Kamis, 17 Oktober 2013

Hubungan 'Arasy yakni Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah Swt. dengan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 49
   Hubungan  ‘Arasy    yakni Sifat-sifat Tanzihiyyah   Allah Swt. dengan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya   

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D

alam   Bab  44 dan 47  dan juga dalam Bab sebelum ini telah dikemukakan  mengenai  tatanan alam semesta jasmani  yang merupakan bagian dari “kerajaan” Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّ رَبَّکُمُ اللّٰہُ الَّذِیۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِیۡ سِتَّۃِ اَیَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ ۟ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ یَطۡلُبُہٗ حَثِیۡثًا ۙ وَّ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ وَ النُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۭ بِاَمۡرِہٖ ؕ اَلَا لَہُ  الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَکَ اللّٰہُ رَبُّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  
Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah Yang  menciptakan seluruh langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam   di atas 'Arasy. Dia menjadikan malam  menutupi siang yang mengejarnya dengan cepat, dan Dia menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, penciptaan dan perintah adalah wewenang-Nya. Maha Berberkat  Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam. (Al-‘Āraf [7]:55).

Makna Allah Swt. “Bersemayam di Atas ‘Arasy” &
Makna Perbedaan Banyaknya   Sayap” Para Malaikat 

Dalam ayat  tersebut dikemukakan bahwa setelah   proses penciptaan alam semesta jasmani, selanjutnya Allah Swt. berfirman ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ --  kemudian Dia bersemayam   di atas 'Arasy.  Ayat  ini memberi petunjuk  mengenai cara membangun suatu tatanan kerajaan -- atau pun suatu perusahaan  -- agar berjalan lancar serta sukses.
Yakni seorang raja atau pemimpin pemerintahan  atau  pun  pemimpin perusahaan, akan sukses dalam menjalankan roda “pemerintahan” di kerajaan atau di perusahaan yang dipimpinnya,    apabila ia berhasil meniru dan mengamalkan sifat  Rabbubiyyat Allah Swt. -- yaitu melalui proses  hukum “sebab-akibat” secara berkesinambungan sesuai makna kata rabb -- Allah  Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini  lengkap dengan keberadaan para pengkhidmat dalam “kerajaan-Nya” tersebut, yaitu  berupa para malaikat yang diperintahkan Allah Swt. melaksanakan berbagai tugas (pekerjaan) yang telah ditetapkan bagi mereka masing-masing, sebagaimana firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا اُولِیۡۤ  اَجۡنِحَۃٍ مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ یَزِیۡدُ فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Segala puji milik Allah Yang menciptakan seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan yang bersayap dua, tiga  dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Fāthir [35]:2).
     Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah jamak dari malak,  diserap dari malaka, yang berarti: ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya  ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan (rasul-rasul) Allah dan   para pembaharu samawi (mushlih Rabbani).
 Kepada malaikat-malaikat dipercayakan menjaga, mengatur, dan mengawasi segala urusan yang berlaku di alam jasmani (QS.79:6). Inilah tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada mereka. Tugas mereka yang lain dan yang lebih berat yaitu  melaksanakan perintah dan kehendak Allah Swt.   kepada rasul-rasul-Nya. Malaikat-malaikat pembawa wahyu Ilahi menampakkan serentak dua, tiga, atau empat sifat Ilahi, dan ada pula malaikat lain, yang bahkan menjelmakan lebih banyak lagi dari sifat-sifat Ilahi itu.

Perbedaan Kemampuan dan Tugas Para Malaikat &
Para Malaikat Merupakan “Ruh” Tatanan Alam Semesta

 Karena ajnihah merupakan lambang kekuatan dan kemampuan (Lexicon Lane), ayat ini mengandung arti,  bahwa malaikat-malaikat itu memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka masing-masing.
 Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada yang lain. Malaikat Jibril a.s.  adalah penghulu semua malaikat  karena itu pekerjaan mahapenting  yakni  menyampaikan wahyu Ilahi kepada para rasul Allah, diserahkan kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan dan pengawasannya. (QS.98-101). Dalam Al-Quran disebutkan bahwa nama lain dari Malaikat Jibril a.s. adalah Rūhul-qudus    (QS.2:88, 254; QS.5:111; QS.16:103) dan Rūhul-Amīn (QS.26:194).
   Berikut firman Allah Swt. mengenai kesinambungan pengutusan  para rasul di kalangan para malaikat  dan juga dari kalangan manusia untuk kepentingan umat manusia, firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾    
Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj [22]:76).
  Mengenai kepatuh-taatan para malaikat  dalam melaksanakan kewajiban atau tugas yang telah ditetapkan Allah Swt. kepada mereka, Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا قُوۡۤا  اَنۡفُسَکُمۡ  وَ اَہۡلِیۡکُمۡ  نَارًا وَّ قُوۡدُہَا  النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ  عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ  غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ مَاۤ  اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا  یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrīm [66]:7).
       Dengan demikian jelaslah bahwa para malaikat itu pada hakikatnya  merupakan “ruh” bagi tatanan alam semesta,  yang menyebabkan  segala sesuatu dalam  tatanan alam semesta ini  melaksanakan fungsinya sebagaimana telah ditetapkan Allah Swt. tujuan diciptakannya,  sesuai dengan Kehendak-Nya. Sebagaimana halnya  hubungan antara  ruh” manusia dengan tubuh jasmaninya.
      Atau dengan kata lain,  bahwa para malaikat itu adalah para pelaksanaan Kehendak Allah Swt., apa pun yang dikehendaki atau yang diperintahkan Allah Swt.  mengenai sesuatu hal  maka sesuai dengan itu pulalah para malaikat melaksanakannya.
       Dengan demikian hubungan para malaikat dengan berfungsinya tatanan alam semesta jasmani tersebut memiliki kesejajaran dengan hubungan ruh manusia dengan berfungsinya seluruh bagian tubuh jasmaninya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tatanan alam semesta jasmani  itu merupakan macro cosmos sedangkan manusia itu merupakan micro cosmos.
     Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah, di dalam Al-Quran terdapat berbagai sumpah Allah Swt. untuk mengemukakan suatu kebenaran  berkenaan dengan berbagai kemampuan sempurna yang telah ditanamkan Allah Swt. pada diri  setiap manusia  -- baik dari segi jasmani maupun dari segi akhlak dan ruhani – telah menjadikan beberapa benda di alam semesta jasmani sebagai “saksi” sumpahnya, firman-Nya: 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا ۪ۙ﴿﴾   وَ الۡقَمَرِ  اِذَا  تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾   وَ النَّہَارِ  اِذَا  جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾   وَ الَّیۡلِ  اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا ۪ۙ﴿﴾  وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا طَحٰہَا ۪ۙ﴿﴾  وَ نَفۡسٍ وَّ مَا سَوّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾  فَاَلۡہَمَہَا فُجُوۡرَہَا وَ تَقۡوٰىہَا ۪ۙ﴿﴾  قَدۡ  اَفۡلَحَ  مَنۡ  زَکّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾  وَ  قَدۡ خَابَ مَنۡ  دَسّٰىہَا ﴿ؕ﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Demi matahari dan sinarnya di pagi hari,  dan demi bulan  apabila ia mengikutinya,   dan demi siang
apabila ia menzahirkan kemegahannya,   dan demi malam  apabila ia menutupinya, dan demi langit dan pembinaannya, dan demi bumi dan penghamparannya, dan demi jiwa dan penyempur-naannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya keburukan-keburukannya dan ketakwaannya.  Sungguh  beruntunglah orang yang mensucikannya,  dan sungguh binasalah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams [91]:1-11).

Makna “Sumpah” Allah Swt. dalam Al-Quran

  Sumpah-sumpah dalam Al-Quran mengandung makna yang mendalam. Hukum Allah menampakkan dua segi perbuatan-Nya,  yaitu yang nyata dan yang tersirat. Segi pertama dapat diketahui dengan mudah, tetapi dalam memahami yang terakhir ada kemungkinan bisa keliru. Dalam sumpah-sumpah-Nya, Allah Swt. menarik perhatian kita kepada apa yang dapat disimpulkan dan benda yang nyata.
Dalam sumpah-sumpah tersebut pada ayat-ayat 2-7, matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi, termasuk “yang nyata” – karena khasiat-khasiat benda-benda tersebut pada ayat-ayat ini telah dimaklumi serta diakui secara umum. Namun khasiat-khasiat serupa yang terdapat pada ruh manusia “tidak nyata”. Untuk membawa kepada kesimpulan mengenal adanya khasiat-khasiat dalam ruh manusia maka Allah Swt.   telah menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang nyata itu sebagai saksi.
  Huruf wau berarti:  juga; maka; sedangkan; sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali; kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid dan Lexicon Lane). Wau telah dipakai dalam ayat ini dan dalam dua ayat berikutnya dalam arti “demi,” atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
Dalam Al-Quran Allah Ta’ala telah bersumpah atas nama wujud-wujud atau benda-benda tertentu atau telah menyebut wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi. Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah dan bersumpah dengan nama Allāh maka tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup atau menambah bobot atau meyakinkan pernyataannya.
Dengan berbuat demikian ia memanggil Allah Swt. sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang benar bila tidak ada orang lain dapat memberikan persaksian atas kebenaran pernyataannya. Tetapi tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah Al-Quran. Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang dibuatnya itu tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan belaka melainkan dengan dalil kuat yang terkandung dalam sumpah itu sendiri.
Kadang-kadang sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan sendirinya menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani dari apa yang nyata. Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah menyatakan suatu nubuatan yang dengan menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran Al-Quran. Demikianlah halnya di sini.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  12 Oktober    2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar