Senin, 07 Oktober 2013

Nabi Sulaiman a.s. dan Misi Diplomatik Jenderal Hud-hud ke Kerahaab Ratu Saba



  

ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 40

    Nabi Sulaiman a.s. dan  Misi Diplomatik Jenderal Hud-hud ke Kerajaan Ratu Saba

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai Nabi Sulaiman a.s. ketika memeriksa pasukannya dalam rangka menyusun program tindakan yang akan dilakukan, tetapi  masih menunggu informasi terakhir dari   Jenderal Hud-hud  yang pada saat itu Nabi Sulaiman a.s. tidak melihat  keberadaan Jenderal Hud-hud, sehingg beliau menjadi  marah.
     Kemarahan Nabi Sulaiman a.s. sangat wajar karena dengan ketidak-hadiran Jenderal Hud-hud yang ditugaskan untuk melaporkan berbagai keadaan di wilayah kerajaan Ratu Saba  dapat menimbulkan berbagai hal yang tidak terduga, termasuk kemungkinan terjadinya tindak pengkhianatan, firman-Nya:
وَ تَفَقَّدَ الطَّیۡرَ فَقَالَ مَا لِیَ  لَاۤ  اَرَی الۡہُدۡہُدَ ۫ۖ اَمۡ کَانَ مِنَ الۡغَآئِبِیۡنَ ﴿﴾  لَاُعَذِّبَنَّہٗ  عَذَابًا شَدِیۡدًا  اَوۡ لَاَاذۡبَحَنَّہٗۤ اَوۡ لَیَاۡتِیَنِّیۡ بِسُلۡطٰنٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan ia, Sulaiman, memeriksa  burung-burung itu, kemudian ia berkata: “Mengapa aku tidak melihat  Hud-hud? Ataukah ia sengaja tidak hadir?   “Niscaya aku akan menghukumnya  dengan azab (hukuman) yang keras, atau niscaya aku akan menyembelihnya, atau ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.”  (An-Naml [27]:21-22).
       Dengan demikian  jelaslah bahwa kemarahan Nabi Sulaiman a.s. dalam situasi yang sangat mendesak dan sangat penting  tersebut  sangat wajar dan  penting dilakukan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَمَکَثَ غَیۡرَ بَعِیۡدٍ فَقَالَ اَحَطۡتُّ بِمَا لَمۡ تُحِطۡ بِہٖ وَ جِئۡتُکَ مِنۡ سَبَاٍۭ بِنَبَاٍ یَّقِیۡنٍ ﴿﴾
Maka tidak lama ia (Sulaiman) menunggu,   Hud-hud pun datang dan berkata: “Aku telah mengetahui apa yang engkau belum mengetahuinya, dan aku  datang kepada engkau dari negeri kaum Saba dengan kabar yang  meyakinkan. (An-Naml [27]:23). 
      Nampak jelas dari ayat ini, bahwa Jenderal Hud-hud dikirim untuk menjalankan tugas kenegaraan penting  -- yakni tugas intelijen -- dan ia membawa berita penting untuk Nabi Sulaiman a.s., sebab   dari hasil kerja pasukan intelijen yang dipimpin Jenderal Hud-hud itulah  Nabi Sulaiman a.s.  akan dapat merancang siasat berkenaan dengan  Ratu Saba.
     Saba dapat disamakan dengan Syeba dari Bible (I Raja-raja bab 10). Saba adalah sebuah kota di Yaman terletak kira-kira tiga hari perjalanan dari kota Shana’ dan merupakan pusat pemerintahan Ratu Saba. Lagi pula, Saba adalah cabang terkenal dari kabilah Qahthani.

Percakapan Nabi Sulaiman a.s. dengan Jenderal “Hud-hud”

     Setelah meyakinkan Nabi Sulaiman a.s. mengenai alasan keterlambatan kehadirannya, selanjutnya Jenderal Huh-hud memaparkan hasil kerja intelijen yang dilakukannya kepada Nabi Sulaiman a.s.:
اِنِّیۡ وَجَدۡتُّ امۡرَاَۃً  تَمۡلِکُہُمۡ وَ اُوۡتِیَتۡ مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ وَّ لَہَا عَرۡشٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ وَجَدۡتُّہَا وَ قَوۡمَہَا یَسۡجُدُوۡنَ لِلشَّمۡسِ مِنۡ  دُوۡنِ اللّٰہِ  وَ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ  اَعۡمَالَہُمۡ فَصَدَّہُمۡ عَنِ السَّبِیۡلِ  فَہُمۡ   لَا  یَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾ اَلَّا یَسۡجُدُوۡا  لِلّٰہِ الَّذِیۡ یُخۡرِجُ الۡخَبۡءَ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ یَعۡلَمُ مَا تُخۡفُوۡنَ  وَ مَا  تُعۡلِنُوۡنَ ﴿﴾ اَللّٰہُ  لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ   رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ٛ﴾
“Aku mendapati di sana seorang perempuan memerintah atas mereka  dan ia telah diberi  segala sesuatu  dan ia mempunyai singgasana yang besar.    Aku mendapati dia dan kaumnya bersujud kepada matahari  selain Allah, dan  syaitan telah me-nampakkan indah bagi mereka amal-amalnya, maka dia menghalangi mereka dari jalan yang benar sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.   Mereka tidak mau bersujud kepada Allah Yang mengeluarkan yang tersembunyi di seluruh langit dan bumi, dan  Yang Mengetahui apa-apa yang kamu sembunyikan dan apa-apa yang kamu zahirkan.  Allah, tidak ada tuhan kecuali Dia, Tuhan ‘Arasy Yang Maha Agung.” (An-Naml [27]:24-27).
     Dari laporan intelijen Jenderal Hud-hud yang dikemukakan  ayat ini, menunjukkan,  bahwa Ratu Saba memerintah suatu bangsa yang sangat makmur, yang telah mencapai suatu taraf peradaban yang sangat tinggi, dan bahwa ia memiliki segala hal yang telah menjadikannya Ratu yang berkekuasaan besar.
       Laporan Jenderal Hud-hud dalam ayat tersebut bukan hanya berkenaan dengan keunggulan SDM (sumber daya alam) dan SDA (sumber daya manusia) yang dimiliki Ratu Saba saja, tetapi dilaporkan juga mengenai kepercayaan (agama)  Ratu Saba dan kaumnya, yaitu sebagai  penyembah  matahari dan benda-benda angkasa lainnya.
     Orang Saba menyembah matahari dan bintang-bintang, satu kepercayaan yang mungkin sekali telah didatangkan ke Yaman dari Irak, yang dengan bangsa itu bangsa Yaman pernah berhubungan erat melalui jalan laut dan Teluk Persia. Orang-orang Saba itu hendaknya jangan diperbaurkan dengan orang-orang Sabi yang tersebut dalam QS.2:63; QS.5:70; dan QS.22:18, dan digambarkan sebagai (1) bangsa penyembah bintang, yang hidup di Irak; (2) suatu bangsa yang menganut kepercayaan, berupa semacam percampuran antara agama-agama Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster; (3) bangsa yang tinggal dekat Mosul di Irak, dan mempercayai keesaan Tuhan, tetapi syariatnya tidak dikenal dan (4) bangsa yang tinggal di sekitar Irak dan beriman kepada semua nabi Allah.
    Pendek kata, demikian lengkap dan akuratnya  informasi  intelijen yang disampaikan Jenderal Hud-hud kepada Nabi Sulaiman a.s.. Menanggapi laporan intelijen Jenderal Hud-hud tersebut Nabi Sulaiman a.s. memberikan tanggapan, firman-Nya:
قَالَ سَنَنۡظُرُ اَصَدَقۡتَ اَمۡ  کُنۡتَ مِنَ الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾ اِذۡہَبۡ بِّکِتٰبِیۡ ہٰذَا فَاَلۡقِہۡ  اِلَیۡہِمۡ ثُمَّ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ فَانۡظُرۡ  مَا ذَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Ia, Sulaiman, berkata, “Kami segera akan melihat apakah engkau telah berkata benar ataukah engkau diantara orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan membawa suratku ini lalu sampaikanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka lalu perhatikanlah apa jawaban mereka.”   (An-Naml [27]:28-29).
        Sangat tepat penugasan kembali Jenderal Hud-hud, sebab dengan cara itu Nabi Sulaiman a.s. akan dapat   membuktikan keakuratan atau pun ketidak-akuratan laporan intelijen yang disampaikan  Jenderal Hud-hud kepada beliau. Dan   perkataan Nabi Sulaiman a.s.  itu pun  semakin mempertegas bahwa Hud-hud bukanlah seekor burung  -- melainkan seorang pejabat tinggi (perwira tinggi) intelijen yang dikirim Nabi Sulaiman a.s. untuk melaksanakan tugas intelijen ke kerajaan Ratu Saba --  sebab burung-burung tidak pernah diketahui orang berbicara tentang kebenaran atau dusta.  Jadi, ayat ini memberikan suatu bukti lagi, bahwa Hud-hud bukan burung, melainkan seorang pembesar dalam pemerintahan Nabi Sulaiman a.s.
    Bahkan bila dibenarkan  bahwa Nabi Daud a.s.  dan Nabi Sulaiman a.s.  dapat mengerti bahasa burung, tetapi tidak ada sesuatu dalam Al-Quran yang menunjukkan  bahwa Ratu Saba juga dapat mengerti bahasa burung, padahal kepada Hud-hud dipercayakan menyampaikan surat Nabi Sulaiman a.s. kepada Sang Ratu dan untuk mengadakan percakapan (pembicaraan) dengan beliau atas nama Nabi Sulaiman a.s.   dan sebagai wakil beliau, firman-Nya: 

قَالَتۡ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا  اِنِّیۡۤ   اُلۡقِیَ   اِلَیَّ  کِتٰبٌ کَرِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّہٗ مِنۡ سُلَیۡمٰنَ وَ اِنَّہٗ بِسۡمِ اللّٰہِ   الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿ۙ﴾ اَلَّا تَعۡلُوۡا عَلَیَّ  وَ اۡتُوۡنِیۡ  مُسۡلِمِیۡنَ ﴿٪﴾

Ia berkata:  “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku surat yang mulia, sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya surat itu berbunyi: Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku, dan datanglah kepa-daku dengan berserah diri.” (An-Naml [27]:30-32).

Ayat Pertama Dalam Surah Al-Fatihah
dalam Surat Kiriman Nabi Sulaiman a.s.
       Sehubungan dengan ayat   بِسۡمِ اللّٰہِ   الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ   -- “Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang” – yakni ayat pertama Surah Al-Fatihah yang diwahyukan Allah Swt. secara lengkap kepada Nabi Besar Muhammad saw., namun demikian ayat tersebut telah dipergunakan pula oleh Nabi Sulaiman a.s. dalam surat yang dikiriknya kepada Ratu Saba.
      Beberapa ahli ketimuran pihak Kristen, sebagaimana kebiasaan mereka, telah gagal dalam usahanya mengingkari fakta, bahwa Al-Quran bersumber pada Allah, dengan mencoba membuktikan ungkapan Bismillāh telah dipinjam dari kitab-kitab yang terdahulu.
      Wherry dalam buku “Commentary…”nya mengatakan, bahwa kalimat itu telah dipinjam dari Zend-Avesta. Sale menyatakan pandangan serupa, sedang Rodwell berpendapat, bahwa bangsa Arab pra-Islam (sebelum sejarah Islam) meminjamnya dari kaum Yahudi dan selanjutnya kalimat itu dimasukkan ke dalam Al-Quran oleh Nabi Besar Muhammad saw..  
      Mengatakan bahwa, sebab didapatinya ungkapan atau kalimat  بِسۡمِ اللّٰہِ   الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ   itu dalam beberapa kitab suci yang terdahulu, niscaya telah dipinjam oleh Al-Quran dari salah satu dari kitab-kitab itu adalah nyata sekali suatu kesimpulan yang lemah. Bagaimanapun, hal itu hanya membuktikan bahwa Al-Quran memang berasal dari Sumber yang sama seperti kitab-kitab lain pun berasal.
      Lagi pula, tidak ada kitab lain mempergunakan ungkapan ini dalam bentuk dan cara yang telah dilakukan oleh Al-Quran. Begitu juga, orang-orang Arab pra-Islam tidak pernah mempergunakan  ungkapan itu sebelum ungkapan itu diwahyukan dalam Al-Quran. Kebalikannya, mereka mempunyai keengganan untuk memper-gunakan sifat Ilahi Ar-Rahmān (QS.25:61), yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Bismillāh. Lihat juga QS.1:1.
      Surat Nabi Sulaiman a.s. merupakan contoh yang indah sekali tentang bagaimana maksud yang besar dan luas dapat diringkaskan dalam beberapa perkataan singkat, sepi dari segala kata muluk-muluk dan panjang lebar tanpa guna. Surat itu sekaligus merupakan peringatan terhadap kesia-siaan pemberontakan, yang rupa-rupanya pada waktu itu timbul di beberapa bagian negeri itu, dan ajakan kepada Sang Ratu untuk tunduk kepada Nabi Sulaiman a.s. guna menghindari pertumpahan darah yang tidak perlu, juga untuk meninggalkan kemusyrikan, dan menerima agama yang hakiki.
     Sehubungan dengan kiriman surat dari Nabi Sulaiman a.s. tersebut, Ratu Saba memberikan tanggapan dengan terlebih dulu mengumpulkan para pejabat tingginya untuk bermusyawarah dengan mereka mengenai jawaban apa yang akan mereka berikan kepada Nabi Sulaiman a.s. melalui Jenderal Hud-hud, firman-Nya:
قَالَتۡ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا  اَفۡتُوۡنِیۡ  فِیۡۤ   اَمۡرِیۡ ۚ مَا کُنۡتُ قَاطِعَۃً  اَمۡرًا حَتّٰی تَشۡہَدُوۡنِ ﴿﴾ قَالُوۡا نَحۡنُ اُولُوۡا قُوَّۃٍ  وَّ اُولُوۡا بَاۡسٍ شَدِیۡدٍ ۬ۙ وَّ الۡاَمۡرُ  اِلَیۡکِ فَانۡظُرِیۡ مَاذَا تَاۡمُرِیۡنَ ﴿﴾
Ia berkata:  “Hai pembesar-pembesar, berikan  pendapat  kepadaku mengenai urusanku ini, karena aku sekali-kali tidak  memutuskan sesuatu perkara hingga kamu hadir di hadapanku.”   Mereka berkata: “Kita memiliki kekuatan, dan kita memiliki keberanian yang hebat dalam peperangan, tetapi memberi perintah itu ada pada engkau, maka pertimbangkanlah apa yang engkau akan perintahkan.” (An-Naml [27]:33-34).
      Ayat ini menunjukkan, bahwa Ratu Saba itu seorang ratu yang sangat besar kekuasaannya, memiliki sumber-sumber kekayaan yang besar,   lagi pula dicintai, dibela, dan ditaati dengan ikhlas oleh rakyatnya, dan ia menjadi pembela nasib mereka.
      Kekuasaan dan kejayaan kerajaan Saba mencapai puncaknya pada kira-kira 1100 s.M. Masa kekuasaan ratu itu berlangsung sampai 950 s.M., ketika beliau diduga telah tunduk kepada Nabi Sulaiman a.s. Dengan ketundukkan beliau, maka genaplah nubuatan Bible, yakni, “Segala raja Syeba dan Saba pun akan mengantar bingkisan” (Mazmur 72:10).

“Perang Diplomatik”

      Menanggapi jawaban para pembesarnya yang menyerahkan keputusan terakhir kepadanya, Ratu Saba mengambil keputusan yang sangat bijaksana, karena ia mengetahui dari “isi” surat Nabi Sulaiman a.s. bahwa ia harus benar-benar berhati-hati memberikan jawabannya, yakni ia ingin terlebih dulu  melakukan “perlawanan secara diplomatik” dengan cara mengirimkan “hadiah” yang mengandung  makna politik” yang harus “dibaca” oleh Nabi Sulaiman a.s., firman-Nya:
قَالَتۡ اِنَّ  الۡمُلُوۡکَ اِذَا دَخَلُوۡا قَرۡیَۃً اَفۡسَدُوۡہَا وَ جَعَلُوۡۤا اَعِزَّۃَ  اَہۡلِہَاۤ  اَذِلَّۃً ۚ وَ کَذٰلِکَ  یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنِّیۡ مُرۡسِلَۃٌ  اِلَیۡہِمۡ بِہَدِیَّۃٍ  فَنٰظِرَۃٌۢ بِمَ  یَرۡجِعُ  الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾
 Ia, ratu, berkata:   “Sesungguhnya raja-raja, apabila mereka memasuki suatu kota  mereka merusakkannya dan mereka menjadikan penduduknya yang mulia sebagai orang-orang yang hina, dan demikianlah selalu mereka kerjakan. Tetapi sesungguhnya aku akan mengirimkan kepada mereka hadiah dan akan menanti jawaban apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu. (An-Naml [27]:35-36).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai utusan khusus  yang dikirim Ratu Saba kepada Nabi Sulaiman a.s.:
فَلَمَّا جَآءَ سُلَیۡمٰنَ قَالَ  اَتُمِدُّوۡنَنِ بِمَالٍ  ۫ فَمَاۤ  اٰتٰىنَِۧ اللّٰہُ خَیۡرٌ  مِّمَّاۤ   اٰتٰىکُمۡ  ۚ بَلۡ  اَنۡتُمۡ  بِہَدِیَّتِکُمۡ  تَفۡرَحُوۡنَ ﴿﴾ اِرۡجِعۡ  اِلَیۡہِمۡ فَلَنَاۡتِیَنَّہُمۡ بِجُنُوۡدٍ لَّا قِبَلَ لَہُمۡ بِہَا وَ لَنُخۡرِجَنَّہُمۡ مِّنۡہَاۤ  اَذِلَّۃً  وَّ  ہُمۡ  صٰغِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala ia datang membawa hadiah ke hadapan Sulaiman, ia berkata: “Apakah kamu membantuku dengan harta? Tetapi apa yang Allah berikan kepadaku itu lebih baik daripada apa yang Dia berikan kepada kamu. Bahkan kamu merasa sangat bangga dengan hadiahmu itu.   Kembalilah kepada mereka maka kami pasti akan datang kepada mereka dengan lasykar-lasykar yang mereka tidak sanggup menghadapinya, dan niscaya kami akan  mengusir mereka darinya dengan terhina dan mereka menjadi orang nista.” (An-Naml [27]:37-38).
       Nabi Sulaiman a.s. rupa-rupanya merasa sangat tersinggung oleh Ratu Saba yang mengirim hadiah-hadiah kepada beliau. Beliau menganggapnya penghinaan. Beliau telah menuntut Sang Ratu agar menyerah, tetapi malahan beliau dikirimi hadiah-hadiah murah.
     Mengapa demikian? Sebab mula-mula orang Saba telah menyerang wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman a.s.  atau telah berusaha menimbulkan kerusuhan di dalamnya. Oleh karena itulah pengiriman hadiah-hadiah dari Ratu Saba itu sangat menyinggung perasaan dan membangkitkan kemurkaan beliau. Dalam keadaan biasa, beliau akan senang sekali mendapat hadiah-hadiah itu.
   Kata qibal dalam ayat  ۡ فَلَنَاۡتِیَنَّہُمۡ بِجُنُوۡدٍ لَّا قِبَلَ لَہُمۡ بِہَا -- “maka kami pasti akan datang kepada mereka dengan lasykar-lasykar yang mereka tidak sanggup menghadapinya,” berarti: kekuasaan, kekuatan, wewenang. Mereka berkata, mali bihi qibalun, yakni  “aku tidak berdaya melawan dia” (Aqrab-ul-Mawarib).
Dengan demikian jelaslah kini, mengapa Nabi Sulaiman a.s. telah membawa serta pasukan tempurnya ke perbatasan dengan kerajaan Saba itu, sehingga ketika utusan khusus Ratu Saba tersebut melihat kekuatan angkatan perang Nabi Sulaiman a.s.   ia akan memberikan informasi kepada Ratu Saba mengenai hal tersebut, yang kemudian membuat Ratu Saba memilih keputusan bijaksana untuk berkunjung kepada Nabi Sulaiman a.s. sebagai pernyataan “menyerah” secara terhormat.

Makna Mendatangkan   “Singgasana”   Ratu Saba &
Tawaran Jin ‘Ifrit

      Menanggapi keputusan bijaksana Ratu Saba tersebut,  Nabi Sulaiman a.s. pun mengatur siasat  selanjutnya, yakni untuk benar-benar menaklukan hati Ratu Saba sepenuhnya -- baik dalam hal pengakuan akan keunggulan SDA dan SDM yang  dimiliki oleh Nabi Sulaiman a.s.,  mau pun dalam hal keunggulan keruhanian -- karena sebagai seorang Raja dan juga seorang Rasul Allah  beliau berkewajiban untuk menyampaikan Tauhid Ilahi kepada Ratu Saba dan kaumnya yang menyembah benda-benda langit, firman-Nya:
قَالَ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَؤُا اَیُّکُمۡ یَاۡتِیۡنِیۡ بِعَرۡشِہَا قَبۡلَ  اَنۡ یَّاۡتُوۡنِیۡ مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ  تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ  لَقَوِیٌّ  اَمِیۡنٌ ﴿﴾
Ia (Sulaiman) berkata: “Hai para pembesar, siapakah dari antara kamu akan membawa kepadaku singgasananya  sebelum mereka datang kepadaku berserah  diri?”  Seorang hulubalang yang gagah-perkasa dari kalangan  para jin berkata: “Aku akan membawanya kepada engkau sebelum engkau berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya atas itu aku memiliki  kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml [27]:39-40).
     Ungkapan  bi’arsyiha, agaknya berarti singgasana  yang Nabi Sulaiman a.s. perintahkan membuatnya untuk Ratu Saba. Agaknya sudah menjadi kebiasaan di zaman itu bahwa bila seorang kepala negara berkunjung kepada kepala negara lain  maka sebuah singgasana dibangun bagi penerimaan tamu agung itu.
   Nabi Sulaiman a.s. pun memerintahkan membangun singgasana untuk menyambut Ratu Saba. Dikatakan “singgasananya” sebab singgasana itu khusus dibangun untuk  Ratu Saba. Ungkapan itu dapat juga berarti  “seperti singgasananya,” dan ya’tinī  dapat diartikan “akan menyiapkan bagiku.”
      Firman Allah Swt. tersebut merupakan ayat mutasyabihat  yang telah disalah-tafsirkan kepada masalah yang berhubungan dengan “makhluk-makhluk halus” yang mengabdi kepada Nabi Sulaiman a.s.,  yaitu “jin ‘Ifrit.” Kata  ‘ifrit berasal dari kata ‘afara yang berarti: “ia melemparkan dia ke tanah atau menghina dia”, yaitu suatu kata yang digunakan baik untuk manusia ataupun untuk jin, dan berarti: (1) seorang yang kuat dan gagah-perkasa; (2) tajam, gesit, dan efektif dalam menghadapi sesuatu urusan, melewati batas-batas biasa dalam urusan itu dengan kecerdasan dan kecerdikan; (3) seorang kepala, dan lain-lain (Lexicon Lane).
    Kata-kata itu menunjukkan bahwa ‘ifrit tersebut adalah seorang pembesar yang sangat tinggi kedudukannya serta mempunyai wewenang besar, dan karena itu sangat percaya akan diri sendiri untuk dapat melaksanakan perintah atasannya dengan memuaskan dalam batas waktu yang diberikan kepadanya.
    Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ‘Ifrit itu berasal dari golongan “jin” mengisyaratkan bahwa ia bukan seorang dari Bani Israil melainkan dari kaum lain yang ditaklukan oleh Nabi  Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. kemudian diberi jabatan penting untuk melaksanakan tugas-tugas khusus, dari jawaban ‘Ifrit sebelum ini:
قَالَ عِفۡرِیۡتٌ مِّنَ الۡجِنِّ اَنَا اٰتِیۡکَ بِہٖ قَبۡلَ  اَنۡ  تَقُوۡمَ مِنۡ مَّقَامِکَ ۚ وَ اِنِّیۡ عَلَیۡہِ  لَقَوِیٌّ  اَمِیۡنٌ ﴿﴾
 Aku akan membawanya kepada engkau sebelum engkau berdiri dari tempat engkau, dan sesungguhnya atas itu aku memiliki  kekuatan lagi terpercaya.” (An-Naml [27]:40).
      Jawaban tersebut dapat dimaknai bahwa ia akan  mengambil singgasana Ratu Saba   dengan “cara paksaan” karena mungkin ia tidak dapat menangkap makna sebenarnya dari ucapan Nabi Sulaiman a.s. tersebut. Kalimat “maqāmika  -- tempat berdiri engkau”, mengandung arti, tempat Nabi Sulaiman a.s. berkemah dalam perjalanan beliau ke wilayah pervatasan dengan kerajaan Saba dan sedang menantikan duta beliau kembali dengan membawa jawaban atas surat yang beliau kirim kepada Ratu Saba.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  2 Oktober   2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar