Minggu, 06 Oktober 2013

Pengembangan "Baju Besi" Ciptaan Nabi Daud a.s. dan "Pasukan Burung" Nabi Sulaiman a.s. di Akhir Zaman





ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 38

  Pengembangan “Baju Besi” Ciptaan Nabi Daud a.s. dan “Pasukan Burung” Nabi Sulaiman a.s. di Akhir Zaman

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  salah satu dari divisi pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s. yang secara kiasan disebut   thair (burung), yang  berarti kuda-kuda gerak cepat,  hal tersebut enggambarkan pasukan berkuda (divisi kavaleri)  Nabi Sulaiman a.s. . Arti kata ini dikuatkan dalam QS.38:32-34, di sana Nabi Sulaiman a.s.  dilukiskan mempunyai kegemaran yang besar terhadap kuda, khususnya kuda-kuda perang, firman-Nya:   
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ  سُلَیۡمٰنَ ؕ نِعۡمَ  الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ  اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾  اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾  فَقَالَ  اِنِّیۡۤ  اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ  رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾  رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman, seorang hamba yang sangat baik, sesungguhnya ia selalu kembali kepada Kami.  Ketika dihadapkan kepadanya  kuda-kuda yang terbaik pada petang hari  maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena mengingatkan kepada Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di belakang tabir, ia berkata: Bawalah kembali kuda-kuda itu kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap kaki dan leher kuda-kuda itu. (Ash-Shād [38]:31-34).       
     Kata thair (burung) pun dapat pula mengisyaratkan kepada armada  pesawat  terbang – termasuk berbagai jenis pesawat tempur – yang mengenai kecanggihan teknologinya terus menerus dikembangkan, sehingga benar-benar bisa melakukan berbagai manuver di udara sebagaimana yang dilakukan burung-burung ketika terbang, terutama burung-burung pemangsa.

Nubuatan Mengenai Diciptakannya
Berbagai Sarana Transportasi Baru

     Kenyataan tersebut sesuai dengan  firman Allah Swt. mengenai akan  diciptakannya berbagai sarana transportasi baru di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
وَ اٰیَۃٌ  لَّہُمۡ  اَنَّا حَمَلۡنَا ذُرِّیَّتَہُمۡ  فِی الۡفُلۡکِ  الۡمَشۡحُوۡنِ ﴿ۙ﴾  وَ خَلَقۡنَا  لَہُمۡ مِّنۡ مِّثۡلِہٖ مَا یَرۡکَبُوۡنَ ﴿﴾
Dan  suatu Tanda bagi mereka bahwasanya Kami angkut  anak-cucu mereka dalam bahtera-bahtera yang bermuatan penuh.   Dan Kami  akan menciptakan bagi mereka semacam itu juga  yang akan mereka kendarai. (Yā Sīn [36]:42-43). Lihat pula QS.16:9; QS.43:13.
      Al-Quran meramalkan semenjak dahulu kala bahwa Allah Swt.  akan mewujudkan sarana-sarana pengangkutan baru. Kapal api dan kapal lintas-samudera raksasa, balon zeppelin, pesawat terbang, dan sebagainya yang begitu banyak dipergunakan dewasa ini adalah penggenapan nubuatan Al-Quran secara jelas dan nyata, firman-Nya lagi:
وَّ الۡخَیۡلَ وَ الۡبِغَالَ وَ الۡحَمِیۡرَ لِتَرۡکَبُوۡہَا وَ زِیۡنَۃً ؕ وَ یَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ عَلَی اللّٰہِ  قَصۡدُ السَّبِیۡلِ وَ مِنۡہَا جَآئِرٌ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ لَہَدٰىکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Dia telah menciptakan kuda-kuda, bagal-bagal, dan keledai-keledai, supaya kamu dapat  menungganginya, dan juga sebagai sarana keindahan,  dan Dia akan mencipta-kan apa yang  kamu belum  ketahui.     Dan hak Allah menunjukkan jalan yang benar, dan dari antaranya  ada yang menyimpang arah. Dan  seandainya Dia menghendaki  niscaya Dia telah memberi petunjuk kepada kamu semua.  (An-Nahl [16]:9-10). Lihat pula  QS.43:13-15.
      Ayat  وَ زِیۡنَۃً -- “dan juga sebagai sarana keindahan”, bermakna bahwa di mana Allah Swt.  telah menaruh perhatian begitu besar dalam mengadakan persediaan bagi segala keperluan jasmani manusia (QS.14:35; QS.16:19), maka sejenak pun tidak terlintas dalam pikiran bahwa Dia seakan-akan telah mengabaikan untuk menyediakan jaminan  yang sepadan bagi keperluan-keperluan ruhaninya (QS.3:15-17).
       Kata-kata  وَ یَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ --  “dan Dia akan menciptakan apa yang  kamu belum  ketahui” itu dapat diartikan, bahwa Allah Swt. akan mewujudkan alat-alat pengangkutan baru yang dahulu masih belum dikenal manusia. Nubuatan itu dengan ajaib sekali telah menjadi sempurna dalam bentuk kereta api, kapal laut, mobil, pesawat terbang, dan lain-lainnya. Allah Swt. sajalah    Yang mengetahui alat-alat pengangkutan macam apa lagi  yang masih akan diciptakan lagi.
       Bahkan  Allah Swt. menyatakan  dalam Al-Quran  bahwa terciptanya sarana-sara pengangkutan baru yang menggunakan kekuatan api  tersebut merupakan salah satu dari tanda-tanda Akhir Zaman bahwa “unta-unta betina  akan ditinggalkan”,  firman-Nya: 
وَ  اِذَا الۡعِشَارُ عُطِّلَتۡ ۪ۙ﴿﴾
Dan apabila unta-unta bunting sepuluh bulan ditinggalkan   (At-Takwīr [81]:5). 
   ‘Isyār itu jamak dari ‘usyara‘, yang berarti: seekor unta betina bunting sepuluh bulan. Kata ‘isyār dikenakan kepada unta-unta betina, ketika sebagian telah beranak dan sebagian lain diharapkan segera akan beranak (Lexicon Lane). Ayat ini berarti  apabila unta-unta betina tidak akan dianggap penting lagi, bahkan di negeri Arab sekalipun.
  Isyarat ini agaknya tertuju kepada keadaan, dimana unta sebagai sarana transportasi purbakala akan digantikan fungsinya oleh sarana-sarana pengangkutan yang lebih baik dan lebih cepat pula, seperti kereta api, mobil, kapal terbang, dan lain-lain. Dalam sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.  pun terdapat isyarat jelas mengenai unta yang akan digantikan oleh sarana-sarana pengangkutan lain itu. Hadits itu berbunyi sebagai berikut: “Unta akan ditinggalkan, dan tidak akan dipergunakan lagi guna bepergian dari suatu tempat ke tempat lain” (Muslim).
  Dengan bahasa kiasan yang juga menggunakan salah satu binatang angkut, Nabi Besar Muhammad saw.  berkenaan akan merajalelanya fitnah Dajjal si pendusta besar di Akhir Zaman, beliau saw. telah bersabda mengenai “keledai dajjal  yang “makanannya api” yang akan digunakan “Dajjal” sebagai  tunggangannya untuk menyebar ke seluruh dunia guna menguasai berbagai wilayah dunia.

Kekompakan Satu Kesatuan Pasukan Tempur  Nabi Sulaiman a.s.  

       Jadi, kembali kepada pasukan tempur  Nabi Sulaiman a.s.,   jelaslah  bahwa   kata kiasan jin dan ins  tersebut menggambarkan dua unit pasukan infanteri Nabi Sulaiman a.s., maka thair (burung-burung) berarti pasukan kavaleri beliau atau pasukan gerak cepat  yang   di Akhir Zaman ini oleh bangsa-bangsa Kristen dari Barat melalui  Revolusi Industri telah menjadi “burung-burung besi” yang memiliki kemampuan terbang  yang  jauh melebihi  burung-burung  asli, sebagaimana telah dinubuatankan  oleh Allah Swt. dalam Al-Quran.
      Akan tetapi jika kata  thair (burung) dapat dianggap berarti burung-burung yang sebenarnya, maka kata itu akan berarti burung-burung pos yang Nabi Sulaiman a.s. pergunakan untuk mengirimkan pesan-pesan perintah. Oleh karena itu burung-burung itu pun merupakan pembantu yang sangat berguna dan perlu sekali bagi lasykar beliau.
      Akan tetapi ketiga perkataan yang dipergunakan dalam arti kiasan itu pun   -- jin, ins dan thair  dapat pula masing-masing dapat diartikan: (1) jin   adalah “orang-orang besar” (para pembesar); (1) ins (manusia) adalah “orang-orang biasa”  (orang awam), (3) thair (burung) adalah “orang-orang berkeruhanian tinggi.”
     Kata  thair kecuali berarti “burung”, dapat juga diterapkan kepada binatang-binatang yang berlari cepat, seperti kuda, dan lain-lain. Thayyar adalah bentuk kesa-ngatan dari thair, berarti seekor kuda yang berpancaindera tajam dan kakinya bergerak cepat; yang dapat berlari bagaikan terbang (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).
Kembali   kepada  firman-Nya sebelum ini mengenai  lasykar-lasykar atau divisi-divisi pasukan perang Nabi Sulaiman a.s.:
وَ حُشِرَ لِسُلَیۡمٰنَ جُنُوۡدُہٗ  مِنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ  وَ الطَّیۡرِ  فَہُمۡ  یُوۡزَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin,  ins (manusia), dan burung-burung,  lalu mereka  diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah. (An-Naml [27]:18).
       Kata  waza’a dalam ayat  فَہُمۡ  یُوۡزَعُوۡنَ  -- “lalu mereka  diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah”,  berarti: ia menghentikan bagian pertama lasykar itu, agar supaya bagian terakhir lasykar itu dapat menggabungkan diri dengan mereka. Huwa yaza’u aj-jaisya berarti, “ia tengah mengatur prajurit-prajurit dengan tertib dan menempatkan mereka dalam jajaran-jajaran” (Aqrab-al-Mawarid).
     Dengan demikian ungkapan Al-Quran itu  mengenai  pasukan tempur  Nabi Sulaiman a.s. tersebut berarti: (1) Mereka dibentuk menjadi kelompok-kelompok terpisah. (2) Mereka berderap maju seperti selayaknya lasykar yang teratur  dan berdisiplin. (3) Bagian pertama dihentikan, agar supaya bagian terakhir dapat menggabungkan diri dengan mereka.
     Jadi, kalimat dalam ayat Al-Quran tersebut   menunjukkan  bahwa Nabi Sulaiman a.s.  mempunyai angkatan perang yang sangat  terlatih baik serta  disiplin dan mempunyai beberapa kesatuan (divisi) lain yang terpisah lagi berbeda, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan pasukan tempur yang sangat solid.
  
Lembah Qabilah   Naml (Semut)

      Dari firman Allah  Swt. Selanjutnya diketahui bahwa pasukan tempur Nabi Suliman a.s. bukan saja sangat  solid (kompak) dan   disiplin  tetapi juga memperlihatkan akhklak yang baik, hal tersebut diakui oleh seorang pemimpin salah satu suku (qabilah) yang wilayahnya dilalui oleh Nabi Sulaiman a.s. dan pasukannya, firman-Nya:
حَتّٰۤی  اِذَاۤ  اَتَوۡا عَلٰی وَادِ  النَّمۡلِ ۙ قَالَتۡ نَمۡلَۃٌ  یّٰۤاَیُّہَا النَّمۡلُ ادۡخُلُوۡا مَسٰکِنَکُمۡ ۚ لَا یَحۡطِمَنَّکُمۡ  سُلَیۡمٰنُ  وَ جُنُوۡدُہٗ ۙ وَ ہُمۡ  لَا یَشۡعُرُوۡنَ﴿﴾
Hingga apabila mereka sampai ke lembah Semut,  seorang dari kaum Semut berkata: “Hai kaum Semut, masuklah kamu ke dalam tempat tinggalmu, supaya Sulaiman dan lasykarnya tidak menghancurkan kamu  sedang mereka tidak menyadari.” (An-Naml [27]:19). 
    Karena kata naml adalah nama benda maka “Lembah An-Naml” bukan berarti lembah semut sebagaimana pada umumnya disalah-artikan, melainkan lembah  tempat tinggal suatu suku bangsa (qabilah) bernama Naml (semut). Di dalam “Qamus” ada ungkapan kalimat al-abriqatu min miyahil namlati, yakni  “Abriqah adalah salah satu mata air kepunyaan Namlah”. Jadi Naml itu nama suatu suku bangsa, seperti Mazin (Hamasah) — artinya telur-telur semut— adalah nama seorang orang Arab.
       Di tanah Arab bukanlah sesuatu yang aneh  bahwa suku-suku bangsa diberi nama hewan dan binatang buas, seperti Banu Asad (Banu Singa), Banu Kalb (Banu Anjing), Banu Naml (Banu Semut), dan sebagainya.  Lagi pula, penggunaan kata-kata udkhuluu (masuklah) dan masākinakum (tempat-tempat tinggal kamu) dalam ayat ini memberikan dukungan kuat kepada pendapat, bahwa Naml adalah suatu kabilah atau suku bangsa, karena kata kerja yang disebut pertama hanya dipergunakan terhadap wujud-wujud yang berakal, dan ungkapan yang kedua (tempat tinggal kamu) juga telah dipergunakan dalam Al-Quran khusus untuk tempat-tempat tinggal manusia (QS.29:39; QS.32:27).
     Jadi, Namlah bukan benar-benar seekor serangga kecil yang bernama semut sebagaimana yang secara keliru  difahami oleu umumnya umat Islam,  melainkan berarti seseorang dari suku An-Naml — seorang bangsa Naml. Orang Naml tersebut mungkin pemimpin mereka, dan ia telah memerintahkan kaumnya  supaya menghindari jalan  yang yang dilalui balatentara Nabi Sulaiman a.s. dan  diperintahkan untuk memasuki rumah-rumah mereka, supaya tidak timbul kesalah-fahaman  sehingga menyebabkan terjadi bentrokan dengan pasukan tempur Nabi Sulaiman a.s..
      Menurut beberapa sumber lembah tempat tinggal qabilah Namlah (Semut) itu terletak di antara Jibrin dan Asqalan, sebuah kota di pantai laut, dan dua belas mil ke sebelah utara Gaz, dekat Sinai (Taqwin al-Buldan). Jibrin adalah sebuah kota di tepi laut, terletak di wilayah Damsyiq.
       Hal ini menunjukkan bahwa lembah Naml (lembah Semut) terletak dekat pantai laut, berhadapan dengan atau dekat Yerusalem, pada jalan antara Damsyiq dan Hijaz, kira-kira jarak 100 mil dari Damsyiq. Bagian negeri ini, sampai masa Nabi Sulaiman a.s. diduduki orang-orang Arab dan orang-orang Midian. (Lihat peta-peta Siria pada Palestina kuno dan modern).
    Tetapi menurut sumber-sumber lain, lembah Naml itu terletak di Yaman. Pandangan terakhir ini agaknya lebih dekat kepada kenyataan. Mengingat akan kenyataan-kenyataan sejarah ini, hikayat-hikayat yang terjalin sekitar lembah itu hanyalah duga-dugaan semata-mata. Kenyataan sebenarnya ialah agaknya Nabi Sulaiman a.s.   sedang dalam suatu gerakan militer menuju negeri kerajaan Saba, boleh jadi beliau melewati lembah  tempat tinggal suku bangsa yang disebut Naml (Semut) itu.

 Nabi Sulaiman a.s.  & Komentar Pemimpin “Bangsa Semut”

    Rupa-rupanya keshalihan dan ketakwaan prajurit-prajurit Nabi Sulaiman a.s. dahulu kala itu  termasyhur ke mana-mana. Mereka tidak pernah secara sadar (dengan sengaja) menimbulkan kerugian atau kemudaratan kepada bangsa lain:
حَتّٰۤی  اِذَاۤ  اَتَوۡا عَلٰی وَادِ  النَّمۡلِ ۙ قَالَتۡ نَمۡلَۃٌ  یّٰۤاَیُّہَا النَّمۡلُ ادۡخُلُوۡا مَسٰکِنَکُمۡ ۚ لَا یَحۡطِمَنَّکُمۡ  سُلَیۡمٰنُ  وَ جُنُوۡدُہٗ ۙ وَ ہُمۡ  لَا یَشۡعُرُوۡنَ﴿﴾
Hingga apabila mereka sampai ke lembah Semut,  seorang dari kaum Semut berkata: “Hai kaum Semut, masuklah kamu ke dalam tempat tinggalmu, supaya Sulaiman dan lasykarnya tidak menghancurkan kamu  sedang mereka tidak menyadari.” (An-Naml [27]:19). 
      Inilah  kesimpulan dari kata-kata  sedang mereka tidak menyadari, dan itulah yang menggembirakan hati Nabi Sulaiman a.s., sebagaimana jelas nampak dari ayat berikutnya:
فَتَبَسَّمَ ضَاحِکًا مِّنۡ قَوۡلِہَا وَ قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ  اَنۡ اَشۡکُرَ  نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰىہُ وَ اَدۡخِلۡنِیۡ بِرَحۡمَتِکَ فِیۡ عِبَادِکَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka ia, Sulaiman, tersenyum sambil tertawa  mendengar perkataannya dan berkata: “Ya Tuhan-ku, anugerahkanlah kepadaku taufik untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada orang-tuaku, dan untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat Engkau di antara hamba-hamba Engkau yang saleh.”  (An-Naml [27]:20). 
        Karena dhāhika maknanya  “ia merasa kagum” atau “ia merasa senang” (Lexicon Lane). Ayat ini mengandung arti bahwa Nabi Sulaiman a.s.   kagum dan senang sekali dengan pendapat baik yang dikemukakan oleh suku bangsa Naml tentang kekuatan dan kesalehan diri beliau dan balatentara beliau.
     Rasa senang dan rasa syukur Nabi Sulaiman a.s. sangat wajar sekali, sebab komentar yang positif dari  suku Naml (suku Semut) tersebut merupakan  bukti keberhasilan beliau membina  masyarakatnya – termasuk pasukan tempurnya --  baik dalam kapasitasnya sebagai seorang raja duniawi mau pun sebagai Rasul Allah.
       Kenapa demikian? Sebab sebelum  Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. pun  ada kaum-kaum purbakala yang juga berhasil dalam mengembangkan industri militer -- yaitu suku bangsa ‘Ad  Nabi  Hud a.s.  dan Dinasti Fir’aun di Mesir -- sehingga  kaum tersebut menjadi kaum yang sangat ditakuti oleh kaum-kaum lainnya, terutama oleh musuh-musuhnya, karena kekuatan militer yang dimilikinya mereka pergunakan untuk  berbuat zalim,  firman-Nya:
اَلَمۡ  تَرَ  کَیۡفَ فَعَلَ  رَبُّکَ بِعَادٍ ۪ۙ﴿﴾   اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾  الَّتِیۡ  لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ ثَمُوۡدَ  الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ  فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾  الَّذِیۡنَ طَغَوۡا فِی الۡبِلَادِ﴿۪ۙ﴾
Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Tuhan engkau telah berbuat terhadap kaum ‘Ād?  Juga suku Iram, pemilik gedung-gedung yang megah itu?   Yang seperti itu tidak pernah diciptakan  di negeri-negeri lainDan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu,  dan kaum Fir’aun yang mem-punyai pasak-pasak yakni lasykar yang banyak, yang berlaku sewenang-wenang dalam negeri-negeri itu,  lalu  banyak melakukan   kerusakan dalam negeri-negeri itu? (Al-Fajr [89]:7-12).
  Kaum itu suatu kaum yang sangat berkuasa di zaman mereka. Mereka mengungguli bangsa-bangsa sezaman dengan mereka, dalam sarana-sarana dan sumber-sumber daya kebendaan. Selanjutnya mengenai kaum  ‘Ād  Allah Swt. berfirman lagi:
فَاَمَّا عَادٌ  فَاسۡتَکۡبَرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ وَ قَالُوۡا مَنۡ  اَشَدُّ مِنَّا قُوَّۃً ؕ اَوَ لَمۡ  یَرَوۡا  اَنَّ اللّٰہَ  الَّذِیۡ خَلَقَہُمۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُمۡ  قُوَّۃً ؕ وَ کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یَجۡحَدُوۡنَ ﴿﴾
Adapun mengenai kaum 'Ād maka mereka berlaku sombong di bumi tanpa kebenaran dan mereka berkata: ”Siapakah lebih hebat dari kami dalam kekuatan?” Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah Yang menciptakan mereka Dia lebih hebat daripada mereka dalam kekuatan? Tetapi mereka menolak Tanda-tanda Kami. (Hā MīmAs-Sajdah [41]:16).
     Mengenai kekejaman mereka tindakan mereka terhadap musuh-musuh mereka Allah Swt. berfirman:
اَتَبۡنُوۡنَ بِکُلِّ رِیۡعٍ  اٰیَۃً  تَعۡبَثُوۡنَ ﴿﴾ وَ تَتَّخِذُوۡنَ مَصَانِعَ لَعَلَّکُمۡ تَخۡلُدُوۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ  اِذَا  بَطَشۡتُمۡ  بَطَشۡتُمۡ  جَبَّارِیۡنَ ﴿﴾ۚ
Apakah kamu membangun monumen pada tiap-tiap tanah yang tinggi   untuk hal yang sia-siaDan kamu mendirikan istana-istana supaya kamu akan hidup sela-manya?   Dan apabila kamu menyiksa seseorang, kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam.   (Asy-Syu’arā [26]:129-130).
       Pendek kata, keberhasilan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. membangun  pasukan tempur yang hebat tidak membuat kedua raja besar yang  juga Rasul Allah Swt. untuk berbuat kerusakan di muka bumi,  seperti yang dilakukan  kaum-kaum purbalaka lainnya melainkan mereka gunakan untuk  menegakkan ketertiban dan penegakan hukum Allah Swt. di muka bumi, sebagaimana firman-Nya:
یٰدَاوٗدُ  اِنَّا جَعَلۡنٰکَ خَلِیۡفَۃً فِی الۡاَرۡضِ فَاحۡکُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَ لَا تَتَّبِعِ الۡہَوٰی فَیُضِلَّکَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَضِلُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ  لَہُمۡ عَذَابٌ شَدِیۡدٌۢ بِمَا نَسُوۡا یَوۡمَ الۡحِسَابِ  ﴿٪﴾
“Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi maka hakimilah di antara manusia dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” Sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang sangat keras karena mereka  melupakan Hari Perhitungan. (Shād [38]:27).

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  30 September    2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar