ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 55
Kesempurnaan Tatanan “Kerajaan” Alam Semesta Ciptaan
Allah Swt. &
Para Ilmuwan Ruhani Pembuka “Khazanah
Ruhani” Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai kesempurnaan tatanan alam
semesta kebendaan, demikian juga Al-Quran
pun merupakan alam semesta keruhanian,
di mana tersembunyi khazanah-khazanah
ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia melalui Rasul
Allah dan orang-orang suci sesuai
dengan keperluan zaman, termasuk di Akhir Zaman ini (QS.3:180; QS.56:78-80;
QS.72:27-28; QS.61:10).
Apabila keadaan serta berbagai kemampuan
serta fungsi yang telah ditetapkan (ditakdirkan) Allah Swt. berkenaan berbagai
hal dalam tatanan alam semesta jasmani ini
-- yang merupakan makhluk -- demikian tidak terhingganya, maka
terlebih lagi Allah Swt., Al-Khāliq
(Yang Maha Pencipta), firman-Nya mengenai kesempurnaan tatanan alam
semesta jasmani ciptaan-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ
الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ
الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ
سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ
مِنۡ تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾ ثُمَّ ارۡجِعِ
الۡبَصَرَ کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ
اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ
حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Maha
Berbarkat Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menciptakan kematian dan kehidupan,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya, dan Dia Maha
Perkasa, Maha Pengampun, Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. Engkau tidak akan melihat ketidakselarasan di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka lihatlah
berulang-ulang, apakah engkau
melihat sesuatu cacat? Kemudian pandanglah
untuk kedua kali, penglihatan engkau akan kembali kepada
engkau dengan tunduk dan ia letih, (Al-Mulk [67]:1-5).
Makna ۙ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ
الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا
-- “Yang menciptakan kematian dan kehidupan,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya,” yaitu bahwa hukum
hidup dan mati berlaku di seluruh
alam. Tiap-tiap makhluk-hidup tunduk
kepada kehancuran dan kematian.
Kata “kematian”
di sini seperti juga dalam ayat QS.2:29 dan QS.53:45, disebut sebelum kata “kehidupan.” Alasannya ialah,
rupa-rupanya kematian atau tanpa-wujud itu merupakan keadaan
sebelum ada kehidupan, atau mungkin
karena “mati” itu lebih penting dan lebih besar artinya daripada “hidup,”
karena kematian jasmani manusia membukakan
kepada manusia pintu gerbang kehidupan
kekal dan kemajuan ruhani yang
tidak berhingga di alam akhirat,
sedang kehidupan di dunia ini
hanyalah suatu tempat persinggahan
sementara dan merupakan suatu persiapan
bagi kehidupan kekal lagi abadi di balik kubur.
Itulah sebabnya dikatakan لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ
اَحۡسَنُ عَمَلًا -- “supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya” yakni Allah Swt. telah “mengkhidmatkan” (menundukkan) alam
semesta jasmani ini untuk kepentingan umat
manusia yang merupakan puncak
ciptaan-Nya (QS.31:21; QS.43:14; QS.45:14; QS.22:37), yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt.
(QS.51:57) atau untuk meniru
dan memperagakan Sifat-sifat Tasybihiyyah
Allah Swt. dalam kehidupannya di dunia karena manusia merupakan khalifah (wakil) Allah di muka bumi (QS.6:166; !0:15 & 74; QS.17:71; QS.35:40) dengan memanfaatkan
apa pun yang ada tatanan alam semesta jasmani ini sesuai hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah Swt., baik hukum jasmani (hukum alam) mau pun hukum ruhani (hukum-hukum syariat).
Tantangan Untuk Mencari “Celah Kelemahan” Tatanan Alam Semesta
&
Bagaikan “Lantai Kaca Bening”
Istana Nabi Sulaiman a.s.
Kata thibāq dalam ayat الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا – “Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi”, bersamaan arti dengan thabāq dan dengan
jamaknya athbāq. Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq
bagi sesuatu itu, yakni sesuatu ini berpasangan dengan itu atau sejenis itu dalam ukuran atau mutunya, dan
sebagainya. Thibāq berarti juga tingkat (Lexicon Lane).
Sungguh
menakjubkan ciptaan Allah Swt. itu. Tatasurya yang di dalamnya bumi kita hanya merupakan anggota kecil
itu sangat luas, bermacam-macam dan teratur susunannya, namun demikian tatasurya itu pun hanyalah merupakan
salah satu dari ratusan juta tatasurya
yang beberapa di antaranya jauh lebih besar lagi daripada tatasurya kita ini.
Namun jutaan matahari dan bintang itu
begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di mana-mana menimbulkan keserasian dan keindahan. Adanya tertib
(keteraturan) yang menutupi dan meliputi seluruh tatanan alam itu, jelas
nampak kepada mata tanpa bantuan alat apa pun dan tersebar jauh melewati
jangkauan pandangan yang dibantu oleh segala macam alat dan perkakas yang dunia
ilmu dan teknik telah mampu menciptakannya, benarlah firman-Nya:
وَ السَّمَآءِ ذَاتِ الۡحُبُکِ ۙ﴿﴾ اِنَّکُمۡ لَفِیۡ
قَوۡلٍ مُّخۡتَلِفٍ ۙ﴿﴾ یُّؤۡفَکُ
عَنۡہُ مَنۡ اُفِکَ ﴿ؕ﴾
Dan demi langit yang memiliki jalur-jalur,
sesungguhnya
kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda
pendapat, dipalingkan
darinya siapa yang dipalingkan.
(Adz-Dzāriyāt [51]:7-9).
Hubuk
atau jalur-jalur atau jalan-jalan
tempuhan langit adalah orbit-orbit
(alur peredaran) planet-planet, komet-komet, dan bintang-bintang, yang menaburi
ruang antariksa. Badan-badan langit
itu terapung-apung di orbit mereka masing-masing dan melakukan tugas mereka dengan teratur, cermat, dan
tidak pernah keliru, tanpa saling melanggar ruang
gerak masing-masing, dan secara serempak membentuk suatu struktur dan gerakan yang amat serasi.
Kenyataan bahwa langit penuh
dengan jalur-jalur serupa itu — tempat planet-planet dan bintang-bintang
beredar — merupakan suatu penemuan atau
pernyataan yang ditampilkan Al-Quran
kepada dunia pada saat tatkala orang mempercayai bahwa formasi langit itu padat
dan menyatakan bahwa “bumi” -- bukan matahari -- merupakan pusat alam semesta
Makna ayat اِنَّکُمۡ لَفِیۡ قَوۡلٍ
مُّخۡتَلِفٍ -- “sesungguhnya kamu
benar-benar dalam keadaan berbeda-beda
pendapat”, kebenaran agung dalam ilmu
falak, seperti terungkap dalam ayat sebelumnya menjurus kepada kesimpulan, bahwa Al-Quran
adalah Kalam (firman/wahyu) Allah Swt., dan
bahwa terdapat kesatuan tujuan dan keserasian dalam karya Tuhan Pencipta
dan Pemelihara (Rabb) tatanan
alam semesta ini, namun demikian ahli-ahli
filsafat duniawi menyusun teori-teori
muluk-muluk, meraba-raba, dan mengarungi dugaan
dan terkaan yang lemah dasarnya tidak
mau percaya kepada Kalamullāh dan rasul-Nya, yakni Nabi Besar Muhammad
saw..
Namun demikian, tatanan alam
semesta jasmani yang demikian mengagumkan
serta sempurna tersebut – dan
memiliki khazanah pengetahuan yang tak terhingga – tetapi
pada hakikatnya merupakan benda-benda
mati belaka, seperti “lantai kaca
bening” istana yang dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s., yang disangka oleh Ratu Saba seperti air
yang mengalir deras, padahal aliran
air tersebut ada di bawah “lantai
kaca bening” istana tersebut (QS.27:45)
dan hanya orang-orang berakal -- sajalah yang akan mampu “melihat” keberadaan
Allah Swt., Sang Maha Pencipta tatanan
alam semesta tersebut melalui berbagai
Tanda-tanda yang berada di
dalamnya (QS.3:191-195).
Al-Quran
Merupakan “Kitab Catatan Amal” Umat Manusia
Di Akhir
Zaman ini, sebagaimana
diketemukannya berbagai pengetahuan baru dari berbagai khazanah tak terbatas yang terkandung dalam tatanan alam semesta jasmani, maka untuk mengimbanginya keadaan yang sama
pun terjadi juga di dalam alam keruhanian
berupa dibukakannya khazanah-khazanah baru yang dikandung dalam Al-Quran.
Perlu
diketahui, bahwa untuk membukakan rahasia
baru dari kandungan khazanah ilmu pengetahuan duniawi, tidak diperlukan
syarat ketakwaan untuk menemukakan hal-hal
baru khazanah ilmu pengetahuan alam jasmani tersebut, bahkan sekali pun
para ilmuwan yang menggeluti pengetahuan duniawi tersebut menganut paham Atheisme sekali pun, sampai batas tertentu mereka akan dapat
menemukan hal-hal baru yang juga dilakukan oleh para ilmuwan yang menganut suatu agama
tertentu.
Bukti
mengenai hal tersebut adalah mengenai diketemukannya peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) sebagai awal
terciptanya tatanan alam semesta jasmani ini, Allah Swt. dalam Al-Quran telah
mengemukakan hal tersebut kepada orang-orang yang justru menentang Al-Quran atau menentang
agama Islam dan Nabi Besar Muhammad
saw., firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat bahwa seluruh
langit dan bumi keduanya dahulu
suatu massa yang menyatu
lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.
Tidakkah mereka mau beriman? (Al-Anbiyya
[21]:31).
Yang
dimaksud dengan “orang-orang kafir” dalam ayat adalah mereka yang menentang Nabi Besar Muhammad saw. dan agama Islam (Al-Quran), mereka diberitahu
bahwa sebelum apa yang mereka banggakan tentang peristiwa “Big Bang” (Ledakan Besar) berkenaan prediksi mereka mengenai proses awal penciptaan alam semesta beberapa waktu lalu, jauh
sebelumnya Al-Quran sejak awal pun telah
mengisyaratkan mengenai hal tersebut.
Demikian pula mengenai berbagai “penemuan baru” lainnya yang mereka banggakan sebagai
hasil usaha mereka pun, semuanya itu
jauh sebelumnya telah tercantum dalam Al-Quran – contohnya
mengenai alat perekam -- Al-Quran
telah mengemukakan hal itu mengenai “rekaman
amal” manusia yang akan diminta pertanggungjawaban
oleh Allah Swt. (QS.17:37; QS.24:25; QS.36:66; QS.41:21-23). Penemuan mereka
itu justru menolak faham “penebusan
dosa” melalui “kematian terkutuk” Yesus Kristus di atas tiang salib yang mereka percayai.
Begitu juga berbagai ekspedisi mereka ke ruang
angkasa pun dengan segala keberhasilan dan kegagalan yang mereka
alami, Al-Quran hampir 15 abad lalu
telah mengisyaratkankannya, firman-Nya:
یٰمَعۡشَرَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ
اِنِ اسۡتَطَعۡتُمۡ اَنۡ
تَنۡفُذُوۡا مِنۡ اَقۡطَارِ السَّمٰوٰتِ
وَ الۡاَرۡضِ فَانۡفُذُوۡا ؕ لَا
تَنۡفُذُوۡنَ اِلَّا بِسُلۡطٰنٍ
﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾ یُرۡسَلُ عَلَیۡکُمَا شُوَاظٌ مِّنۡ نَّارٍ ۬ۙ
وَّ نُحَاسٌ فَلَا تَنۡتَصِرٰنِ ﴿ۚ﴾
Hai golongan jin dan ins (manusia)! Jika kamu memiliki
kekuatan untuk menembus batas-batas seluruh langit dan bumi maka tembuslah, namun kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan)
kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? Akan dikirimkan kepada kamu berdua nyala api, dan leburan tembaga, lalu kamu
berdua tidak akan dapat menolong diri sendiri (Al-Rahmān [55]:34-36).
Akan datang masanya ketika mereka yang
sebelumnya merupakan penentang keras
Nabi Besar Muhammad Saw. dan Al-Quran akan mengakui kebenaran pendakwaan kenabian
beliau saw. dan kesempurnaan agama Islam
(Al-Quran), sebab terbukti apa pun yang tercantum dalam Al-Quran amal mereka sendiri yang membuktikan kebenarannya, firman-Nya:
وَ وُضِعَ الۡکِتٰبُ فَتَرَی
الۡمُجۡرِمِیۡنَ
مُشۡفِقِیۡنَ مِمَّا فِیۡہِ وَ یَقُوۡلُوۡنَ یٰوَیۡلَتَنَا
مَالِ ہٰذَا الۡکِتٰبِ لَا یُغَادِرُ
صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً اِلَّاۤ اَحۡصٰہَا ۚ وَ وَجَدُوۡا مَا عَمِلُوۡا حَاضِرًا ؕ وَ لَا یَظۡلِمُ رَبُّکَ
اَحَدًا ﴿٪﴾
Dan kitab amalannya akan
diletakkan di hadapan mereka, maka engkau akan melihat orang-orang yang berdosa itu ketakutan dari apa yang ada di dalamnya itu, dan
mereka akan berkata: "Aduhai celakalah kami! Kitab apakah ini? Ia tidak
me-ninggalkan sesuatu, baik yang kecil
maupun yang besar melainkan telah mencatatnya." Dan mereka menjumpai apa yang telah mereka kerjakan itu berada di hadapan mereka, dan Rabb (Tuhan) engkau tidak menzalimi seorang pun. (Al-Kahf
[18]:50). Lihat pula QS.3:30-31; QS.39:70; QS.99:1-9.
Pentingnya
Memiliki Ketakwaan dan Kesucian
Kalbu
Jadi, berbeda dengan cara
menemukan ilmu pengetahuan baru
dari khazanah
tak terhingga yang terdapat di alam
semesta jasmani ini, cara untuk memperoleh
berbagai rahasia baru yang
terkandung dalam khazanah Al-Quran
memerlukan syarat yang sangat
mendasar, yaitu ketakwaan
kepada Allah Swt. dan kepatuh-taatan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:1-6; QS.3:20; 32, 86; QS.4:70-71),
yakni harus memiliki kesucian jiwa sebagai hasil
dari mengamalkan Al-Quran sebagaimana
yang dicontohkan Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.33:22). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ
النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ اِنَّہٗ
لَقَسَمٌ لَّوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ
کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ
مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ
اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ
تَجۡعَلُوۡنَ رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu benar-benar
Al-Quran yang
mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara,
yang tidak dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan, wahyu yang
diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh
alam. Maka apakah terhadap
firman ini kamu menganggap sepele? Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya
sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah
[56]:76-83).
Makna ayat لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “yang tidak
dapat menyentuh-nya kecuali orang-orang
yang disucikan,” yaitu
bahwa hanya orang yang bernasib baik sajalah yang diberi pengertian mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara
menjalani kehidupan bertakwa lalu
meraih kebersihan hati dan dimasukkan
ke dalam alam rahasia ruhani makrifat
Ilahi, yang tertutup bagi
orang-orang yang hatinya tidak bersih.
Para “Ilmuwan Ruhani” yang Datang Dari “Langit” n&
Pengawalan Para “Malaikat”
Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita
hendaknya jangan menyentuh atau
membaca Al-Quran sementara keadaan
fisik kita tidak bersih. Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan Rasul
Allah (QS.7:35-37), yang kepadanya
Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia
gaib-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ
مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ
لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di
dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu ganjaran
yang besar. (Āli ‘Imran [3]:180).
Lebih terinci lagi alasan Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia
gaib-Nya teritama hanya kepada Rasul Allah, firman-Nya lagi:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia
tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya
kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka
sesungguhnya baris-an pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya,
supaya Dia mengetahui
bahwa sungguh mereka
telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (Al-Jin
[72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar
‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara
berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa
dan kejadian yang sangat penting.
Makna ayat یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا --
“sesungguhnya barisan pengawal berjalan
di hadapannya dan di belakangnya” Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat
dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang
dibukakan kepada seorang rasul Allah dengan rahasia-rahasia
gaib yang dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar
‘ala al-ghaib yakni penguasaan
atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati
kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak
begitu terpelihara.
Makna ayat لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ -- “supaya Dia mengetahui bahwa mereka telah
menyampaikan Amanat-amanat Tuhan mereka.”
Wahyu rasul-rasul Allah itu
dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh
mereka.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar