ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 40
Nabi
Sulaiman a.s. dan Misi Diplomatik
Jenderal Hud-hud ke Kerajaan Ratu Saba
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai Nabi Sulaiman a.s. ketika memeriksa pasukannya dalam rangka
menyusun program tindakan yang akan dilakukan, tetapi masih menunggu informasi terakhir dari Jenderal Hud-hud yang pada saat itu Nabi Sulaiman a.s. tidak
melihat keberadaan Jenderal Hud-hud,
sehingg beliau menjadi marah.
Kemarahan Nabi Sulaiman a.s.
sangat wajar karena dengan ketidak-hadiran Jenderal Hud-hud yang
ditugaskan untuk melaporkan berbagai
keadaan di wilayah kerajaan Ratu Saba
dapat menimbulkan berbagai hal yang tidak
terduga, termasuk kemungkinan terjadinya tindak pengkhianatan, firman-Nya:
وَ تَفَقَّدَ الطَّیۡرَ فَقَالَ مَا لِیَ
لَاۤ اَرَی الۡہُدۡہُدَ ۫ۖ اَمۡ
کَانَ مِنَ الۡغَآئِبِیۡنَ ﴿﴾ لَاُعَذِّبَنَّہٗ عَذَابًا شَدِیۡدًا اَوۡ لَاَاذۡبَحَنَّہٗۤ اَوۡ لَیَاۡتِیَنِّیۡ
بِسُلۡطٰنٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan ia, Sulaiman,
memeriksa burung-burung itu, kemudian ia berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud? Ataukah ia sengaja tidak hadir? “Niscaya aku
akan menghukumnya dengan azab (hukuman) yang keras, atau niscaya aku akan menyembelihnya, atau ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.” (An-Naml [27]:21-22).
Dengan demikian jelaslah bahwa kemarahan Nabi Sulaiman a.s. dalam situasi yang sangat mendesak dan sangat penting tersebut
sangat wajar dan penting
dilakukan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَمَکَثَ غَیۡرَ بَعِیۡدٍ فَقَالَ اَحَطۡتُّ بِمَا لَمۡ تُحِطۡ بِہٖ وَ
جِئۡتُکَ مِنۡ سَبَاٍۭ بِنَبَاٍ یَّقِیۡنٍ ﴿﴾
Maka tidak
lama ia (Sulaiman) menunggu, Hud-hud
pun datang dan berkata: “Aku telah
mengetahui apa yang engkau belum mengetahuinya, dan aku datang kepada engkau
dari negeri kaum Saba dengan
kabar yang meyakinkan. (An-Naml
[27]:23).
Nampak jelas
dari ayat ini, bahwa Jenderal Hud-hud
dikirim untuk menjalankan tugas
kenegaraan penting -- yakni tugas intelijen -- dan ia membawa berita penting untuk Nabi Sulaiman a.s.,
sebab dari hasil kerja pasukan intelijen
yang dipimpin Jenderal Hud-hud
itulah Nabi Sulaiman a.s. akan dapat merancang siasat berkenaan dengan Ratu
Saba.
Saba dapat disamakan dengan Syeba dari Bible (I Raja-raja bab 10). Saba adalah sebuah kota di Yaman terletak
kira-kira tiga hari perjalanan dari kota Shana’ dan merupakan pusat
pemerintahan Ratu Saba. Lagi pula, Saba adalah cabang terkenal dari kabilah
Qahthani.
Percakapan Nabi Sulaiman a.s. dengan Jenderal “Hud-hud”
Setelah meyakinkan Nabi Sulaiman
a.s. mengenai alasan keterlambatan kehadirannya, selanjutnya Jenderal Huh-hud memaparkan hasil kerja intelijen yang dilakukannya
kepada Nabi Sulaiman a.s.:
اِنِّیۡ وَجَدۡتُّ امۡرَاَۃً
تَمۡلِکُہُمۡ وَ
اُوۡتِیَتۡ مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ وَّ لَہَا عَرۡشٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
وَجَدۡتُّہَا
وَ قَوۡمَہَا یَسۡجُدُوۡنَ لِلشَّمۡسِ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ وَ زَیَّنَ لَہُمُ
الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ فَصَدَّہُمۡ
عَنِ السَّبِیۡلِ فَہُمۡ لَا
یَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾ اَلَّا یَسۡجُدُوۡا
لِلّٰہِ الَّذِیۡ یُخۡرِجُ الۡخَبۡءَ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
یَعۡلَمُ مَا تُخۡفُوۡنَ وَ مَا تُعۡلِنُوۡنَ ﴿﴾
اَللّٰہُ لَاۤ
اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ٛ﴾
“Aku
mendapati di sana seorang perempuan memerintah atas mereka dan ia
telah diberi segala sesuatu dan ia
mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya bersujud kepada matahari selain Allah, dan syaitan
telah me-nampakkan indah bagi mereka amal-amalnya, maka dia menghalangi mereka dari jalan yang
benar sehingga mereka tidak mendapat
petunjuk. Mereka tidak mau bersujud kepada Allah Yang
mengeluarkan yang tersembunyi di seluruh langit dan bumi, dan Yang
Mengetahui apa-apa yang kamu sembunyikan dan apa-apa yang kamu zahirkan. Allah,
tidak ada tuhan kecuali Dia, Tuhan ‘Arasy Yang Maha Agung.” (An-Naml
[27]:24-27).
Dari laporan intelijen Jenderal Hud-hud
yang dikemukakan ayat ini, menunjukkan, bahwa
Ratu Saba memerintah suatu bangsa yang sangat makmur, yang telah mencapai suatu
taraf peradaban yang sangat tinggi,
dan bahwa ia memiliki segala hal yang
telah menjadikannya Ratu yang berkekuasaan besar.
Laporan Jenderal Hud-hud dalam ayat tersebut bukan hanya berkenaan dengan keunggulan
SDM (sumber daya alam) dan SDA (sumber daya manusia) yang dimiliki Ratu Saba
saja, tetapi dilaporkan juga mengenai kepercayaan
(agama) Ratu Saba dan kaumnya, yaitu sebagai penyembah matahari dan benda-benda angkasa lainnya.
Orang Saba menyembah matahari dan bintang-bintang,
satu kepercayaan yang mungkin sekali telah didatangkan ke Yaman dari Irak, yang
dengan bangsa itu bangsa Yaman pernah berhubungan erat melalui jalan laut dan
Teluk Persia. Orang-orang Saba itu
hendaknya jangan diperbaurkan dengan orang-orang Sabi yang tersebut dalam QS.2:63; QS.5:70; dan QS.22:18, dan
digambarkan sebagai (1) bangsa penyembah bintang, yang hidup di Irak; (2)
suatu bangsa yang menganut kepercayaan, berupa semacam percampuran antara
agama-agama Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster; (3) bangsa yang tinggal
dekat Mosul di Irak, dan mempercayai keesaan Tuhan, tetapi syariatnya tidak
dikenal dan (4) bangsa yang tinggal di sekitar Irak dan beriman kepada
semua nabi Allah.
Pendek kata, demikian lengkap dan akuratnya informasi intelijen yang disampaikan Jenderal Hud-hud
kepada Nabi Sulaiman a.s.. Menanggapi laporan intelijen Jenderal Hud-hud
tersebut Nabi Sulaiman a.s. memberikan tanggapan, firman-Nya:
قَالَ سَنَنۡظُرُ اَصَدَقۡتَ اَمۡ
کُنۡتَ مِنَ الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾
اِذۡہَبۡ
بِّکِتٰبِیۡ ہٰذَا فَاَلۡقِہۡ اِلَیۡہِمۡ
ثُمَّ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ فَانۡظُرۡ مَا ذَا
یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman,
berkata, “Kami segera akan melihat
apakah engkau telah berkata benar ataukah
engkau diantara orang-orang yang
berdusta. Pergilah dengan membawa suratku ini lalu sampaikanlah
kepada mereka, kemudian berpalinglah
dari mereka lalu perhatikanlah apa
jawaban mereka.” (An-Naml
[27]:28-29).
Sangat tepat penugasan kembali Jenderal
Hud-hud, sebab dengan cara itu Nabi
Sulaiman a.s. akan dapat membuktikan keakuratan atau pun ketidak-akuratan laporan intelijen yang disampaikan Jenderal Hud-hud kepada beliau. Dan perkataan Nabi Sulaiman a.s. itu pun semakin mempertegas bahwa Hud-hud bukanlah seekor burung
-- melainkan seorang pejabat tinggi (perwira tinggi) intelijen yang dikirim Nabi Sulaiman
a.s. untuk melaksanakan tugas intelijen
ke kerajaan Ratu Saba -- sebab burung-burung tidak pernah diketahui
orang berbicara tentang kebenaran
atau dusta. Jadi, ayat ini memberikan suatu bukti lagi,
bahwa Hud-hud bukan burung, melainkan
seorang pembesar dalam pemerintahan
Nabi Sulaiman a.s.
Bahkan
bila dibenarkan bahwa Nabi Daud a.s.
dan Nabi Sulaiman a.s. dapat mengerti bahasa burung, tetapi tidak ada sesuatu dalam Al-Quran yang
menunjukkan bahwa Ratu Saba juga dapat mengerti bahasa
burung, padahal kepada Hud-hud
dipercayakan menyampaikan surat Nabi
Sulaiman a.s. kepada Sang Ratu dan untuk mengadakan percakapan (pembicaraan) dengan beliau atas nama Nabi Sulaiman a.s. dan sebagai
wakil beliau, firman-Nya:
Ia berkata: “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku surat yang mulia, sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya surat itu berbunyi: “Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku, dan datanglah kepa-daku dengan berserah diri.” (An-Naml [27]:30-32).
قَالَتۡ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا
اِنِّیۡۤ اُلۡقِیَ اِلَیَّ
کِتٰبٌ کَرِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّہٗ مِنۡ سُلَیۡمٰنَ وَ اِنَّہٗ بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿ۙ﴾ اَلَّا تَعۡلُوۡا عَلَیَّ وَ
اۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Ia berkata: “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku surat yang mulia, sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya surat itu berbunyi: “Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku, dan datanglah kepa-daku dengan berserah diri.” (An-Naml [27]:30-32).
Ayat Pertama Dalam Surah Al-Fatihah
dalam Surat Kiriman Nabi Sulaiman
a.s.
Sehubungan dengan ayat بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ -- “Dengan nama Allah, Maha
Pemurah, Maha Penyayang” –
yakni ayat pertama Surah Al-Fatihah
yang diwahyukan Allah Swt. secara lengkap kepada Nabi Besar Muhammad saw.,
namun demikian ayat tersebut telah dipergunakan pula oleh Nabi Sulaiman a.s.
dalam surat yang dikiriknya kepada Ratu Saba.
Beberapa ahli ketimuran pihak Kristen,
sebagaimana kebiasaan mereka, telah gagal dalam usahanya mengingkari fakta,
bahwa Al-Quran bersumber pada Allah, dengan mencoba membuktikan ungkapan Bismillāh
telah dipinjam dari kitab-kitab yang terdahulu.
Wherry dalam buku “Commentary…”nya
mengatakan, bahwa kalimat itu telah dipinjam dari Zend-Avesta. Sale menyatakan pandangan serupa, sedang Rodwell
berpendapat, bahwa bangsa Arab pra-Islam (sebelum sejarah Islam) meminjamnya
dari kaum Yahudi dan selanjutnya kalimat itu dimasukkan ke dalam Al-Quran oleh Nabi
Besar Muhammad saw..
Mengatakan bahwa, sebab didapatinya
ungkapan atau kalimat بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ itu dalam beberapa kitab suci yang terdahulu, niscaya telah dipinjam oleh Al-Quran dari salah satu dari kitab-kitab itu adalah nyata sekali suatu kesimpulan yang lemah.
Bagaimanapun, hal itu hanya membuktikan bahwa Al-Quran memang berasal dari Sumber yang sama seperti kitab-kitab
lain pun berasal.
Lagi pula, tidak ada kitab lain
mempergunakan ungkapan ini dalam bentuk dan cara yang telah dilakukan oleh
Al-Quran. Begitu juga, orang-orang Arab pra-Islam tidak pernah
mempergunakan ungkapan itu sebelum
ungkapan itu diwahyukan dalam Al-Quran. Kebalikannya, mereka mempunyai
keengganan untuk memper-gunakan sifat Ilahi Ar-Rahmān (QS.25:61), yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Bismillāh. Lihat juga QS.1:1.
Surat
Nabi Sulaiman a.s. merupakan contoh yang indah sekali tentang
bagaimana maksud yang besar dan luas
dapat diringkaskan dalam beberapa perkataan singkat, sepi dari segala kata
muluk-muluk dan panjang lebar tanpa guna. Surat itu sekaligus merupakan peringatan terhadap kesia-siaan pemberontakan, yang rupa-rupanya pada
waktu itu timbul di beberapa bagian negeri itu, dan ajakan kepada Sang Ratu untuk tunduk
kepada Nabi Sulaiman a.s. guna menghindari pertumpahan
darah yang tidak perlu, juga untuk meninggalkan kemusyrikan, dan menerima agama
yang hakiki.
Sehubungan dengan kiriman surat
dari Nabi Sulaiman a.s. tersebut, Ratu Saba memberikan tanggapan dengan
terlebih dulu mengumpulkan para pejabat tingginya untuk bermusyawarah dengan mereka mengenai jawaban apa yang akan mereka berikan kepada Nabi Sulaiman a.s.
melalui Jenderal Hud-hud, firman-Nya:
قَالَتۡ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا
اَفۡتُوۡنِیۡ فِیۡۤ اَمۡرِیۡ ۚ مَا کُنۡتُ قَاطِعَۃً اَمۡرًا حَتّٰی تَشۡہَدُوۡنِ ﴿﴾ قَالُوۡا نَحۡنُ اُولُوۡا قُوَّۃٍ
وَّ اُولُوۡا بَاۡسٍ شَدِیۡدٍ ۬ۙ وَّ الۡاَمۡرُ اِلَیۡکِ فَانۡظُرِیۡ مَاذَا تَاۡمُرِیۡنَ ﴿﴾
Ia
berkata: “Hai pembesar-pembesar, berikan
pendapat kepadaku mengenai
urusanku ini, karena aku
sekali-kali tidak memutuskan sesuatu
perkara hingga kamu hadir di hadapanku.”
Mereka berkata: “Kita memiliki kekuatan, dan kita memiliki keberanian yang hebat dalam peperangan, tetapi memberi perintah itu ada pada engkau, maka pertimbangkanlah apa yang engkau akan perintahkan.” (An-Naml
[27]:33-34).
Ayat
ini menunjukkan, bahwa Ratu Saba itu seorang ratu yang sangat besar
kekuasaannya, memiliki sumber-sumber kekayaan yang besar, lagi pula dicintai, dibela, dan ditaati dengan ikhlas oleh rakyatnya, dan ia
menjadi pembela nasib mereka.
Kekuasaan
dan kejayaan kerajaan Saba mencapai puncaknya pada kira-kira 1100 s.M. Masa
kekuasaan ratu itu berlangsung sampai 950 s.M., ketika beliau diduga telah
tunduk kepada Nabi Sulaiman a.s. Dengan ketundukkan beliau, maka genaplah
nubuatan Bible, yakni, “Segala raja Syeba dan Saba pun akan mengantar
bingkisan” (Mazmur 72:10).
“Perang Diplomatik”
Menanggapi
jawaban para pembesarnya yang menyerahkan keputusan
terakhir kepadanya, Ratu Saba mengambil keputusan
yang sangat bijaksana, karena ia mengetahui dari “isi” surat Nabi Sulaiman a.s.
bahwa ia harus benar-benar berhati-hati memberikan jawabannya, yakni ia ingin
terlebih dulu melakukan “perlawanan
secara diplomatik” dengan cara mengirimkan “hadiah”
yang mengandung “makna politik” yang harus “dibaca” oleh Nabi Sulaiman a.s., firman-Nya:
قَالَتۡ اِنَّ الۡمُلُوۡکَ اِذَا
دَخَلُوۡا قَرۡیَۃً اَفۡسَدُوۡہَا وَ جَعَلُوۡۤا اَعِزَّۃَ اَہۡلِہَاۤ
اَذِلَّۃً ۚ وَ کَذٰلِکَ
یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنِّیۡ مُرۡسِلَۃٌ اِلَیۡہِمۡ بِہَدِیَّۃٍ فَنٰظِرَۃٌۢ بِمَ یَرۡجِعُ
الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾
Ia, ratu, berkata: “Sesungguhnya
raja-raja, apabila mereka memasuki suatu kota mereka
merusakkannya dan mereka menjadikan
penduduknya yang mulia sebagai orang-orang
yang hina, dan demikianlah selalu mereka kerjakan. Tetapi sesungguhnya aku akan mengirimkan kepada mereka hadiah
dan akan menanti jawaban apa yang
akan dibawa kembali oleh para utusan
itu. (An-Naml [27]:35-36).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai utusan khusus yang dikirim Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman
a.s.:
فَلَمَّا جَآءَ سُلَیۡمٰنَ قَالَ
اَتُمِدُّوۡنَنِ بِمَالٍ ۫
فَمَاۤ اٰتٰىنَِۧ اللّٰہُ
خَیۡرٌ مِّمَّاۤ اٰتٰىکُمۡ
ۚ بَلۡ اَنۡتُمۡ بِہَدِیَّتِکُمۡ تَفۡرَحُوۡنَ ﴿﴾
اِرۡجِعۡ اِلَیۡہِمۡ فَلَنَاۡتِیَنَّہُمۡ بِجُنُوۡدٍ
لَّا قِبَلَ لَہُمۡ بِہَا وَ لَنُخۡرِجَنَّہُمۡ مِّنۡہَاۤ اَذِلَّۃً
وَّ ہُمۡ صٰغِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala
ia datang membawa hadiah ke hadapan Sulaiman, ia berkata:
“Apakah kamu membantuku dengan harta?
Tetapi apa yang Allah berikan kepadaku
itu lebih baik daripada apa yang Dia
berikan kepada kamu. Bahkan kamu
merasa sangat bangga dengan hadiahmu itu. Kembalilah
kepada mereka maka kami pasti akan
datang kepada mereka dengan lasykar-lasykar yang mereka tidak sanggup
menghadapinya, dan niscaya kami
akan mengusir mereka darinya dengan terhina dan mereka
menjadi orang nista.” (An-Naml [27]:37-38).
Nabi
Sulaiman a.s. rupa-rupanya merasa sangat
tersinggung oleh Ratu Saba yang mengirim hadiah-hadiah kepada beliau. Beliau menganggapnya penghinaan. Beliau telah menuntut Sang
Ratu agar menyerah, tetapi malahan
beliau dikirimi hadiah-hadiah murah.
Mengapa demikian? Sebab mula-mula
orang Saba telah menyerang wilayah
kekuasaan Nabi Sulaiman a.s. atau
telah berusaha menimbulkan kerusuhan
di dalamnya. Oleh karena itulah pengiriman hadiah-hadiah
dari Ratu Saba itu sangat menyinggung
perasaan dan membangkitkan kemurkaan
beliau. Dalam keadaan biasa, beliau akan senang sekali mendapat hadiah-hadiah itu.
Kata qibal dalam ayat ۡ
فَلَنَاۡتِیَنَّہُمۡ بِجُنُوۡدٍ لَّا قِبَلَ لَہُمۡ بِہَا -- “maka kami pasti akan datang kepada mereka dengan
lasykar-lasykar yang mereka tidak sanggup menghadapinya,” berarti:
kekuasaan, kekuatan, wewenang. Mereka berkata, mali bihi qibalun, yakni “aku tidak berdaya melawan dia” (Aqrab-ul-Mawarib).
Dengan demikian jelaslah kini,
mengapa Nabi Sulaiman a.s. telah membawa serta pasukan tempurnya ke perbatasan dengan kerajaan Saba itu, sehingga
ketika utusan khusus Ratu Saba
tersebut melihat kekuatan angkatan perang Nabi Sulaiman a.s. ia akan memberikan informasi kepada Ratu Saba mengenai hal tersebut, yang kemudian
membuat Ratu Saba memilih keputusan bijaksana untuk berkunjung kepada Nabi Sulaiman a.s. sebagai pernyataan “menyerah”
secara terhormat.
Makna Mendatangkan “Singgasana” Ratu
Saba &
Tawaran Jin ‘Ifrit
Menanggapi keputusan bijaksana Ratu Saba tersebut, Nabi Sulaiman a.s. pun mengatur siasat
selanjutnya, yakni untuk benar-benar menaklukan
hati Ratu Saba sepenuhnya -- baik dalam hal pengakuan akan keunggulan SDA dan SDM yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s., mau pun dalam hal keunggulan keruhanian -- karena sebagai seorang Raja dan juga seorang Rasul
Allah beliau berkewajiban untuk
menyampaikan Tauhid Ilahi kepada Ratu Saba dan kaumnya yang menyembah benda-benda langit, firman-Nya:
قَالَ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا اَیُّکُمۡ یَاۡتِیۡنِیۡ بِعَرۡشِہَا
قَبۡلَ اَنۡ یَّاۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ
﴿﴾ قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ
قَبۡلَ اَنۡ تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ
عَلَیۡہِ لَقَوِیٌّ اَمِیۡنٌ ﴿﴾
Ia (Sulaiman) berkata: “Hai para pembesar,
siapakah dari antara kamu akan membawa
kepadaku singgasananya sebelum mereka
datang kepadaku berserah diri?” Seorang hulubalang
yang gagah-perkasa dari kalangan
para jin berkata: “Aku akan membawanya kepada engkau
sebelum engkau berdiri dari tempat
engkau, dan sesungguhnya atas itu
aku memiliki kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml
[27]:39-40).
Ungkapan bi’arsyiha, agaknya berarti singgasana yang Nabi Sulaiman a.s. perintahkan membuatnya untuk Ratu Saba. Agaknya
sudah menjadi kebiasaan di zaman itu bahwa bila seorang kepala negara berkunjung kepada kepala
negara lain maka sebuah singgasana dibangun bagi penerimaan tamu agung itu.
Nabi Sulaiman a.s. pun
memerintahkan membangun singgasana
untuk menyambut Ratu Saba. Dikatakan “singgasananya” sebab singgasana itu khusus dibangun untuk Ratu Saba. Ungkapan itu dapat juga
berarti “seperti singgasananya,” dan ya’tinī dapat diartikan “akan menyiapkan bagiku.”
Firman Allah Swt. tersebut merupakan ayat mutasyabihat yang telah disalah-tafsirkan
kepada masalah yang berhubungan dengan “makhluk-makhluk
halus” yang mengabdi kepada Nabi Sulaiman a.s., yaitu “jin
‘Ifrit.” Kata ‘ifrit berasal
dari kata ‘afara yang berarti: “ia melemparkan dia ke tanah atau
menghina dia”, yaitu suatu kata yang digunakan baik untuk manusia ataupun untuk jin,
dan berarti: (1) seorang yang kuat dan gagah-perkasa; (2) tajam, gesit,
dan efektif dalam menghadapi sesuatu urusan, melewati batas-batas biasa dalam
urusan itu dengan kecerdasan dan kecerdikan; (3) seorang kepala, dan lain-lain
(Lexicon Lane).
Kata-kata itu menunjukkan bahwa ‘ifrit
tersebut adalah seorang pembesar yang
sangat tinggi kedudukannya serta
mempunyai wewenang besar, dan karena itu sangat percaya akan diri sendiri untuk
dapat melaksanakan perintah atasannya
dengan memuaskan dalam batas waktu yang diberikan kepadanya.
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ‘Ifrit itu berasal dari golongan “jin” mengisyaratkan bahwa ia bukan
seorang dari Bani Israil melainkan dari kaum lain yang ditaklukan oleh
Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.
kemudian diberi jabatan penting untuk melaksanakan tugas-tugas khusus, dari
jawaban ‘Ifrit sebelum ini:
قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ
تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ لَقَوِیٌّ
اَمِیۡنٌ ﴿﴾
“Aku
akan membawanya kepada engkau sebelum engkau
berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya
atas itu aku memiliki kekuatan lagi
terpercaya.” (An-Naml
[27]:40).
Jawaban tersebut dapat dimaknai bahwa ia
akan mengambil singgasana Ratu Saba dengan
“cara paksaan” karena mungkin ia
tidak dapat menangkap makna sebenarnya dari ucapan Nabi Sulaiman a.s. tersebut.
Kalimat “maqāmika -- tempat
berdiri engkau”, mengandung arti, tempat
Nabi Sulaiman a.s. berkemah
dalam perjalanan beliau ke wilayah pervatasan dengan kerajaan Saba dan sedang
menantikan duta beliau kembali dengan
membawa jawaban atas surat yang beliau kirim kepada Ratu
Saba.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar