Jumat, 03 Oktober 2014

Penolakan Para "Wasilah" (Perantara) Palsu Terhadap Para Penyembah Mereka, Termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   329

  Penolakan Para   Wasilah  (Perantara) Palsu Terhadap  Para Penyembah Mereka,  Termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai  makna  kata wasilah yang benar:  Wasilah artinya  satu jalan untuk memperoleh suatu kedudukan terhormat di sisi raja; martabat, pertalian, ikatan atau perhubungan (Lexicon Lane).
     Jadi, kata wasilah itu bukan berarti “penengah antara Tuhan dan manusia,” sebagaimana  banyak yang keliru menafsirkan  wasilah  -- sebab arti yang kedua ini bukan hanya tidak-didukung oleh kelaziman pemakaian bahasa Arab, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan hadits-hadits  Nabi Besar Muhammad  saw..
       Sehubungan orang-orang yang keliru  memaknai arti wasilah  tersebut, ketika ditanyakan  kepada orang-orang yang datang menziarahi kuburan para  nabi Allah atau wali Allah  atau ditanyakan kepada mereka yang menyembah berbagai bentuk berhala    --  yang kepada tempat-tempat atau benda-benda tersebut mereka menyampaikan permohonan   -- maka jawaban mereka adalah bahwa semua itu hanya sekedar wasilah  yang memperantarai permohoan (doa) mereka dengan Allah Swt..

Bantahan “Tuhan-tuhan” yang Dipersekutukan dengan Allah Swt.

   Jawaban dusta mereka itu dibantah keras oleh “sembahan-sembahan” yang mereka persekutuan dengan Allah Swt., firman-Nya:
وَ یَوۡمَ نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ  شَہِیۡدًا ثُمَّ لَا یُؤۡذَنُ  لِلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ لَا ہُمۡ یُسۡتَعۡتَبُوۡنَ ﴿﴾  وَ اِذَا رَاَ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوا الۡعَذَابَ فَلَا یُخَفَّفُ عَنۡہُمۡ  وَ لَا  ہُمۡ  یُنۡظَرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اِذَا رَاَ  الَّذِیۡنَ  اَشۡرَکُوۡا شُرَکَآءَہُمۡ  قَالُوۡا رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ ۚ فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ الۡقَوۡلَ   اِنَّکُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ ﴿ۚ﴾  وَ  اَلۡقَوۡا  اِلَی اللّٰہِ یَوۡمَئِذِۣ السَّلَمَ وَ ضَلَّ  عَنۡہُمۡ  مَّا  کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi, kemudian tidak akan diizinkan bagi orang-orang kafir untuk membela diri, dan dalih-dalih mereka tidak akan diterima.   Dan apabila  orang-orang zalim   melihat azab maka tidak akan diringankan bagi mereka dan mereka tidak akan diberi tangguh. وَ اِذَا رَاَ  الَّذِیۡنَ  اَشۡرَکُوۡا شُرَکَآءَہُمۡ  قَالُوۡا رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ  -- dan  apabila orang-orang yang mempersekutukan Allah itu melihat tuhan-tuhan sekutu mereka, mereka akan berkata: “Ya Rabb (Tuhan) kami, inilah tuhan-tuhan sekutu kami yang senantiasa kami   seru selain Engkau.” فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ الۡقَوۡلَ   اِنَّکُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ  --  Lalu sekutu-sekutunya akan berkata kepada mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya kamu benar-benar pendusta!”  Dan pada hari itu mereka menyatakan ketaatannya kepada Allah, dan akan hilanglah dari mereka apa yang dahulu mereka senantiasa ada-adakan itu. (An-Nahl [16]:85-88).
       Ayat  وَ یَوۡمَ نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ  شَہِیۡدًا --   “Dan ingatlah hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi, mengatakan, bahwa rasul-rasul Allah  dikirim kepada segenap kaum dan bangsa-bangsa di dunia. Hal itu merupakan pengakuan yang dikemukakan Al-Quran, satu-satunya di antara semua kitab yang diwahyukan. Kebenaran pernyataan yang dibukakan ke dunia kira-kira 1500 tahun yang lalu oleh Al-Quran itu, sekarang telah mulai nampak kepada umat manusia. 
    Perbantahan antara tuhan-tuhan palsu – yang dianggap sebagai wasilah (perantara)    --  dengan  para pengikut atau penyembah mereka  menunjukkan, bahwa tali persahabatan yang berlandaskan pada dosa dan penolakan terhadap kebenaran  tak pernah bertahan lama.  Itulah salah satu makna ayat وَ اِذَا رَاَ  الَّذِیۡنَ  اَشۡرَکُوۡا شُرَکَآءَہُمۡ  قَالُوۡا رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ شُرَکَآؤُنَا الَّذِیۡنَ کُنَّا نَدۡعُوۡا مِنۡ دُوۡنِکَ  -- dan  apabila orang-orang yang mempersekutukan Allah itu melihat tuhan-tuhan sekutu mereka, mereka akan berkata: “Ya Rabb (Tuhan) kami, inilah tuhan-tuhan sekutu kami yang senantiasa kami   seru selain Engkau.” فَاَلۡقَوۡا اِلَیۡہِمُ الۡقَوۡلَ   اِنَّکُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ  --  Lalu sekutu-sekutunya akan berkata kepada mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya kamu benar-benar pendusta!”
         Selanjutnya Allah Swt. berfirman  وَ  اَلۡقَوۡا  اِلَی اللّٰہِ یَوۡمَئِذِۣ السَّلَمَ وَ ضَلَّ  عَنۡہُمۡ  مَّا  کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ  --  Dan pada hari itu mereka menyatakan ketaatannya kepada Allah, dan akan hilanglah dari mereka apa yang dahulu mereka senantiasa ada-adakan itu. (An-Nahl [16]: 88).

Sangkalan “Sembahan” Orang-orang Musyrik

       Sehubungan dengan wasilah (perantara) palsu  tersebut dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ یَوۡمَ نَحۡشُرُہُمۡ جَمِیۡعًا ثُمَّ نَقُوۡلُ لِلَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا مَکَانَکُمۡ اَنۡتُمۡ وَ شُرَکَآؤُکُمۡ ۚ فَزَیَّلۡنَا بَیۡنَہُمۡ وَ قَالَ شُرَکَآؤُہُمۡ مَّا کُنۡتُمۡ  اِیَّانَا تَعۡبُدُوۡنَ ﴿﴾  فَکَفٰی بِاللّٰہِ شَہِیۡدًۢا بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ اِنۡ  کُنَّا عَنۡ عِبَادَتِکُمۡ  لَغٰفِلِیۡنَ ﴿﴾  ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ  اَسۡلَفَتۡ وَ رُدُّوۡۤا اِلَی اللّٰہِ مَوۡلٰىہُمُ الۡحَقِّ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ  مَّا  کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan ingatlah hari itu  ketika Kami akan mengumpulkan mereka semuanya kemudian Kami akan berfirman kepada orang-orang yang mempersekutukan: Tetaplah di tempat kamu, kamu beserta sekutu-sekutumu.” فَزَیَّلۡنَا بَیۡنَہُم  -- Lalu Kami memisahkan di antara mereka,  وَ قَالَ شُرَکَآؤُہُمۡ مَّا کُنۡتُمۡ  اِیَّانَا تَعۡبُدُوۡنَ  -- dan   sekutu-sekutu mereka berkata:”Sekali-kali bukanlah kami yang senantiasa kamu sembah, فَکَفٰی بِاللّٰہِ شَہِیۡدًۢا بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ   --  maka cukuplah Allah sebagai saksi di antara kami dan kamu, اِنۡ  کُنَّا عَنۡ عِبَادَتِکُمۡ  لَغٰفِلِیۡنَ  --  sesungguhnya  kami tidak tahu-menahu  mengenai penyembahan kamu.  ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ  اَسۡلَفَتۡ   --    di sanalah  tiap-tiap jiwa  merasakan penderitaan  akibat apa yang telah dikerjakannya dahulu,   وَ رُدُّوۡۤا اِلَی اللّٰہِ مَوۡلٰىہُمُ الۡحَقِّ -- dan mereka akan dikembalikan kepada Allah  Pelindung mereka yang haq (sebenarnya),  وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ  مَّا  کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ  -- dan  lenyaplah dari mereka apa yang telah  mereka ada-adakan itu.  (Yunus [10]:29-31).
       Makna ayat  ہُنَالِکَ تَبۡلُوۡا کُلُّ نَفۡسٍ مَّاۤ  اَسۡلَفَتۡ   --    di sanalah  tiap-tiap jiwa  merasakan penderitaan  akibat apa yang telah dikerjakannya dahulu”, bahwa   di dunia, manusia tidak diberi kemampuan sepenuhnya untuk memahami dan mengetahui hakikat yang sebenarnya mengenai segala sesuatu. Hanya nanti di akhiratlah segala hijab (tirai) akan sepenuhnya disingkapkan, dan hakikat yang sebenarnya mengenai segala sesuatu akan menjadi terang dan jelas.

Penolakan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Sebagai “Tuhan Sembahan” Selain  Allah Swt.

       Demikian juga Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang telah “disembah”  oleh orang-orang yang mempertuhankan beliau dan juga ibunya (Siti Maryam) sebagai dua sembahan selain Allah Swt., beliau akan membantah keras  sebagai penyebab  terjadinya penyembahan (kemusyrikan) mereka itu, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾  اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan  apa yang sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,   sesungguh-nya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. رَبَّکُمۡ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ --  “Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku  (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.”   شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ  کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  وَ  --  dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka,    کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ     --  tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku  maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ   شَیۡءٍ   شَہِیۡدٌ     وَ    -- dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ --   Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Al-Māidah [5]:17-19). Lihat pula QS. 4:172-173; QS.5:18; QS. 73-74; QS. 9:30; QS.19: 36-37 & 89-94.
      Jadi, semua wasilah (perantara) palsu  yang telah  “dipersekutukan” dengan Allah Swt. tersebut  di akhirat  mereka itu akan berlepas diri  dari pengakuan orang-orang yang mempersekutukan mereka, sebagaimana dikemukakan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam  firman-Nya tersebut, yang sekali gus menggugurkan pendakwaan orang-orang yang sedang menunggu-nunggu kedatangan beliau  turun dari dari langit dengan jasad kasarnya, sebab berdasarkan pernyataan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri,  bahwa beliau telah wafat   karena itu beliau sama sekali tidak-tahu menahu atau berlepas diri dari orang-orang yang telah mempersekukutukan beliau dan ibu beliau sebagai “dua tuhan” selain Allah Swt..

Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai “Wasilah” (Perantara) yang Hakiki

          Berikut ini   adalah jawaban Allah Swt. berkenaan makna  wasilah (perantaraan) yang hakiki  --  yaitu Nabi Besar Muhammad saw. -- firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ  --   orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka, مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ --  yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih,  وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا  -- dan mereka  itulah sahabat yang sejati ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
      Sesuai dengan makna hakiki wasilah (perantara) sebelum ini  – yakni    satu jalan untuk memperoleh suatu kedudukan terhormat di sisi raja; martabat, pertalian, ikatan atau perhubungan (Lexicon Lane)  -- maka  maka dalam pandangan   Allah Swt., tidak ada kedudukan atau martabat atau pertalian atau ikatan atau perhubungan dengan Allah Swt  selain orang-orang beriman dan bertakwa yang karena ketaatannya kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. termasuk ke dalam salah satu dari keempat martabat keruhanian di hadirat Allah Swt. tersebut, yakni:  مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ --  yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih,  وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا  -- dan mereka  itulah sahabat yang sejati.      ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
     Mereka yang menolak  keempat macam martabat keruhanian yang  disediakan Allah Swt. bagi mereka yang benar-benar menginginkan syafaat dan wasilah dari Nabi Besar Muhammad saw.   – dengan alasan  bahwa semua jenis kenabian dan wahyu Ilahi telah tertutup rapat dengan pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41) dan diturunkan-Nya agama Islam (Al-Quran) sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4).

Turunnya Karunia Allah Swt. Tidak dapat Dihalangi  & Berulangnya Sunnatullah Berkenaan Istri-istri Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. di Akhir Zaman

     Pemahaman keliru mereka itu (QS.10:75; QS.40:35-36; QS.72:8); sama sekali tidak dapat menghalangi Allah Swt. untuk menganugerahkan turunnya karunia-Nya berupa empat macam nikmat (martabat) ruhani yang hakiki tersebut kepada orang-orang yang benar-benar  memahami masalah (makna)  syafaat dan wasilah dengan benar:      ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
     Sesuai dengan Sunnatullah, mereka yang menolak karunia Allah Swt. melalui syafaat dan wasilah Nabi Besar Muhammad saw.     termasuk di Akhir Zaman ini --    mereka, insya Allah, akan mengalami nasib buruk seperti istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm [66]:11).
     Jadi, betapa sakralnya kedudukan pernikahan dalam ajaran Islam  (Al-Quran), karena di dalamnya mengandung berbagai hikmah yang sangat dalam berkenaan dengan masalah ketakwaan kepada Allah Swt. dan ketaatan kepada Rasul-Nya, terutama Nabi Besar Muhammad saw..
 
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  10  September     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar