ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
51
Kesejajaran
Tatanan Alam Semesta Jasmani dan
Tatanan Tubuh Jasmani Manusia Menolak
Kemusyrikan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab 53
sebelum ini telah dikemukakan mengenai kesinambungan pengutusan para rasul di kalangan para malaikat
dan juga dari kalangan manusia
untuk kepentingan umat manusia,
firman-Nya:
اَللّٰہُ
یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا
وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ
بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat
dan dari antara manusia,
sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj [22]:76).
Firman Allah Swt. itu pun, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam
QS.7:35-37 mengenai kesinambungan pengutusan
para Rasul Allah dari kalngan Bani Adam, hal tersebut menolak faham keliru lā nabiyya ba’dahū – “tidak ada lagi nabi sesudahnya” (sesudah Nabi
Besar Muhammad saw.).
Kenapa demikian? Sebab kalimat
یَصۡطَفِی adalah bentuk fi’il mudhari yakni
bentuk pekerjaan “telah, sedang, dan akan”, artinya adalah “senantiasa
memilih”, yakni Allah Swt. senantiasa memilih para rasul-Nya dari kalangan para malaikat maupun dari kalangan manusia.
Ada pun mengenai kepatuh-taatan para malaikat dalam melaksanakan kewajiban atau tugas yang telah ditetapkan Allah Swt. kepada mereka, Allah Swt.
berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا قُوۡۤا
اَنۡفُسَکُمۡ وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari Api,
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At-Tahrīm
[66]:7).
Macro Cosmos dan Micro Cosmos
Dengan demikian jelaslah bahwa para malaikat itu pada hakikatnya merupakan “ruh” bagi tatanan alam semesta,
yang menyebabkan segala sesuatu
dalam tatanan alam semesta ini
melaksanakan fungsinya
sebagaimana telah ditetapkan Allah
Swt. tujuan diciptakannya, sesuai dengan
Kehendak-Nya. Sebagaimana halnya hubungan antara “ruh”
manusia dengan tubuh jasmaninya.
Atau dengan kata lain, bahwa para malaikat itu adalah para pelaksanaan
Kehendak Allah Swt., apa pun yang dikehendaki
atau yang diperintahkan Allah
Swt. mengenai sesuatu hal maka sesuai
dengan itu pulalah para malaikat
melaksanakannya.
Dengan demikian hubungan para malaikat dengan berfungsinya tatanan alam
semesta jasmani tersebut memiliki kesejajaran dengan hubungan ruh manusia dengan berfungsinya seluruh bagian tubuh
jasmaninya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tatanan alam semesta jasmani itu
merupakan macro cosmos sedangkan manusia itu merupakan micro cosmos.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah, di
dalam Al-Quran terdapat berbagai sumpah
Allah Swt. untuk mengemukakan suatu kebenaran berkenaan dengan berbagai kemampuan sempurna yang telah ditanamkan
Allah Swt. pada diri setiap manusia -- baik dari segi jasmani maupun dari segi akhlak
dan ruhani – telah menjadikan
beberapa benda di alam semesta jasmani ini sebagai “saksi”
sumpahnya, firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ
الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الۡقَمَرِ اِذَا تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾
وَ النَّہَارِ اِذَا
جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ
الَّیۡلِ اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا طَحٰہَا ۪ۙ﴿﴾
وَ نَفۡسٍ وَّ مَا سَوّٰىہَا
۪ۙ﴿﴾ فَاَلۡہَمَہَا فُجُوۡرَہَا وَ تَقۡوٰىہَا ۪ۙ﴿﴾
قَدۡ اَفۡلَحَ
مَنۡ زَکّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ قَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰىہَا ﴿ؕ﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Demi matahari dan sinarnya
di pagi hari, dan demi bulan apabila ia mengikutinya, dan
demi siang apabila
ia
menzahirkan kemegahannya, dan demi malam apabila ia menutupinya, dan demi langit dan pembinaannya, dan demi bumi dan penghamparannya,
dan
demi jiwa dan penyempur-naannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya keburukan-keburukannya dan ketakwaannya. Sungguh
beruntunglah orang yang mensucikannya, dan sungguh binasalah orang
yang mengotorinya. (Asy-Syams
[91]:1-11).
Makna “Sumpah” Allah Swt. dalam Al-Quran
Sumpah-sumpah
Allah Swt. dalam Al-Quran mengandung makna yang mendalam. Hukum Allah menampakkan dua segi perbuatan-Nya, yaitu yang nyata dan yang tersirat. Segi pertama (yang nyata) dapat diketahui dengan mudah,
tetapi dalam memahami yang terakhir (yang tersirat) ada kemungkinan bisa keliru. Dalam sumpah-sumpah-Nya mengenai
hal-hal yang tersirat, Allah Swt. menarik perhatian kita kepada apa yang dapat disimpulkan dan benda yang nyata.
Dalam sumpah-sumpah
tersebut pada ayat-ayat 2-7, matahari
dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi, termasuk “yang nyata” – karena khasiat-khasiat benda-benda tersebut pada ayat-ayat ini telah dimaklumi (diketahui) serta diakui secara umum. Namun khasiat-khasiat serupa yang terdapat
pada ruh manusia “tidak nyata”. Untuk
membawa kepada kesimpulan mengenal adanya khasiat-khasiat
dalam ruh manusia maka Allah Swt. telah menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang nyata itu sebagai saksi.
Huruf wau
berarti: juga; maka; sedangkan;
sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf
itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali;
kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku
kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid
dan Lexicon Lane). Wau
telah dipakai dalam ayat ini dan
dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,”
atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
Dalam Al-Quran Allah Ta’ala telah bersumpah atas nama wujud-wujud atau
benda-benda tertentu atau telah menyebut wujud-wujud
dan benda-benda itu sebagai saksi. Biasanya, bila seseorang
mengambil sumpah dan bersumpah dengan nama Allah maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup
atau menambah bobot atau meyakinkan pernyataannya.
Dengan berbuat demikian ia memanggil Allah Swt. sebagai saksi bahwa ia mengucapkan
hal yang benar bila tidak ada orang
lain dapat memberikan persaksian atas
kebenaran pernyataannya. Tetapi
tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah
Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang dibuatnya itu
tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan
belaka melainkan dengan dalil kuat
yang terkandung dalam sumpah itu
sendiri.
Kadang-kadang sumpah-sumpah
itu menunjuk kepada hukum alam yang
nyata dan dengan sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani dari apa yang nyata. Tujuan sumpah
Al-Quran lainnya ialah menyatakan suatu
nubuatan yang dengan menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran Al-Quran.
Matahari dan Bulan Alam Ruhani
Demikianlah halnya dalam
firman-Nya sebelum ini وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا
-- Demi matahari dan sinarnya di pagi hari”, penyebutan “matahari” dalam ayat ini dapat
menunjuk kepada matahari alam ruhani
– yaitu Nabi Besar Muhammad saw. –
yang merupakan sumber seluruh cahaya ruhani dan yang akan terus-menerus
menyinari dunia sampai Akhir Zaman,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ اِنَّاۤ
اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ مُبَشِّرًا وَّ
نَذِیۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ
بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا ﴿﴾
وَ بَشِّرِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ
بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan sebagai penyeru kepada Allāh dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya.
Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang beriman bahwa sesungguhnya bagi mereka ada karu-nia yang besar dari Allah. (Al-Ahzāb [33]:46-48).
Sebagaimana matahari merupakan titik-pusat alam semesta jasmani, begitulah pribadi Nabi Besar Muhammad saw. pun merupakan titik-pusat alam keruhanian. Beliau saw. merupakan matahari dalam jumantara nabi-nabi dan mujaddid-mujaddid, yang seperti sekalian banyak bintang dan bulan berkeliling di sekitar Nabi Besar Muhammad saw. dan meminjam cahaya dari beliau saw.. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah
bersabda: “Sahabat-sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang yang begitu banyak; siapa pun di antara mereka kamu
ikut, kamu akan mendapat petunjuk” (Tafsir
Shaghir).
Jika hubungannya
dengan Allah Swt. sebagai Sumber “Nur” (Cahaya) yang hakiki (QS.24:36), maka “bulan” dapat juga menunjuk kepada
Nabi Besar Muhammad saw.. sebab
beliau saw. menerima cahaya dari
Allah Swt. dan menyebarkan cahaya itu ke persada alam ruhani yang gelap itu.
Atau kata “bulan” itu dapat pula menunjuk kepada
para wali Allah dan para Imam Zaman yang muncul disetiap abad –
khususnya kepada wakil agung beliau
saw. di Akhir Zaman ini yaitu Al-Masih
Mau’ud a.s. – yakni Mirza Ghulam
Ahmad a.s. sebagai kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.
secara ruhani (QS.62:3-4). – yang akan menerima cahaya kebenaran dari Nabi Besar Muhammad saw. serta menyiarkannya ke dunia untuk
menghilangkan kegelapan akhlak dan ruhani yang kembali terjadi di Akhir Zaman ini (QS.30:42).
Pengutusan Rasul Akhir Zaman -- yang merupakan “bulan purnama” alam keruhanian tersebut terjadi pada akhir abad 13 dan awal abad 14, sama seperti halnya kemunculan bulan purnama di alam semesta jasmani yaitu pada tanggal
13, 14 dan 15 setiap bulannya.
Masa Kejayaan Islam dan Kemunduran
Islam yang Pertama
“Siang” dapat menunjuk kepada masa tatkala
Amanat Islam serta kebenaran Pendirinya, Nabi Besar
Muhammad saw., ditegakkan serta dasar-dasar telah ditegakkan untuk penyebarluasannya
di dunia. Isyarat yang terkandung di dalam ayat ini mungkin tertuju kepada masa
Khulafaur-Rasyidin, ketika cahaya Islam memancar dengan segala kemegahan dan kejayaannya yang pertama selama 3 abad.
“Malam” dapat menunjuk kepada masa kemunduran dan kemerosotan akhlak dan ruhani orang-orang Islam ketika cahaya Islam telah tersembunyi dari mata
dunia setelah 3 abad masa kejayaan yang
pertama, firman-Nya:
یُدَبِّرُ
الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ اِلَی
الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah
[32]:6).
Ayat
ini menunjuk kepada suatu pancaroba
sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang
penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan
yang mantap selama 3 abad pertama
kehidupannya.
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai
kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup,
kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad
pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa
kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun (10 abad)
berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ -- “Kemudian perintah itu akan naik
kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
Dalam hadits lain -- sehubungan
diwahyukan-Nya Surah Al-Jumu’ah ayat 3-4 – sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.,
Nabi Besar Muhammad saw. pernah
bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya, dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke
bumi (Bukhari,
Kitab-ut-Tafsir).
Dengan
kedatangan Al- Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. pada abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemunduran umat Islam telah
terhenti dan kebangkitan Islam
kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ
اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus
Rasul-Nya dengan petunjuk dan
dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shad
[61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab di zaman
beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Jadi,
keempat ayat ini (2-5) menunjuk kepada empat kurun masa perjalanan Islam yang
penuh peristiwa itu, yaitu:
(1)
masa Nabi Besar Muhammad saw. sendiri, ketika Matahari Ruhani (Nabi Besar Muhammad saw.) sedang memancar dengan
sangat megahnya di cakrawala ruhani;
(2) masa wakil agung beliau, yaitu, Hadhrat Masih
Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., ketika nur (cahaya) yang diperoleh dari Nabi
Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman
ini dipantulkan ke suatu dunia yang gelap guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua (QS.61:10).
(3) Masa
para khalifah (masa Khulafaur-Rasyidin,)
Nabi Besar Muhammad saw. (ketika cahaya
Islam masih tetap berkilau-kilauan dan,
(4) masa
ketika kegelapan ruhani telah meluas
ke seluruh dunia yang terjadi sesudah lewat 3
abad pertama kejayaan Islam.
Huruf mā dalam ayat وَ السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا -- “Demi langit dan binaannya” ini
dan dalam dua ayat berikutnya adalah masdariyah atau berarti alladzi,
yakni “ia yang”. Dengan demikian dalam
ayat-ayat ini perhatian telah dipusatkan pada Sang Perencana dan Sang Arsitek
Agung alam semesta ini atau pada penyempurnaan alam semesta serta kebebasannya yang penuh dari setiap macam cacat dan kekurangan.
Ayat وَ نَفۡسٍ وَّ مَا سَوّٰىہَا
-- (Demi jiwa dan penyempurnaannya)
ini berarti bahwa semua khasiat yang dipersembahkan benda-benda
langit seperti matahari, bulan, dan lain-lain dalam rangka melayani
makhluk-makhluk Allāh dan yang mengenai kenyataan itu telah disebutkan dalam
ayat 10, memberi kesaksian bahwa manusia telah dianugerahi sifat-sifat serupa
itu dalam derajat lebih tinggi.
Kesejajaran Tatanan Alam Semesta Jasmani dan
Tatanan Tubuh Jasmani Manusia
Jadi, sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada
hakikatnya, manusia adalah micro
cosmos ( alam semesta ukuran kecil)
dan dalam dirinya ditampilkan dalam skala
kecil segala sesuatu yang terwujud di alam semesta, yakni:
(1) Bagaikan matahari
ia memancarkan cahayanya ke alam dunia serta meneranginya dengan kilauan cahaya
hikmah dan ilmu.
(2) Penaka bulan ia memencarkan kembali cahaya kasyaf, ilham, dan wahyu yang
dipinjamnya dari Sumber Asli lagi agung, untuk ditujukan kepada mereka yang
bermukim di dalam kegelapan.
(3) Ia terang benderang laksana siang hari dan menunjukkan jalan kebenaran dan kebajikan.
(4) Bagaikan malam
ia menutupi keaiban dan kesalahan amal orang-orang lain, meringankan beban
mereka, dan memberikan istirahat kepada si lelah dan si letih.
(5) Seperti langit
ia menaungi setiap jiwa yang bersusah hati dan menghidupkan bumi yang telah
mati dengan hujan yang member kesegaran.
(6) Laksana bumi ia menyerahkan diri dengan segela
kerendahan untuk diinjak-injak di bawah telapak kaki orang-orang, sebagai
percobaan (ujian) bagi mereka, dan dari ruhnya yang telah disucikan itu tumbuhlah dengan berlimpah-ruah
bermacam-macam pohon nilmu pengetahuan dan kebenaran tempat lain untuk
menyampaikan Amanat Ilahi.
Itulah
beberapa bukti mengenai adanya kesejajaran atau persamaan antara hubungan para malaikat
sebagai “ruh” bagi tatanan alam semesta jasmani dengan ruh
manusia sebagai energi
atau “motor penggerak” tubuh
jasmani manusia. Semoa komponen di
alam semesta dan juga dalam tubuh manusia semuanya sama-sama “bertasbih” kepada Allah Swt. dengan puji-pujian-Nya -- yakni patuh-taat
kepada ketentuan hukum yang telah ditetapkan Allah Swt., baik berkenaan dengan tatanan alam semesta mau pun bagi tatanan tubuh mahusia, sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ
ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ مَا
یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا نُفُوۡرًا ﴿﴾
قُلۡ لَّوۡ کَانَ مَعَہٗۤ اٰلِـہَۃٌ
کَمَا یَقُوۡلُوۡنَ اِذًا
لَّابۡتَغَوۡا اِلٰی ذِی الۡعَرۡشِ سَبِیۡلًا ﴿﴾
سُبۡحٰنَہٗ وَ تَعٰلٰی عَمَّا یَقُوۡلُوۡنَ عُلُوًّا
کَبِیۡرًا ﴿﴾ تُسَبِّحُ لَہُ السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ ؕ وَ اِنۡ
مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا یُسَبِّحُ
بِحَمۡدِہٖ وَ لٰکِنۡ لَّا تَفۡقَہُوۡنَ
تَسۡبِیۡحَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ کَانَ حَلِیۡمًا
غَفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah
menerangkan segala sesuatu berulang-ulang
dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil
pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah
Al-Quran itu menambah bagi mereka,
kecuali kebencian. Katakanlah: “Seandainya bersama-Nya ada tuhan-tuhan lain sebagaimana mereka
katakan, jika demikian niscaya mereka
mampu mencari jalan kepada Dzat
Pemilik ‘Arasy itu” Maha Suci Dia, dan Maha Luhur, jauh di atas apa
yang mereka katakan. Kepada-Nya bertasbih ketujuh langit dan bumi dan siapa pun yang ada di dalam
keduanya, dan tidak ada suatu benda
pun melainkan menyanjung Dia dengan
puji-pujian-Nya, akan tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka itu. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (Bani Israil
[17]:42-45).
Makna ayat وَ لَقَدۡ
صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا – “Dan sungguh Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang dalam Al-Quran ini, supaya mereka mengambil pelajaran”, bahwa Al-Quran
sebagai Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan
yang penting-penting, adalah wajar
dan menjadi keharusan, supaya Kitab itu berulang kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian
erat dengan suatu masalah pokok.
Bila pengulangan itu dimaksudkan
untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk membantah
suatu tuduhan baru, maka tiada orang
yang waras otaknya lagi cerdas pikirannya dapat mengemukakan keberatan terhadap hal demikian. Namun
demikian bagi orang-orang yang membenci haq
(kebenaran) yang dikemukakan Al-Quran وَ
مَا یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا
نُفُوۡرًا -- “tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran itu
menambah bagi mereka kecuali kebencian.”
Jika kata-kata تُسَبِّحُ لَہُ السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ -- “Kepada-Nya
bertasbih ketujuh langit dan bumi dan siapa pun
yang ada di dalamnya, menunjuk kepada kesaksian bersama yang dikandung oleh seluruh alam mengenai ke-Esa-an Allah Swt.; maka kata-kata وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا
یُسَبِّحُ بِحَمۡدِہٖ -- “dan tidak ada suatu benda pun, melainkan menyanjung Dia
dengan puji-pujian-Nya” menunjuk kepada kesaksian
yang diberikan oleh segala sesuatu
secara perorangan (sendiri-sendiri)
dan secara terpisah mengenai ke-Esa-an
Dzat Ilahi.
Kesejajaran Tatanan Alam Semesta Jasmani dan
Tubuh
Jasmani Manusia Menolak Kemusyrikan
Jadi, kata-kata yang pertama tersebut
berarti bahwa pengaturan dan
tatanan indah yang ada di seluruh
alam tidak ayal lagi menunjukkan bahwa penciptanya
adalah Wujud Tunggal, sedang
kata-kata yang tersebut belakangan وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا
یُسَبِّحُ بِحَمۡدِہٖ -- “dan tidak ada suatu benda pun, melainkan
menyanjung Dia dengan puji-pujian-Nya” berarti bahwa segala sesuatu di
seluruh alam ini, dalam ruangannya sendiri yang terbatas itu, dan dengan caranya sendiri yang tidak dapat ditiru
itu menampakkan berbagai macam Sifat
Allah Swt., وَ لٰکِنۡ
لَّا تَفۡقَہُوۡنَ تَسۡبِیۡحَہُمۡ -- “akan tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka itu.”
Dengan demikian bertasbihnya
seluruh komponen tatanan alam semesta kepada Allah Swt. dengan puji-pujian-Nya -- baik secara sendiri-sendiri
mau pun secara bersama-sama
(berjama’ah) -- menolak faham orang-orang musyrik
mengnai adanya “tuhan-tuhan” sembahan
lainnya selain Allah Swt. yang dikemukakan sebelumnya, firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ کَانَ مَعَہٗۤ اٰلِـہَۃٌ
کَمَا یَقُوۡلُوۡنَ اِذًا
لَّابۡتَغَوۡا اِلٰی ذِی الۡعَرۡشِ سَبِیۡلًا ﴿﴾
سُبۡحٰنَہٗ وَ تَعٰلٰی عَمَّا یَقُوۡلُوۡنَ عُلُوًّا
کَبِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah:
“Seandainya bersama-Nya ada tuhan-tuhan lain sebagaimana mereka
katakan, jika demikian niscaya mereka
mampu mencari jalan kepada Dzat
Pemilik ‘Arasy itu” Maha Suci Dia, dan Maha Luhur, jauh di atas apa
yang mereka katakan. (Bani Israil [17]:43-43).
Pada hakikatnya kata (sebutan) 'Arasy (singgasana) dalam
ayat tersebut dan ayat-ayat Al-Quran
lainnya menggambarkan Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt. --. yakni Sifat-sifat Allah Swt. yang tidak terdapat dalam wujud lain mana pun. Keempat sifat Allah Swt. yang tersebut dalam Surah Ikhlas dan juga dalam ayat
Kursiy (QS.2:256 ) merupakan contoh
dari Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt.
Sifat-sifat Tanzihiyyah tersebut abadi
dan tidak bisa berubah, dan berkenaan
dengan “penciptaan” tatanan alam semesta diwujudkan
(diperagakan) melalui Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya, yakni
Sifat-sifat Allah Swt. yang sedikit-banyak terdapat atau dapat dimiliki oleh wujud-wujud lainnya. Sifat-sifat Tasybihiyyah
inilah yang dikatakan sebagai “pemikul-pemikul” 'Arasy Ilahi.
Sifat-sifat tersebut dikemukakan dalam
Surah Al-Fatihah yaitu Rabbul-'Aalamin,
Ar-Rahmān, Ar-Rahīm, dan Māliki Yaumid-Dīn.
Bahwa ‘Arasy
itu menggambarkan Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt. nampak juga dari QS.23:117 yang menunjukkan bahwa “Tauhid Ilahi” itu sangat erat
hubungannya dengan 'Arasy-Nya, sebab hanya Sifat-sifat Tanzihiyyah
itulah yang merupakan bukti yang sebenarnya mengenai Tauhid Ilahi, karena
sifat-sifat Allah Swt. lainnya dimiliki oleh manusia dalam derajat-derajat
yang berbeda, firman-Nya:
فَتَعٰلَی
اللّٰہُ الۡمَلِکُ الۡحَقُّ ۚ لَاۤ اِلٰہَ
اِلَّا ہُوَ ۚ رَبُّ
الۡعَرۡشِ الۡکَرِیۡمِ ﴿﴾
Maka Maha Luhur Allah, Raja Yang Haq. Tidak ada tuhan kecuali Dia, Tuhan 'Arasy yang
sangat mulia. (Al-Mu’minūn [23]:117).
Hubungan ‘Arasy Ilahi yakni Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt.
Dengan Sifat-sifat
Tasbihiyyah-Nya
Kata-kata ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ
-- “kemudian Dia bersemayam di atas
Singgasana” berarti bahwa sesudah alam semesta jasmani terwujud, Sifat-sifat
Tanzihiyyah dan Sifat-sifat Tasybihiyyah mulai bekerja dan segala urusan
dunia mulai diatur melalui perangkat hukum-hukum
alam dan menjadi berada dalam lingkup tata
kerja yang sempurna dibawah “pengendalian” para malaikat sebagai “karyawan”
atau sebagai “instrument” yang melaksanakan semua Kehendak Allah Swt. yang
“bersemayam” di atas ‘Arasy atau “Singgasana” Sifat-sifat Tanzihiyyah-Nya.
Perbedaan antara khalq
(penciptaan) dan amr (perintah) dalam ayat اَلَا لَہُ
الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ --
“Ingatlah, penciptaan dan perintah adalah wewenang-Nya” yaitu, kata
yang pertama (khalq) pada lazimnya
berarti penciptaan atau pengembangan secara bertahap (peng-evolusian) suatu benda dari zat yang
sudah ada lebih dahulu, yaitu sesuai
dengan Sifat Rabbubiyyat Allah Swt.
(QS.1:2); sedang kata yang kedua (amr)
berarti mewujudkan sesuatu dari tiada
dengan hanya mengucapkan perintah “Jadilah!”.
Anak kalimat ؕ اَلَا لَہُ الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ -- “ingatlah, penciptaan dan perintah
adalah wewenang-Nya” dapat juga
berarti bahwa Allah Swt. bukan
hanya menjadikan (menciptakan) alam semesta, tetapi Dia pun
melaksanakan wewenang dan perintah atasnya. Amr juga berarti pembuatan undang-undang atau hokum, yang dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh para malaikat Allah,
firman-Nya:
وَ تَرَی الۡمَلٰٓئِکَۃَ حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ الۡعَرۡشِ
یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ قِیۡلَ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan engkau
akan melihat malaikat-malaikat
berkeliling di sekitar ‘Arasy
seraya bertasbih dengan menyanjungkan puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) mereka. Dan keputusan akan diberikan
(dijatuhkan) di antara mereka dengan adil,
dan akan dikatakan: “Segala puji bagi
Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.” (Az-Zumar [39]:76)
Sifat-sifat
Allah Swt. akan menampakkan penjelmaan
yang paling sempurna pada Hari Pembalasan
dan para malaikat yang bertugas akan
mengumandangkan puji-pujian
dan sanjungan kepada Dzat Yang Maha Suci. Atau, ayat ini
dapat pula berarti bahwa Ke-Esa-an
Tuhan akan berdiri mapan di Arabia, dan abdi-abdi
(hamba-hamba) Allah yang benar di
dunia, bersama-sama dengan para malaikat di seluruh langit,
akan menyanjungkan puji-pujian kepada
Allah Swt. Rabb (Tuhan) seluruh alam.
Makna “Mereka yang Memikul
‘Arasy Ilahi” dan
“Mereka yang Berada di Sekitar ‘Arasy Ilahi”
Dalam firman Allah Swt. berikut dijelaskan ada dua macam kedudukan yang
menyanjungkan kesucian Allah Swt. dengan puji-pujian-Nya, yakni (1) yang “memikul”
langsung ‘Arasy (Singgasana) Allah Swt., dan (2) yang ada
“di sekitar” ‘Arasy (Singgasana)
Ilahi, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ
یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ
رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾
رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ
جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ
اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ
اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
ۙ﴿۸﴾ وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul ‘Arasy dan yang di
sekitarnya, mereka bertasbih
dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka,
mereka beriman kepada-Nya dan mereka
memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan) kami, Engkau meliputi
segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau, dan lindungilah mereka dari azab Jahannam. Hai Rabb (Tuhan) kami karena itu
masukkanlah mereka ke dalam surga-surga
abadi yang telah Engkau janjikan
kepada mereka, dan begitu pun orang-orang
yang beramal saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka.
Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. Dan lindungilah
mereka dari segala keburukan. Dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-keburukan pada hari itu maka sungguh
Engkau telah mengasihinya,
dan yang demikian itu kemenangan yang besar.” (Al-Mu’min
[40]:8-10)
Karena ‘Arasy berarti Sifat-sifat
Ilahi yaitu Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt. maka
kata-kata “para pemikul ‘Arasy” akan
berarti makhluk-makhluk atau orang-orang yang dengan perantaraan
mereka Sifat-sifat Ilahi itu
diwujudkan melalui Sifat-sifat Tasybihiyyah.
Karena hukum alam bekerja dengan
perantaraan malaikat-malaikat, dan
para nabi merupakan wahana
(sarana) yang dengan perantaraan mereka Kalamullāh (wahyu/firman Allah)
disampaikan kepada umat manusia, maka
kata-kata “para pemikul ‘Arasy” dapat berarti pula para malaikat dan para utusan
(rasul) Tuhan, dan kata-kata “mereka yang ada di sekitarnya” dapat
berarti para malaikat yang dibawahi
dan membantu para malaikat yang utama
dalam menyelenggarakan urusan-urusan
dunia, atau para pengikut sejati
para rasul
Allah yang menyampaikan dan menyebarkan ajaran nabi-nabi Allah itu.
Pendek kata, energi atau ruh
yang membuat semua yang berada di dalam tatanan alam semesta jasmani – yang merupakan bagian dari “kerajaan” Allah
Swty. – ini memiliki berbagai khasiat (kemampuan) yang tak terhingga tiada lain adalah para malaikat, yang tugasnya telah ditetapkan Allah Swt. bagi mereka masing-masing,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ فَاطِرِ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ
رُسُلًا اُولِیۡۤ اَجۡنِحَۃٍ
مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ یَزِیۡدُ فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Segala puji milik Allah Yang menciptakan
seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan
malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan
yang bersayap dua, tiga
dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (Al-Fāthir [35]:2).
Malā’ikah (malaikat-malaikat)
yang adalah jamak dari malak, diserap dari malaka, yang berarti: ia
mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan (rasul-rasul) Allah
dan para pembaharu samawi (mushlih Rabbani).
Makna Perbedaan Banyaknya “Sayap”
Para Malaikat &
Sifat yang Dimiliki Kilat dan Petir
Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Bab sebelumnya, bahwa kepada malaikat-malaikat dipercayakan menjaga,
mengatur, dan mengawasi segala urusan
yang berlaku di alam jasmani (QS.79:6). Inilah tugas dan tanggungjawab
yang dibebankan kepada mereka. Tugas
mereka yang lain dan yang lebih berat yaitu
melaksanakan perintah dan kehendak Allah Swt. kepada rasul-rasul-Nya. Malaikat-malaikat pembawa wahyu Ilahi menampakkan serentak dua, tiga, atau empat sifat Ilahi, dan ada pula malaikat lain, yang bahkan menjelmakan
lebih banyak lagi dari sifat-sifat Ilahi itu.
Karena ajnihah
merupakan lambang kekuatan dan kemampuan (Lexicon Lane), ayat ini mengandung arti, bahwa malaikat-malaikat
itu memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan kepada
mereka masing-masing.
Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada
yang lain. Malaikat Jibril a.s.
adalah penghulu semua malaikat
karena itu pekerjaan mahapenting yakni
menyampaikan wahyu Ilahi
kepada para rasul Allah, diserahkan
kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan
dan pengawasannya.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 14 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar