ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 38
Pengembangan “Baju
Besi” Ciptaan Nabi Daud a.s. dan “Pasukan Burung” Nabi Sulaiman a.s. di Akhir
Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai salah satu dari divisi pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s.
yang secara kiasan disebut thair (burung), yang berarti kuda-kuda gerak cepat, hal
tersebut enggambarkan pasukan berkuda
(divisi kavaleri) Nabi Sulaiman a.s.
. Arti kata ini dikuatkan dalam QS.38:32-34, di sana Nabi Sulaiman a.s.
dilukiskan mempunyai kegemaran yang besar terhadap kuda, khususnya kuda-kuda perang, firman-Nya:
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ سُلَیۡمٰنَ
ؕ نِعۡمَ الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾ اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ
الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ اِنِّیۡۤ
اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ
رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾ رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ
وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman,
seorang hamba yang sangat baik,
sesungguhnya ia selalu kembali kepada
Kami. Ketika dihadapkan
kepadanya kuda-kuda yang terbaik pada petang hari maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena
mengingatkan kepada
Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di
belakang tabir, ia berkata: “Bawalah
kembali kuda-kuda itu
kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap
kaki dan leher kuda-kuda itu.
(Ash-Shād [38]:31-34).
Kata thair (burung) pun dapat pula mengisyaratkan kepada armada pesawat terbang – termasuk berbagai jenis pesawat tempur – yang mengenai
kecanggihan teknologinya terus menerus dikembangkan, sehingga benar-benar bisa
melakukan berbagai manuver di udara
sebagaimana yang dilakukan burung-burung
ketika terbang, terutama burung-burung pemangsa.
Nubuatan Mengenai Diciptakannya
Berbagai Sarana Transportasi Baru
Kenyataan tersebut sesuai
dengan firman Allah Swt. mengenai
akan diciptakannya berbagai sarana transportasi baru di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ اٰیَۃٌ لَّہُمۡ اَنَّا حَمَلۡنَا ذُرِّیَّتَہُمۡ فِی الۡفُلۡکِ
الۡمَشۡحُوۡنِ ﴿ۙ﴾ وَ خَلَقۡنَا لَہُمۡ مِّنۡ مِّثۡلِہٖ مَا یَرۡکَبُوۡنَ ﴿﴾
Dan suatu Tanda
bagi mereka bahwasanya Kami
angkut anak-cucu mereka dalam
bahtera-bahtera yang bermuatan penuh. Dan Kami
akan menciptakan bagi mereka semacam itu juga yang akan mereka kendarai. (Yā Sīn [36]:42-43). Lihat
pula QS.16:9; QS.43:13.
Al-Quran meramalkan semenjak dahulu kala bahwa
Allah Swt. akan mewujudkan
sarana-sarana pengangkutan baru.
Kapal api dan kapal lintas-samudera
raksasa, balon zeppelin, pesawat
terbang, dan sebagainya yang begitu banyak dipergunakan dewasa ini adalah
penggenapan nubuatan Al-Quran secara
jelas dan nyata, firman-Nya lagi:
وَّ الۡخَیۡلَ وَ الۡبِغَالَ وَ الۡحَمِیۡرَ لِتَرۡکَبُوۡہَا وَ زِیۡنَۃً ؕ
وَ یَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ عَلَی اللّٰہِ
قَصۡدُ السَّبِیۡلِ وَ مِنۡہَا جَآئِرٌ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ لَہَدٰىکُمۡ
اَجۡمَعِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menciptakan kuda-kuda, bagal-bagal, dan keledai-keledai, supaya kamu
dapat menungganginya,
dan juga sebagai sarana keindahan,
dan Dia akan mencipta-kan apa yang
kamu belum ketahui. Dan hak Allah menunjukkan jalan yang benar,
dan dari antaranya ada yang menyimpang arah. Dan seandainya
Dia menghendaki niscaya Dia telah memberi petunjuk kepada kamu
semua. (An-Nahl [16]:9-10). Lihat
pula QS.43:13-15.
Ayat وَ زِیۡنَۃً -- “dan
juga sebagai sarana keindahan”,
bermakna bahwa di mana Allah Swt. telah
menaruh perhatian begitu besar dalam mengadakan persediaan bagi segala keperluan
jasmani manusia (QS.14:35; QS.16:19), maka sejenak pun tidak terlintas
dalam pikiran bahwa Dia seakan-akan telah mengabaikan
untuk menyediakan jaminan yang sepadan bagi keperluan-keperluan ruhaninya (QS.3:15-17).
Kata-kata
وَ یَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- “dan Dia akan menciptakan apa yang kamu belum
ketahui” itu dapat diartikan, bahwa Allah Swt. akan mewujudkan alat-alat pengangkutan baru yang dahulu
masih belum dikenal manusia. Nubuatan
itu dengan ajaib sekali telah menjadi sempurna dalam bentuk kereta api, kapal laut, mobil, pesawat terbang, dan lain-lainnya. Allah
Swt. sajalah Yang mengetahui alat-alat pengangkutan macam apa lagi yang masih akan
diciptakan lagi.
Bahkan Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran bahwa terciptanya sarana-sara pengangkutan baru yang menggunakan kekuatan api tersebut merupakan salah satu dari tanda-tanda
Akhir Zaman bahwa “unta-unta betina akan
ditinggalkan”, firman-Nya:
وَ اِذَا الۡعِشَارُ عُطِّلَتۡ ۪ۙ﴿﴾
Dan apabila unta-unta bunting sepuluh bulan
ditinggalkan (At-Takwīr [81]:5).
‘Isyār itu jamak dari ‘usyara‘,
yang berarti: seekor unta betina
bunting sepuluh bulan. Kata ‘isyār dikenakan kepada unta-unta betina, ketika sebagian telah beranak dan sebagian lain
diharapkan segera akan beranak (Lexicon
Lane). Ayat ini berarti apabila unta-unta betina tidak akan dianggap
penting lagi, bahkan di negeri Arab sekalipun.
Isyarat ini agaknya
tertuju kepada keadaan, dimana unta sebagai
sarana transportasi purbakala akan
digantikan fungsinya oleh sarana-sarana pengangkutan
yang lebih baik dan lebih cepat pula, seperti kereta api, mobil, kapal terbang,
dan lain-lain. Dalam sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. pun terdapat isyarat jelas mengenai unta yang akan digantikan oleh
sarana-sarana pengangkutan lain itu.
Hadits itu berbunyi sebagai berikut: “Unta
akan ditinggalkan, dan tidak akan dipergunakan lagi guna bepergian dari suatu
tempat ke tempat lain” (Muslim).
Dengan bahasa kiasan yang juga menggunakan salah satu binatang angkut, Nabi Besar Muhammad saw. berkenaan akan merajalelanya fitnah Dajjal si pendusta besar di Akhir Zaman,
beliau saw. telah bersabda mengenai “keledai
dajjal” yang “makanannya api” yang akan digunakan “Dajjal” sebagai tunggangannya untuk menyebar ke seluruh
dunia guna menguasai berbagai wilayah dunia.
Kekompakan Satu Kesatuan Pasukan
Tempur Nabi Sulaiman a.s.
Jadi, kembali kepada pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s., jelaslah bahwa kata kiasan jin dan ins tersebut menggambarkan dua unit pasukan
infanteri Nabi Sulaiman a.s., maka thair (burung-burung) berarti pasukan kavaleri beliau atau pasukan gerak cepat – yang di Akhir
Zaman ini oleh bangsa-bangsa Kristen dari Barat melalui Revolusi
Industri telah menjadi “burung-burung
besi” yang memiliki kemampuan terbang yang
jauh melebihi burung-burung asli, sebagaimana telah dinubuatankan oleh Allah Swt. dalam Al-Quran.
Akan tetapi jika kata thair (burung) dapat dianggap berarti burung-burung yang sebenarnya, maka kata itu akan berarti burung-burung pos yang Nabi Sulaiman
a.s. pergunakan untuk mengirimkan pesan-pesan perintah. Oleh karena itu burung-burung itu pun merupakan pembantu
yang sangat berguna dan perlu sekali bagi lasykar
beliau.
Akan tetapi ketiga perkataan yang
dipergunakan dalam arti kiasan itu
pun -- jin, ins dan thair dapat pula masing-masing dapat diartikan: (1) jin adalah “orang-orang besar” (para pembesar);
(1) ins (manusia) adalah “orang-orang
biasa” (orang awam), (3) thair (burung) adalah “orang-orang
berkeruhanian tinggi.”
Kata thair
kecuali berarti “burung”, dapat juga diterapkan kepada binatang-binatang
yang berlari cepat, seperti kuda, dan lain-lain. Thayyar adalah
bentuk kesa-ngatan dari thair, berarti seekor kuda yang berpancaindera
tajam dan kakinya bergerak cepat; yang dapat berlari bagaikan terbang (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
Kembali kepada
firman-Nya sebelum ini mengenai lasykar-lasykar atau divisi-divisi pasukan perang Nabi
Sulaiman a.s.:
وَ حُشِرَ لِسُلَیۡمٰنَ جُنُوۡدُہٗ
مِنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ وَ
الطَّیۡرِ فَہُمۡ یُوۡزَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan
dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya
bersama-sama, terdiri dari jin,
ins (manusia), dan burung-burung,
lalu mereka diatur
menjadi bagian-bagian yang terpisah.
(An-Naml [27]:18).
Kata waza’a dalam ayat فَہُمۡ
یُوۡزَعُوۡنَ -- “lalu
mereka diatur menjadi bagian-bagian
yang terpisah”, berarti: ia
menghentikan bagian pertama lasykar itu, agar supaya bagian terakhir lasykar itu dapat menggabungkan diri dengan mereka. Huwa
yaza’u aj-jaisya berarti, “ia tengah mengatur prajurit-prajurit dengan
tertib dan menempatkan mereka dalam jajaran-jajaran” (Aqrab-al-Mawarid).
Dengan demikian ungkapan Al-Quran itu mengenai
pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s. tersebut berarti: (1)
Mereka dibentuk menjadi kelompok-kelompok terpisah. (2) Mereka berderap
maju seperti selayaknya lasykar yang teratur
dan berdisiplin. (3) Bagian pertama dihentikan, agar supaya
bagian terakhir dapat menggabungkan diri dengan mereka.
Jadi, kalimat dalam ayat Al-Quran
tersebut menunjukkan
bahwa Nabi Sulaiman a.s. mempunyai
angkatan perang yang sangat terlatih
baik serta disiplin dan mempunyai beberapa kesatuan
(divisi) lain yang terpisah lagi berbeda, namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan pasukan tempur
yang sangat solid.
Lembah
Qabilah Naml
(Semut)
Dari firman Allah Swt. Selanjutnya diketahui bahwa pasukan tempur Nabi Suliman a.s. bukan
saja sangat solid (kompak) dan disiplin
tetapi juga memperlihatkan akhklak
yang baik, hal tersebut diakui oleh seorang pemimpin salah satu suku
(qabilah) yang wilayahnya dilalui oleh Nabi Sulaiman a.s. dan pasukannya,
firman-Nya:
حَتّٰۤی اِذَاۤ
اَتَوۡا عَلٰی وَادِ النَّمۡلِ ۙ قَالَتۡ
نَمۡلَۃٌ یّٰۤاَیُّہَا النَّمۡلُ
ادۡخُلُوۡا مَسٰکِنَکُمۡ ۚ لَا یَحۡطِمَنَّکُمۡ
سُلَیۡمٰنُ وَ جُنُوۡدُہٗ ۙ وَ
ہُمۡ لَا یَشۡعُرُوۡنَ﴿﴾
Hingga
apabila mereka sampai ke lembah Semut,
seorang dari kaum Semut berkata:
“Hai kaum Semut, masuklah kamu ke
dalam tempat tinggalmu, supaya Sulaiman dan lasykarnya tidak menghancurkan kamu
sedang mereka tidak menyadari.”
(An-Naml [27]:19).
Karena kata naml adalah nama benda maka “Lembah An-Naml” bukan
berarti lembah semut sebagaimana pada
umumnya disalah-artikan, melainkan
lembah tempat tinggal suatu suku bangsa (qabilah) bernama Naml
(semut). Di dalam “Qamus” ada
ungkapan kalimat al-abriqatu min miyahil namlati, yakni “Abriqah adalah salah satu mata air kepunyaan
Namlah”. Jadi Naml itu nama
suatu suku bangsa, seperti Mazin (Hamasah) — artinya telur-telur semut— adalah nama seorang orang Arab.
Di tanah Arab bukanlah sesuatu yang aneh bahwa suku-suku
bangsa diberi nama hewan dan binatang buas, seperti Banu Asad (Banu Singa), Banu Kalb (Banu Anjing), Banu Naml (Banu Semut), dan sebagainya. Lagi pula, penggunaan kata-kata udkhuluu
(masuklah) dan masākinakum (tempat-tempat tinggal kamu) dalam ayat ini
memberikan dukungan kuat kepada pendapat, bahwa Naml adalah suatu kabilah atau suku bangsa, karena kata kerja yang disebut pertama hanya
dipergunakan terhadap wujud-wujud yang
berakal, dan ungkapan yang kedua (tempat tinggal kamu) juga telah
dipergunakan dalam Al-Quran khusus untuk tempat-tempat
tinggal manusia (QS.29:39;
QS.32:27).
Jadi, Namlah bukan
benar-benar seekor serangga kecil
yang bernama semut sebagaimana yang
secara keliru difahami oleu umumnya umat Islam, melainkan berarti seseorang dari suku An-Naml
— seorang bangsa Naml. Orang Naml tersebut mungkin pemimpin mereka, dan ia telah
memerintahkan kaumnya supaya menghindari jalan yang yang dilalui balatentara Nabi Sulaiman a.s. dan diperintahkan untuk memasuki rumah-rumah mereka, supaya tidak timbul kesalah-fahaman sehingga menyebabkan terjadi bentrokan dengan pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s..
Menurut beberapa sumber lembah tempat tinggal qabilah Namlah (Semut) itu terletak di antara Jibrin dan Asqalan, sebuah kota di pantai laut, dan dua belas mil ke sebelah
utara Gaz, dekat Sinai (Taqwin
al-Buldan). Jibrin adalah sebuah kota di tepi laut, terletak di wilayah
Damsyiq.
Hal ini menunjukkan bahwa lembah Naml (lembah Semut) terletak
dekat pantai laut, berhadapan dengan
atau dekat Yerusalem, pada jalan antara Damsyiq
dan Hijaz, kira-kira jarak 100 mil
dari Damsyiq. Bagian negeri ini, sampai masa Nabi Sulaiman a.s. diduduki orang-orang Arab dan orang-orang Midian. (Lihat peta-peta
Siria pada Palestina kuno dan modern).
Tetapi menurut sumber-sumber
lain, lembah Naml itu terletak di
Yaman. Pandangan terakhir ini agaknya lebih dekat kepada kenyataan. Mengingat
akan kenyataan-kenyataan sejarah ini, hikayat-hikayat yang terjalin sekitar lembah itu hanyalah duga-dugaan
semata-mata. Kenyataan sebenarnya ialah agaknya Nabi Sulaiman a.s. sedang dalam suatu gerakan militer menuju negeri kerajaan Saba, boleh jadi beliau melewati lembah tempat tinggal suku bangsa yang disebut Naml (Semut) itu.
Nabi
Sulaiman a.s. & Komentar Pemimpin
“Bangsa Semut”
Rupa-rupanya keshalihan dan ketakwaan
prajurit-prajurit Nabi Sulaiman a.s. dahulu kala itu termasyhur ke mana-mana. Mereka tidak pernah
secara sadar (dengan sengaja) menimbulkan kerugian
atau kemudaratan kepada bangsa lain:
حَتّٰۤی اِذَاۤ
اَتَوۡا عَلٰی وَادِ النَّمۡلِ ۙ
قَالَتۡ نَمۡلَۃٌ یّٰۤاَیُّہَا النَّمۡلُ
ادۡخُلُوۡا مَسٰکِنَکُمۡ ۚ لَا یَحۡطِمَنَّکُمۡ
سُلَیۡمٰنُ وَ جُنُوۡدُہٗ ۙ وَ
ہُمۡ لَا یَشۡعُرُوۡنَ﴿﴾
Hingga
apabila mereka sampai ke lembah Semut, seorang dari kaum Semut berkata: “Hai kaum
Semut, masuklah kamu ke dalam tempat
tinggalmu, supaya Sulaiman dan lasykarnya tidak menghancurkan kamu sedang mereka
tidak menyadari.” (An-Naml [27]:19).
Inilah kesimpulan dari kata-kata sedang mereka tidak menyadari, dan
itulah yang menggembirakan hati Nabi
Sulaiman a.s., sebagaimana jelas nampak dari ayat berikutnya:
فَتَبَسَّمَ ضَاحِکًا مِّنۡ قَوۡلِہَا وَ قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ اَنۡ اَشۡکُرَ
نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ
اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰىہُ وَ اَدۡخِلۡنِیۡ بِرَحۡمَتِکَ فِیۡ عِبَادِکَ
الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka ia, Sulaiman,
tersenyum sambil tertawa mendengar
perkataannya dan berkata: “Ya Tuhan-ku, anugerahkanlah kepadaku taufik
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada orang-tuaku, dan untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai,
dan masukkanlah aku dengan rahmat Engkau
di antara hamba-hamba Engkau yang saleh.”
(An-Naml [27]:20).
Karena dhāhika
maknanya “ia merasa kagum” atau “ia
merasa senang” (Lexicon Lane).
Ayat ini mengandung arti bahwa Nabi Sulaiman a.s. kagum dan senang sekali dengan pendapat baik yang dikemukakan oleh suku bangsa Naml tentang kekuatan dan kesalehan diri beliau dan balatentara
beliau.
Rasa
senang dan rasa syukur Nabi
Sulaiman a.s. sangat wajar sekali, sebab komentar
yang positif dari suku
Naml (suku Semut) tersebut merupakan
bukti keberhasilan beliau
membina masyarakatnya – termasuk pasukan tempurnya -- baik dalam kapasitasnya sebagai seorang raja duniawi mau pun sebagai Rasul Allah.
Kenapa demikian? Sebab sebelum Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. pun ada kaum-kaum purbakala yang juga berhasil
dalam mengembangkan industri militer
-- yaitu suku bangsa ‘Ad Nabi Hud
a.s. dan Dinasti Fir’aun di Mesir -- sehingga kaum tersebut menjadi kaum yang sangat ditakuti oleh kaum-kaum lainnya, terutama
oleh musuh-musuhnya, karena kekuatan
militer yang dimilikinya mereka pergunakan untuk berbuat zalim, firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ
رَبُّکَ بِعَادٍ ۪ۙ﴿﴾ اِرَمَ ذَاتِ
الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾ الَّتِیۡ لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ ثَمُوۡدَ الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾ الَّذِیۡنَ طَغَوۡا
فِی الۡبِلَادِ﴿۪ۙ﴾
Tidakkah
engkau memperhatikan bagaimana Tuhan
engkau telah berbuat terhadap kaum ‘Ād? Juga suku Iram, pemilik gedung-gedung
yang megah itu? Yang seperti itu tidak pernah diciptakan di
negeri-negeri lain. Dan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu, dan kaum
Fir’aun yang mem-punyai pasak-pasak yakni lasykar yang banyak,
yang berlaku sewenang-wenang dalam
negeri-negeri itu, lalu banyak
melakukan kerusakan dalam negeri-negeri
itu? (Al-Fajr [89]:7-12).
Kaum itu suatu kaum yang sangat berkuasa di zaman mereka.
Mereka mengungguli bangsa-bangsa sezaman dengan mereka, dalam sarana-sarana dan sumber-sumber daya kebendaan. Selanjutnya mengenai kaum ‘Ād
Allah Swt. berfirman lagi:
فَاَمَّا عَادٌ فَاسۡتَکۡبَرُوۡا
فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ وَ قَالُوۡا مَنۡ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّۃً ؕ اَوَ لَمۡ یَرَوۡا
اَنَّ اللّٰہَ الَّذِیۡ خَلَقَہُمۡ
ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُمۡ قُوَّۃً ؕ وَ
کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یَجۡحَدُوۡنَ ﴿﴾
Adapun
mengenai kaum 'Ād maka mereka berlaku
sombong di bumi tanpa kebenaran dan mereka berkata: ”Siapakah lebih hebat dari kami dalam kekuatan?” Apakah mereka tidak
melihat bahwa Allah Yang menciptakan
mereka Dia lebih hebat daripada mereka dalam kekuatan? Tetapi mereka menolak Tanda-tanda Kami. (Hā Mīm
– As-Sajdah
[41]:16).
Mengenai kekejaman mereka tindakan mereka terhadap musuh-musuh mereka Allah
Swt. berfirman:
اَتَبۡنُوۡنَ بِکُلِّ رِیۡعٍ
اٰیَۃً تَعۡبَثُوۡنَ ﴿﴾ وَ تَتَّخِذُوۡنَ
مَصَانِعَ لَعَلَّکُمۡ تَخۡلُدُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اِذَا بَطَشۡتُمۡ
بَطَشۡتُمۡ جَبَّارِیۡنَ ﴿﴾ۚ
Apakah kamu membangun monumen pada tiap-tiap tanah
yang tinggi untuk hal yang sia-sia? Dan kamu
mendirikan istana-istana supaya kamu akan hidup sela-manya? Dan apabila kamu menyiksa seseorang, kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam. (Asy-Syu’arā [26]:129-130).
Pendek kata, keberhasilan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. membangun pasukan
tempur yang hebat tidak membuat kedua raja
besar yang juga Rasul Allah Swt. untuk berbuat kerusakan
di muka bumi, seperti yang
dilakukan kaum-kaum purbalaka lainnya melainkan mereka gunakan untuk menegakkan ketertiban dan penegakan
hukum Allah Swt. di muka bumi, sebagaimana firman-Nya:
یٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلۡنٰکَ
خَلِیۡفَۃً فِی الۡاَرۡضِ فَاحۡکُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَ لَا تَتَّبِعِ
الۡہَوٰی فَیُضِلَّکَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَضِلُّوۡنَ عَنۡ
سَبِیۡلِ اللّٰہِ لَہُمۡ عَذَابٌ
شَدِیۡدٌۢ بِمَا نَسُوۡا یَوۡمَ الۡحِسَابِ
﴿٪﴾
“Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi maka hakimilah di antara manusia dengan benar
dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena
ia akan menyesatkan engkau dari jalan
Allah.” Sesungguhnya orang-orang
yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang sangat keras karena mereka melupakan Hari
Perhitungan. (Shād [38]:27).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 September
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar