ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 49
Hubungan ‘Arasy yakni Sifat-sifat Tanzihiyyah Allah
Swt. dengan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab 44
dan 47 dan juga dalam Bab sebelum ini
telah dikemukakan mengenai tatanan alam semesta jasmani yang
merupakan bagian dari “kerajaan”
Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّ رَبَّکُمُ اللّٰہُ
الَّذِیۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِیۡ سِتَّۃِ اَیَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰی
عَلَی الۡعَرۡشِ ۟ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ یَطۡلُبُہٗ حَثِیۡثًا ۙ وَّ
الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ وَ النُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۭ بِاَمۡرِہٖ ؕ اَلَا لَہُ الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَکَ اللّٰہُ
رَبُّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah Yang menciptakan seluruh langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arasy.
Dia menjadikan malam menutupi siang yang mengejarnya dengan cepat, dan Dia menciptakan matahari, bulan, dan bintang-bintang
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, penciptaan dan perintah adalah wewenang-Nya.
Maha Berberkat Allah, Rabb (Tuhan)
seluruh alam. (Al-‘Āraf [7]:55).
Makna
Allah Swt. “Bersemayam di Atas ‘Arasy”
&
Makna
Perbedaan Banyaknya “Sayap”
Para Malaikat
Dalam ayat tersebut dikemukakan bahwa setelah proses penciptaan alam semesta jasmani, selanjutnya Allah Swt. berfirman ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ
-- “kemudian
Dia bersemayam di atas 'Arasy.” Ayat
ini memberi petunjuk mengenai cara
membangun suatu tatanan kerajaan
-- atau pun suatu perusahaan -- agar berjalan lancar serta sukses.
Yakni seorang raja atau pemimpin
pemerintahan atau pun pemimpin perusahaan, akan sukses dalam menjalankan roda “pemerintahan” di kerajaan atau di perusahaan yang dipimpinnya, apabila ia berhasil meniru dan mengamalkan sifat Rabbubiyyat Allah Swt. -- yaitu
melalui proses hukum “sebab-akibat”
secara berkesinambungan sesuai makna kata
rabb -- Allah Swt. telah menciptakan tatanan alam semesta jasmani ini lengkap dengan keberadaan para pengkhidmat dalam “kerajaan-Nya” tersebut, yaitu berupa para malaikat yang diperintahkan
Allah Swt. melaksanakan berbagai tugas
(pekerjaan) yang telah ditetapkan
bagi mereka masing-masing, sebagaimana
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا اُولِیۡۤ اَجۡنِحَۃٍ مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ
یَزِیۡدُ فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Segala
puji milik Allah Yang menciptakan
seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan
malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan
yang bersayap dua, tiga
dan empat. Dia menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (Al-Fāthir [35]:2).
Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah
jamak dari malak, diserap dari malaka,
yang berarti: ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada utusan-utusan (rasul-rasul) Allah
dan para pembaharu samawi (mushlih Rabbani).
Kepada malaikat-malaikat dipercayakan menjaga, mengatur, dan mengawasi
segala urusan yang berlaku di alam
jasmani (QS.79:6). Inilah tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada
mereka. Tugas mereka yang lain dan
yang lebih berat yaitu melaksanakan perintah dan kehendak Allah Swt. kepada
rasul-rasul-Nya. Malaikat-malaikat
pembawa wahyu Ilahi menampakkan
serentak dua, tiga, atau empat sifat Ilahi,
dan ada pula malaikat lain, yang
bahkan menjelmakan lebih banyak lagi dari sifat-sifat
Ilahi itu.
Perbedaan Kemampuan dan Tugas Para
Malaikat &
Para Malaikat Merupakan “Ruh” Tatanan Alam Semesta
Karena ajnihah merupakan
lambang kekuatan dan kemampuan (Lexicon Lane), ayat ini mengandung arti, bahwa malaikat-malaikat
itu memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan kepada
mereka masing-masing.
Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada
yang lain. Malaikat Jibril a.s.
adalah penghulu semua malaikat karena itu pekerjaan
mahapenting yakni menyampaikan wahyu Ilahi kepada para rasul
Allah, diserahkan kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan dan pengawasannya. (QS.98-101). Dalam Al-Quran disebutkan bahwa nama
lain dari Malaikat Jibril a.s. adalah Rūhul-qudus
(QS.2:88, 254; QS.5:111; QS.16:103)
dan Rūhul-Amīn (QS.26:194).
Berikut firman
Allah Swt. mengenai kesinambungan
pengutusan para rasul di kalangan para malaikat dan juga dari kalangan manusia untuk kepentingan umat manusia,
firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ
رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿ۚ﴾
Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah
Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Hajj
[22]:76).
Mengenai kepatuh-taatan
para malaikat dalam melaksanakan kewajiban atau tugas yang
telah ditetapkan Allah Swt. kepada mereka, Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ
وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ
قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari Api,
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
tidak mendurhakai Allah apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At-Tahrīm
[66]:7).
Dengan demikian jelaslah bahwa para malaikat itu pada hakikatnya merupakan “ruh”
bagi tatanan alam semesta, yang
menyebabkan segala sesuatu dalam tatanan alam
semesta ini melaksanakan fungsinya sebagaimana telah ditetapkan Allah Swt. tujuan
diciptakannya, sesuai dengan Kehendak-Nya. Sebagaimana halnya hubungan antara “ruh”
manusia dengan tubuh jasmaninya.
Atau dengan kata lain, bahwa para malaikat itu adalah para pelaksanaan
Kehendak Allah Swt., apa pun yang dikehendaki
atau yang diperintahkan Allah
Swt. mengenai sesuatu hal maka sesuai
dengan itu pulalah para malaikat
melaksanakannya.
Dengan demikian hubungan para malaikat dengan berfungsinya tatanan alam
semesta jasmani tersebut memiliki kesejajaran dengan hubungan ruh manusia dengan berfungsinya seluruh bagian tubuh
jasmaninya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tatanan alam semesta jasmani itu
merupakan macro cosmos sedangkan manusia itu merupakan micro cosmos.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah, di
dalam Al-Quran terdapat berbagai sumpah Allah Swt. untuk mengemukakan suatu kebenaran berkenaan dengan berbagai kemampuan sempurna yang telah ditanamkan
Allah Swt. pada diri setiap manusia -- baik dari segi jasmani maupun dari segi akhlak
dan ruhani – telah menjadikan
beberapa benda di alam semesta jasmani sebagai “saksi” sumpahnya, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ الشَّمۡسِ وَ ضُحٰہَا
۪ۙ﴿﴾ وَ الۡقَمَرِ اِذَا
تَلٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ النَّہَارِ اِذَا
جَلّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ اِذَا یَغۡشٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ السَّمَآءِ وَ مَا بَنٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا
طَحٰہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ نَفۡسٍ وَّ مَا سَوّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ فَاَلۡہَمَہَا
فُجُوۡرَہَا وَ تَقۡوٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ قَدۡ
اَفۡلَحَ مَنۡ زَکّٰىہَا ۪ۙ﴿﴾ وَ قَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰىہَا ﴿ؕ﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi matahari dan sinarnya
di pagi hari, dan
demi bulan apabila ia mengikutinya, dan demi siang
apabila ia
menzahirkan kemegahannya, dan demi malam apabila ia menutupinya, dan demi langit dan pembinaannya,
dan demi bumi dan penghamparannya, dan demi jiwa dan penyempur-naannya, maka
Dia mengilhamkan kepadanya keburukan-keburukannya dan ketakwaannya. Sungguh
beruntunglah orang yang mensucikannya, dan sungguh
binasalah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams [91]:1-11).
Makna “Sumpah” Allah Swt. dalam Al-Quran
Sumpah-sumpah dalam
Al-Quran mengandung makna yang mendalam. Hukum Allah menampakkan dua segi perbuatan-Nya, yaitu yang nyata dan yang tersirat.
Segi pertama dapat diketahui dengan mudah, tetapi dalam memahami yang terakhir
ada kemungkinan bisa keliru. Dalam sumpah-sumpah-Nya, Allah Swt. menarik
perhatian kita kepada apa yang dapat disimpulkan dan benda yang nyata.
Dalam sumpah-sumpah
tersebut pada ayat-ayat 2-7, matahari
dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi, termasuk “yang nyata” – karena khasiat-khasiat benda-benda tersebut pada ayat-ayat ini telah
dimaklumi serta diakui secara umum. Namun khasiat-khasiat
serupa yang terdapat pada ruh manusia
“tidak nyata”. Untuk membawa kepada kesimpulan mengenal adanya khasiat-khasiat dalam ruh manusia maka Allah Swt. telah
menyebut perbuatan-perbuatan-Nya yang
nyata itu sebagai saksi.
Huruf wau
berarti: juga; maka; sedangkan;
sementara itu; pada waktu itu juga; bersama-sama; dengan; namun; tetapi. Huruf
itu mempunyai arti yang sama dengan kata rubba, yaitu seringkali;
kadang-kadang; barangkali. Huruf itu pun merupakan huruf persumpahan, yang
berarti “demi” atau “aku bersumpah” atau “aku kemukakan sebagai saksi” (Aqrab-ul-Mawarid dan Lexicon Lane). Wau telah
dipakai dalam ayat ini dan dalam dua
ayat berikutnya dalam arti “demi,”
atau “aku bersumpah,” atau “aku kemukakan sebagai saksi.”
Dalam
Al-Quran Allah Ta’ala telah bersumpah atas nama wujud-wujud atau benda-benda
tertentu atau telah menyebut wujud-wujud dan benda-benda itu sebagai saksi.
Biasanya, bila seseorang mengambil sumpah dan bersumpah dengan nama Allāh maka
tujuannya ialah mengisi kelemahan persaksian yang kurang cukup atau menambah
bobot atau meyakinkan pernyataannya.
Dengan
berbuat demikian ia memanggil Allah Swt. sebagai saksi bahwa ia mengucapkan hal yang
benar bila tidak ada orang lain dapat memberikan persaksian atas kebenaran
pernyataannya. Tetapi tidaklah demikian halnya dengan sumpah-sumpah Al-Quran.
Bilamana Al-Quran mempergunakan bentuk demikian maka kebenaran pernyataan yang
dibuatnya itu tidak diusahakan dibuktikan dengan suatu pernyataan belaka
melainkan dengan dalil kuat yang terkandung dalam sumpah itu sendiri.
Kadang-kadang
sumpah-sumpah itu menunjuk kepada hukum alam yang nyata dan dengan sendirinya
menarik perhatian kepada apa yang dapat diambil arti, yaitu hukum-hukum ruhani
dari apa yang nyata. Tujuan sumpah Al-Quran lainnya ialah menyatakan suatu
nubuatan yang dengan menjadi sempurnanya membuktikan kebenaran Al-Quran.
Demikianlah halnya di sini.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Oktober
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar