ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 56
Makna Surah Al-Fatihah &
Pembukaan Khazanahnya di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai perbedaan cara menemukan ilmu
pengetahuan baru dari khazanah
tak terhingga yang terdapat di alam
semesta jasmani ini -- yang tidak
memerlukan syarat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. -- cara untuk memperoleh berbagai rahasia
baru yang terkandung dalam khazanah
Al-Quran memerlukan syarat yang
sangat mendasar, yaitu ketakwaan
kepada Allah Swt. dan kepatuh-taatan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:1-6; QS.3:20; 32, 86; QS.4:70-71),
yakni harus memiliki kesucian jiwa sebagai hasil
dari mengamalkan Al-Quran sebagaimana
yang dicontohkan Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.33:22). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ
النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ اِنَّہٗ
لَقَسَمٌ لَّوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ
اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ تَجۡعَلُوۡنَ رِزۡقَکُمۡ
اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu benar-benar
Al-Quran yang
mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara,
yang tidak dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan, wahyu yang
diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh
alam. Maka apakah terhadap
firman ini kamu menganggap sepele? Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya
sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah
[56]:76-83).
Makna ayat لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ --
“yang tidak dapat menyentuh-nya kecuali orang-orang yang disucikan,” yaitu
bahwa hanya orang yang bernasib baik sajalah yang diberi pengertian mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara
menjalani kehidupan bertakwa lalu
meraih kebersihan hati dan dimasukkan
ke dalam alam rahasia ruhani makrifat
Ilahi, yang tertutup bagi
orang-orang yang hatinya tidak bersih.
Para “Ilmuwan Ruhani” yang Datang Dari “Langit” n&
Pengawalan Para “Malaikat”
Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita
hendaknya jangan menyentuh atau
membaca Al-Quran sementara keadaan
fisik kita tidak bersih. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan Rasul
Allah (QS.7:35-37), yang kepadanya
Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia
gaib-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ
مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ
لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di
dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu ganjaran
yang besar. (Āli ‘Imran [3]:180).
Lebih terinci lagi alasan Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia
gaib-Nya teritama hanya kepada Rasul Allah, firman-Nya lagi:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ
وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ
شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia
tidak menzahirkan rahasia
gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya baris-an pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya,
supaya Dia mengetahui
bahwa sungguh mereka
telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (Al-Jin
[72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar
‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara
berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa
dan kejadian yang sangat penting.
Makna ayat یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا --
“sesungguhnya barisan pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya” Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat
dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang
dibukakan kepada seorang rasul Allah dengan rahasia-rahasia
gaib yang dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar
‘ala al-ghaib yakni penguasaan
atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati
kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak
begitu terpelihara.
Makna ayat لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ -- “supaya
Dia mengetahui bahwa mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka.”
Wahyu rasul-rasul Allah itu
dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh
mereka.
Mengisyatkan kepada pentingnya keberadaan para “ilmuwan ruhani”yang datang dari Allah
Swt. – yang dibangkitkan dari kalangan umat Islam -- itulah firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ
الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang
Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisā [4]:70-71).
Surah Al-Fatihah adalah “Tujuh Ayat
yang Diulang-ulang” dan
Merupakan Ikhtisar (intisari) Al-Quran
Demikian pula halnya Akhir Zaman ini pun, dalam rangka
mewujudkan kejayaan Islam yang kedua
kali, Allah Swt. telah mengutus Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.
-- serta membukakan “izhhar ‘ala
al-ghaib” kepada beliau sebagaimana sebelumnya Allah Swt. melakukan hal
yang sama kepada Khalifah-Nya yaitu Adam (QS.2:31-35) dalam rangka
menciptakan “bumi baru” dan “langit baru” (QS.14:49-53), setelah “masa
jahiliyah” yang kedua kali (QS.30:42; QS.57:17-18).
Salah satu contoh dari pembukaan rahasia baru dari khazanah Al-Quran tersebut, berikut akan dikemukakan rahasia baru khazanah Surah Al-Fatihah
yang dibukakan kepada Al-Masih Mau’ud
a.s. atau Imam Mahdi a.s., dalam rangka membuktikan bahwa Al-Quran benar-benar merupakan Kitab suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) dan benar-benar memiliki khazanah rahasia-rahasia gaib yang tidak
terbatas, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ الۡعَظِیۡمَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah memberikan kepada engkau tujuh ayat yang
selalu diulang-ulang dan Al-Quran
yang agung. (Al-Hijr [15]:88).
Menurut para ahli terkemuka seperti Umar
bin Khaththab r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Ibn ‘Abbas r.a., dan Ibn Mas’ud
r.a., kata-kata سَبۡعًا مِّنَ
الۡمَثَانِیۡ
-- “engkau tujuh ayat yang
selalu diulang-ulang” itu menunjuk
kepada Surah pembukaan Al-Quran,
yakni Al-Fatihah, sebab Surah itu selalu
diulang-ulangi dan dibaca dalam tiap-tiap rakaat shalat. Menurut riwayat, Nabi Besar
Muhammad saw. pernah
bersabda, bahwa Assab ‘almatsani adalah Surah pembukaan Al-Quran (Bukhari).
Surah Al-Fatihah itu disebut juga “Induk Quran” (Ummul-qur’an) dan
“Surah pembukaan Al-Quran”, ialah Al-Fatihah.
Menurut Zajjaj dan Abu Hayyan, Surah
pembukaan Al-Quran itu diberi nama Assab ‘almatsani, sebab Surah itu
mengandung puji-pujian kepada Allah
Swt.. Surah-surah Al-Quran lainnya yang
menyusul Surah pembukaan (Al-Fatihah)
itu dalam kalimat selanjutnya telah disebut وَ الۡقُرۡاٰنَ الۡعَظِیۡمَ -- “Al-Quran yang agung.”
Akan tetapi, nama “Al-Quran yang
agung” itu ditujukan juga kepada Surah pertama (Surah Al-Fatihah), karena merupakan bagian Kitab itu dapat pula benar-benar disebut Kitab itu juga. Ada sebuah hadits Nabi
Besar Muhammad saw. yang
menyatakan bahwa Surah pembukaan
Al-Quran pun disebut “Al-Quran yang agung” (Musnad, jilid 2 hlm. 448).
Pada hakikatnya, Surah Al-Fatihah itu merupakan ikhtisar seluruh Al-Quran, atau seperti
pernah juga disebut, Surah itu merupakan “Al-Quran dalam bentuk kecil” karena Al-Quran
itu dalam keseluruhannya diikhtisarkan
dan diintisarikan di dalamnya.
Karena matsani pun
merupakan jamak dari matsna yang berarti puji-pujian, maka ayat ini akan berarti, bahwa Surah Al Fatihah memberikan penjelasan yang
lengkap tentang Sifat-sifat Allah Swt.. Matsani juga berarti “sebuah belokan pada lembah”, ayat ini berarti
bahwa Surah Al-Fatihah menerangkan
sepenuhnya hubungan Allah Swt. dengan manusia.
Pembukaan Rahasia Baru Khazanah
Surah Al-Fatihah &
Nama-nama Lain
Surah Al-Fatihah dan Artinya
Seperti
diriwayatkan oleh banyak ahli ilmu hadits, seluruh Surah Al-Fatihah diwahyukan di
Mekkah dan sejak awal menjadi bagian shalat
orang-orang Islam. Surah ini disebut dalam ayat Al-Quran: وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ
الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ الۡعَظِیۡمَ -- “Dan sesungguhnya
telah Kami berikan kepada engkau tujuh ayat yang selalu diulang-ulang dan
Al-Quran yang agung” (QS.15:88).
Ayat itu
menurut pengakuan para ahli telah diwahyukan di Mekkah. Menurut beberapa riwayat Surah ini
diwahyukan pula untuk kedua kalinya di Medinah, tetapi waktu Surah ini untuk
pertama kali turun adalah pada masa permulaan sekali pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah.
Nama terkenal untuk Surah pendek ini ialah Fātihat-ul-Kitāb
(Surah Pembukaan Al-Kitab), diriwayatkan bersumber pada beberapa ahli ilmu
hadits yang dapat dipercaya (Tirmidzi
dan Muslim). Kemudian
nama itu disingkat menjadi Surah Al-Fātihah atau Al-Fātihah saja.
Surah ini dikenal dengan beberapa nama, dan 10 nama berikut ini lebih sah,
yaitu: (1) Al-Fātihah, (2) Al-Shalāt,
(3) Al-Hamd, (4) Umm-ul-Quran, (5) Alquran-ul-’Azhim, (6)
Al-Sab’al-Matsani, (7) Umm-ul Kitāb, (8) Al-Syifā, (9) Al-Ruqyah,
dan (10) Al-Kanz. Nama-nama ini
menerangkan betapa luasnya isi Surah ini.
Nama Fātihat-ul-Kitāb
(Surah Pembukaan Al-Kitab) berarti bahwa karena Surah itu telah diletakkan pada permulaan maka ia merupakan kunci pembuka seluruh pokok masalah Al-Quran. Nama Al-Shalāt
(Shalat) berarti bahwa Al-Fātihah
merupakan doa yang lengkap lagi sempurna dan menjadi bagian tidak
terpisahkan dari shalat Islam yang
sudah melembaga.
Nama Al-Hamd (Puji-pujian) berarti bahwa
Surah ini menjelaskan tujuan agung
penciptaan manusia dan mengajarkan bahwa hubungan Allah Swt. dengan manusia adalah
hubungan berdasarkan kemurahan
(Rahmāniyat) dan kasih-sayang
(Rahīmiyat).
Nama Umm-ul-Qur’an (Ibu Al-Quran)
berarti bahwa Surah ini merupakan intisari
seluruh Al-Quran, yang dengan ringkas mengemukakan semua pengetahuan yang menyangkut perkembangan akhlak dan ruhani
manusia. Sebutan Alquran-ul-’Azhim
(Al-Quran Agung) berarti bahwa meski pun Surah ini terkenal sebagai Umm-ul-Kitāb
dan Umm-ul-Qur’an, namun tetap merupakan bagian Kitab Suci itu dan bukan seperti anggapan salah sementara orang
bahwa ia terpisah darinya.
Nama Al-Sab’ul Matsani (Tujuh ayat yang
seringkali diulang) berarti ketujuh ayat pendek Surah ini sungguh-sungguh
memenuhi segala keperluan ruhani
manusia. Nama itu berarti pula bahwa Surah ini harus diulang dalam tiap-tiap rakaat shalat. Nama Umm-ul-Kitab (Ibu Kitab) berarti
bahwa doa dalam Surah ini menjadi sebab diwahyukannya ajaran Al-Quran.
Nama Al-Syifā (Penyembuh) berarti bahwa
Surah ini memberi pengobatan terhadap
segala keraguan dan syak yang biasa timbul dalam hati manusia. Nama Al-Ruqyah (Jimat atau Mantera) berarti
bahwa Surah ini bukan hanya doa untuk menghindarkan penyakit tetapi juga memberi perlindungan terhadap syaitan dan pengikut-pengikutnya, dan menguatkan
hati manusia untuk melawan mereka. Nama Al-Kanz (Khazanah)
mengandung arti bahwa Surah ini suatu
khazanah ilmu yang tidak habis-habisnya.
(QS.18:110; QS.31:28).
Al-Fātihah Dinubuatkan dalam
Bibel – Kitab “Perjanjian Baru”
Tetapi nama yang terkenal Surah
ini adalah Al-Fātihah. Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa nama itu
juga tercantum dalam nubuatan Perjanjian Baru:
“Maka aku tampak seorang malaikat lain yang
gagah, turun dari langit ......... dan di tangannya ada sebuah Kitab Kecil
yang terbuka, maka kaki kanannya berpijak di laut, dan kaki kiri di darat”
(Wahyu 10:1-2).
Kata dalam bahasa Ibrani untuk
“terbuka” adalah Fatoah, yang
sama dengan kata Arab Fatihah. Kemudian lagi:
“ ...... dan
tatkala ia (malaikat) berteriak, ketujuh guruh pun membunyikan bunyi masing-masing” (Wahyu 10:3).
“Tujuh
guruh” mengisyaratkan kepada tujuh ayat Surah ini, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنٰکَ سَبۡعًا مِّنَ الۡمَثَانِیۡ وَ الۡقُرۡاٰنَ الۡعَظِیۡمَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah memberikan kepada engkau tujuh ayat yang
selalu diulang-ulang dan Al-Quran
yang agung. (Al-Hijr [15]:88).
Para sarjana Kristen mengatakan
bahwa nubuatan itu mengisyaratkan
kepada kedatangan Yesus Kristus kedua
kalinya. Hal itu telah dibuktikan oleh kenyataan-kenyataan yang sebenarnya.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang dalam wujudnya nubuatan tentang kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kedua kali atau Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) telah menjadi sempurna, beliau menulis
tafsir mengenai Surah Al-Fatihah ini dan
menunjukkan bukti-bukti serta dalil-dalil mengenai kebenaran pendakwaan beliau dari isi Surah ini, dan beliau senantiasa
memakainya sebagai doa yang baku.
Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyimpulkan
dari tujuh ayat yang pendek-pendek
ini ilmu-ilmu makrifat Ilahi dan kebenaran-kebenaran
kekal abadi yang tidak diketahui sebelumnya. Seolah-olah Surah ini sebuah Kitab yang dimeterai hingga khazanah
itu akhirnya dibukakan oleh Mirza
Ghulam Ahmad a.s.. Dengan demikian sempurnalah nubuatan yang terkandung dalam Wahyu
10:4, yakni:
“Tatkala ketujuh guruh sudah
berbunyi itu, sedang aku hendak menyuratkan, lalu aku dengar suatu suara dari
langit, katanya: "Meteraikanlah barang apa yang ketujuh guruh itu sudah
mengatakan dan jangan dituliskan.”
Nubuatan itu
menunjuk kepada kenyataan bahwa Fatoah atau Al-Fātihah itu untuk
sementara waktu akan tetap merupakan sebuah Kitab
tertutup, tetapi suatu waktu akan tiba ketika khazanah ilmu ruhani yang dikandungnya akan dibukakan. Hal itu telah dilaksanakan oleh Mirza Ghulam Ahmad
a.s.., dalam rangka mewujudkan Kejayaan
Islam yang kedua kali di Akhir Zaman
ini (QS.62:3-4; QS.61:10).
Hubungan dengan Bagian Lain
Al-Quran &
Ikhtisar Surah
Surah Al-Fatihah ini seakan-akan
merupakan pengantar kepada Al-Quran.
Sesungguhnya Surah Al-Fatihah ini Al-Quran dalam bentuk miniatur, dengan demikian pembaca sejak mulai mempelajarinya telah diperkenalkan
secara garis besarnya kepada
masalah-masalah yang akan dijumpainya dalam Kitab Suci itu. Diriwayatkan Nabi
Besar Muhammad saw. pernah
bersabda bahwa Surah Al-Fātihah adalah Surah
Al-Quran yang terpenting (Bukhari).
Surah Al-Fatihah merupakan intisari
seluruh ajaran Al-Quran. Secara garis besarnya Surah ini meliputi semua masalah
yang diuraikan dengan panjang lebar dalam seluruh Al-Quran. Surah Al-Fatihah mulai dengan uraian mengenai Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt. yang pokok serta menjadi poros beredarnya Sifat-sifat-Nya yang lain, dan merupakan dasar bekerjanya alam semesta serta dasar perhubungan antara Tuhan (Al-Khaliq) dengan manusia.
Keempat sifat Allah Swt. yang pokok tersebut yakni: Rabb (Pencipta, Yang Memelihara dan
Mengembangkan), Rahmān (Maha Pemurah), Rahīm (Maha Penyayang) dan
Māliki Yaum-id-Dīn (Pemilik Hari Pembalasan), mengandung arti bahwa sesudah menciptakan manusia lalu Allah Swt. menganugerahinya
kemampuan-kemampuan tabi’i (alami)
yang terbaik serta melengkapinya dengan bahan-bahan
yang diperlukan untuk kemajuan jasmani,
kemasyarakatan, akhlak, dan ruhani.
Selanjutnya Dia memberikan jaminan bahwa usaha
dan upaya manusia itu akan diganjar sepenuhnya.
Kemudian Surah Al-Fatihah mengatakan, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah yakni menyembah
Allah Swt. (QS.51:57). serta mencapai qurb-Nya (kedekatan-Nya
– QS.53:1-11), dan bahwa manusia senantiasa memerlukan pertolongan-Nya untuk
melaksanakan tujuannya yang agung
itu.
Disebutkannya keempat Sifat Allah
Swt. tersebut diikuti oleh doa
lengkap yang di dalamnya terungkap sepenuhnya segala dorongan ruh manusia. Doa tersebut mengajarkan bahwa manusia harus senantiasa mencari
dan memohon pertolongan Allah Swt. supaya Dia melengkapinya dengan sarana-sarana
yang diperlukan olehnya untuk mencapai kebahagiaan
dalam kehidupan di dunia ini dan di akhirat.
Tetapi karena manusia cenderung
memperoleh kekuatan dan semangat dari teladan baik wujud-wujud mulia dan agung dari zaman lampau, yang telah mencapai tujuan hidup mereka maka ia
pun diajari untuk mendoa supaya Allah Swt. membuka pula baginya jalan-jalan kemajuan akhlak dan ruhani yang tak terbatas
seperti yang telah dibukakan
kepada mereka itu.
Akhirnya doa itu mengandung peringatan
bahwa jangan-jangan sesudah ia dibimbing kepada
jalan lurus lalu ia sesat dari jalan itu, lalu kehilangan tujuannya dan menjadi asing terhadap Khāliq-nya
(Pencipta-nya). Ia diajari untuk selalu mawas
diri dan senantiasa mencari perlindungan Allah Swt. terhadap kemungkinan jadi asing
terhadap Allah Swt.
Itulah masalah yang dituangkan
dalam beberapa ayat Surah Al-Fatihah dan itulah masalah yang dibahas sepenuhnya dan seluas-luasnya oleh Al-Quran, sambil menyebut contoh-contoh yang tidak terhingga
banyaknya sebagai petunjuk bagi siapa
yang membacanya. Dan orang-orang beriman dianjurkan agar sebelum membaca Al-Quran terlebih dulu memohon perlindungan Allah Swt. terhadap
syaitan:
فَاِذَا قَرَاۡتَ
الۡقُرۡاٰنَ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ مِنَ الشَّیۡطٰنِ الرَّجِیۡمِ ﴿ ﴾
“Maka apabila engkau hendak membaca
Al-Quran maka mohonlah perlindungan Allah dari syaitan yang terkutuk” (An-Nahl
[16]:99).
Perlindungan dan penjagaan itu
berarti: (1) bahwa jangan ada kejahatan menimpa kita; (2) bahwa jangan ada
kebaikan terlepas dari kita dan (3) bahwa sesudah kita mencapai kebaikan, kita
tidak terjerumus kembali ke dalam kejahatan. Doa yang diperintahkan untuk itu
ialah: “Aku berlindung kepada Allāh dari syaitan yang terkutuk” yang
harus mendahului tiap-tiap pembacaan Al-Quran.
Bab-bab Al-Quran berjumlah 114
dan masing-masing disebut Surah. Lafaz (kata) Surah
berarti: (1) pangkat atau kedudukan tinggi; (2) ciri atau tanda; (3)
bangunan yang tinggi dan indah; (4) sesuatu yang lengkap dan sempurna (Aqrab
dan Qurthubi).
Bab-bab Al-Quran disebut Surah karena: (a) dengan
membacanya martabat orang terangkat, dengan perantaraannya ia mencapai
kemuliaan; (b) nama-nama Surah berlaku sebagai tanda pembukaan dan
penutupan berbagai masalah yang dibahas dalam Al-Quran; (c) Surah-surah itu
masing-masing laksana bangunan ruhani yang mulia dan (d) tiap-tiap Surah
berisikan tema yang sempurna.
Nama-nama Surah untuk
pembagian demikian telah dipergunakan dalam Al-Quran sendiri (QS.2:24 dan
QS.24:2). Nama ini dipakai juga dalam hadits, Rasulullāh saw. bersabda: “Baru
saja sebuah Surah telah diwahyukan kepadaku dan bunyinya seperti
berikut” (Muslim). Dari itu
jelaslah, bahwa nama Surah untuk bagian-bagian Al-Quran telah biasa
dipakai sejak permulaan Islam dan bukan ciptaan baru yang diadakan kemudian
hari.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 19 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar