بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 329
Penolakan Para Wasilah
(Perantara) Palsu Terhadap Para Penyembah
Mereka, Termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai
makna kata wasilah
yang benar: Wasilah artinya satu
jalan untuk memperoleh suatu kedudukan
terhormat di sisi raja; martabat,
pertalian, ikatan atau perhubungan (Lexicon
Lane).
Jadi, kata wasilah itu bukan berarti “penengah
antara Tuhan dan manusia,” sebagaimana banyak
yang keliru menafsirkan wasilah -- sebab arti yang kedua ini bukan hanya tidak-didukung oleh kelaziman pemakaian bahasa
Arab, tetapi juga bertentangan
dengan ajaran Al-Quran dan hadits-hadits Nabi Besar Muhammad saw..
Sehubungan orang-orang yang keliru memaknai arti wasilah tersebut, ketika
ditanyakan kepada orang-orang yang
datang menziarahi kuburan para nabi
Allah atau wali Allah atau ditanyakan kepada mereka yang menyembah berbagai bentuk berhala
-- yang kepada tempat-tempat atau benda-benda
tersebut mereka menyampaikan permohonan -- maka jawaban mereka adalah bahwa semua
itu hanya sekedar wasilah yang memperantarai
permohoan (doa) mereka dengan Allah Swt..
Bantahan “Tuhan-tuhan”
yang Dipersekutukan dengan Allah Swt.
Jawaban dusta mereka itu dibantah keras oleh “sembahan-sembahan” yang mereka persekutuan
dengan Allah Swt., firman-Nya:
وَ یَوۡمَ
نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا
ثُمَّ لَا یُؤۡذَنُ لِلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
وَ لَا ہُمۡ یُسۡتَعۡتَبُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذَا رَاَ
الَّذِیۡنَ ظَلَمُوا الۡعَذَابَ فَلَا یُخَفَّفُ عَنۡہُمۡ وَ لَا
ہُمۡ یُنۡظَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِذَا رَاَ
الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا
شُرَکَآءَہُمۡ قَالُوۡا رَبَّنَا
ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ ۚ
فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ الۡقَوۡلَ
اِنَّکُمۡ لَکٰذِبُوۡنَ ﴿ۚ﴾ وَ
اَلۡقَوۡا اِلَی اللّٰہِ
یَوۡمَئِذِۣ السَّلَمَ وَ ضَلَّ
عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا
یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi, kemudian tidak
akan diizinkan bagi orang-orang kafir untuk membela diri, dan dalih-dalih
mereka tidak akan diterima. Dan apabila orang-orang
zalim melihat azab maka tidak akan diringankan bagi mereka dan mereka tidak akan diberi tangguh. وَ اِذَا رَاَ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا شُرَکَآءَہُمۡ قَالُوۡا رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا
الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ -- dan apabila
orang-orang yang mempersekutukan Allah itu melihat tuhan-tuhan sekutu mereka, mereka akan
berkata: “Ya Rabb (Tuhan) kami,
inilah tuhan-tuhan sekutu kami yang senantiasa kami seru selain Engkau.” فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ
الۡقَوۡلَ اِنَّکُمۡ لَکٰذِبُوۡنَ -- Lalu
sekutu-sekutunya akan berkata kepada
mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya
kamu benar-benar pendusta!” Dan pada hari
itu mereka menyatakan ketaatannya kepada Allah, dan akan hilanglah dari mereka apa yang dahulu mereka senantiasa ada-adakan itu. (An-Nahl
[16]:85-88).
Ayat وَ یَوۡمَ
نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا -- “Dan ingatlah
hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi,” mengatakan, bahwa rasul-rasul Allah dikirim kepada segenap kaum dan bangsa-bangsa di
dunia. Hal itu merupakan pengakuan
yang dikemukakan Al-Quran, satu-satunya di antara semua kitab yang diwahyukan. Kebenaran pernyataan yang
dibukakan ke dunia kira-kira 1500 tahun yang lalu oleh Al-Quran itu, sekarang telah mulai nampak kepada umat manusia.
Perbantahan antara tuhan-tuhan palsu – yang dianggap
sebagai wasilah (perantara) --
dengan para pengikut atau penyembah mereka menunjukkan, bahwa tali persahabatan yang berlandaskan pada dosa dan penolakan terhadap
kebenaran tak pernah bertahan lama. Itulah salah satu makna ayat وَ اِذَا رَاَ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا شُرَکَآءَہُمۡ قَالُوۡا رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا
الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ -- dan apabila
orang-orang yang mempersekutukan Allah itu melihat tuhan-tuhan sekutu mereka, mereka akan
berkata: “Ya Rabb (Tuhan) kami,
inilah tuhan-tuhan sekutu kami yang senantiasa kami seru selain Engkau.” فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ
الۡقَوۡلَ اِنَّکُمۡ لَکٰذِبُوۡنَ -- Lalu sekutu-sekutunya
akan berkata kepada mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya kamu benar-benar pendusta!”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman وَ اَلۡقَوۡا
اِلَی اللّٰہِ یَوۡمَئِذِۣ السَّلَمَ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ
مَّا کَانُوۡا یَفۡتَرُوۡنَ -- Dan
pada hari itu mereka menyatakan
ketaatannya kepada Allah, dan akan
hilanglah dari mereka apa yang dahulu mereka senantiasa ada-adakan itu. (An-Nahl [16]: 88).
Sangkalan “Sembahan”
Orang-orang Musyrik
Sehubungan dengan wasilah (perantara) palsu tersebut dalam Surah
lain Allah Swt. berfirman:
وَ یَوۡمَ
نَحۡشُرُہُمۡ جَمِیۡعًا ثُمَّ
نَقُوۡلُ لِلَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا
مَکَانَکُمۡ اَنۡتُمۡ وَ شُرَکَآؤُکُمۡ ۚ فَزَیَّلۡنَا بَیۡنَہُمۡ وَ قَالَ
شُرَکَآؤُہُمۡ مَّا کُنۡتُمۡ اِیَّانَا تَعۡبُدُوۡنَ ﴿﴾ فَکَفٰی بِاللّٰہِ شَہِیۡدًۢا بَیۡنَنَا وَ
بَیۡنَکُمۡ اِنۡ کُنَّا عَنۡ عِبَادَتِکُمۡ لَغٰفِلِیۡنَ ﴿﴾ ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ اَسۡلَفَتۡ وَ رُدُّوۡۤا اِلَی اللّٰہِ مَوۡلٰىہُمُ الۡحَقِّ
وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا
کَانُوۡا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah
hari itu ketika Kami akan mengumpulkan mereka semuanya kemudian Kami akan berfirman kepada orang-orang yang mempersekutukan: “Tetaplah di tempat kamu, kamu beserta sekutu-sekutumu.”
فَزَیَّلۡنَا بَیۡنَہُم -- Lalu Kami memisahkan di antara mereka, وَ قَالَ شُرَکَآؤُہُمۡ مَّا کُنۡتُمۡ اِیَّانَا تَعۡبُدُوۡنَ -- dan
sekutu-sekutu mereka berkata:”Sekali-kali bukanlah kami yang senantiasa
kamu sembah, فَکَفٰی بِاللّٰہِ شَہِیۡدًۢا بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ -- maka cukuplah
Allah sebagai saksi di antara kami
dan kamu, اِنۡ کُنَّا عَنۡ عِبَادَتِکُمۡ لَغٰفِلِیۡنَ
-- sesungguhnya kami
tidak tahu-menahu mengenai penyembahan
kamu.” ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ اَسۡلَفَتۡ -- di sanalah tiap-tiap
jiwa merasakan penderitaan akibat apa yang telah dikerjakannya dahulu, وَ رُدُّوۡۤا اِلَی اللّٰہِ مَوۡلٰىہُمُ الۡحَقِّ -- dan mereka
akan dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang haq (sebenarnya), وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا یَفۡتَرُوۡنَ -- dan lenyaplah
dari mereka apa yang telah mereka ada-adakan itu. (Yunus [10]:29-31).
Makna ayat ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ اَسۡلَفَتۡ -- “di sanalah tiap-tiap
jiwa merasakan penderitaan akibat apa yang telah dikerjakannya dahulu”, bahwa di
dunia, manusia tidak diberi kemampuan
sepenuhnya untuk memahami dan mengetahui hakikat yang sebenarnya
mengenai segala sesuatu. Hanya nanti di akhiratlah
segala hijab (tirai) akan sepenuhnya disingkapkan, dan hakikat yang sebenarnya mengenai segala
sesuatu akan menjadi terang dan jelas.
Penolakan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Sebagai “Tuhan
Sembahan” Selain Allah Swt.
Demikian juga Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang telah “disembah” oleh orang-orang yang mempertuhankan beliau dan juga ibunya
(Siti Maryam) sebagai dua sembahan
selain Allah Swt., beliau akan membantah
keras
sebagai penyebab terjadinya penyembahan (kemusyrikan) mereka itu, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اللّٰہُ
یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ
لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ
اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ
عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ
وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ
اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾ اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ
تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu
Maryam, apakah engkau telah berkata
kepada manusia: “Jadikanlah aku dan
ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang sekali-kali bukan hakku.
Jika aku telah mengatakannya maka sungguh Engkau
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa
yang ada dalam diriku, sedangkan aku
tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau, sesungguh-nya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. رَبَّکُمۡ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ
رَبِّیۡ وَ -- “Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka
kecuali apa yang telah Engkau
perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.” شَہِیۡدًا
مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ وَ -- dan aku
menjadi saksi atas mereka selama
aku berada di antara mereka, کُنۡتَ
اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ -- tetapi tatkala Engkau
telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi
Pengawas atas mereka, اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ
شَہِیۡدٌ وَ -- dan Engkau adalah Saksi atas segala
sesuatu. اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ
تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Kalau Engkau mengazab mereka, maka
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba
Engkau, dan kalau Engkau mengampuni
mereka, maka sesungguhnya Engkau
benar-benar Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (Al-Māidah [5]:17-19).
Lihat pula QS. 4:172-173; QS.5:18; QS. 73-74; QS. 9:30; QS.19: 36-37 &
89-94.
Jadi, semua wasilah (perantara) palsu yang telah “dipersekutukan” dengan Allah Swt. tersebut di akhirat mereka itu akan berlepas diri dari pengakuan orang-orang yang mempersekutukan mereka, sebagaimana
dikemukakan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. dalam firman-Nya tersebut, yang
sekali gus menggugurkan pendakwaan orang-orang yang sedang menunggu-nunggu kedatangan beliau turun
dari dari langit dengan jasad
kasarnya, sebab berdasarkan pernyataan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri,
bahwa beliau telah wafat karena itu beliau sama sekali tidak-tahu menahu atau berlepas diri dari orang-orang yang
telah mempersekukutukan beliau dan ibu beliau sebagai “dua tuhan” selain Allah
Swt..
Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai “Wasilah” (Perantara) yang Hakiki
Berikut ini adalah jawaban Allah Swt. berkenaan makna wasilah
(perantaraan) yang hakiki -- yaitu Nabi
Besar Muhammad saw. -- firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ -- orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada
mereka, مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- dan mereka itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی
بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
Sesuai dengan makna hakiki wasilah
(perantara) sebelum ini – yakni satu jalan untuk memperoleh suatu kedudukan
terhormat di sisi raja; martabat, pertalian, ikatan atau perhubungan (Lexicon Lane) -- maka
maka dalam pandangan Allah Swt.,
tidak ada kedudukan atau martabat atau pertalian atau ikatan
atau perhubungan dengan Allah Swt selain orang-orang beriman dan bertakwa yang
karena ketaatannya kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. termasuk ke
dalam salah satu dari keempat martabat
keruhanian di hadirat Allah Swt. tersebut, yakni: مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ
وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- dan mereka
itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
Mereka yang menolak keempat macam martabat keruhanian yang disediakan Allah Swt. bagi mereka yang benar-benar menginginkan syafaat dan wasilah dari Nabi Besar Muhammad saw. – dengan alasan bahwa semua jenis kenabian dan wahyu Ilahi
telah tertutup rapat dengan
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41)
dan diturunkan-Nya agama Islam (Al-Quran)
sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
Turunnya Karunia Allah Swt. Tidak dapat Dihalangi & Berulangnya Sunnatullah Berkenaan Istri-istri
Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. di Akhir Zaman
Pemahaman keliru mereka itu
(QS.10:75; QS.40:35-36; QS.72:8); sama sekali tidak dapat menghalangi Allah Swt. untuk menganugerahkan
turunnya karunia-Nya berupa empat
macam nikmat (martabat) ruhani yang hakiki tersebut kepada
orang-orang yang benar-benar memahami masalah (makna) syafaat
dan wasilah dengan benar:
ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی
بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
Sesuai dengan Sunnatullah, mereka yang menolak karunia Allah Swt. melalui syafaat
dan wasilah Nabi Besar Muhammad
saw. –
termasuk di Akhir Zaman ini
-- mereka, insya Allah, akan mengalami nasib
buruk seperti istri-istri durhaka
Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا
مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا
النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi
orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang
saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka
berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah,
dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api
beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm
[66]:11).
Jadi, betapa sakralnya
kedudukan pernikahan dalam ajaran
Islam (Al-Quran), karena di dalamnya
mengandung berbagai hikmah yang
sangat dalam berkenaan dengan masalah ketakwaan
kepada Allah Swt. dan ketaatan kepada Rasul-Nya, terutama Nabi
Besar Muhammad saw..
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar