ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 48
Peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) & Makna Allah Swt. “Bersemayam di Atas ‘Arasy”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab
44 dan 47 telah dikemukakan mengenai kejadian (penciptaan)
langit dan bumi telah memerlukan enam daur (peredaran masa) yang
rentangannya panjang (lama), sehingga
tatanan seluruh langit dan bumi itu
menjadi sempurna dan lengkap. Sehubungan dengan hal itu Allah Swt. berfirman
dalam Surah Al-Quran lainnya:
قُلۡ اَئِنَّکُمۡ
لَتَکۡفُرُوۡنَ بِالَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَرۡضَ فِیۡ یَوۡمَیۡنِ وَ
تَجۡعَلُوۡنَ لَہٗۤ اَنۡدَادًا ؕ ذٰلِکَ رَبُّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ۚ﴿﴾ وَ جَعَلَ فِیۡہَا رَوَاسِیَ مِنۡ فَوۡقِہَا وَ بٰرَکَ
فِیۡہَا وَ قَدَّرَ فِیۡہَاۤ اَقۡوَاتَہَا
فِیۡۤ اَرۡبَعَۃِ اَیَّامٍ ؕ سَوَآءً لِّلسَّآئِلِیۡنَ ﴿﴾
ثُمَّ اسۡتَوٰۤی
اِلَی السَّمَآءِ وَ ہِیَ دُخَانٌ فَقَالَ لَہَا وَ لِلۡاَرۡضِ ائۡتِیَا طَوۡعًا اَوۡ کَرۡہًا ؕ قَالَتَاۤ اَتَیۡنَا
طَآئِعِیۡنَ ﴿﴾ فَقَضٰہُنَّ سَبۡعَ سَمٰوَاتٍ
فِیۡ یَوۡمَیۡنِ وَ اَوۡحٰی فِیۡ کُلِّ سَمَآءٍ
اَمۡرَہَا ؕ وَ زَیَّنَّا السَّمَآءَ
الدُّنۡیَا بِمَصَابِیۡحَ ٭ۖ وَ حِفۡظًا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ الۡعَزِیۡزِ
الۡعَلِیۡمِ ﴿﴾
Katakanlah:
”Apakah kamu benar-benar kafir
kepada Dzat Yang menciptakan bumi dalam
dua hari? Dan kamu menjadikan
bagi-Nya sekutu-sekutu?” Itulah Rabb
(Tuhan) seluruh alam.
Dan Dia menjadikan padanya gunung-gunung
di atasnya, dan memberkatinya, dan
Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanannya dalam empat hari,
sama rata bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian Dia mengarahkan perhatian ke langit,
ketika itu masih merupakan asap,
lalu Dia berfirman kepadanya dan
kepada bumi: ”Datanglah kamu berdua
dengan rela atau pun terpaksa.”
Keduanya menjawab: ”Kami berdua
datang dengan rela.” Maka Dia menciptakannya tujuh langit dalam dua hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit
tugasnya. Dan Kami menghiasi langit bawah dengan lampu-lampu serta memeliharanya.
Demikian itu adalah takdir dari Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui (Hā – Mīm – As-Sajdah [41]:10-13).
Setelah
menerangkan jaminan Allah Swt.
mengenai kemampuan “bumi” untuk memberi
“makan” manusia yang hidup di
dalamnya, selanjutnya Allah Swt. menerangkan mengenai kata kurhan atau karhan dalam
ayat ائۡتِیَا طَوۡعًا اَوۡ کَرۡہًا -- “Datanglah kamu berdua dengan rela atau pun terpaksa”,
bahwa dalam kedua bentuknya
adalah katabenda (ism) masdar
dari kata kariha (ia tidak menyukai); yang pertama (kurhan) berarti
“apa yang kamu sendiri tidak menyukai”,
dan yang kedua (kurhan) berarti “apa
yang kamu terpaksa mengerjakannya, bertentangan dengan kemauanmu sendiri atas
kehendak orang lain.” Fa'alahu karhan berarti “ia melakukannya karena terpaksa (Lexicon Lane).
Ayat ini -- sebagaimana makna kata sabbaha dan yusabbihu (bertasbih) --
berarti bahwa segala sesuatu di dalam
alam semesta ini tunduk kepada dan bekerja
sesuai dengan hukum-hukum tertentu.
Segala sesuatu tidak mempunyai kebebasan
berbuat. Hanya manusia sajalah
yang dianugerahi kehendak atau pikiran menuruti (sesuai) ataupun menentang
hukum Ilahi, dan bukan tidak jarang
ia mempergunakan pikirannya yang
membawa kerugian kepada dirinya
sendiri. Itu pulalah arti dan maksud ayat QS.33:73 mengenai kata zalum dan jahul tentang insan (manusia).
Peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) yang Mengawali
Proses Penciptaan Alam Semesta Jasmani
Dalam ayat 10 dan 11 dinyatakan bahwa
pembuatan bumi ini memerlukan waktu 2 hari, dan penempatan gunung-gunung, sungai-sungai, dan sebagainya di atasnya
serta penempatan kehidupan nabati dan
hewani dalam 2 hari lain lagi. Tetapi dalam ayat ini disebutkan bahwa seperti
halnya bumi, begitu pula tata surya beserta planit-planit
serta satelit-satelitnya juga
memerlukan waktu 2 hari menjadi
sempurna.
Dengan
demikian pernyataan Allah Swt. dalam
Al-Quran bahwa seluruh alam semesta
terjadi dalam waktu 6 hari, yang
sesuai benar dengan penuturan ayat QS.7:55 dan QS.50:39. Dengan mengambil kata yaum
dalam arti ”tahap”, maka
ketiga-tiga ayat, ialah ayat-ayat 10, 11, dan 13, bersama-sama akan berarti
bahwa seluruh alam semesta kebendaan
menjadi genap dalam 6 tahap. Sesudah
alam semesta ini tercipta, makhluk manusia
secara bertahap pula terwujud dan kejadiannya pun menjadi sempurna dalam enam tahap (QS.23:13-15).
Dalam Surah
berikut ini -- dengan tidak menyinggung
masalah “hari” (periode) -- Allah Swt. menerangkan proses penciptaan tatanan alam semesta jasmani mulai dari
peristiwa “Big Bang” (ledakan Besar)
sampai dengan tahap kesempurnaannya berupa terciptanya manusia, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنَا فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ
تَمِیۡدَ بِہِمۡ ۪ وَ جَعَلۡنَا فِیۡہَا فِجَاجًا سُبُلًا لَّعَلَّہُمۡ
یَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنَا السَّمَآءَ سَقۡفًا مَّحۡفُوۡظًا ۚۖ
وَّ ہُمۡ عَنۡ اٰیٰتِہَا مُعۡرِضُوۡنَ ﴿﴾ وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ الَّیۡلَ وَ النَّہَارَ وَ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ
ؕ کُلٌّ فِیۡ فَلَکٍ یَّسۡبَحُوۡنَ﴿﴾
Tidakkah
orang-orang yang kafir melihat
bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu
lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup dari air. Tidakkah
mereka mau beriman? Dan
telah Kami jadikan di bumi gunung-gunung yang kokoh supaya bumi
jangan bergoncang bersama mereka, dan telah Kami
jadikan di dalamnya jalan-jalan yang luas supaya mereka mendapat
petunjuk. Dan telah Kami
jadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka
berpaling dari Tanda-tanda-Nya.
Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang serta
dan matahari dan bulan, masing-masing beredar
pada garis peredaran-nya. (Al-Anbiya [21]:31-34).
Ayat
ini mengisyaratkan landasan agung kepada satu kebenaran ilmiah. Agaknya ayat
itu menunjuk kepada alam semesta,
ketika masih belum mempunyai bentuk benda,
dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta khususnya tata
surya, telah berkembang dari gumpalan
(ratqan) yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut (ratqan).
Selaras
dengan asas yang Allah Swt. lancarkan,
Dia memecahkan
gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi kesatuan-kesatuan
wujud tata-surya (“The Universe
Surveyed” oleh Harold Richards
dan “The Nature of the Universe”
oleh Fred Hoyle). Sesudah itu Allah Swt. menciptakan seluruh kehidupan itu dari air وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ
کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ -- “Dan Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup dari air.”
Penciptaan Bumi Baru dan Langit Baru Keruhanian
Ayat
ini nampaknya mengandung arti bahwa seperti alam kebendaan, demikian pula alam
keruhanian pun berkembang dari gumpalan
yang belum mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukan-bukan. Sebagaimana Allah Swt.
dengan hikmah-Nya yang tidak
pernah meleset -- dan sesuai dengan rencana
agung -- telah memecahkan
gumpalan zat itu, dan pecahan-pecahan
yang bertebaran menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti
itu pula Dia mewujudkan suatu tertib
ruhani yang baru (QS.14:49) dalam suatu alam yang berguling-gantang di dalam paya-paya cita-cita yang kacau-balau.
Bila
umat manusia tenggelam ke dalam kegelapan akhlak yang keruh serta angkasa
keruhanian menjadi tersaput oleh awan
yang padat dan sesak, Allah Swt. menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi
(rasul Allah) yang mengusir kegelapan
ruhani yang telah menyebar luas itu, dan dari gumpalan yang tidak berbentuk
dan tanpa kehidupan -- yang berupa kerendahan akhlak dan ruhani -- lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan
dan pengarahan, dari tenaga penggerak yang berada di
belakangnya.
Ungkapan an tamīda bihim dalam ayat ﴿﴾ وَ جَعَلۡنَا فِی الۡاَرۡضِ
رَوَاسِیَ اَنۡ تَمِیۡدَ بِہِمۡ -- “Dan telah Kami
jadikan di bumi gunung-gunung yang kokoh supaya bumi jangan
bergoncang bersama mereka” berarti: jangan-jangan bumi ikut goncang dengan
mereka; ikut berputar dengan mereka; menjadi sumber kemanfaatan bagi mereka; mada
berarti pula “ia memberikan faedah” (Aqrab-ul-Mawarid).
Ayat ini pernyataan suatu kebenaran ilmu
pengetahuan yang lain lagi. Ilmu penyelidikan tanah (geologi) telah
membuktikan bahwa gunung-gunung
sampai batas tertentu melindungi bumi terhadap gempa-gempa bumi.
Pada permulaannya bagian dalam bumi sangat
panas. Ketika — sebagai akibat panas yang sangat itu — terbentuk gas-gas di
pusat bumi, gas-gas itu memaksa mencari jalan keluar, dan dengan demikian
menyebabkan goncangan-goncangan dan letupan-letupan keras lalu terwujudlah kawah-kawah yang sesudah menjadi dingin mengambil bentuk
gunung-gunung (“Marvels and Mysteries
of Science” oleh Allison Hax; dan Enc. Brit, pada kata
“Geology”).
Ayat
ini dapat pula berarti, bahwa gunung-gunung
merupakan bantuan besar kepada bumi dalam geraknya
yang teratur dan mantap sekeliling porosnya.
Al-Quran menyebut bumi “berputar” lama sebelum orang mengetahui bahwa bumi
tidak diam, melainkan bergerak pada porosnya dan juga mengelilingi matahari.
Tata
surya dengan matahari, bulan, planit-planit, dan bintang-bintang-nya merupakan
satu sistem yang sangat rapi dan teratur,
dan telah berwujud semenjak berjuta-juta tahun, dan tidak pernah mengalami ketidakberesan satu kali pun dan penyimpangan sedikit pun dalam gerak benda-benda langit itu pada
masing-masing orbitnya yang telah ditetapkan Allah Swt..
Perlindungan Langit kepada Bumi
Benda-benda
langit tersebut memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap
bulatan bumi dan terhadap para penghuninya. Sebagaimana sebuah atap merupakan alat pelindung dari hujan, hawa dingin, dan panas, bagi seluruh penghuni suatu rumah, seperti itu pula langit berperan sebagai pelindung bagi bumi yang ada di bawahnya, dan benda-benda
langit memberikan pengaruh yang berfaedah terhadap umat manusia,
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اعۡبُدُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ
لَعَلَّکُمۡ تَتَّقُوۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡ
جَعَلَ لَکُمُ الۡاَرۡضَ فِرَاشًا وَّ السَّمَآءَ بِنَآءً ۪ وَّ اَنۡزَلَ مِنَ
السَّمَآءِ
مَآءً فَاَخۡرَجَ بِہٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ
رِزۡقًا
لَّکُمۡ ۚ فَلَا تَجۡعَلُوۡا لِلّٰہِ اَنۡدَادًا وَّ اَنۡتُمۡ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai manusia,
sembahlah Rabb (Tuhan) kamu Yang telah menciptakan kamu dan juga
orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa. Dia-lah Yang
menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan, langit
sebagai atap, dan
Dia menurunkan air dari awan lalu dengan itu Dia mengeluarkan buah-buahan sebagai rezeki bagi kamu, maka janganlah kamu menjadikan sembahan-sembahan
tandingan bagi Allah padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah [2]:22-23).
Ayat 22 mengandung perintah Allah Swt. yang pertama dalam Al-Quran. Seperti
kata-kata itu sendiri menunjukkan, perintah
itu ditujukan kepada seluruh umat manusia
dan bukan untuk orang-orang Arab
saja, hal mana menegaskan bahwa Islam
(Al-Quran) dari awal mula mendakwakan diri sebagai agama universal. Dan Islam
menghapuskan paham agama-nasional dan
memandang umat manusia sebagai satu ikatan persaudaraan.
Ungkapan
وَّ السَّمَآءَ بِنَآءً -- “dan
langit sebagai atap”
itu mengisyaratkan bahwa persis seperti suatu bangunan atau atap
merupakan sarana keselamatan untuk
mereka yang tinggal di dalam atau di bawahnya, demikian pula bagian-bagian dari alam semesta yang jauh itu berperan sebagai keselamatan bagi planit bumi.
Mereka yang telah mempelajari ilmu perbintangan, awan, dan gejala-gejala
atmosfir lainnya mengetahui bagaimana benda-benda
langit lainnya menempuh jalan
peredaran mereka melalui ruang tanpa batas, jauh tinggi di atas bumi di semua
jurusan memberi keamanan dan kekokohan kepada bumi. Pula diisyaratkan di sini bahwa penyempurnaan alam kebendaan itu tergantung dari koordinasi, antara kekuatan-kekuatan bumi dan langit.
Demikian
pula mengenai pergantian malam dan siang, dan peredaran matahari dan bulan, semuanya telah dijadikan oleh Allah Swt., dan semuanya itu memenuhi keperluan manusia, dan sangat perlu untuk kelestarian hidup manusia di atas bumi ini. Pendek kata, demikian sempurna tatanan alam semesta jasmani yang diciptakan
Allah Swt. melalui Sifat Rabbubiyyah-Nya
sebagaimana firman-Nya اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- “segala puji bagi Allah Rabb (Tuhan) seluruh
alam” (Al-Fatihah [2]:2).
Jadi,
kembali kepada firman Allah Swt.
sebelumnya yang menjadi pokok pembahasan
mengenai tatanan alam semesta
jasmani yang merupakan bagian dari “kerajaan” Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّ رَبَّکُمُ اللّٰہُ
الَّذِیۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِیۡ سِتَّۃِ اَیَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰی
عَلَی الۡعَرۡشِ ۟ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ یَطۡلُبُہٗ حَثِیۡثًا ۙ وَّ
الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ وَ النُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۭ بِاَمۡرِہٖ ؕ اَلَا لَہُ الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَکَ اللّٰہُ
رَبُّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah
Yang menciptakan
seluruh langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di
atas 'Arasy. Dia menjadikan malam menutupi
siang yang mengejarnya dengan cepat,
dan Dia menciptakan matahari,
bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, penciptaan dan perintah adalah wewenang-Nya.
Maha Berberkat Allah, Tuhan seluruh alam. (Al-‘Āraf
[7]:55).
Makna
Allah Swt. “Bersemayam di Atas ‘Arasy”
&
Makna
Perbedaan Banyaknya “Sayap”
Para Malaikat
Setelah mengemukakan proses penciptaan alam semesta jasmani, selanjutnya Allah Swt. berfirman ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ -- “kemudian
Dia bersemayam di atas 'Arasy.” Ayat ini memberi petunjuk mengenai cara membangun suatu tatanan kerajaan -- atau pun suatu perusahaan -- agar berjalan lancar serta sukses.
Yakni seorang raja atau pemimpin pemerintahan atau
pun pemimpin perusahaan, akan sukses
dalam menjalankan roda “pemerintahan”
di kerajaan atau di perusahaan yang dipimpinnya, apabila
ia berhasil meniru dan mengamalkan
sifat Rabbubiyyat Allah Swt., yang melalui proses hukum “sebab-akibat” Allah Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini, lengkap dengan
keberadaan para pengkhidmat dalam “kerajaan-Nya” tersebut berupa para malaikat yang melaksanakan berbagai tugas (pekerjaan) yang telah ditetapkan
Allah Swt. bagai mereka masing-masing,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا اُولِیۡۤ اَجۡنِحَۃٍ مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ یَزِیۡدُ
فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Segala
puji milik Allah Yang menciptakan
seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan
malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan
yang bersayap dua, tiga
dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (Al-Fāthir [35]:2).
Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah
jamak dari malak, diserap dari malaka,
yang berarti: ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan (rasul-rasul) Allah
dan para pembaharu samawi (mushlih Rabbani).
Kepada malaikat-malaikat dipercayakan menjaga, mengatur, dan mengawasi
segala urusan yang berlaku di alam
jasmani (QS.79:6). Inilah tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada
mereka. Tugas mereka yang lain dan
yang lebih berat yaitu melaksanakan perintah dan kehendak Allah Swt. kepada
rasul-rasul-Nya. Malaikat-malaikat
pembawa wahyu Ilahi menampakkan
serentak dua, tiga, atau empat sifat Ilahi,
dan ada pula malaikat lain, yang
bahkan menjelmakan lebih banyak lagi dari sifat-sifat
Ilahi itu.
Perbedaan Kemampuan Para Malaikat
Karena ajnihah
merupakan lambang kekuatan dan kemampuan (Lexicon Lane), ayat ini mengandung arti, bahwa malaikat-malaikat
itu memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan kepada
mereka masing-masing.
Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada
yang lain. Malaikat Jibril a.s.
adalah penghulu semua malaikat
karena itu pekerjaan mahapenting yakni
menyampaikan wahyu Ilahi
kepada para rasul Allah, diserahkan
kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan
dan pengawasannya. Firman-Nya lagi:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ
ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ مَا
یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا نُفُوۡرًا ﴿﴾ قُلۡ لَّوۡ
کَانَ مَعَہٗۤ اٰلِـہَۃٌ کَمَا یَقُوۡلُوۡنَ اِذًا لَّابۡتَغَوۡا اِلٰی ذِی الۡعَرۡشِ سَبِیۡلًا
﴿﴾ سُبۡحٰنَہٗ وَ تَعٰلٰی عَمَّا یَقُوۡلُوۡنَ عُلُوًّا
کَبِیۡرًا ﴿﴾ تُسَبِّحُ لَہُ
السَّمٰوٰتُ السَّبۡعُ وَ
الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ ؕ وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا یُسَبِّحُ بِحَمۡدِہٖ وَ لٰکِنۡ لَّا تَفۡقَہُوۡنَ تَسۡبِیۡحَہُمۡ ؕ
اِنَّہٗ کَانَ حَلِیۡمًا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Dan
sungguh Kami
benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang dalam
Al-Quran ini supaya mereka mengambil
pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah
Al-Quran itu menambah bagi mereka,
kecuali kebencian. Katakanlah: “Seandainya bersama-Nya ada tuhan-tuhan lain seba-gaimana
mereka katakan, jika demikian niscaya mereka
mampu mencari jalan kepada Dzat
Pemilik ‘Arasy itu” Maha Suci Dia, dan Maha Luhur, jauh di atas apa
yang mereka katakan. Kepada-Nya bertasbih ketujuh langit dan bumi
dan apa yang ada di dalam keduanya,
dan tidak ada suatu benda pun
melainkan menyanjung Dia dengan
puji-pujian-Nya, akan tetapi kamu tidak memahami tasbih mereka itu. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (Bani Israil [17]:42-45).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar