mereka sama dengan Ratu Saba yang merasa takut kepada “lantai kaca bening” istana Nabi Sulaiman a.s. yang pada dasarnya tidak memiliki kemampuan memberikan kemudaratan atau pun manfaat kepada orang yang berjalan di atasnya.
  Mengapa demikian? Sebab pada hakikatnya semuanya itu merupakan “benda-benda mati” belaka, seperti halnya “lantai kaca bening” istana khusus Nabi Sulaiman a.s.,  dan Allah Swt. –  Pencipta tatanan alam semesta yang  Yang Maha Gaib -- yang berada “di balik” tatanan alam semesta itulah yang membuat semua bagian dari tatanan alam semesta mulai dari partikel sampai dengan benda-benda yang terbesar dialam semesta ini telah diberi berbagai macam khasiat  (kemampuan) sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt., misalnya matahari memancarkan cahaya, bulan memantulkan cahaya serta berbagai macam khasiat (kemampuan) tak terhitung lainnya yang telah ditetapkan Allah Swt. kepada berbagai benda di tatanan alam semesta ini,  firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ  قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ لَوۡ  جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ  مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "Seandainya lautan menjadi tinta untuk me­nuliskan kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscaya  lautan itu akan habis se­belum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya. (Al-Kahf [18]:110).
Firman-Nya lagi:
وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ  اَقۡلَامٌ  وَّ  الۡبَحۡرُ  یَمُدُّہٗ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ  اَبۡحُرٍ  مَّا نَفِدَتۡ  کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan  seandainya pohon-pohon  di bumi ini menjadi pena dan laut   ditambahkan kepadanya  sesudahnya tujuh laut menjadi tinta,  kalimat Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:28)
       Bilangan  7  dan  70  digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.

Kesempurnaan Tatanan Alam Semesta Ciptaan Allah Swt. &
“Orang-orang Berakal” Seperti Ratu Saba

 Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan­-penemu-an dan hasil-hasil riset mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka dikuasai anggapan keliru  bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq (penciptaan) itu sendiri.
  Menurut Allah Swt. hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka, sebab rahasia-rahasia Tuhan (Allah Swt.)  serta ciptaan-Nya tidak ada habisnya dan tidak dapat diselami,  sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah belumlah merupakan setitik   air pun dalam samudera, benarlah firman-Nya berikut ini:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Dan  tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan  Kami sama sekali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu.    (Al-Hijr [15]:22).
      Allah Swt.   memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga, Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.
      Seperti halnya alam semesta kebendaan, demikian juga Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia melalui   Rasul Allah dan orang-orang suci sesuai dengan keperluan zaman, termasuk di Akhir Zaman ini (QS.3:180; QS.56:78-80; QS.72:27-28; QS.61:10).
       Apabila keadaan serta berbagai kemampuan serta fungsi yang telah ditetapkan  (ditakdirkan) Allah Swt. berkenaan berbagai hal  dalam tatanan alam semesta jasmani ini    -- yang merupakan makhluk  -- demikian tidak terhingganya, maka  terlebih lagi Allah Swt., Al-Khāliq (Yang Maha Pencipta), firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ  بِیَدِہِ  الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ  خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ  اَیُّکُمۡ  اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ  الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ  خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ مِنۡ  تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ  الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ  تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾  ثُمَّ  ارۡجِعِ  الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ  یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ  الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Maha Berbarkat  Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,   Yang menciptakan kematian  dan kehidupan,  supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya, dan   Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,   Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. Engkau tidak akan melihat ketidakselarasan di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah,  maka lihatlah ber-ulang-ulang, apakah engkau melihat sesuatu  cacat?    Kemudian pandanglah untuk kedua kali,  penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dengan tunduk dan ia letih, (Al-Mulk [67]:1-5).
       Makna ۙ  الَّذِیۡ  خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ  اَیُّکُمۡ  اَحۡسَنُ عَمَلًا  --  Yang menciptakan kematian  dan kehidupan,  supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya,”  yaitu bahwa hukum hidup dan mati berlaku di seluruh alam. Tiap-tiap makhluk-hidup tunduk kepada kehancuran dan kematian.
      Kata “kematian” di sini seperti juga dalam ayat QS.2:29 dan QS.53:45, disebut sebelum kata “kehidupan.” Alasannya ialah, rupa-rupanya kematian atau tanpa-wujud itu merupakan keadaan sebelum ada kehidupan, atau mungkin karena “mati” itu lebih penting dan lebih besar artinya daripada “hidup,” karena kematian membukakan kepada manusia pintu gerbang kehidupan kekal dan kemajuan ruhani yang tidak berhingga, sedang kehidupan di dunia ini hanyalah suatu tempat persinggahan sementara dan merupakan suatu persiapan bagi kehidupan kekal lagi abadi di balik kubur.  Itulah sebabnya dikatakan  لِیَبۡلُوَکُمۡ  اَیُّکُمۡ  اَحۡسَنُ عَمَلًا  -- “supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya.”

Tantangan  Untuk Mencari “Celah Kelemahan” Tatanan Alam Semesta

  Kata thibāq   dalam ayat الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا – “Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi”,  bersamaan arti dengan thabāq dan dengan jamaknya athbāq. Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq bagi  sesuatu itu, yakni sesuatu ini berpasangan dengan itu atau sejenis itu dalam ukuran atau mutunya, dan sebagainya. Thibāq berarti juga tingkat (Lexicon Lane).
  Sungguh menakjubkan ciptaan Allah Swt. itu. Tatasurya yang di didalamnya bumi kita hanya merupakan anggota kecil itu sangat luas, bermacam-macam dan teratur susunannya, namun demikian tatasurya itu hanyalah merupakan salah satu dari ratusan juta tatasurya yang beberapa di antaranya jauh lebih besar lagi daripada tatasurya kita ini.
    Namun jutaan matahari dan bintang itu begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di mana-mana menimbulkan keserasian dan keindahan. Tertib yang menutupi dan meliputi seluruh tatanan alam itu, jelas nampak kepada mata tanpa bantuan alat apa pun dan tersebar jauh melewati jangkauan pandangan yang dibantu oleh segala macam alat dan perkakas yang dunia ilmu dan teknik telah mampu menciptakannya.
      Namun demikian,  tatanan alam semesta jasmani yang demikian mengagumkan serta sempurna tersebut pada hakikatnya merupakan benda-benda mati belaka  seperti “lantai kaca bening” istana  yang dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s.,  dan hanya orang-orang berakal seperti Ratu Saba sajalah yang akan mampu “melihat”  keberadaan Allah Swt., Sang Maha Pencipta tatanan alam semesta tersebut melalui berbagai  Tanda-tanda yang berada di dalamnya (QS.3:191-195).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  4 Oktober    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar