Jumat, 25 Oktober 2013

Makna Surah Al-Fatihah & Pembukaan Khazanahnya di Akhir Zaman




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 56

   Makna Surah Al-Fatihah & Pembukaan  Khazanahnya di Akhir Zaman

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D
alam   akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  perbedaan   cara menemukan  ilmu pengetahuan   baru dari  khazanah tak terhingga yang terdapat di alam semesta jasmani ini   -- yang tidak memerlukan syarat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. --  cara untuk memperoleh  berbagai rahasia baru yang terkandung dalam khazanah Al-Quran memerlukan syarat yang sangat mendasar,  yaitu  ketakwaan kepada Allah Swt. dan kepatuh-taatan kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:1-6; QS.3:20; 32, 86; QS.4:70-71), yakni  harus memiliki kesucian jiwa  sebagai hasil dari mengamalkan Al-Quran sebagaimana yang dicontohkan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾   اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,  yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan, wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam  Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?   Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).
  Makna ayat لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  “yang tidak  dapat menyentuh-nya kecuali orang-orang  yang disucikan,”  yaitu  bahwa hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih.

Para “Ilmuwan Ruhani” yang Datang Dari “Langit” n&
Pengawalan Para “Malaikat”

  Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan  Rasul Allah  (QS.7:35-37), yang kepadanya Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu ganjaran yang besar. (Āli ‘Imran [3]:180).
  Lebih terinci lagi alasan Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya teritama hanya kepada  Rasul Allah, firman-Nya lagi:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾   لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya baris-an pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb  (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
   Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.
   Makna ayat   یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا    -- “sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya” Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah  dengan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi  yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
 Makna ayat    لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ   --    “supaya Dia mengetahui bahwa mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka.”  Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah  itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka.
Mengisyatkan kepada pentingnya keberadaan para “ilmuwan ruhani”yang datang dari Allah Swt.  – yang dibangkitkan  dari kalangan umat Islam -- itulah firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisā [4]:70-71).

Surah Al-Fatihah adalah “Tujuh Ayat yang Diulang-ulang” dan
Merupakan Ikhtisar (intisari) Al-Quran

     Demikian pula halnya   Akhir Zaman ini pun, dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali, Allah  Swt. telah mengutus Rasul Akhir Zaman (QS.61:10)   -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- serta membukakan  “izhhar ‘ala al-ghaib” kepada beliau sebagaimana sebelumnya Allah Swt. melakukan hal yang sama kepada Khalifah-Nya yaitu Adam (QS.2:31-35) dalam rangka menciptakan “bumi baru” dan “langit baru” (QS.14:49-53), setelah  masa jahiliyah” yang kedua kali (QS.30:42; QS.57:17-18).
      Salah satu contoh dari pembukaan rahasia baru dari khazanah Al-Quran tersebut, berikut akan dikemukakan   rahasia baru khazanah Surah Al-Fatihah yang dibukakan kepada Al-Masih Mau’ud a.s. atau Imam Mahdi a.s.,   dalam rangka membuktikan bahwa Al-Quran benar-benar merupakan Kitab suci terakhir dan  tersempurna (QS.5:4) dan  benar-benar memiliki khazanah rahasia-rahasia gaib yang tidak terbatas, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ  الۡعَظِیۡمَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar  telah memberikan  kepada engkau tujuh ayat  yang selalu diulang-ulang dan Al-Quran yang agung. (Al-Hijr [15]:88).
       Menurut para ahli terkemuka seperti   Umar bin Khaththab r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Ibn ‘Abbas r.a., dan Ibn Mas’ud r.a.,  kata-kata سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ  --  engkau tujuh ayat  yang selalu diulang-ulang itu menunjuk kepada Surah pembukaan Al-Quran, yakni Al-Fatihah, sebab Surah itu selalu diulang-ulangi dan dibaca dalam tiap-tiap rakaat shalat. Menurut riwayat, Nabi Besar Muhammad saw.  pernah bersabda, bahwa Assab ‘almatsani  adalah Surah pembukaan Al-Quran (Bukhari).
    Surah Al-Fatihah itu disebut juga “Induk Quran” (Ummul-qur’an) dan “Surah pembukaan Al-Quran”, ialah Al-Fatihah. Menurut Zajjaj dan Abu Hayyan, Surah pembukaan Al-Quran itu diberi nama Assab ‘almatsani, sebab Surah itu mengandung puji-pujian kepada Allah Swt..  Surah-surah Al-Quran lainnya yang menyusul Surah pembukaan (Al-Fatihah) itu dalam kalimat selanjutnya telah disebut  وَ الۡقُرۡاٰنَ  الۡعَظِیۡمَ   -- “Al-Quran yang agung.”  
     Akan tetapi, nama “Al-Quran yang agung” itu ditujukan juga kepada Surah pertama (Surah Al-Fatihah),    karena merupakan bagian Kitab itu dapat pula benar-benar disebut Kitab itu juga. Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.   yang menyatakan bahwa Surah pembukaan Al-Quran pun disebut “Al-Quran yang agung” (Musnad, jilid 2 hlm. 448).
       Pada hakikatnya, Surah Al-Fatihah itu merupakan ikhtisar seluruh Al-Quran, atau seperti pernah juga disebut, Surah itu merupakan  “Al-Quran dalam bentuk kecil” karena Al-Quran itu dalam keseluruhannya diikhtisarkan dan diintisarikan di dalamnya.
      Karena matsani pun merupakan jamak dari matsna yang berarti puji-pujian, maka ayat ini akan berarti, bahwa Surah Al Fatihah memberikan penjelasan yang lengkap tentang Sifat-sifat Allah Swt..  Matsani juga berarti “sebuah belokan pada lembah”, ayat ini berarti bahwa Surah Al-Fatihah menerangkan sepenuhnya hubungan  Allah  Swt.  dengan manusia.

Pembukaan Rahasia  Baru Khazanah  Surah Al-Fatihah  &
Nama-nama Lain Surah Al-Fatihah dan Artinya

Seperti diriwayatkan oleh banyak ahli ilmu hadits, seluruh Surah Al-Fatihah  diwahyukan di Mekkah dan sejak awal menjadi bagian shalat orang-orang Islam. Surah ini disebut dalam ayat Al-Quran:   وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ  الۡعَظِیۡمَ   -- “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada engkau tujuh ayat yang selalu diulang-ulang dan Al-Quran yang agung” (QS.15:88).
Ayat itu menurut pengakuan para ahli  telah diwahyukan di Mekkah.    Menurut beberapa riwayat Surah ini diwahyukan pula untuk kedua kalinya di Medinah, tetapi waktu Surah ini untuk pertama kali turun adalah pada masa permulaan sekali pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah.  
      Nama terkenal untuk Surah pendek ini ialah Fātihat-ul-Kitāb (Surah Pembukaan Al-Kitab), diriwayatkan bersumber pada beberapa ahli ilmu hadits yang dapat dipercaya (Tirmidzi dan Muslim). Kemudian nama itu disingkat menjadi Surah Al-Fātihah atau Al-Fātihah saja. Surah ini dikenal dengan beberapa nama, dan 10 nama berikut ini lebih sah, yaitu:  (1) Al-Fātihah, (2) Al-Shalāt, (3) Al-Hamd, (4) Umm-ul-Quran, (5) Alquran-ul-’Azhim, (6) Al-Sab’al-Matsani, (7) Umm-ul Kitāb, (8) Al-Syifā, (9) Al-Ruqyah, dan (10)  Al-Kanz. Nama-nama ini menerangkan betapa luasnya isi Surah ini.
      Nama Fātihat-ul-Kitāb (Surah Pembukaan Al-Kitab) berarti bahwa  karena Surah itu telah diletakkan pada permulaan  maka ia merupakan kunci pembuka seluruh pokok masalah Al-Quran. Nama Al-Shalāt (Shalat) berarti bahwa Al-Fātihah merupakan doa yang lengkap lagi sempurna dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari shalat Islam yang sudah melembaga.
     Nama Al-Hamd (Puji-pujian) berarti bahwa Surah ini menjelaskan tujuan agung penciptaan manusia dan mengajarkan bahwa hubungan  Allah Swt. dengan manusia adalah hubungan berdasarkan kemurahan (Rahmāniyat) dan kasih-sayang (Rahīmiyat).
      Nama Umm-ul-Qur’an (Ibu Al-Quran) berarti bahwa Surah ini merupakan intisari seluruh Al-Quran, yang dengan ringkas mengemukakan semua pengetahuan yang menyangkut perkembangan akhlak dan  ruhani  manusia. Sebutan  Alquran-ul-’Azhim (Al-Quran Agung) berarti bahwa meski pun Surah ini terkenal sebagai Umm-ul-Kitāb dan Umm-ul-Qur’an, namun tetap merupakan bagian Kitab Suci itu dan bukan seperti anggapan salah sementara orang bahwa ia terpisah darinya.
       Nama  Al-Sab’ul Matsani (Tujuh ayat yang seringkali diulang) berarti ketujuh ayat pendek Surah ini sungguh-sungguh memenuhi segala keperluan ruhani manusia. Nama itu berarti pula bahwa Surah ini harus diulang dalam tiap-tiap rakaat shalat.  Nama Umm-ul-Kitab (Ibu Kitab) berarti bahwa doa dalam Surah ini  menjadi sebab diwahyukannya ajaran Al-Quran.
    Nama Al-Syifā (Penyembuh) berarti bahwa Surah ini memberi pengobatan terhadap segala keraguan dan syak yang biasa timbul dalam hati manusia. Nama  Al-Ruqyah (Jimat atau Mantera) berarti bahwa Surah ini bukan hanya doa untuk menghindarkan penyakit tetapi juga memberi perlindungan terhadap syaitan dan pengikut-pengikutnya, dan menguatkan hati manusia untuk melawan mereka. Nama Al-Kanz (Khazanah) mengandung arti bahwa Surah ini suatu khazanah ilmu yang tidak habis-habisnya. (QS.18:110; QS.31:28).

Al-Fātihah Dinubuatkan dalam Bibel – Kitab  Perjanjian Baru

      Tetapi nama yang terkenal Surah ini adalah Al-Fātihah. Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa nama itu juga tercantum dalam nubuatan Perjanjian Baru:
     “Maka aku tampak seorang malaikat lain yang gagah, turun dari langit ......... dan di tangannya ada sebuah Kitab Kecil yang terbuka, maka kaki kanannya berpijak di laut, dan kaki kiri di darat” (Wahyu 10:1-2).
Kata dalam bahasa Ibrani untuk “terbuka”  adalah Fatoah, yang sama dengan kata Arab Fatihah. Kemudian lagi:
“ ...... dan tatkala ia (malaikat) berteriak, ketujuh guruh pun membunyikan                      bunyi masing-masing” (Wahyu 10:3).
“Tujuh guruh” mengisyaratkan kepada tujuh ayat Surah ini, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ  الۡعَظِیۡمَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar  telah memberikan  kepada engkau tujuh ayat  yang selalu diulang-ulang dan Al-Quran yang agung. (Al-Hijr [15]:88).
      Para sarjana Kristen mengatakan bahwa nubuatan itu mengisyaratkan kepada kedatangan Yesus Kristus kedua kalinya. Hal itu telah dibuktikan oleh kenyataan-kenyataan yang sebenarnya. Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang dalam wujudnya nubuatan tentang kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kedua kali atau Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) telah menjadi sempurna, beliau menulis tafsir mengenai Surah Al-Fatihah  ini dan menunjukkan bukti-bukti serta dalil-dalil mengenai kebenaran pendakwaan beliau  dari isi Surah ini, dan beliau senantiasa memakainya sebagai doa yang baku.
       Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyimpulkan dari tujuh ayat yang pendek-pendek ini  ilmu-ilmu makrifat Ilahi dan kebenaran-kebenaran kekal abadi yang tidak diketahui sebelumnya. Seolah-olah Surah ini sebuah Kitab yang dimeterai hingga khazanah itu akhirnya dibukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s.. Dengan demikian sempurnalah nubuatan yang terkandung dalam Wahyu 10:4, yakni:
       “Tatkala ketujuh guruh sudah berbunyi itu, sedang aku hendak menyuratkan, lalu aku dengar suatu suara dari langit, katanya: "Meteraikanlah barang apa yang ketujuh guruh itu sudah mengatakan dan jangan dituliskan.”
Nubuatan itu menunjuk kepada kenyataan bahwa Fatoah atau Al-Fātihah itu untuk sementara waktu akan tetap merupakan sebuah Kitab tertutup, tetapi suatu waktu akan tiba ketika khazanah ilmu ruhani yang dikandungnya akan dibukakan. Hal itu telah dilaksanakan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s.., dalam rangka mewujudkan Kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.62:3-4; QS.61:10).

Hubungan dengan Bagian Lain Al-Quran &
Ikhtisar Surah

    Surah Al-Fatihah ini seakan-akan merupakan pengantar kepada Al-Quran. Sesungguhnya Surah Al-Fatihah ini Al-Quran dalam bentuk miniatur, dengan demikian pembaca sejak  mulai mempelajarinya telah diperkenalkan secara garis besarnya kepada masalah-masalah yang akan dijumpainya dalam Kitab Suci itu. Diriwayatkan Nabi Besar Muhammad saw.  pernah bersabda bahwa Surah Al-Fātihah  adalah Surah Al-Quran yang terpenting (Bukhari).
      Surah  Al-Fatihah   merupakan intisari seluruh ajaran Al-Quran. Secara garis besarnya Surah ini meliputi semua masalah yang diuraikan dengan panjang lebar dalam seluruh Al-Quran. Surah Al-Fatihah  mulai dengan uraian mengenai Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt.  yang pokok  serta menjadi poros beredarnya Sifat-sifat-Nya yang  lain, dan merupakan dasar bekerjanya alam semesta  serta dasar  perhubungan antara Tuhan (Al-Khaliq) dengan manusia.
       Keempat sifat Allah Swt.  yang pokok    tersebut yakni:  Rabb (Pencipta, Yang Memelihara dan Mengembangkan), Rahmān (Maha Pemurah), Rahīm (Maha Penyayang) dan Māliki Yaum-id-Dīn (Pemilik Hari Pembalasan),  mengandung arti bahwa sesudah menciptakan manusia lalu Allah Swt. menganugerahinya kemampuan-kemampuan tabi’i (alami) yang terbaik serta melengkapinya dengan bahan-bahan yang diperlukan untuk kemajuan jasmani, kemasyarakatan, akhlak, dan ruhani. Selanjutnya Dia memberikan jaminan bahwa usaha dan upaya manusia itu akan diganjar sepenuhnya. 
    Kemudian Surah  Al-Fatihah mengatakan,  bahwa manusia diciptakan untuk beribadah  yakni menyembah Allah Swt. (QS.51:57). serta mencapai qurb-Nya (kedekatan-Nya – QS.53:1-11),  dan bahwa manusia  senantiasa memerlukan pertolongan-Nya untuk melaksanakan tujuannya yang agung itu.
       Disebutkannya keempat Sifat Allah Swt. tersebut diikuti oleh doa lengkap yang di dalamnya terungkap sepenuhnya segala dorongan ruh manusia. Doa  tersebut mengajarkan bahwa manusia  harus senantiasa  mencari dan memohon pertolongan  Allah Swt.  supaya Dia melengkapinya dengan sarana-sarana yang diperlukan olehnya untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan di dunia ini dan di akhirat.
     Tetapi karena manusia cenderung memperoleh kekuatan dan semangat dari teladan baik wujud-wujud mulia dan agung dari zaman lampau,  yang telah mencapai tujuan hidup mereka maka ia  pun diajari untuk mendoa supaya Allah Swt.  membuka pula baginya jalan-jalan kemajuan akhlak dan ruhani yang tak terbatas  seperti yang telah dibukakan kepada mereka itu.
    Akhirnya doa itu mengandung peringatan bahwa jangan-jangan sesudah ia dibimbing kepada jalan lurus lalu ia sesat dari jalan itu, lalu kehilangan tujuannya dan menjadi asing terhadap Khāliq-nya (Pencipta-nya). Ia diajari untuk selalu mawas diri dan senantiasa mencari perlindungan  Allah Swt.  terhadap kemungkinan jadi asing terhadap Allah Swt.
       Itulah masalah yang dituangkan dalam beberapa ayat Surah  Al-Fatihah dan itulah masalah yang dibahas  sepenuhnya dan seluas-luasnya oleh Al-Quran, sambil menyebut contoh-contoh yang tidak terhingga banyaknya sebagai petunjuk bagi siapa yang membacanya. Dan orang-orang beriman  dianjurkan agar sebelum membaca Al-Quran terlebih dulu  memohon perlindungan Allah Swt. terhadap syaitan:
فَاِذَا  قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ  فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ مِنَ  الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿ ﴾
 Maka apabila engkau hendak membaca Al-Quran maka mohonlah perlindungan Allah dari syaitan yang terkutuk” (An-Nahl [16]:99).
     Perlindungan dan penjagaan itu berarti: (1) bahwa jangan ada kejahatan menimpa kita; (2) bahwa jangan ada kebaikan terlepas dari kita dan (3) bahwa sesudah kita mencapai kebaikan, kita tidak terjerumus kembali ke dalam kejahatan. Doa yang diperintahkan untuk itu ialah: “Aku berlindung kepada Allāh dari syaitan yang terkutuk” yang harus mendahului tiap-tiap pembacaan Al-Quran.
     Bab-bab Al-Quran berjumlah 114 dan masing-masing disebut Surah. Lafaz (kata)  Surah   berarti: (1) pangkat atau kedudukan tinggi; (2) ciri atau tanda; (3) bangunan yang tinggi dan indah; (4) sesuatu yang lengkap dan sempurna (Aqrab dan Qurthubi). 
      Bab-bab Al-Quran disebut Surah karena: (a) dengan membacanya martabat orang terangkat, dengan perantaraannya ia mencapai kemuliaan; (b) nama-nama Surah berlaku sebagai tanda pembukaan dan penutupan berbagai masalah yang dibahas dalam Al-Quran; (c) Surah-surah itu masing-masing laksana bangunan ruhani yang mulia dan (d) tiap-tiap Surah berisikan tema yang sempurna.
     Nama-nama Surah untuk pembagian demikian telah dipergunakan dalam Al-Quran sendiri (QS.2:24 dan QS.24:2). Nama ini dipakai juga dalam hadits, Rasulullāh saw. bersabda: “Baru saja sebuah Surah telah diwahyukan kepadaku dan bunyinya seperti berikut” (Muslim). Dari itu jelaslah, bahwa nama Surah untuk bagian-bagian Al-Quran telah biasa dipakai sejak permulaan Islam dan bukan ciptaan baru yang diadakan kemudian hari.
    
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  19 Oktober    2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar