Rabu, 02 Oktober 2013

Makna "Bertasbihnya" Gunung-gunung dan Burung-burung kepada Allah Swt. Bersama Nabi Daud a.s.




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 36

  Makna “Bertasbihnya” Gunung-gunung dan Burung-burung kepada Allah Swt. Bersama Nabi Daud a.s.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai     firman Allah Swt. tentang dua kebijakan berbeda  yang dilakukan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. dalam menangani gangguan bangsa-bangsa asing  (QS.5:21-27) -- yang dalam Al-Quran berkenaan dengan  Nabi Daud a.s. dan  Nabi Sulaiman a.s. disebut “jin” dan “syaitan” (QS.2:103; QS.34:15) – yang sering menyerbu atau melakukan pemberontakan pada masa pemerintahan kedua raja dan  juga   rasul Allah  tersebut:
وَ دَاوٗدَ  وَ سُلَیۡمٰنَ  اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ  اِذۡ  نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ  الۡقَوۡمِ ۚ وَ کُنَّا  لِحُکۡمِہِمۡ  شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah Daud dan Sulaiman ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka. (Al-Anbiya [21]:79).

Menaklukan Kabilah-kabilah  Non Bani Israil  yang Liar
Atau  Jalut dan “Bala Tentaranya

     Dalam ayat ini dan dalam beberapa ayat berikutnya telah dipergunakan bahasa kiasan untuk menambah indahnya ungkapan. Al-harts (kebun) dapat menunjuk kepada negeri asal Nabi Sulaiman a.s. yakni Palestina (Kanaan),   dan kata ghanam al-qaum kepada kabilah-kabilah tetangga yang buas dan suka merampok serta mengadakan serbuan-serbuan ke negeri Nabi Sulaiman a.s., yang dalam QS.2:250-253 mereka disebut “Jalut” dan “bala tentaranya”.
      Isyarat dalam ayat itu tertuju kepada siasat yang dilaksanakan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.  untuk menangkis dan mengalahkan perampokan kabilah-kabilah biadab tersebut. Nabi Daud a.s. adalah seorang ahli perang ulung, dan oleh karena itu beliau  suka menjalankan siasat keras yakni dalam bentuk melakukan penaklukan, firman-Nya:
وَ لَمَّا بَرَزُوۡا لِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ قَالُوۡا رَبَّنَاۤ  اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ ثَبِّتۡ   اَقۡدَامَنَا وَ انۡصُرۡنَا عَلَی الۡقَوۡمِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ؕ فَہَزَمُوۡہُمۡ  بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۟ۙ وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ  الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan tatkala mereka maju untuk menghadapi Jalut dan bala-tentaranya, mereka berkata: “Ya Tuhan kami,  anugerahkanlah  ketabahan atas kami,  teguhkanlah langkah-langkah kami, dan  tolonglah kami terhadap kaum kafir.”   Maka mereka mengalahkan mereka itu yakni Jalut dan bala tentaranya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut, Allah memberinya kerajaan dan kebijaksanaan dan mengajarkan kepadanya apa yang Dia kehendaki. Dan  seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan,  tetapi Allah memiliki karunia atas seluruh alam. (Al-Baqarah [2]:251-252).
     Thalut atau Gideon berhasil mengalahkan Jalut atau kaum Midian, tetapi kekalahan besar yang disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s., kira-kira 200 tahun kemudian. Menurut Bible orang yang dikalahkan oleh Nabi Dawud a.s.  adalah Goliat (I Samuel 17:4), yang cocok dengan Jalut. Mungkin nama sifat yang diberikan oleh Al-Quran kepada kaum itu pun disandang oleh pemimpin mereka di zaman Nabi Dawud a.s..
      Mengisyaratkan kepada siasat keras  yang dilaksanakan Nabi Daud a.s. itulah   dalam QS.2:252 digunakan kalimat  membunuh:  وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ  الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ  -- “dan Daud membunuh Jalut dan Allah memberinya kedaulatan, kebijakan, dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendakinya”.

Pembelaan Allah Swt.  Kepada Nabi Daud a.s.
dan Nabi Sulaiman a.s.

      Tetapi Nabi Sulaiman a.s.  – atas petunjuk dan izin Allah Swt.  --  melaksanakan siasat yang lebih lunak,   dan beliau menundukkan kabilah-kabilah itu dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian persahabatan dengan mereka,  contohnya adalah dengan Ratu Saba, firman-Nya:
فَفَہَّمۡنٰہَا سُلَیۡمٰنَ ۚ وَ کُلًّا  اٰتَیۡنَا حُکۡمًا وَّ عِلۡمًا ۫ وَّ سَخَّرۡنَا مَعَ دَاوٗدَ الۡجِبَالَ یُسَبِّحۡنَ وَ الطَّیۡرَ ؕ وَ کُنَّا فٰعِلِیۡنَ ﴿﴾
Maka Kami memberikan pengertian  kepada Sulaiman, dan kepada masing-masing Kami  berikan kebijaksanaan dan ilmu.  Dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud,  dan Kami-lah Yang mengerja-kannya. (Al-Anbiyā [21]:80).
    Kata-kata فَفَہَّمۡنٰہَا سُلَیۡمٰنَ -- “Maka Kami memberikan pengertian  kepada Sulaiman”,   mengandung arti  bahwa siasat lunak dan cari damai yang dijalankan oleh  Nabi Sulaiman a.s.   itu memang tepat dalam keadaan-keadaan pada saat itu, dan bahwa tuduhan yang dilancarkan terhadap beliau oleh beberapa pengarang Yahudi, bahwa beliau mengikuti suatu siasat lemah yang mendatangkan keruntuhan wangsa Nabi Daud a.s.  sekali-kali tidak mempunyai dasar yang sehat.
      Tetapi pembelaan Allah Swt. untuk Nabi Sulaiman a.s. tersebut  tidak boleh diberi arti bahwa siasat keras yang dijalankan oleh Nabi Daud a.s.  dalam masa beliau sendiri   salah,  suatu kesalah-pahaman yang menjurus kepada kesimpulan ini telah dihilangkan oleh anak kalimat ۚ وَ کُلًّا  اٰتَیۡنَا حُکۡمًا وَّ عِلۡمًا -- “dan kepada masing-masing dari mereka Kami beri  kebijaksanaan dan ilmu.”
      Anak kalimat itu memperjelas bahwa siasat-siasat yang dijalankan --  baik oleh Daud a.s. maupun oleh Sulaiman a.s. -- itulah yang terbaik dalam keadaan itu dan paling cocok pada peristiwa yang khas itu.
  Kata-kata, وَّ سَخَّرۡنَا مَعَ دَاوٗدَ الۡجِبَالَ یُسَبِّحۡنَ وَ الطَّیۡرَ -- “Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud” secara keliru telah diberi arti harfiah, yaitu bahwa gunung-gunung dan burung-burung berada di bawah kekuasaan Nabi Daud a.s., dan ketika beliau mendendangkan sanjungan-sanjungan kepada Allah Swt., bahwa mereka itu benar-benar ikut-serta dengan beliau dalam amal saleh itu.

Makna Kiasan “Gunung-gunung” dan “Burung-burung
Bertasbih kepada Allah Swt. Bersama Nabi Daud a.s. 

      Kata-kata atau ungkapan kiasan tersebut itu sesungguhnya hanya berarti bahwa orang-orang besar (aljibalgunung-gunung) dan ruhaniawan-ruhaniawan yang bermartabat tinggi (ath-thairburung-burung), memuliakan Allah Swt. dan mendendangkan sanjungan-sanjungan Ilahi bersama-sama dengan Nabi Daud a.s..
     Pengertian tersebut benar adanya, karena bagaimana pun kedudukan Nabi Daud a.s.  sebagai seorang Rasul Allah -- yang harus mengajarkan Tauhid  kepada  para pembesarnya serta  rakyat beliau --  adalah lebih penting dan lebih utama daripada kedudukan beliau sebagai raja kerajaan Bani Israil, selanjutnya    firman Allah Swt.:  وَ کُنَّا فٰعِلِیۡنَ -- dan Kami-lah Yang mengerjakannya” lebih menegaskan lagi bahwa kebijakan  yang dilakukan  oleh Nabi Daud a.s.  maupun Nabi Sulaiman a.s. pada hakikatnya sesuai dengan kehendak Allah Swt., karena semua Rasul Allah hanya bekerja sesuai bimbingan wahyu Ilahi yang diterima mereka.
      Di beberapa tempat dalam Al-Quran dikemukakan bahwa   bukan saja gunung-gunung dan burung-burung, tetapi juga bahkan semua benda di seluruh langit dan bumi, seperti matahari, bulan, bintang-kemintang, siang dan malam, margasatwa, unggas, sungai-sungai, angin, gumpalan-gumpalan awan dan sebagainya, disebutkan seolah-olah telah diciptakan untuk mengkhidmati makhluk manusia (QS.2:165; QS.7:55; QS.16:11-19; QS.22:66 & QS.45:13-14).
        Kata jibāl dapat pula berarti, “orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan,” sebab adakalanya nama suatu tempat (kota) dipakai juga untuk orang yang mendiaminya (QS.12:83). Jadi  bahwa “gunung” ditundukkan untuk berkhidmat kepada Nabi Daud a.s. dapat mengandung arti  bahwa beliau menaklukkan dan menguasai kabilah-kabilah liar serta biadab yang mendiami daerah pegunungan. Nabi Daud a.s. seorang penakluk agung dan pengendali suku-suku bangsa pegunungan yang buas itu. Bible pun menunjuk kepada penundukan suku-suku pegunungan oleh Nabi Daud a.s.  (II Samuel, bab 5).
      Demikian pula penyanjungan puji-pujian kepada  Allah yang dilakukan oleh burung-burung tidak perlu menimbulkan keheranan. Dan tidak perlu diartikan secara harfiah. Di tempat lain dalam Al-Quran kita baca bahwa semua benda, baik yang hidup atau yang mati, para malaikat, margasatwa, unggas, seluruh langit dan bumi, bahkan kekuatan-kekuatan alam menyanjung dengan puji-pujian kepada Tuhan; hanya manusia tidak dapat mengerti sanjungan-sanjungan mereka itu (QS.13:14; QS.7:45; QS.21:20-21; QS.24:42; QS.59:2; QS.61:2; & QS.64:2).
       Yaitu maknanya adalah  bahwa mereka itu melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan kepada mereka oleh Allah Swt.  dan dengan demikian menampakkan bahwa Tuhan Maha  Pencipta itu sempurna dan sama sekali bebas dari segala kekurangan, kegagalan, dan kelemahan; dan begitu pulalah hasil karya-Nya, itulah makna dari kata sabbaha atau yusabbihu yang digunakan dalam  Al-Quran (QS.57:2; QS.59:2; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).

Makna  Besi Lunak” Bagi Nabi Daud a.s.

      Ungkapan kiasan lainnya yang digunakan Allah Swt. dalam Al-Quran mengenai Nabi Daud a.s. adalah  besi menjadi lunak di tangan Nabi Daud a.s.. . Walau pun hal tersebut dapat diartikan secara harfiyah, tetapi    makna yang hakiki   adalah Allah Swt. telah menganugerahkan kepada Nabi Daud a.s. kemampuan membuat berbagai peralatan perang dari logam, khususnya besi, di antaranya pembuatan baju besi, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا دَاوٗدَ  مِنَّا فَضۡلًا ؕ یٰجِبَالُ اَوِّبِیۡ  مَعَہٗ  وَ الطَّیۡرَ ۚ وَ اَلَنَّا لَہُ  الۡحَدِیۡدَ ﴿ۙ﴾  اَنِ اعۡمَلۡ سٰبِغٰتٍ وَّ قَدِّرۡ فِی السَّرۡدِ وَ اعۡمَلُوۡا صَالِحًا ؕ اِنِّیۡ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ  ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah menganugerahkan karunia dari Kami kepada Daud  dan berfirman: ”Hai  gunung-gunung  dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama dia.” Dan Kami menjadikan besi lunak baginya.  Berfirman: “Buatlah baju rantai yang  cukup panjang serta ukurlah cincin-cincinnya secara tepat, dan berbuatlah amal saleh, sesungguhnya Aku melihat   apa pun yang kamu kerjakan.” (As-Sabā [34]:11-12).
      Ungkapan “Dan Kami menjadikan besi lunak baginya,” menunjukkan, bahwa teknik pembuatan alat-alat perang dari besi  -- yakni industri militer -- sudah sangat dikembangkan oleh Nabi Daud a.s.  dan beliau dengan mudah dapat memfaedahkannya untuk membuat baju-baju besi (zirah), sebagaimana ditampakkan oleh ayat berikutnya., firman-Nya lagi:
وَ عَلَّمۡنٰہُ  صَنۡعَۃَ  لَبُوۡسٍ لَّکُمۡ لِتُحۡصِنَکُمۡ مِّنۡۢ بَاۡسِکُمۡ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ شٰکِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mengajarinya  membuat baju besi  bagi kepentingan kamu supaya dapat melindungi dari pertempuran kamu, maka apakah kamu mau bersyukur? (Al-Anbiyya [21]:81).
      Yang diisyaratkan dalam ayat ini ialah kekuatan militer Nabi Daud a.s. dan tentang keahlian beliau yang besar dalam membuat alat-alat perang dan baju-baju besi. Nabi Daud a.s. menemukan serta mengembangkan berbagai macam alat  senjata yang dengan mempergunakan alat-alat itu beliau memperoleh kemenangan-kemenangan besar. Di masa pemerintahan beliau kerajaan Bani Israil mencapai puncak kekuasaannya. Masa itu merupakan zaman keemasan dalam sejarah Bani Israil.
      Dalam ayat tersebut yang dirujuk mengenai kemampuan membuat “baju besi” adalah Nabi Daud a.s., akan tetapi mengenai manfaat yang diperoleh dari  hasil “ciptaan” Nabi Daud a.s. tersebut  adalah orang banyak – termasuk umat manusia di Akhir Zaman  ini – yang telah mengembangkan “baju besi” ciptaan Nabi Daud a.s. tersebut menjadi peralatan perang canggih.
     Contohnya  adalah berbagai jenis  tank baja, berbagai jenis kapal-perang dari besi, dan berbagai jenis  pesawat tempur canggih, semua itu pada hakikatnya merupakan   baju besi” juga, yang dapat dipergunakan (dipakai) oleh lebih banyak anggota pasukan dalam peperangan. Jadi, betapa benarnya firman Allah Swt. sebelum ini:
وَ عَلَّمۡنٰہُ  صَنۡعَۃَ  لَبُوۡسٍ لَّکُمۡ لِتُحۡصِنَکُمۡ مِّنۡۢ بَاۡسِکُمۡ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ شٰکِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mengajarinya  membuat baju besi  bagi kepentingan kamu supaya dapat melindungi dari pertempuran kamu, maka apakah kamu mau bersyukur? (Al-Anbiya [21]:81).

Makna “Tunduknya Angin” kepada Nabi Sulaiman a.s.

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kebijaksaan yang dilaksanakan Nabi Sulaiman a.s. dalam mengelola wilayah kerajaan Bani Israil yang luas serta menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan  dengan bangsa-bangsa lainnya:
وَ لِسُلَیۡمٰنَ الرِّیۡحَ عَاصِفَۃً تَجۡرِیۡ بِاَمۡرِہٖۤ  اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا ؕ وَ کُنَّا بِکُلِّ  شَیۡءٍ  عٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami menundukkan untuk Sulaiman angin yang kencang, angin itu bertiup atas perintahnya ke arah daerah yang telah Kami berkati di dalamnya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Anbiya [21]:82).
     Nampaknya kapal-kapal niaga Nabi Sulaiman a.s. berlayar di teluk Persia, laut Merah, dan Laut tengah, serta hubungan dagang yang teratur diadakan di antara Paleatina dan negeri-negeri yang letaknya di sekeliling Teluk Persia  dan dua lautan tersebut (I Raja-raja 10:27-29), “bersama-sama dengan Hiram dan Tyre beliau memelihara sejumlah armada  sejumlah kapal yang mampu mengarungi samudera, berniaga dengan jadwal waktu teratur ke pelabuhan-pelabuhan di Laut Tengah, membawa mas, perak, gading, monyet, dan burung-burung merak (I Raja-raja 10:22; 10:27-29; Tawarikh 8:18;  Encyclopaedia Britanica pada kata “Solomon”.
      Dalam ayat ini kata sifat yang dipakai mengenai angin adalah ashifah (kencang/cepat), sedang dalam QS.38:37 kata sifat itu disebut rukha’ (lembut), yang menunjukkan bahwa sekali pun angin bertiup kencang namun tetap lembut dan tidak mendatangkan kerusakan apa pun kepada kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s., karena para nakhoda kapal-kapal niaga Nabi Sulaiman a.s. benar-benar ahli dalam hal  ilmu  pelayaran di samudra.
       Sebelum melanjutkan pembahasan Nabi Sulaiman a.s. berkenaan dengan  makna “ditundukkan-Nya angin” kepada Nabi Sulaiman a.s., penulis  akan membahas lebih luas firman Allah Swt. sebelum ini mengenai makna  kecintaan Nabi Sulaiman a.s. kepada “kuda-kuda perang” dan “keindahan”, fiman-Nya:
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ  سُلَیۡمٰنَ ؕ نِعۡمَ  الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ  اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾  اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾  رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman, seorang hamba yang sangat baik, sesungguhnya ia selalu kembali kepada Kami.  Ketika dihadapkan kepadanya  kuda-kuda yang terbaik pada petang hari  maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena mengingatkan kepada Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di belakang tabir, ia berkata: Bawalah kembali kuda-kuda itu kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap kaki dan leher kuda-kuda itu. (Ash-Shād [38]:31-34).
              
Pasukan Angkatan Perang  Nabi Sulaiman a.s.

  Allah Swt. menganugerahkan kepada Nabi Sulaiman a.s.  kekuasaan dan kekayaan. Beliau memerintah kerajaan Bani Israil yang luas, yang beliau warisi dari Nabi Daud a.s., dan oleh karena itu beliau terpaksa harus mempunyai angkatan perang yang kuat. Tentu saja beliau mempunyai kesukaan yang sangat akan kuda keturunan yang baik, sebab pasukan berkuda (pasukan kavaleri) merupakan satu sayap yang kuat bagi angkatan perang beliau.
  Kegemaran Nabi Sulaiman a.s. akan kuda, bukan seperti kesukaan seorang pencandu berpacu kuda atau seorang peternak kuda profesional. Kegemaran itu timbul hanya karena kecintaan beliau kepada Khaliq-nya, karena kuda-kuda dipakai  beliau untuk berperang di jalan Allah.
 Shāfināt (kuda-kuda yang terbaik) ialah jamak dari shafinah, bentuk muannats dari shafin, yang berarti seekor kuda yang berdiri atas tiga kaki dan pada ujung kuku kaki keempatnya. Berdiri dengan sikap demikian dianggap ciri khas kuda Arab yang dipandang sebagai keturunan kuda terbaik. Jiyād (kuda-kuda yang larinya cepat) itu jamak dari jawād, dan ungkapan farasun jawādun berarti seekor kuda yang larinya kencang (Lexicon Lane).
 Itulah makna ucapan  Nabi Sulaiman a.s.  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ  – “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena meng-ingatkan kepada Tuhan-ku.   Nampaknya Nabi Sulaiman a.s.  sedang menyaksikan suatu pawai berkuda dan guna memperlihatkan kekaguman akan kuda-kuda beliau, maka beliau mengusap-usap leher dan kaki kuda-kuda itu.
  Jadi, betapa luhurnya kisah-kisah  tentang Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. yang dikemukakan Allah Swt. dalam berbagai Surah Al-Quran, yang benar-benar menggambarkan kemuliaan martabat sebagai orang-orang suci utusan (rasul) Allah Swt., dan sekali pun kedua orang Rasul Allah tersebut merupakan raja kerajaan Bani Israil  yang sangat berkuasa, akan tetapi keduanya telah melaksanakan dua macam amanat Allah Swt.  – sebagai rasul Allah dan sebagai raja  --   dengan sempurna.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  28 September    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar