Rabu, 16 Oktober 2013

Peristiwa "Big Bang" (Ledakan Besar) & Makna Allah Swt. "Bersemayam di Atas 'Arasy"




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 48

   Peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) & Makna Allah Swt. “Bersemayam  di Atas ‘Arasy”    

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma




D
alam   Bab  44 dan 47   telah dikemukakan  mengenai  kejadian (penciptaan)  langit dan bumi telah memerlukan enam daur (peredaran masa) yang rentangannya panjang (lama), sehingga tatanan seluruh langit dan bumi itu menjadi sempurna dan lengkap. Sehubungan dengan hal itu Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Quran lainnya:
قُلۡ  اَئِنَّکُمۡ  لَتَکۡفُرُوۡنَ بِالَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَرۡضَ فِیۡ یَوۡمَیۡنِ وَ تَجۡعَلُوۡنَ لَہٗۤ  اَنۡدَادًا ؕ  ذٰلِکَ رَبُّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ۚ﴿﴾  وَ جَعَلَ  فِیۡہَا رَوَاسِیَ مِنۡ فَوۡقِہَا وَ بٰرَکَ فِیۡہَا وَ قَدَّرَ فِیۡہَاۤ  اَقۡوَاتَہَا فِیۡۤ  اَرۡبَعَۃِ  اَیَّامٍ ؕ سَوَآءً   لِّلسَّآئِلِیۡنَ ﴿﴾  ثُمَّ  اسۡتَوٰۤی  اِلَی السَّمَآءِ وَ ہِیَ دُخَانٌ فَقَالَ  لَہَا وَ لِلۡاَرۡضِ ائۡتِیَا طَوۡعًا  اَوۡ کَرۡہًا ؕ قَالَتَاۤ   اَتَیۡنَا  طَآئِعِیۡنَ ﴿﴾   فَقَضٰہُنَّ سَبۡعَ سَمٰوَاتٍ فِیۡ یَوۡمَیۡنِ وَ اَوۡحٰی فِیۡ کُلِّ سَمَآءٍ  اَمۡرَہَا ؕ وَ زَیَّنَّا السَّمَآءَ  الدُّنۡیَا بِمَصَابِیۡحَ ٭ۖ وَ حِفۡظًا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ  الۡعَزِیۡزِ  الۡعَلِیۡمِ ﴿﴾
Katakanlah: ”Apakah kamu benar-benar kafir kepada Dzat Yang menciptakan bumi dalam dua hari? Dan kamu menjadikan bagi-Nya sekutu-sekutu?” Itulah Rabb (Tuhan) seluruh alam.   Dan Dia menjadikan   padanya gunung-gunung di atasnya, dan memberkatinya, dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanannya dalam empat hari, sama rata bagi orang-orang yang bertanya.     Kemudian Dia mengarahkan perhatian ke langit, ketika itu masih merupakan asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi: ”Datanglah kamu berdua dengan rela atau pun terpaksa.” Keduanya menjawab: ”Kami berdua datang dengan rela.”   Maka Dia menciptakannya tujuh langit dalam dua hari,  dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit tugasnya.  Dan Kami menghiasi langit bawah dengan lampu-lampu serta  memeliharanya. Demikian itu  adalah takdir dari Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui  (Hā – Mīm – As-Sajdah [41]:10-13).
   Setelah menerangkan   jaminan Allah Swt. mengenai  kemampuan “bumi” untuk memberi “makan” manusia yang hidup di dalamnya, selanjutnya Allah Swt. menerangkan mengenai  kata   kurhan atau karhan  dalam ayat  ائۡتِیَا طَوۡعًا  اَوۡ کَرۡہًا  -- “Datanglah kamu berdua dengan rela atau pun terpaksa”, bahwa  dalam kedua bentuknya  adalah katabenda (ism) masdar dari kata kariha (ia tidak menyukai); yang pertama (kurhan) berarti “apa yang kamu sendiri tidak menyukai”, dan yang kedua (kurhan) berarti  “apa yang kamu terpaksa mengerjakannya, bertentangan dengan kemauanmu sendiri atas kehendak orang lain.” Fa'alahu karhan berarti  “ia melakukannya karena terpaksa (Lexicon Lane).
  Ayat ini  -- sebagaimana makna kata sabbaha dan yusabbihu  (bertasbih) -- berarti bahwa segala sesuatu di dalam alam semesta ini tunduk kepada dan bekerja sesuai dengan hukum-hukum tertentu. Segala sesuatu tidak mempunyai kebebasan berbuat. Hanya manusia sajalah yang dianugerahi kehendak atau pikiran menuruti (sesuai) ataupun menentang hukum Ilahi, dan bukan tidak jarang ia mempergunakan pikirannya yang membawa kerugian kepada dirinya sendiri. Itu pulalah arti dan maksud ayat QS.33:73 mengenai kata zalum dan jahul tentang insan  (manusia).

Peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) yang Mengawali
Proses Penciptaan Alam Semesta Jasmani

  Dalam ayat 10 dan 11 dinyatakan bahwa pembuatan bumi ini memerlukan waktu 2 hari, dan penempatan gunung-gunung, sungai-sungai, dan sebagainya di atasnya serta penempatan kehidupan nabati dan hewani dalam 2 hari lain lagi. Tetapi dalam ayat ini disebutkan bahwa seperti halnya bumi,  begitu pula tata surya beserta planit-planit serta satelit-satelitnya juga memerlukan waktu 2 hari menjadi sempurna.
  Dengan demikian  pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran bahwa seluruh alam semesta terjadi dalam waktu 6 hari, yang sesuai benar dengan penuturan ayat QS.7:55 dan QS.50:39. Dengan mengambil kata yaum dalam arti ”tahap”, maka ketiga-tiga ayat, ialah ayat-ayat 10, 11, dan 13, bersama-sama akan berarti bahwa seluruh alam semesta kebendaan menjadi genap dalam 6 tahap. Sesudah alam semesta ini tercipta, makhluk manusia secara bertahap pula terwujud dan kejadiannya pun menjadi sempurna dalam enam tahap (QS.23:13-15).
   Dalam Surah berikut ini -- dengan tidak menyinggung  masalah “hari” (periode) -- Allah Swt. menerangkan proses penciptaan  tatanan alam semesta jasmani mulai dari peristiwa “Big Bang” (ledakan Besar) sampai dengan tahap kesempurnaannya  berupa terciptanya manusia, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ  یَرَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا  اَنَّ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  وَ جَعَلۡنَا فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ  تَمِیۡدَ بِہِمۡ ۪ وَ جَعَلۡنَا فِیۡہَا فِجَاجًا سُبُلًا   لَّعَلَّہُمۡ  یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  وَ  جَعَلۡنَا السَّمَآءَ سَقۡفًا مَّحۡفُوۡظًا ۚۖ وَّ ہُمۡ  عَنۡ  اٰیٰتِہَا مُعۡرِضُوۡنَ ﴿﴾  وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ الَّیۡلَ وَ النَّہَارَ وَ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ ؕ کُلٌّ فِیۡ  فَلَکٍ یَّسۡبَحُوۡنَ﴿﴾
Tidakkah orang-orang  yang kafir melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu  lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Tidakkah  mereka   mau beriman?   Dan  telah Kami jadikan di bumi gunung-gunung yang kokoh supaya bumi jangan bergoncang  bersama mereka, dan telah Kami jadikan di dalamnya jalan-jalan yang luas supaya mereka mendapat petunjuk.   Dan  telah Kami jadikan langit sebagai atap yang terpelihara,  namun mereka berpaling dari Tanda-tanda-Nya.  Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang serta dan matahari dan bulan,  masing-masing beredar pada garis peredaran-nya. (Al-Anbiya [21]:31-34).
     Ayat ini mengisyaratkan landasan agung kepada satu kebenaran ilmiah. Agaknya ayat itu menunjuk kepada alam semesta, ketika masih belum mempunyai bentuk benda, dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta khususnya tata surya, telah berkembang dari gumpalan (ratqan) yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut (ratqan).
     Selaras dengan asas yang Allah Swt.  lancarkan,  Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi kesatuan-kesatuan wujud tata-surya (“The Universe Surveyed” oleh Harold   Richards dan “The Nature of the Universe” oleh Fred Hoyle). Sesudah itu Allah Swt. menciptakan seluruh kehidupan itu dari air   وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ    -- “Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.

Penciptaan Bumi Baru dan Langit Baru Keruhanian

      Ayat ini nampaknya mengandung arti bahwa seperti alam kebendaan, demikian pula alam keruhanian pun berkembang dari gumpalan yang belum mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukan-bukan. Sebagaimana Allah Swt. dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset -- dan sesuai dengan rencana agung -- telah memecahkan gumpalan zat itu, dan pecahan-pecahan yang bertebaran menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti itu pula Dia mewujudkan suatu tertib ruhani yang baru (QS.14:49)  dalam suatu alam yang berguling-gantang di dalam paya-paya cita-cita yang kacau-balau.
    Bila umat manusia tenggelam ke dalam kegelapan akhlak yang keruh  serta angkasa keruhanian menjadi tersaput oleh awan yang padat dan sesak, Allah Swt.  menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi (rasul Allah) yang mengusir kegelapan ruhani yang telah menyebar luas itu, dan dari gumpalan yang tidak berbentuk dan tanpa kehidupan -- yang berupa kerendahan akhlak dan ruhani --  lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan dan pengarahan, dari tenaga penggerak yang berada di belakangnya.
      Ungkapan an tamīda bihim dalam ayat ﴿﴾  وَ جَعَلۡنَا فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ  تَمِیۡدَ بِہِمۡ  --  Dan  telah Kami jadikan di bumi gunung-gunung yang kokoh supaya bumi jangan bergoncang  bersama mereka” berarti:  jangan-jangan bumi ikut goncang dengan mereka; ikut berputar dengan mereka; menjadi sumber kemanfaatan bagi mereka; mada berarti pula “ia memberikan faedah” (Aqrab-ul-Mawarid). Ayat ini pernyataan suatu kebenaran ilmu pengetahuan yang lain lagi. Ilmu penyelidikan tanah (geologi) telah membuktikan bahwa gunung-gunung sampai batas tertentu melindungi bumi terhadap gempa-gempa bumi.
     Pada permulaannya bagian dalam bumi sangat panas. Ketika — sebagai akibat panas yang sangat itu — terbentuk gas-gas di pusat bumi, gas-gas itu memaksa mencari jalan keluar, dan dengan demikian menyebabkan goncangan-goncangan dan letupan-letupan keras lalu terwujudlah kawah-kawah  yang sesudah menjadi dingin mengambil bentuk gunung-gunung (“Marvels and Mysteries of Science” oleh Allison Hax; dan Enc. Brit, pada kata “Geology”).
     Ayat ini dapat pula berarti, bahwa gunung-gunung merupakan bantuan besar kepada bumi dalam geraknya yang teratur dan mantap sekeliling porosnya. Al-Quran menyebut bumi “berputar” lama sebelum orang mengetahui bahwa bumi tidak diam, melainkan bergerak pada porosnya dan juga mengelilingi matahari.
  Tata surya dengan matahari, bulan, planit-planit, dan bintang-bintang-nya merupakan satu sistem yang sangat rapi  dan teratur, dan telah berwujud semenjak berjuta-juta tahun, dan tidak pernah mengalami ketidakberesan satu kali pun dan penyimpangan sedikit pun dalam gerak benda-benda langit itu  pada  masing-masing orbitnya  yang telah ditetapkan Allah Swt..

Perlindungan  Langit   kepada Bumi

     Benda-benda langit tersebut memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap bulatan bumi dan terhadap para penghuninya. Sebagaimana sebuah atap merupakan alat pelindung dari hujan, hawa dingin, dan panas, bagi seluruh penghuni suatu rumah, seperti itu pula langit berperan sebagai pelindung bagi bumi yang ada di bawahnya, dan benda-benda langit memberikan pengaruh yang berfaedah terhadap umat manusia, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَتَّقُوۡنَ ﴿ۙ﴾   الَّذِیۡ جَعَلَ لَکُمُ الۡاَرۡضَ فِرَاشًا وَّ السَّمَآءَ بِنَآءً ۪ وَّ اَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً  فَاَخۡرَجَ بِہٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزۡقًا لَّکُمۡ ۚ فَلَا تَجۡعَلُوۡا لِلّٰہِ اَنۡدَادًا وَّ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai manusia, sembahlah Rabb (Tuhan) kamu Yang telah menciptakan kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa.   Dia-lah  Yang menjadikan bagi kamu bumi  sebagai hamparan,   langit sebagai  atap,   dan  Dia menurunkan air dari awan lalu  dengan itu Dia mengeluarkan buah-buahan sebagai rezeki bagi kamu, maka janganlah kamu menjadikan sembahan-sembahan tandingan  bagi Allah padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah [2]:22-23).
      Ayat 22 mengandung perintah  Allah Swt.  yang pertama dalam Al-Quran. Seperti kata-kata itu sendiri menunjukkan, perintah itu ditujukan kepada seluruh umat manusia dan bukan untuk orang-orang Arab saja, hal mana menegaskan bahwa Islam (Al-Quran) dari awal mula mendakwakan diri sebagai agama universal. Dan Islam menghapuskan paham agama-nasional dan memandang umat manusia sebagai satu ikatan persaudaraan.
     Ungkapan  وَّ السَّمَآءَ بِنَآءً  -- “dan langit sebagai  atap  itu mengisyaratkan bahwa persis seperti suatu bangunan atau atap merupakan sarana keselamatan untuk mereka yang tinggal di dalam atau di bawahnya, demikian pula bagian-bagian dari alam semesta yang jauh itu berperan sebagai keselamatan bagi planit bumi. Mereka yang telah mempelajari ilmu perbintangan, awan, dan gejala-gejala atmosfir lainnya mengetahui bagaimana benda-benda langit lainnya  menempuh jalan peredaran mereka melalui ruang tanpa batas, jauh tinggi di atas bumi di semua jurusan memberi keamanan dan kekokohan kepada bumi. Pula diisyaratkan di sini bahwa penyempurnaan alam kebendaan itu tergantung dari koordinasi, antara kekuatan-kekuatan bumi dan langit.  
      Demikian pula mengenai pergantian malam dan siang, dan peredaran matahari dan bulan, semuanya telah dijadikan oleh Allah Swt.,  dan semuanya itu memenuhi keperluan manusia, dan sangat perlu untuk kelestarian hidup manusia di atas bumi ini.  Pendek kata, demikian sempurna tatanan alam semesta jasmani yang diciptakan Allah Swt. melalui Sifat Rabbubiyyah-Nya sebagaimana firman-Nya  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ  --  “segala puji bagi Allah Rabb (Tuhan) seluruh alam” (Al-Fatihah [2]:2).
Jadi, kembali kepada firman Allah Swt.  sebelumnya yang menjadi pokok pembahasan  mengenai tatanan alam semesta jasmani  yang merupakan bagian dari “kerajaan” Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّ رَبَّکُمُ اللّٰہُ الَّذِیۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِیۡ سِتَّۃِ اَیَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ ۟ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ یَطۡلُبُہٗ حَثِیۡثًا ۙ وَّ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ وَ النُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۭ بِاَمۡرِہٖ ؕ اَلَا لَہُ  الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَکَ اللّٰہُ رَبُّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  
Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah Yang  menciptakan seluruh langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam   di atas 'Arasy. Dia menjadikan malam  menutupi siang yang mengejarnya dengan cepat, dan Dia menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, penciptaan dan perintah adalah wewenang-Nya. Maha Berberkat  Allah, Tuhan seluruh alam. (Al-‘Āraf [7]:55).

Makna Allah Swt. “Bersemayam di Atas ‘Arasy” &
Makna Perbedaan Banyaknya   Sayap” Para Malaikat 

Setelah mengemukakan proses penciptaan alam semesta jasmani, selanjutnya Allah Swt. berfirman ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ --  kemudian Dia bersemayam   di atas 'Arasy.Ayat  ini memberi petunjuk  mengenai cara membangun suatu tatanan kerajaan -- atau pun suatu perusahaan  -- agar berjalan lancar serta sukses. Yakni seorang raja atau pemimpin pemerintahan  atau  pun  pemimpin perusahaan, akan sukses dalam menjalankan roda “pemerintahan” di kerajaan atau di perusahaan yang dipimpinnya,    apabila ia berhasil meniru dan mengamalkan sifat  Rabbubiyyat Allah Swt., yang melalui proses    hukum “sebab-akibat” Allah  Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini, lengkap dengan keberadaan para pengkhidmat dalam “kerajaan-Nya” tersebut berupa para malaikat yang melaksanakan berbagai tugas (pekerjaan) yang telah ditetapkan Allah Swt. bagai mereka masing-masing, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا اُولِیۡۤ  اَجۡنِحَۃٍ مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ یَزِیۡدُ فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Segala puji milik Allah Yang menciptakan seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan yang bersayap dua, tiga  dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Fāthir [35]:2).
     Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah jamak dari malak,  diserap dari malaka, yang berarti: ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya  ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan (rasul-rasul) Allah dan   para pembaharu samawi (mushlih Rabbani).
 Kepada malaikat-malaikat dipercayakan menjaga, mengatur, dan mengawasi segala urusan yang berlaku di alam jasmani (QS.79:6). Inilah tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada mereka. Tugas mereka yang lain dan yang lebih berat yaitu  melaksanakan perintah dan kehendak Allah Swt.   kepada rasul-rasul-Nya. Malaikat-malaikat pembawa wahyu Ilahi menampakkan serentak dua, tiga, atau empat sifat Ilahi, dan ada pula malaikat lain, yang bahkan menjelmakan lebih banyak lagi dari sifat-sifat Ilahi itu.

Perbedaan Kemampuan Para Malaikat

 Karena ajnihah merupakan lambang kekuatan dan kemampuan (Lexicon Lane), ayat ini mengandung arti,  bahwa malaikat-malaikat itu memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka masing-masing.
 Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada yang lain. Malaikat Jibril a.s.  adalah penghulu semua malaikat  karena itu pekerjaan mahapenting  yakni  menyampaikan wahyu Ilahi kepada para rasul Allah, diserahkan kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan dan pengawasannya. Firman-Nya lagi:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنِ  لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ  مَا  یَزِیۡدُہُمۡ   اِلَّا  نُفُوۡرًا ﴿﴾  قُلۡ  لَّوۡ کَانَ مَعَہٗۤ  اٰلِـہَۃٌ  کَمَا یَقُوۡلُوۡنَ اِذًا  لَّابۡتَغَوۡا اِلٰی ذِی الۡعَرۡشِ سَبِیۡلًا ﴿﴾  سُبۡحٰنَہٗ  وَ تَعٰلٰی عَمَّا یَقُوۡلُوۡنَ عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾  تُسَبِّحُ  لَہُ  السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ  وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ ؕ وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ  اِلَّا یُسَبِّحُ بِحَمۡدِہٖ  وَ لٰکِنۡ لَّا تَفۡقَہُوۡنَ تَسۡبِیۡحَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ حَلِیۡمًا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang  dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian. Katakanlah: “Seandainya bersama-Nya ada tuhan-tuhan lain seba-gaimana mereka katakan, jika demikian niscaya mereka mampu mencari jalan kepada Dzat Pemilik ‘Arasy itu”  Maha Suci Dia, dan Maha Luhur, jauh di atas apa yang mereka katakan.  Kepada-Nya bertasbih ketujuh langit dan bumi dan apa yang ada di dalam keduanya, dan tidak ada suatu benda pun melainkan  menyanjung Dia dengan puji-pujian-Nya, akan tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka itu. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (Bani Israil [17]:42-45).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  11 Oktober    2013





Tidak ada komentar:

Posting Komentar