ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 50
Malaikat-malaikat Sebagai “Ruh” Tatanan Alam Semesta Jasmani & Hakikat Sumpah Allah Swt. dalam Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab 44
dan 47 dan juga dalam Bab sebelum ini
telah dikemukakan mengenai kesinambungan
pengutusan para rasul di kalangan para malaikat dan juga dari kalangan manusia untuk kepentingan umat manusia,
firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ
رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah
Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj
[22]:76).
Firman Allah Swt. itu pun, sesuai dengan
firman Allah Swt. dalam QS.7:35-37 mengenai kesinambungan pengutusan para Rasul Allah
dari kalngan Bani Adam, menyangkal
faham keliru lā nabiyya ba’dahū –
“tidak ada lagi nabi sesudahnya” (sesudah Nabi Besar Muhammad saw.), sebab kalimat
یَصۡطَفِی
adalah bentuk fi’il mudhari yakni
bentuk pekerjaan “telah, sedang, dan akan”, artinya adalah “senantiasa
memilih”, yakni Allah Swt. senantiasa memilih para rasul-Nya dari kalangan para malaikat maupun dari kalangan manusia.
Ada pun mengenai kepatuh-taatan para malaikat dalam melaksanakan kewajiban atau tugas yang telah ditetapkan Allah Swt. kepada mereka, Allah Swt.
berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ
وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ
قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari Api,
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At-Tahrīm
[66]:7).
Macro Cosmos dan Micro Cosmos
Dengan demikian jelaslah bahwa para malaikat itu pada hakikatnya merupakan “ruh” bagi tatanan alam semesta,
yang menyebabkan segala sesuatu
dalam tatanan alam semesta ini
melaksanakan fungsinya
sebagaimana telah ditetapkan Allah
Swt. tujuan diciptakannya, sesuai dengan
Kehendak-Nya. Sebagaimana halnya hubungan antara “ruh”
manusia dengan tubuh jasmaninya.
Atau dengan kata lain, bahwa para malaikat itu adalah para pelaksanaan
Kehendak Allah Swt., apa pun yang dikehendaki
atau yang diperintahkan Allah
Swt. mengenai sesuatu hal maka sesuai
dengan itu pulalah para malaikat
melaksanakannya.
Dengan demikian hubungan para malaikat dengan berfungsinya tatanan alam
semesta jasmani tersebut memiliki kesejajaran dengan hubungan ruh manusia dengan berfungsinya seluruh bagian tubuh
jasmaninya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tatanan alam semesta jasmani itu
merupakan macro cosmos sedangkan manusia itu merupakan micro cosmos.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah, di
dalam Al-Quran terdapat berbagai sumpah
Allah Swt. untuk mengemukakan suatu kebenaran berkenaan dengan berbagai kemampuan sempurna yang telah ditanamkan
Allah Swt. pada diri setiap manusia -- baik dari segi jasmani maupun dari segi akhlak
dan ruhani – telah menjadikan
beberapa benda di alam semesta jasmani ini sebagai “saksi”
sumpahnya, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا
۪ۙ﴿﴾ وَ الۡقَمَرِ اِذَا
تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ النَّہَارِ اِذَا
جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾
وَ
السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا
طَحٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ نَفۡسٍ وَّ مَا
سَوّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ فَاَلۡہَمَہَا
فُجُوۡرَہَا وَ تَقۡوٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ قَدۡ اَفۡلَحَ
مَنۡ زَکّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ قَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰىہَا ﴿ؕ﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi
matahari dan sinarnya di pagi hari, dan demi bulan apabila ia mengikutinya, dan demi siang apabila ia
menzahirkan kemegahannya, dan demi malam apabila ia menutupinya, dan demi langit dan pembinaannya,
dan demi bumi dan penghamparannya, dan demi jiwa dan penyempur-naannya, maka Dia
mengilhamkan kepadanya keburukan-keburukannya
dan ketakwaannya. Sungguh
beruntunglah orang yang mensucikannya, dan sungguh binasalah orang
yang mengotorinya. (Asy-Syams
[91]:1-11).
Makna “Sumpah” Allah Swt. dalam Al-Quran
Sumpah-sumpah Allah Swt. dalam
Al-Quran mengandung makna yang mendalam. Hukum
Allah menampakkan dua segi perbuatan-Nya, yaitu yang nyata dan yang tersirat.
Segi pertama (yang nyata) dapat diketahui dengan mudah, tetapi dalam memahami
yang terakhir (yang tersirat) ada kemungkinan bisa keliru. Dalam sumpah-sumpah-Nya
mengenai hal-hal yang tersirat, Allah Swt. menarik perhatian kita kepada apa yang dapat disimpulkan dan benda yang nyata.
Dalam sumpah-sumpah
tersebut pada ayat-ayat 2-7, matahari
dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi, termasuk “yang nyata” – karena khasiat-khasiat benda-benda tersebut pada ayat-ayat ini telah dimaklumi (diketahui) serta diakui secara umum. Namun khasiat-khasiat serupa yang terdapat
pada ruh manusia “tidak nyata”. Untuk
membawa kepada kesimpulan mengenal adanya khasiat-khasiat
dalam ruh manusia maka Allah Swt. telah
menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang
nyata itu sebagai saksi.
Huruf wau
berarti: juga; maka; sedangkan;
sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf
itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali;
kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku
kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid
dan Lexicon Lane). Wau
telah dipakai dalam ayat ini dan
dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,”
atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
Dalam
Al-Quran Allah Ta’ala telah bersumpah
atas nama wujud-wujud atau benda-benda tertentu atau telah menyebut wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi.
Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah
dan bersumpah dengan nama Allah maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup
atau menambah bobot atau meyakinkan pernyataannya.
Dengan
berbuat demikian ia memanggil Allah Swt.
sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang benar bila tidak ada orang lain dapat
memberikan persaksian atas kebenaran pernyataannya. Tetapi tidaklah
demikian halnya dengan sumpah-sumpah
Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang dibuatnya itu
tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan
belaka melainkan dengan dalil kuat
yang terkandung dalam sumpah itu
sendiri.
Kadang-kadang
sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan
sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum
ruhani dari apa yang nyata.
Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah
menyatakan suatu nubuatan yang dengan
menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran
Al-Quran.
Matahari dan Bulan Alam Ruhani
Demikianlah
halnya dalam firman-Nya sebelum ini وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا -- Demi matahari
dan sinarnya di pagi hari”, penyebutan
“matahari” dalam ayat ini dapat
menunjuk kepada matahari alam ruhani
– yaitu Nabi Besar Muhammad saw. –
yang merupakan sumber seluruh cahaya ruhani dan yang akan
terus-menerus menyinari dunia sampai Akhir
Zaman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ
اِنَّاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ
مُبَشِّرًا وَّ نَذِیۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ
دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ بِاِذۡنِہٖ وَ
سِرَاجًا مُّنِیۡرًا ﴿﴾ وَ بَشِّرِ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا کَبِیۡرًا ﴿﴾
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan sebagai penyeru kepada Allāh dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya.
Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang beriman bahwa sesungguhnya bagi mereka ada karu-nia yang besar dari Allah. (Al-Ahzāb [33]:46-48).
Sebagaimana matahari merupakan titik-pusat
alam semesta jasmani, begitulah pribadi
Nabi Besar Muhammad saw. pun merupakan titik-pusat
alam keruhanian. Beliau saw. merupakan matahari
dalam jumantara nabi-nabi dan mujaddid-mujaddid, yang seperti sekalian
banyak bintang dan bulan berkeliling di sekitar Nabi Besar
Muhammad saw. dan meminjam cahaya
dari beliau saw.. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah
bersabda: “Sahabat-sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang yang begitu banyak; siapa pun di antara mereka kamu
ikut, kamu akan mendapat petunjuk” (Tafsir
Shaghir).
Jika hubungannya dengan Allah Swt. sebagai Sumber “Nur”
(Cahaya) yang hakiki (QS.24:36),
maka “bulan” dapat juga menunjuk
kepada Nabi Besar Muhammad saw.. sebab
beliau saw. menerima cahaya dari Allah
Swt. dan menyebarkan cahaya itu ke persada alam ruhani yang gelap itu.
Atau kata “bulan” itu dapat pula menunjuk kepada para wali Allah dan para Imam Zaman yang muncul disetiap abad – khususnya kepada wakil agung beliau saw. di Akhir Zaman ini yaitu Al-Masih
Mau’ud a.s. – yakni MIrza Ghulam
Ahmad a.s. (QS.62:3-4). – yang akan menerima cahaya kebenaran dari Nabi
Besar Muhammad saw. serta menyiarkannya
ke dunia untuk menghilangkan kegelapan
akhlak dan ruhani yang kembali
terjadi di Akhir Zaman ini (QS.30:42).
Pengutusan Rasul Akhir Zaman
-- yang merupakan “bulan purnama” alam
keruhanian tersebut terjadi pada akhir abad 13 dan awal abad 14, sama seperti halnya kemunculan bulan purnama di alam semesta jasmani yaitu pada tanggal
13, 14 dan 15 setiap bulannya.
Masa Kejayaan Islam dan Kemunduran
Islam yang Pertama
“Siang” dapat menunjuk kepada masa tatkala
Amanat Islam serta kebenaran Pendirinya, Nabi Besar
Muhammad saw., ditegakkan serta dasar-dasar telah ditegakkan untuk penyebarluasannya
di dunia. Isyarat yang terkandung di dalam ayat ini mungkin tertuju kepada masa
Khulafaur-Rasyidin, ketika cahaya Islam memancar dengan segala kemegahan dan kejayaannya yang pertama selama 3 abad.
“Malam” dapat menunjuk kepada masa kemunduran dan kemerosotan akhlak dan ruhani orang-orang Islam ketika cahaya Islam telah tersembunyi dari mata
dunia setelah 3 abad masa kejayaan yang
pertama, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ
اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.
(As-Sajdah [32]:6).
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan
akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam
akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad
terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad
sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang
tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung
dalam masa 1000 tahun (10 abad) berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah,
telah diisyaratkan dengan kata-kata ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ
فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ -- “Kemudian perintah itu akan
naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
Dalam hadits lain -- sehubungan diwahyukan-Nya Surah Al-Jumu’ah
ayat 3-4 – sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Nabi Besar Muhammad saw. pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang
Tsuraya, dan seseorang dari keturunan
Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari,
Kitab-ut-Tafsir).
Dengan kedatangan Al-
Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. pada abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemunduran umat Islam telah
terhenti dan kebangkitan Islam
kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ
اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shad
[61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena
untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab
di zaman beliau semua agama muncul
dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Empat Kurun Masa Perjalanan Islam
Jadi, keempat ayat ini (2-5) menunjuk kepada empat kurun masa perjalanan Islam yang penuh
peristiwa itu, yaitu:
(1) masa Nabi Besar Muhammad saw. sendiri, ketika Matahari Ruhani (Nabi Besar Muhammad saw.) sedang memancar dengan
sangat megahnya di cakrawala ruhani;
(2) masa wakil agung
beliau, yaitu, Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., ketika
nur (cahaya) yang diperoleh dari Nabi
Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman
ini dipantulkan ke suatu dunia yang gelap guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua (QS.61:10).
(3) Masa para khalifah (masa Khulafaur-Rasyidin,)
Nabi Besar Muhammad saw. (ketika
cahaya Islam masih tetap
berkilau-kilauan dan,
(4) masa ketika kegelapan
ruhani telah meluas ke seluruh dunia yang terjadi sesudah lewat 3 abad pertama kejayaan Islam.
Huruf mā
dalam ayat وَ السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا -- “Demi langit dan binaannya” ini
dan dalam dua ayat berikutnya adalah masdariyah atau berarti alladzi,
yakni “ia yang”. Dengan demikian dalam
ayat-ayat ini perhatian telah dipusatkan pada Sang Perencana dan Sang Arsitek
Agung alam semesta ini atau pada penyempurnaan alam semesta serta kebebasannya yang penuh dari setiap macam cacat dan kekurangan.
Ayat وَ نَفۡسٍ وَّ مَا سَوّٰىہَا -- (Demi jiwa
dan penyempurnaannya) ini berarti bahwa semua khasiat yang dipersembahkan benda-benda langit seperti matahari,
bulan, dan lain-lain dalam rangka melayani makhluk-makhluk Allāh dan yang
mengenai kenyataan itu telah disebutkan dalam ayat 10, memberi kesaksian bahwa
manusia telah dianugerahi sifat-sifat serupa itu dalam derajat lebih tinggi.
Jadi, sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, bahwa pada hakikatnya,
manusia adalah micro cosmos ( alam
semesta ukuran kecil) dan dalam dirinya
ditampilkan dalam skala kecil segala
sesuatu yang terwujud di alam semesta, yakni:
(1) Bagaikan matahari ia memancarkan cahayanya ke alam dunia serta meneranginya
dengan kilauan cahaya hikmah dan ilmu.
(2) Penaka bulan ia memencarkan kembali cahaya kasyaf, ilham, dan wahyu yang dipinjamnya dari Sumber Asli lagi agung, untuk ditujukan kepada mereka yang bermukim di dalam kegelapan.
(3) Ia terang benderang laksana siang hari dan menunjukkan jalan kebenaran dan kebajikan.
(4) Bagaikan malam ia menutupi keaiban dan kesalahan amal orang-orang lain, meringankan beban mereka, dan memberikan istirahat kepada si lelah dan si letih.
(5) Seperti langit ia menaungi setiap jiwa yang bersusah hati dan menghidupkan bumi yang telah mati dengan hujan yang member kesegaran.
(6) Laksana bumi ia menyerahkan diri dengan segaa kerendahan untuk diinjak-injak di bawah telapak kaki orang-orang, sebagai percobaan (ujian) bagi mereka, dan dari ruhnya yang telah disucikan itu tumbuhlah dengan berlimpah-ruah bermacam-macam pohon nilmu pengetahuan dan kebenaran tempat lain untuk menyampaikan Amanat Ilahi.
(2) Penaka bulan ia memencarkan kembali cahaya kasyaf, ilham, dan wahyu yang dipinjamnya dari Sumber Asli lagi agung, untuk ditujukan kepada mereka yang bermukim di dalam kegelapan.
(3) Ia terang benderang laksana siang hari dan menunjukkan jalan kebenaran dan kebajikan.
(4) Bagaikan malam ia menutupi keaiban dan kesalahan amal orang-orang lain, meringankan beban mereka, dan memberikan istirahat kepada si lelah dan si letih.
(5) Seperti langit ia menaungi setiap jiwa yang bersusah hati dan menghidupkan bumi yang telah mati dengan hujan yang member kesegaran.
(6) Laksana bumi ia menyerahkan diri dengan segaa kerendahan untuk diinjak-injak di bawah telapak kaki orang-orang, sebagai percobaan (ujian) bagi mereka, dan dari ruhnya yang telah disucikan itu tumbuhlah dengan berlimpah-ruah bermacam-macam pohon nilmu pengetahuan dan kebenaran tempat lain untuk menyampaikan Amanat Ilahi.
Itulah
beberapa bukti mengenai adanya
kesejajaran atau persamaan antara hubungan para malaikat sebagai “ruh” bagi tatanan alam semesta jasmani dengan
ruh manusia sebagai
energi atau “motor penggerak” tubuh
jasmani manusia.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13 Oktober
2013
aslmkum< tuan apa kbr?sy mampir bentar di blog tuan< sdang cari referenci malaikat dan alam semesta
BalasHapus