بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 339
Mencari Keberkatan
Ilahi dari Rasul
Allah dan Para Pengikut Rasul
Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan berbagai firman Allah Swt. mengenai ayat وَ ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ --
dan sucikanlah pakaian engkau,” bahwa makna
lain tsiyab (pakaian)
adalah para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yang disebut para sahabat beliau saw., dimana berkat ta’lim dan tarbiyat serta contoh suci
yang diperagakan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.33:22) maka kesucian
akhlak dan ruhani mereka
benar-benar telah mencapai kesempurnaan
yang tidak pernah diraih oleh para pengikut rasul-rasul
Allah sebelumnya, termasuk Bani
Israil.
Ketika Allah Swt. menanyakan kepada
Nabi Musa a.s. alasan mengapa beliau cepat-cepat
ingin berjumpa dengan-Nya, Nabi Musa
a.s. menjawab bahwa karena Bani Israil
telah mengikuti beliau dalam jarak
yang sangat dekat dengan penuh
semangat -- yakni mereka
benar-benar patuh-taat kepada
beliau -- tetapi Allah Swt. menjawab
bahwa justru sepeninggal beliau Bani Israil
telah menyembah patung anak sapi buatan Samiri,
firman-Nya:
وَ مَاۤ
اَعۡجَلَکَ عَنۡ قَوۡمِکَ
یٰمُوۡسٰی ﴿﴾ قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ رَبِّ
لِتَرۡضٰی ﴿﴾ قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ
وَ اَضَلَّہُمُ السَّامِرِیُّ ﴿﴾ فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۬ۚ
قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَمۡ یَعِدۡکُمۡ
رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ
غَضَبٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾
"Dan
apakah yang membuat engkau tergesa-gesa
mendahului kaum engkau hai Musa?"
Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu
aku bergegas menghadap kepada Engkau,
ya Rabb-Ku (Tuhan-ku), supaya
Engkau ridha." Dia
berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaum engkau
sepeninggal engkau dan seorang Samiri telah menyesatkan mereka." Maka Musa
kembali kepada kaumnya, marah dan
sedih, ia berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan)
kamu telah menjanjikan kepadamu
suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama
bagi kamu, ataukah kamu menghendaki
supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu menimpamu karena kamu
telah mengingkari perjanjian denganku? (Thā Hā [20]:84-87).
Jadi, keadaan para pengikut Nabi Musa a.s. tidak dapat
dibandingkan dengan kepatuh-taatan sempurna para sahabat Nabi Besar Muhammad
saw. – yakni tsiyab -- yang selalu
mendapat berbagai bentuk “pembersihan”
oleh Nabi Besar Muhammad saw. dari berbagai “kekotoran” sebagaimana
dikemukakan dalam ayat selanjutnya الرُّجۡزَ فَاہۡجُرۡ -- “dan tinggalkan
penyembahan berhala,” (Al-Muddatstsir
[74]:6).
Ar-rujz berarti pula kemusyrikan (Lexicon Lane);
ayat ini dapat dianggap perintah
kepada Nabi Besar Muhammad saw. agar
tidak jemu-jemu membasmi kemusyrikan -- baik kemusyrikan
yang nyata mau pun kemusyrikan yang tersembunyi -- seperti kecintaan berlebihan kepada keluarga (anak-istri) serta kepada
kesenangan hidup duniawi yang dapat
membuat lengah dari dzikr Ilahi (QS.63:10-12; QS.64:15-19).
Tidak Mencari Keuntungan Duniawi
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai pentingnya melakukan berbagai kebaikan semata-mata demi mencari keridhaan Allah Swt. وَ لَا تَمۡنُنۡ
تَسۡتَکۡثِرُ ۪ -- “dan janganlah engkau melakukan kebaikan dengan niat meraih keuntungan lebih banyak”,
benar-benar telah dilaksanakan pula oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
Sehubungan dengan hal tersebut, berikut
ini adalah firman Allah Swt. mengenai
para sahabat Nabi Besar
Muhammad saw. kalangan Anshar
dari Madinah:
لِلۡفُقَرَآءِ الۡمُہٰجِرِیۡنَ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اَمۡوَالِہِمۡ
یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا وَّ یَنۡصُرُوۡنَ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ۚ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَ الۡاِیۡمَانَ مِنۡ
قَبۡلِہِمۡ یُحِبُّوۡنَ مَنۡ ہَاجَرَ اِلَیۡہِمۡ وَ لَا یَجِدُوۡنَ فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ عَلٰۤی
اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ ؕ۟ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ
نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ۚ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
جَآءُوۡ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ
رَبَّنَا اغۡفِرۡ لَنَا وَ
لِاِخۡوَانِنَا الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا
بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ فِیۡ
قُلُوۡبِنَا غِلًّا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿٪﴾
Harta rampasan itu untuk orang-orang
miskin yang berhijrah yang telah
diusir dari rumah mereka dan dari harta
mereka, mereka mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, dan
mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan harta rampasan itu juga untuk orang-orang yang telah mendirikan rumah di Medinah dan
sudah beriman sebelum mereka,
mereka mencintai orang-orang yang
berhijrah kepada mereka, وَ لَا
یَجِدُوۡنَ فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ
حَاجَۃً مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ
یُؤۡثِرُوۡنَ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ --
dan mereka tidak mendapati suatu
keinginan dalam dada mereka terhadap
apa yang diberikan itu,
tetapi mereka mengutamakan para
muhajir di atas diri mereka sendiri
dan walaupun kemiskinan menyertai mereka. وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- dan barangsiapa dapat mengatasi keserakahan
dirinya maka mereka itulah yang berhasil. وَ الَّذِیۡنَ
جَآءُوۡ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ
رَبَّنَا اغۡفِرۡ لَنَا وَ
لِاِخۡوَانِنَا الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا
بِالۡاِیۡمَانِ -- dan orang-orang yang datang sesudah mereka,
mereka berkata: “Hai Rabb (Tuhan)
kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami
dalam keimanan, وَ لَا
تَجۡعَلۡ فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا لِّلَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا رَبَّنَاۤ اِنَّکَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ -- dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai Rabb
(Tuhan) kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun, Maha Penyayang.” (Al-Hasyr
[59]:9-11).
Kata-kata وَ لَا
یَجِدُوۡنَ فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ
حَاجَۃً مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ
یُؤۡثِرُوۡنَ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ -- dan mereka tidak mendapati suatu keinginan dalam dada mereka terhadap apa
yang diberikan itu, tetapi mereka
mengutamakan para muhajir di atas diri mereka sendiri dan walaupun kemiskinan menyertai mereka itu,” ayat tersebut merupakan kesaksian besar mengenai jiwa pengorbanan, keramah-tamahan selaku tuan rumah, dan niat baik kaum Anshar
Madinah.
Saling Mendoakan Kebaikan
Kaum Muhajirin datang dari Mekkah kepada
mereka dalam keadaan kehilangan segala
harta milik mereka, dan orang-orang Anshar
Madinah menerima mereka itu dengan tangan
terbuka, dan menjadikan mereka itu sama-sama memiliki harta benda mereka.
Ikatan cinta dan persaudaraan, yang dijalin oleh Nabi Besar Muhammad saw. antara kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshar
di Medinah, dan mengenai jalinan persaudaraan ruhani tersebut ayat ini memberikan kesaksian begitu jelas, adalah tiada
tara bandingannya di dalam seluruh lembaran sejarah hubungan antar manusia.
Makna ayat 11: وَ
الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا اغۡفِرۡ لَنَا وَ
لِاِخۡوَانِنَا الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا
بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ فِیۡ
قُلُوۡبِنَا غِلًّا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ -- “Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka, mereka berkata: “Hai Rabb
(Tuhan) kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami
dalam keimanan, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai
Rabb (Tuhan) kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang,” ayat ini
dapat dikenakan kepada para Muhajirin
yang kemudian datang ke Medinah, atau kepada semua keturunan kaum Muslimin yang datang kemudian.
Jadi, keadaan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. – baik
dari kalangan Muhajirin mau pun Anshar -- mereka benar-benar memperagakan semua perintah
Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam Surah Al-Muddatstsir, termasuk firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar
Muhammad saw.: وَ لِرَبِّکَ فَاصۡبِرۡ -- dan demi Rabb
(Tuhan) engkau maka bersabarlah. (Al-Muddatstsir [74]:1-6).
Pendek kata, Nabi Besar Muhammad saw. sabagai “Al-Muddatstsir” (orang yang berselimut
dengan jubah), hanya dalam waktu 23 tahun
saja beliau saw. telah mampu menjadikan bangsa Arab jahiliyah -- yang tenggelam selama ribuan tahun dalam kesesatan yang nyata -- menjadi “manusia-manusia
malaikat” atau “umat terbaik”
(QS.2:144; QS.3:111), sebagai bukti keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw. melaksanakan perintah Allah Swt.: وَ
ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ -- “dan
sucikanlah pakaian engkau.”
Makna Wahyu Ilahi Kepada Al-Masih
Mau’ud a.s. Tentang Raja-rtaja
dan Pakaian
& Nabi Yusuf a.s. Menjadi Pejabat
Tinggi di Kerajaan Mesir
Jadi, hubungan ayat وَ
ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ -- “dan
sucikanlah pakaian engkau” dengan wahyu Ilahi dalam bahasa Urdu kepada Al-Masih Mau’ud a.s. –
Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- dalam Bab 337
mengenai “pakaian”:
Me tujhe
barkat dungga aor bahut barkat dungga yahan tak keh badsyah
tere kaprongse barkat dundengge -- Aku akan memberkati engkau
dengan keberkatan besar, sedemikian
besar sehingga raja-raja akan mencari berkat dari pakaian engkau.” (Tadzkirah; Kitabul Bariyah, vol. I hal 148, catatan kaki; Ruhani Khazain, vol 13 hal.179).
Berbagai makna
dari nubuatan dalam wahyu Ilahi
tersebut mengenai “pakaian” adalah:
(a) Akan datang suatu masa ketika para penguasa duniawi pun akan bergabung ke dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah, yakni sesuai dengan nubuatan dalam firman Allah
Swt. kepada Nabi Musa a.s. mengenai
penganugerah rangkaian nikmat-nikmat
Allah kepada “kaum terpilih”
sebagai khalifah (pengganti) kaum sebelumnya, yakni (1) kenabian, (2) kerajaan (raja-raja), dan (3) kemajuan duniawi (QS.5:21). Mengenai hal ini Pendiri Jemaat Ahmadiyah pun telah mendapat kasyaf (penglihatan ruhani) tentang
para raja dari kawasan mana
saja di dunia ini yang akan bergabung
ke dalam Jemaat Ahmadiyah.
(b) Boleh jadi -- karena alasan politis atau alasan-alasan lainnya -- para
raja atau para pemimpin negara tersebut
tidak/belum beriman kepada Al-Masih Mau’ud a.s., namun demikian mereka akan
mencari berkat dari para pengikut Al-Masih Mau’ud a.s., misalnya
dengan mengangkat mereka pada berbagai jabatan
penting dalam pemerintahan mereka.
Contohnya, para masa pemerintahan
Presiden Pakistan yang pertama, Muhammad
Ali Jinnah, ia telah mengangkat Sir Muhammad Zafrullah Khan sebagai Menteri Luar Negeri Pakistan, dan Mirza
Muzaffar Ahmad – cucu Al-Masih Mau’ud a.s. -- sebagai Menteri
Keuangan. Demikian juga dalam bidang militer,
beberapa Jenderal Angkatan Darat dari kalangan Ahmadi telah berjasa besar, misalnya kemenangan pasukan Pakistan
dalam perang di Kashmir melawan pasukan India, yaitu Jenderal Athar Malik.
Demikian pula yang dilakukan Raja Mesir terhadap Nabi Yusuf a.s., karena merasa puas
mendengar penjelasan Nabi Yusuf a.s.
mengenai tafsir mimpi aneh yang dialami raja Mesir (QS.12:44-53),
raja Mesir tersebut telah mengangkat Nabi
Yusuf a.s. sebagai salah seorang pejabat tinggi di pemerintahan kerajaan Mesir, firman-Nya:
وَ قَالَ الۡمَلِکُ اِنِّیۡۤ اَرٰی سَبۡعَ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ یَّاۡکُلُہُنَّ
سَبۡعٌ عِجَافٌ وَّ سَبۡعَ سُنۡۢبُلٰتٍ خُضۡرٍ وَّ اُخَرَ یٰبِسٰتٍ ؕ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَاُ اَفۡتُوۡنِیۡ فِیۡ رُءۡیَایَ اِنۡ کُنۡتُمۡ
لِلرُّءۡیَا تَعۡبُرُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡۤا اَضۡغَاثُ اَحۡلَامٍ ۚ وَ مَا نَحۡنُ
بِتَاۡوِیۡلِ الۡاَحۡلَامِ بِعٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡ نَجَا مِنۡہُمَا وَ ادَّکَرَ بَعۡدَ اُمَّۃٍ اَنَا
اُنَبِّئُکُمۡ بِتَاۡوِیۡلِہٖ
فَاَرۡسِلُوۡنِ ﴿﴾ یُوۡسُفُ اَیُّہَا الصِّدِّیۡقُ اَفۡتِنَا فِیۡ سَبۡعِ
بَقَرٰتٍ سِمَانٍ یَّاۡکُلُہُنَّ سَبۡعٌ عِجَافٌ وَّ سَبۡعِ سُنۡۢبُلٰتٍ خُضۡرٍ
وَّ اُخَرَ یٰبِسٰتٍ ۙ لَّعَلِّیۡۤ اَرۡجِعُ
اِلَی النَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ قَالَ تَزۡرَعُوۡنَ
سَبۡعَ سِنِیۡنَ دَاَبًا ۚ فَمَا حَصَدۡتُّمۡ
فَذَرُوۡہُ فِیۡ سُنۡۢبُلِہٖۤ
اِلَّا قَلِیۡلًا مِّمَّا تَاۡکُلُوۡنَ ﴿﴾ ثُمَّ یَاۡتِیۡ
مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ سَبۡعٌ شِدَادٌ یَّاۡکُلۡنَ مَا قَدَّمۡتُمۡ لَہُنَّ اِلَّا
قَلِیۡلًا مِّمَّا تُحۡصِنُوۡنَ
﴿﴾ ثُمَّ یَاۡتِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ
عَامٌ فِیۡہِ یُغَاثُ
النَّاسُ وَ فِیۡہِ یَعۡصِرُوۡنَ ﴿٪﴾ وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖ ۚ فَلَمَّا
جَآءَہُ الرَّسُوۡلُ قَالَ ارۡجِعۡ اِلٰی
رَبِّکَ فَسۡـَٔلۡہُ مَا بَالُ النِّسۡوَۃِ
الّٰتِیۡ قَطَّعۡنَ اَیۡدِیَہُنَّ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ بِکَیۡدِہِنَّ عَلِیۡمٌ
﴿﴾ قَالَ مَا
خَطۡبُکُنَّ اِذۡ رَاوَدۡتُّنَّ یُوۡسُفَ عَنۡ نَّفۡسِہٖ ؕ
قُلۡنَ حَاشَ لِلّٰہِ مَا عَلِمۡنَا
عَلَیۡہِ مِنۡ سُوۡٓءٍ ؕ قَالَتِ امۡرَاَتُ الۡعَزِیۡزِ الۡـٰٔنَ حَصۡحَصَ
الۡحَقُّ ۫ اَنَا رَاوَدۡتُّہٗ عَنۡ نَّفۡسِہٖ وَ
اِنَّہٗ لَمِنَ الصّٰدِقِیۡنَ﴿﴾ ذٰلِکَ لِیَعۡلَمَ
اَنِّیۡ لَمۡ اَخُنۡہُ بِالۡغَیۡبِ وَ اَنَّ
اللّٰہَ لَا یَہۡدِیۡ کَیۡدَ
الۡخَآئِنِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَاۤ اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ اَسۡتَخۡلِصۡہُ لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا کَلَّمَہٗ
قَالَ اِنَّکَ الۡیَوۡمَ لَدَیۡنَا مَکِیۡنٌ اَمِیۡنٌ ﴿﴾ قَالَ اجۡعَلۡنِیۡ
عَلٰی خَزَآئِنِ الۡاَرۡضِ ۚ اِنِّیۡ
حَفِیۡظٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
مَکَّنَّا لِیُوۡسُفَ فِی الۡاَرۡضِ ۚ یَتَبَوَّاُ مِنۡہَا حَیۡثُ یَشَآءُ ؕ
نُصِیۡبُ بِرَحۡمَتِنَا مَنۡ نَّشَآءُ وَ
لَا نُضِیۡعُ اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَاَجۡرُ
الۡاٰخِرَۃِ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan raja itu berkata: “Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi tujuh ekor sapi betina yang
gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus, dan tujuh bulir yang hijau dan yang lainnya kering. Hai para pembesar, terangkanlah
pendapat kamu kepadaku tentang mimpiku jika kamu
sungguh dapat menafsirkan makna
mimpi itu.” Mereka menjawab: “Mimpi-mimpi ini kacau-balau dan kami sama sekali tidak mengetahui ta’bir
mimpi-mimpi seperti itu.” Dan berkata seorang yang telah selamat dari kedua orang itu, dan sesudah beberapa lama baru
teringat: “Aku akan memberitahukan kepada kamu
mengenai ta’birnya karena itu
utuslah aku.” Dan dia berkata: “Yusuf, hai engkau orang yang
benar! Terangkanlah pendapat engkau kepada kami arti mimpi tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan oleh
tujuh ekor sapi kurus dan tujuh
bulir hijau dan lainnya kering, supaya aku dapat kembali kepada orang-orang
itu, agar mereka dapat mengetahui.” Ia, Yusuf, menjawab: “Kamu hendaknya bercocok tanam tujuh tahun
lamanya terus-menerus, dan apa yang kamu ketam biarlah itu dalam bulirnya,
kecuali sedikit darinya yang kamu makan, Kemudian akan datang sesudah itu tujuh tahun
paceklik, yang akan menelan apa yang telah kamu se-diakan untuk
itu sebelumnya, kecuali sedikit yang tinggal dari apa yang kamu simpan.
Kemudian sesudah itu akan datang tahun
yang di dalamnya permohonan-permohonan manusia akan ditolong dan dalam
keadaan itu mereka akan saling memberi hadiah.” وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖ -- Dan raja
itu berkata: “Bawalah dia kepadaku.”
فَلَمَّا جَآءَہُ الرَّسُوۡلُ قَالَ ارۡجِعۡ اِلٰی رَبِّکَ فَسۡـَٔلۡہُ مَا بَالُ
النِّسۡوَۃِ الّٰتِیۡ قَطَّعۡنَ
اَیۡدِیَہُنَّ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ بِکَیۡدِہِنَّ عَلِیۡمٌ -- Maka tatkala utusan itu datang kepadanya, ia, Yusuf, berkata: “Kembalilah kepada rabb (majikan) engkau dan tanyakanlah
kepadanya, bagaimana keadaan para
perempuan yang telah mengerat tangan mereka sendiri, sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Mengetahui rencana tipu daya mereka.”
Ia, raja itu, berkata kepada para perempuan itu: “Bagaimana
keadaan kamu yang sebenarnya, ketika kamu menggoda Yusuf
berlawanan dengan kehendaknya?” Mereka menjawab: “Ia menjauhkan
diri dari dosa karena takut kepada
Allah, kami se-kali-kali tidak mengetahui adanya sesuatu keburukan
padanya.” قَالَتِ امۡرَاَتُ الۡعَزِیۡزِ
الۡـٰٔنَ حَصۡحَصَ الۡحَقُّ ۫ اَنَا رَاوَدۡتُّہٗ عَنۡ نَّفۡسِہٖ
وَ اِنَّہٗ لَمِنَ
الصّٰدِقِیۡنَ -- Istri Aziz itu berkata: “Sekarang
kebenaran itu telah menjadi nyata, akulah yang telah menggoda dia berlawanan dengan kehendaknya, dan sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang benar.” ذٰلِکَ لِیَعۡلَمَ اَنِّیۡ لَمۡ اَخُنۡہُ بِالۡغَیۡبِ وَ اَنَّ اللّٰہَ
لَا یَہۡدِیۡ کَیۡدَ الۡخَآئِنِیۡنَ -- penyelidikan itu supaya ia yakni Aziz mengetahui
bahwa aku tidak mengkhianatinya pada waktu ia tidak ada, dan sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan tipu daya orang yang
khianat itu berhasil, وَ
مَاۤ اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ -- “Dan aku sama sekali tidak menganggap diriku
bebas dari kelemahan, sesungguhnya
nafsu ammarah itu senantiasa
menyuruh kepada keburukan, kecuali orang
yang dikasihani oleh Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” وَ قَالَ الۡمَلِکُ
ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ اَسۡتَخۡلِصۡہُ
لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا کَلَّمَہٗ قَالَ
اِنَّکَ الۡیَوۡمَ لَدَیۡنَا
مَکِیۡنٌ اَمِیۡنٌ -- Dan raja itu berkata: “Bawalah
dia kepadaku, supaya aku memilih dia untuk tugas-tugas pribadiku.” Maka tatkala ia berbicara
dengannya ia berkata: “Sesungguhnya engkau, Yusuf, hari
ini seseorang yang berkedudukan
tinggi di sisi kami lagi terpercaya.” قَالَ اجۡعَلۡنِیۡ عَلٰی خَزَآئِنِ الۡاَرۡضِ
ۚ اِنِّیۡ حَفِیۡظٌ عَلِیۡمٌ --
Ia, Yusuf, berkata: “Jadikanlah aku bendahara negeri ini,
karena aku seorang penjaga yang baik
serta memahami urusan
itu.” وَ کَذٰلِکَ
مَکَّنَّا لِیُوۡسُفَ فِی الۡاَرۡضِ ۚ یَتَبَوَّاُ مِنۡہَا حَیۡثُ یَشَآءُ ؕ نُصِیۡبُ
بِرَحۡمَتِنَا مَنۡ نَّشَآءُ وَ لَا
نُضِیۡعُ اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ -- dan demikianlah Kami telah memberikan kepada Yusuf kedudukan di negeri itu, ia tinggal dimana saja yang ia kehendaki.
Kami melimpah-kan rahmat Kami kepada
siapa yang Kami kehendaki, dan Kami tidak menghilangkan ganjaran
orang-orang yang berbuat ihsan. وَ لَاَجۡرُ الۡاٰخِرَۃِ خَیۡرٌ
لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا
یَتَّقُوۡنَ -- Dan sesungguhnya ganjaran
di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang beriman dan bertakwa. (Yusuf
[12]:44-58).
Doa Syukur Nabi Yusuf a.s.
Berikut doa Nabi Yusuf a.s. kepada Allah Swt. sebagai rasa syukur atas nikmat
Allah Swt. – berupa nikmat kekuasaan -- yang beliau terima, firman-Nya:
فَلَمَّا
دَخَلُوۡا عَلٰی یُوۡسُفَ اٰوٰۤی اِلَیۡہِ اَبَوَیۡہِ وَ قَالَ
ادۡخُلُوۡا مِصۡرَ اِنۡ شَآءَ
اللّٰہُ اٰمِنِیۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ رَفَعَ اَبَوَیۡہِ عَلَی
الۡعَرۡشِ وَ خَرُّوۡا لَہٗ سُجَّدًا ۚ وَ قَالَ یٰۤاَبَتِ ہٰذَا تَاۡوِیۡلُ رُءۡیَایَ مِنۡ قَبۡلُ ۫ قَدۡ
جَعَلَہَا رَبِّیۡ حَقًّا ؕ وَ
قَدۡ اَحۡسَنَ بِیۡۤ اِذۡ اَخۡرَجَنِیۡ مِنَ
السِّجۡنِ وَ جَآءَ بِکُمۡ مِّنَ
الۡبَدۡوِ مِنۡۢ بَعۡدِ اَنۡ نَّزَغَ
الشَّیۡطٰنُ بَیۡنِیۡ وَ بَیۡنَ اِخۡوَتِیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَطِیۡفٌ لِّمَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ رَبِّ قَدۡ اٰتَیۡتَنِیۡ مِنَ
الۡمُلۡکِ وَ عَلَّمۡتَنِیۡ مِنۡ تَاۡوِیۡلِ الۡاَحَادِیۡثِ ۚ فَاطِرَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۟ اَنۡتَ وَلِیّٖ فِی
الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۚ تَوَفَّنِیۡ مُسۡلِمًا
وَّ اَلۡحِقۡنِیۡ بِالصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala
mereka datang ke hadapan Yusuf, ia menempatkan kedua orangtuanya di
sampingnya dan ia berkata: “Masuklah
ke Mesir dengan aman jika Allah menghendaki.” Dan ia menaikkan kedua orangtuanya di atas
singgasana, dan mereka merebahkan diri bersujud kepada
Allah untuknya. Dan ia berkata: “Wahai ayahku, inilah takwil mimpiku dahulu. Sungguh Rabb-ku (Tuhan-ku) telah menjadikannya benar, dan sungguh Dia
telah bermurah hati kepadaku ketika Dia
mengeluarkan aku dari penjara dan membawa kamu semua dari padang pasir kepadaku setelah syaitan menghasut di antara aku dan
saudara-saudaraku. Sesungguhnya Rabb-ku
(Tuhan-ku) Maha Dermawan kepada siapa
yang Dia kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. رَبِّ قَدۡ اٰتَیۡتَنِیۡ مِنَ الۡمُلۡکِ وَ عَلَّمۡتَنِیۡ مِنۡ تَاۡوِیۡلِ الۡاَحَادِیۡثِ -- “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), Engkau telah menganugerahkan sebagian
kedaulatan kepadaku, dan mengajariku takwil mimpi. فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۟ اَنۡتَ وَلِیّٖ فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۚ تَوَفَّنِیۡ مُسۡلِمًا وَّ اَلۡحِقۡنِیۡ بِالصّٰلِحِیۡنَ -- Ya Pencipta
seluruh langit dan bumi,
Engkau-lah Pelindung-ku di dunia dan
akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan berserah diri dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang
saleh.” (Yusuf [12]:100-102).
Penjelasan dalam ayat-ayat mengenai
kedatangan saudara-saudara seayah
Nabi Yusuf a.s. bersama-sama dengan rombongan-rombongan kafilah
lainnya ke kerajaan Mesir untuk membeli gandum, hal itu bukan saja membuktikan kebenaran tafsir Nabi Yusuf
a.s. mengenai mimpi aneh raja Mesir, tetapi juga membuktikan keberhasilan Nabi Yusuf a.s. dalam mengemban amanat (tugas) yang diberikan raja
Mesir kepada beliau sesuai dengan permintaan
beliau sendiri, firman-Nya: وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ اَسۡتَخۡلِصۡہُ لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا کَلَّمَہٗ
قَالَ اِنَّکَ الۡیَوۡمَ لَدَیۡنَا مَکِیۡنٌ اَمِیۡنٌ -- Dan raja itu berkata: “Bawalah
dia kepadaku, supaya aku memilih dia untuk tugas-tugas pribadiku.” Maka tatkala ia berbicara
dengannya ia berkata: “Sesungguhnya engkau, Yusuf, hari
ini seseorang yang
berkedudukan tinggi di sisi kami lagi terpercaya.” (Yusuf
[12]:55).
Hubungan Al-Muddatstsir
dan Al-Muzzammil
Jadi, kembali
kepada firman Allah Swt. dalam ayat وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ
کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا -- “akan tetapi insan (manusia) memikulnya, sesungguhnya ia sanggup
berbuat zalim dan abai terhadap dirinya” (Al-Ahzab
[33]:73) pun mengisyaratkan kepada kemampuan dan keberhasilan Nabi Besar Muhammad
saw. untuk “memikul” amanat syariat Islam, sebab Allah Swt. telah
menyatakan beliau saw. sebagai Muddatstsir,
firman-Nya: یٰۤاَیُّہَا
الۡمُدَّثِّرُ -- wahai orang yang berselimut jubah.” (Al-Muddatstsir
[74]:2).
Dalam Surah sebelumnya
ungkapan “pujian” Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. adalah al-Muzzammil, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾ قُمِ الَّیۡلَ
اِلَّا قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ نِّصۡفَہٗۤ اَوِ انۡقُصۡ
مِنۡہُ قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ
وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ
تَرۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾ اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا
ثَقِیۡلًا ﴿﴾ اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً وَّ
اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ -- wahai orang yang berselimut. قُمِ الَّیۡلَ اِلَّا
قَلِیۡلًا -- Berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan
bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik. اِنَّا
سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot. اِنَّ
نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً وَّ
اَقۡوَمُ قِیۡلًا -- sesungguhnya bangun di waktu malam untuk shalat adalah lebih kuat untuk menguasai diri dan lebih ampuh berbicara. (Al-Muzzammil [73]:1-7).
Zammalahu berarti:
ia menggendong dia di belakang punggungnya. Zammala, kecuali arti yang
diberikan dalam terjemahan, berarti: ia lari dan pergi dengan cepat. Tazammala,
izzammala atau izzamala berarti: ia membungkus diri; ia memikul
atau menggendong sesuatu, yaitu suatu beban pada suatu waktu. Muzzammil (atau
mutazammil) berarti: orang yang terbungkus di dalam busananya;
seseorang yang memikul tanggung-jawab besar (Aqrab-ul-Mawarid; Al-Fath-ul-Qadir; Ruh-ul-Ma’ani). Mengenai latar
belakang diwahyukan-Nya Surah Al-Muzzammil dan Surah Al-Muddatstsir kepada Nabi Besar Muhammad saw. ini telah dijelaskan
dalam Bab 337.
Pentingnya Shalat Tahajjud
Dalam ayat-ayat selanjutnya Allah Swt. memerintahkan
Nabi Besar Muhammad saw., Sang Muzzammil –
selain melaksanakan shalat-shalat fardu
dan shalat-shalat sunnah
dan shalat nafal lainnya -- adalah
mendirikan shalat tahajjud: قُمِ الَّیۡلَ اِلَّا
قَلِیۡلًا -- berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan
bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik, اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ
قَوۡلًا ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya
Aku akan melimpahkan kepada engkau
firman yang berbobot.”
Dalam Surah lainnya Allah Swt. mengemukakan perintah yang sama
mengenai pentingnya melaksanakan shalat tahajjud, firman-Nya:
اَقِمِ
الصَّلٰوۃَ لِدُلُوۡکِ الشَّمۡسِ اِلٰی
غَسَقِ الَّیۡلِ وَ قُرۡاٰنَ
الۡفَجۡرِ ؕ اِنَّ قُرۡاٰنَ
الۡفَجۡرِ کَانَ مَشۡہُوۡدًا ﴿﴾ وَ مِنَ الَّیۡلِ
فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً لَّکَ ٭ۖ
عَسٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا
مَّحۡمُوۡدًا ﴿﴾
Dirikanlah
shalat sejak matahari condong hingga kegelapan malam dan bacalah Al-Quran pada waktu subuh, sesungguhnya pembacaan Al-Quran pada waktu subuh
disaksikan secara istimewa oleh Allah.” وَ مِنَ
الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً لَّکَ -- dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau,
عَسٰۤی اَنۡ
یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا -- boleh
jadi Rabb (Tuhan) engkau akan mengangkat engkau ke martabat yang
sangat terpuji. (Bani
Israil [17]:79-80).
Dalakat
asy-syamsu berarti: (1) matahari condong sesudah mencapai titik puncaknya
pada tengah hari; (2) matahari menjadi kekuning-kuningan; (3) matahari
terbenam. Ghasaq berarti, kegelapan malam, atau ketika warna merah di
kaki langit lenyap sesudah matahari terbenam (Lexicon Lane).
Nampaknya ayat ini menunjuk kepada
saat-saat untuk mendirikan shalat 5 waktu sehari. Tiga arti dulūk
menunjukkan saat untuk shalat Zuhur, Ashar, dan Maghrib. Untuk ghasaqil-lail
meliputi saat untuk shalat Magrib, tetapi khususnya menunjuk kepada shalat
Isya, dan kata-kata qur’an al-fajr menunjuk kepada saat shalat Subuh.
Sebagai
arti tambahan pada yang diberikan dalam terjemahan teks ayat وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً لَّکَ -- dan pada sebagian malam, maka
tahajudlah engkau dengan membacanya,
suatu ibadah tambahan bagi
engkau”, nāfilah
berarti karunia yang khas, dan
mengandung arti bahwa shalat-shalat
itu bukan suatu beban yang hanya meletihkan tubuh, melainkan suatu kesempatan istimewa dan karunia khas dari Allah Swt..
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar