ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 36
Makna “Bertasbihnya”
Gunung-gunung dan Burung-burung kepada Allah Swt. Bersama Nabi Daud a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai firman Allah Swt. tentang
dua kebijakan berbeda yang dilakukan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi
Sulaiman a.s. dalam menangani gangguan bangsa-bangsa
asing (QS.5:21-27) -- yang dalam
Al-Quran berkenaan dengan Nabi Daud a.s.
dan Nabi Sulaiman a.s. disebut “jin” dan “syaitan” (QS.2:103; QS.34:15) – yang sering menyerbu atau melakukan
pemberontakan pada masa pemerintahan kedua raja
dan juga rasul
Allah tersebut:
وَ دَاوٗدَ وَ سُلَیۡمٰنَ اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ اِذۡ
نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ الۡقَوۡمِ
ۚ وَ کُنَّا لِحُکۡمِہِمۡ شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah
Daud dan Sulaiman ketika mereka
berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di
dalamnya, dan Kami menjadi saksi
atas benarnya keputusan
mereka. (Al-Anbiya [21]:79).
Menaklukan Kabilah-kabilah Non Bani
Israil yang Liar
Atau Jalut
dan “Bala Tentaranya”
Dalam ayat ini dan dalam beberapa ayat
berikutnya telah dipergunakan bahasa kiasan
untuk menambah indahnya ungkapan. Al-harts (kebun) dapat menunjuk kepada
negeri asal Nabi Sulaiman a.s. yakni Palestina (Kanaan), dan kata ghanam al-qaum kepada kabilah-kabilah tetangga yang buas dan suka merampok serta mengadakan
serbuan-serbuan ke negeri Nabi Sulaiman a.s., yang dalam QS.2:250-253 mereka
disebut “Jalut” dan “bala tentaranya”.
Isyarat dalam ayat itu tertuju
kepada siasat yang dilaksanakan oleh
Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. untuk menangkis dan mengalahkan perampokan kabilah-kabilah
biadab tersebut. Nabi Daud a.s. adalah seorang ahli perang ulung, dan oleh karena itu
beliau suka menjalankan siasat keras yakni dalam bentuk
melakukan penaklukan, firman-Nya:
وَ لَمَّا بَرَزُوۡا لِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ قَالُوۡا رَبَّنَاۤ اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ ثَبِّتۡ اَقۡدَامَنَا وَ انۡصُرۡنَا عَلَی الۡقَوۡمِ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ؕ فَہَزَمُوۡہُمۡ
بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۟ۙ وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا
یَشَآءُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ
لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan tatkala mereka maju untuk menghadapi Jalut dan bala-tentaranya, mereka berkata: “Ya Tuhan
kami, anugerahkanlah ketabahan atas kami, teguhkanlah langkah-langkah kami, dan tolonglah
kami terhadap kaum kafir.” Maka mereka
mengalahkan mereka itu yakni Jalut dan bala tentaranya dengan
izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut, Allah memberinya kerajaan dan kebijaksanaan
dan mengajarkan kepadanya apa yang Dia
kehendaki. Dan seandainya
Allah tidak menyingkirkan kejahatan
sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan, tetapi Allah
memiliki karunia atas seluruh alam. (Al-Baqarah [2]:251-252).
Thalut atau Gideon
berhasil mengalahkan Jalut atau kaum Midian, tetapi kekalahan besar yang
disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya
Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s.,
kira-kira 200 tahun kemudian. Menurut Bible
orang yang dikalahkan oleh Nabi Dawud a.s. adalah Goliat (I Samuel
17:4), yang cocok dengan Jalut.
Mungkin nama sifat yang diberikan
oleh Al-Quran kepada kaum itu pun
disandang oleh pemimpin mereka di
zaman Nabi Dawud a.s..
Mengisyaratkan kepada siasat keras yang
dilaksanakan Nabi Daud a.s. itulah
dalam QS.2:252 digunakan kalimat membunuh: وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ
اللّٰہُ الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ
عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ -- “dan Daud membunuh
Jalut dan Allah memberinya kedaulatan,
kebijakan, dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendakinya”.
Pembelaan Allah Swt. Kepada Nabi Daud a.s.
dan Nabi Sulaiman a.s.
Tetapi Nabi Sulaiman a.s. – atas petunjuk
dan izin Allah Swt. -- melaksanakan siasat
yang lebih lunak, dan beliau
menundukkan kabilah-kabilah itu
dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian
persahabatan dengan mereka, contohnya adalah dengan Ratu Saba, firman-Nya:
فَفَہَّمۡنٰہَا سُلَیۡمٰنَ ۚ وَ کُلًّا
اٰتَیۡنَا حُکۡمًا وَّ عِلۡمًا ۫ وَّ سَخَّرۡنَا مَعَ دَاوٗدَ الۡجِبَالَ
یُسَبِّحۡنَ وَ الطَّیۡرَ ؕ وَ کُنَّا فٰعِلِیۡنَ ﴿﴾
Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman, dan kepada masing-masing Kami berikan kebijaksanaan dan ilmu. Dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih
bersama Daud, dan Kami-lah Yang mengerja-kannya. (Al-Anbiyā
[21]:80).
Kata-kata فَفَہَّمۡنٰہَا
سُلَیۡمٰنَ -- “Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman”, mengandung
arti bahwa siasat lunak dan cari damai
yang dijalankan oleh Nabi Sulaiman a.s.
itu memang tepat dalam keadaan-keadaan pada saat itu, dan bahwa tuduhan yang dilancarkan terhadap beliau
oleh beberapa pengarang Yahudi, bahwa beliau mengikuti suatu siasat lemah yang mendatangkan keruntuhan wangsa Nabi Daud a.s. sekali-kali tidak mempunyai dasar yang sehat.
Tetapi pembelaan
Allah Swt. untuk Nabi Sulaiman a.s. tersebut tidak boleh diberi arti bahwa siasat keras yang dijalankan oleh Nabi
Daud a.s. dalam masa beliau
sendiri salah, suatu kesalah-pahaman
yang menjurus kepada kesimpulan ini telah dihilangkan oleh anak kalimat ۚ وَ کُلًّا
اٰتَیۡنَا حُکۡمًا وَّ عِلۡمًا -- “dan kepada masing-masing dari mereka Kami
beri kebijaksanaan dan ilmu.”
Anak kalimat itu memperjelas
bahwa siasat-siasat yang dijalankan
-- baik oleh Daud a.s. maupun oleh Sulaiman
a.s. -- itulah yang terbaik dalam
keadaan itu dan paling cocok pada
peristiwa yang khas itu.
Kata-kata, وَّ سَخَّرۡنَا مَعَ دَاوٗدَ الۡجِبَالَ
یُسَبِّحۡنَ وَ الطَّیۡرَ -- “Kami tundukkan gunung-gunung dan
burung-burung untuk bertasbih bersama Daud” secara keliru telah
diberi arti harfiah, yaitu bahwa gunung-gunung dan burung-burung berada di bawah kekuasaan Nabi Daud a.s., dan ketika
beliau mendendangkan sanjungan-sanjungan
kepada Allah Swt., bahwa mereka itu benar-benar ikut-serta dengan beliau dalam amal
saleh itu.
Makna Kiasan “Gunung-gunung”
dan “Burung-burung”
Bertasbih kepada Allah Swt. Bersama Nabi Daud a.s.
Kata-kata atau ungkapan kiasan tersebut itu
sesungguhnya hanya berarti bahwa orang-orang
besar (aljibal – gunung-gunung)
dan ruhaniawan-ruhaniawan yang
bermartabat tinggi (ath-thair
– burung-burung), memuliakan
Allah Swt. dan mendendangkan sanjungan-sanjungan
Ilahi bersama-sama dengan Nabi Daud a.s..
Pengertian tersebut benar adanya,
karena bagaimana pun kedudukan Nabi
Daud a.s. sebagai seorang Rasul Allah -- yang harus mengajarkan Tauhid
kepada para pembesarnya
serta rakyat beliau -- adalah lebih penting dan lebih utama
daripada kedudukan beliau sebagai raja
kerajaan Bani Israil, selanjutnya
firman Allah Swt.: وَ کُنَّا
فٰعِلِیۡنَ -- dan Kami-lah
Yang mengerjakannya” lebih
menegaskan lagi bahwa kebijakan yang dilakukan
oleh Nabi Daud a.s. maupun Nabi
Sulaiman a.s. pada hakikatnya sesuai dengan kehendak Allah Swt., karena
semua Rasul Allah hanya bekerja sesuai bimbingan wahyu Ilahi yang
diterima mereka.
Di beberapa tempat dalam Al-Quran
dikemukakan bahwa bukan saja gunung-gunung dan burung-burung, tetapi juga bahkan semua benda di seluruh langit dan bumi, seperti matahari, bulan,
bintang-kemintang, siang dan malam, margasatwa, unggas, sungai-sungai, angin,
gumpalan-gumpalan awan dan sebagainya, disebutkan seolah-olah telah diciptakan
untuk mengkhidmati makhluk manusia (QS.2:165;
QS.7:55; QS.16:11-19; QS.22:66 & QS.45:13-14).
Kata jibāl dapat pula
berarti, “orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan,” sebab adakalanya nama suatu tempat (kota) dipakai juga untuk orang yang mendiaminya (QS.12:83). Jadi bahwa “gunung” ditundukkan untuk berkhidmat
kepada Nabi Daud a.s. dapat mengandung arti bahwa beliau menaklukkan dan menguasai kabilah-kabilah
liar serta biadab yang mendiami
daerah pegunungan. Nabi Daud a.s.
seorang penakluk agung dan pengendali suku-suku bangsa pegunungan yang buas itu. Bible pun menunjuk kepada penundukan suku-suku pegunungan oleh Nabi Daud a.s.
(II Samuel, bab 5).
Demikian pula penyanjungan puji-pujian
kepada Allah yang dilakukan oleh burung-burung tidak perlu menimbulkan
keheranan. Dan tidak perlu diartikan secara harfiah.
Di tempat lain dalam Al-Quran kita baca bahwa semua benda, baik yang hidup atau yang mati, para malaikat,
margasatwa, unggas, seluruh langit dan bumi, bahkan kekuatan-kekuatan alam menyanjung dengan puji-pujian kepada Tuhan; hanya manusia tidak dapat mengerti sanjungan-sanjungan mereka itu (QS.13:14;
QS.7:45; QS.21:20-21; QS.24:42; QS.59:2; QS.61:2; & QS.64:2).
Yaitu maknanya
adalah bahwa mereka itu melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan kepada
mereka oleh Allah Swt. dan
dengan demikian menampakkan bahwa Tuhan
Maha Pencipta itu sempurna dan sama sekali bebas dari
segala kekurangan, kegagalan, dan kelemahan; dan begitu pulalah hasil
karya-Nya, itulah makna dari kata sabbaha
atau yusabbihu yang digunakan
dalam Al-Quran (QS.57:2; QS.59:2;
QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
Makna “Besi Lunak” Bagi Nabi Daud a.s.
Ungkapan kiasan lainnya yang digunakan Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai
Nabi Daud a.s. adalah besi menjadi lunak di tangan Nabi Daud a.s.. . Walau pun hal tersebut dapat
diartikan secara harfiyah, tetapi makna yang hakiki adalah Allah Swt. telah menganugerahkan kepada Nabi Daud a.s. kemampuan membuat berbagai peralatan perang dari logam, khususnya besi, di antaranya pembuatan baju besi, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا دَاوٗدَ مِنَّا
فَضۡلًا ؕ یٰجِبَالُ اَوِّبِیۡ
مَعَہٗ وَ الطَّیۡرَ ۚ وَ اَلَنَّا
لَہُ الۡحَدِیۡدَ ﴿ۙ﴾ اَنِ اعۡمَلۡ
سٰبِغٰتٍ وَّ قَدِّرۡ فِی السَّرۡدِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ اِنِّیۡ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menganugerahkan
karunia dari Kami kepada Daud dan
berfirman: ”Hai gunung-gunung dan burung-burung,
bertasbihlah berulang-ulang bersama dia.”
Dan Kami menjadikan besi lunak
baginya. Berfirman:
“Buatlah baju rantai yang cukup panjang serta ukurlah cincin-cincinnya secara tepat, dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku melihat apa pun yang
kamu kerjakan.” (As-Sabā [34]:11-12).
Ungkapan “Dan Kami
menjadikan besi lunak baginya,” menunjukkan, bahwa teknik pembuatan alat-alat perang dari besi -- yakni industri militer -- sudah sangat
dikembangkan oleh Nabi Daud a.s. dan
beliau dengan mudah dapat memfaedahkannya untuk membuat baju-baju besi (zirah), sebagaimana ditampakkan oleh ayat
berikutnya., firman-Nya lagi:
وَ عَلَّمۡنٰہُ صَنۡعَۃَ لَبُوۡسٍ لَّکُمۡ لِتُحۡصِنَکُمۡ مِّنۡۢ
بَاۡسِکُمۡ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ شٰکِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mengajarinya membuat baju besi bagi kepentingan kamu supaya dapat melindungi dari pertempuran kamu,
maka apakah kamu mau bersyukur? (Al-Anbiyya
[21]:81).
Yang
diisyaratkan dalam ayat ini ialah kekuatan
militer Nabi Daud a.s. dan tentang keahlian
beliau yang besar dalam membuat alat-alat
perang dan baju-baju besi. Nabi
Daud a.s. menemukan serta mengembangkan berbagai macam alat
senjata yang dengan mempergunakan alat-alat itu beliau memperoleh kemenangan-kemenangan besar. Di masa
pemerintahan beliau kerajaan Bani Israil
mencapai puncak kekuasaannya. Masa itu merupakan zaman keemasan dalam sejarah
Bani Israil.
Dalam ayat tersebut yang dirujuk
mengenai kemampuan membuat “baju
besi” adalah Nabi Daud a.s., akan tetapi mengenai manfaat yang diperoleh dari
hasil “ciptaan” Nabi Daud a.s. tersebut adalah orang banyak – termasuk umat manusia di
Akhir Zaman ini – yang telah mengembangkan “baju besi” ciptaan Nabi Daud a.s.
tersebut menjadi peralatan perang canggih.
Contohnya adalah berbagai jenis
tank baja, berbagai jenis kapal-perang dari besi, dan berbagai
jenis pesawat tempur canggih, semua itu
pada hakikatnya merupakan “baju
besi” juga, yang dapat dipergunakan (dipakai) oleh lebih banyak anggota pasukan dalam peperangan. Jadi, betapa
benarnya firman Allah Swt. sebelum ini:
وَ عَلَّمۡنٰہُ صَنۡعَۃَ لَبُوۡسٍ لَّکُمۡ لِتُحۡصِنَکُمۡ مِّنۡۢ
بَاۡسِکُمۡ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ شٰکِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mengajarinya membuat baju besi bagi kepentingan kamu supaya dapat melindungi dari pertempuran kamu,
maka apakah kamu mau bersyukur? (Al-Anbiya
[21]:81).
Makna “Tunduknya Angin” kepada Nabi Sulaiman a.s.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai kebijaksaan yang
dilaksanakan Nabi Sulaiman a.s. dalam mengelola wilayah kerajaan Bani Israil
yang luas serta menjalin hubungan diplomatik
dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lainnya:
وَ لِسُلَیۡمٰنَ الرِّیۡحَ عَاصِفَۃً تَجۡرِیۡ بِاَمۡرِہٖۤ اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا ؕ
وَ کُنَّا بِکُلِّ شَیۡءٍ عٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
menundukkan untuk Sulaiman angin
yang kencang, angin itu bertiup
atas perintahnya ke arah daerah yang
telah Kami berkati di dalamnya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Anbiya [21]:82).
Nampaknya kapal-kapal
niaga Nabi Sulaiman a.s. berlayar di teluk Persia, laut Merah, dan Laut
tengah, serta hubungan dagang yang teratur diadakan di antara Paleatina dan
negeri-negeri yang letaknya di sekeliling Teluk Persia dan dua lautan tersebut (I Raja-raja
10:27-29), “bersama-sama dengan Hiram dan Tyre beliau memelihara sejumlah
armada sejumlah kapal yang mampu
mengarungi samudera, berniaga dengan jadwal waktu teratur ke
pelabuhan-pelabuhan di Laut Tengah, membawa mas, perak, gading, monyet, dan
burung-burung merak (I Raja-raja 10:22; 10:27-29; Tawarikh
8:18; Encyclopaedia Britanica
pada kata “Solomon”.
Dalam ayat ini kata sifat yang
dipakai mengenai angin adalah ashifah
(kencang/cepat), sedang dalam QS.38:37 kata sifat itu disebut rukha’
(lembut), yang menunjukkan bahwa sekali pun angin bertiup kencang namun tetap lembut
dan tidak mendatangkan kerusakan apa
pun kepada kapal-kapal Nabi Sulaiman
a.s., karena para nakhoda kapal-kapal niaga Nabi Sulaiman a.s. benar-benar
ahli dalam hal ilmu pelayaran di samudra.
Sebelum melanjutkan pembahasan
Nabi Sulaiman a.s. berkenaan dengan
makna “ditundukkan-Nya angin” kepada Nabi Sulaiman a.s., penulis akan membahas lebih luas firman Allah Swt.
sebelum ini mengenai makna kecintaan Nabi Sulaiman a.s. kepada “kuda-kuda perang” dan “keindahan”, fiman-Nya:
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ سُلَیۡمٰنَ
ؕ نِعۡمَ الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾ اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ
الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ اِنِّیۡۤ
اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ
رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾ رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ
وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman,
seorang hamba yang sangat baik,
sesungguhnya ia selalu kembali kepada
Kami. Ketika dihadapkan
kepadanya kuda-kuda yang terbaik pada petang hari maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena
mengingatkan kepada
Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di
belakang tabir, ia berkata: “Bawalah
kembali kuda-kuda itu
kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap
kaki dan leher kuda-kuda itu.
(Ash-Shād [38]:31-34).
Pasukan Angkatan Perang
Nabi Sulaiman a.s.
Allah
Swt. menganugerahkan kepada Nabi Sulaiman a.s. kekuasaan
dan kekayaan. Beliau memerintah
kerajaan Bani Israil yang luas, yang
beliau warisi dari Nabi Daud a.s., dan
oleh karena itu beliau terpaksa harus mempunyai angkatan perang yang kuat. Tentu saja beliau mempunyai kesukaan yang sangat akan kuda keturunan yang baik, sebab pasukan berkuda (pasukan kavaleri) merupakan
satu sayap yang kuat bagi angkatan perang beliau.
Kegemaran Nabi Sulaiman a.s. akan kuda, bukan seperti kesukaan seorang
pencandu berpacu kuda atau seorang
peternak kuda profesional. Kegemaran itu timbul hanya karena kecintaan beliau kepada Khaliq-nya, karena kuda-kuda dipakai beliau untuk
berperang di jalan Allah.
Shāfināt (kuda-kuda yang terbaik) ialah jamak dari shafinah,
bentuk muannats dari shafin, yang berarti seekor kuda yang berdiri atas
tiga kaki dan pada ujung kuku kaki keempatnya. Berdiri dengan sikap demikian
dianggap ciri khas kuda Arab yang
dipandang sebagai keturunan kuda terbaik. Jiyād (kuda-kuda yang larinya
cepat) itu jamak dari jawād, dan ungkapan farasun jawādun berarti
seekor kuda yang larinya kencang (Lexicon
Lane).
Itulah makna ucapan Nabi Sulaiman a.s. اِنِّیۡۤ
اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ
رَبِّیۡ – “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan
barang yang baik karena meng-ingatkan
kepada Tuhan-ku.” Nampaknya Nabi Sulaiman a.s. sedang menyaksikan suatu pawai berkuda dan guna memperlihatkan kekaguman akan kuda-kuda beliau, maka
beliau mengusap-usap leher dan kaki kuda-kuda itu.
Jadi, betapa luhurnya kisah-kisah tentang Nabi
Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. yang dikemukakan Allah Swt. dalam berbagai
Surah Al-Quran, yang benar-benar menggambarkan kemuliaan martabat sebagai orang-orang suci utusan (rasul) Allah Swt., dan sekali pun kedua orang Rasul Allah tersebut merupakan raja kerajaan Bani Israil yang sangat berkuasa, akan tetapi keduanya
telah melaksanakan dua macam amanat Allah
Swt. – sebagai rasul Allah dan sebagai raja --
dengan sempurna.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 September
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar