Sabtu, 18 Oktober 2014

Mencari Keberkatan Ilahi dari Rasul Allah dan Para Pengikut Rasul Allah



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   339

   Mencari Keberkatan Ilahi  dari  Rasul Allah dan Para Pengikut Rasul Allah
 
Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan berbagai firman Allah Swt.   mengenai ayat  وَ  ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ   --    dan sucikanlah  pakaian engkau,” bahwa  makna    lain tsiyab  (pakaian)  adalah   para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yang disebut para sahabat beliau saw., dimana berkat ta’lim dan tarbiyat serta contoh suci yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22)  maka   kesucian akhlak dan ruhani mereka benar-benar telah mencapai kesempurnaan yang tidak pernah diraih oleh para pengikut rasul-rasul Allah sebelumnya, termasuk Bani Israil.
         Ketika Allah Swt. menanyakan kepada Nabi Musa a.s. alasan mengapa beliau cepat-cepat ingin berjumpa dengan-Nya, Nabi Musa a.s. menjawab bahwa karena Bani Israil telah mengikuti beliau dalam jarak yang sangat dekat  dengan penuh  semangat   -- yakni mereka benar-benar patuh-taat kepada beliau   -- tetapi Allah Swt. menjawab bahwa justru sepeninggal beliau Bani Israil telah  menyembah patung anak sapi buatan Samiri, firman-Nya:
وَ  مَاۤ   اَعۡجَلَکَ  عَنۡ  قَوۡمِکَ  یٰمُوۡسٰی ﴿﴾  قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی  اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ  رَبِّ  لِتَرۡضٰی ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ  السَّامِرِیُّ ﴿﴾ فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ  اَسِفًا ۬ۚ  قَالَ یٰقَوۡمِ  اَلَمۡ  یَعِدۡکُمۡ  رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ  اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ  مِّنۡ  رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾
"Dan apakah yang mem­buat engkau tergesa-gesa men­dahului kaum engkau hai Musa?"   Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu aku bergegas menghadap kepada Engkau, ya Rabb-Ku (Tuhan-ku), supaya  Engkau ridha."   Dia berfirman,  "Maka  sesungguhnya Kami  telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau dan seorang   Samiri  telah me­nyesatkan mereka."  Maka Musa kembali kepada kaumnya, marah dan sedih, ia  berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan) kamu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu me­nimpamu  karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?  (Thā Hā [20]:84-87).  
      Jadi, keadaan  para pengikut Nabi Musa a.s. tidak dapat dibandingkan dengan kepatuh-taatan sempurna para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  – yakni tsiyab  -- yang selalu mendapat  berbagai bentuk “pembersihan” oleh Nabi Besar Muhammad saw. dari berbagai “kekotoran    sebagaimana dikemukakan dalam ayat selanjutnya  الرُّجۡزَ  فَاہۡجُرۡ    -- “dan  tinggalkan   penyembahan berhala,” (Al-Muddatstsir [74]:6).
       Ar-rujz berarti pula kemusyrikan (Lexicon Lane); ayat ini dapat dianggap perintah kepada Nabi Besar Muhammad saw.   agar tidak jemu-jemu membasmi kemusyrikan  -- baik kemusyrikan yang nyata mau pun kemusyrikan yang tersembunyi  -- seperti kecintaan berlebihan kepada keluarga (anak-istri) serta kepada kesenangan hidup duniawi yang dapat membuat lengah dari dzikr Ilahi  (QS.63:10-12; QS.64:15-19).

Tidak Mencari Keuntungan Duniawi

     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya melakukan berbagai  kebaikan semata-mata demi mencari keridhaan Allah Swt.  وَ لَا  تَمۡنُنۡ  تَسۡتَکۡثِرُ ۪   -- “dan janganlah engkau melakukan kebaikan dengan niat meraih keuntungan lebih banyak”,  benar-benar telah dilaksanakan pula oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
        Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini adalah firman Allah Swt. mengenai  para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.    kalangan  Anshar  dari Madinah:
لِلۡفُقَرَآءِ  الۡمُہٰجِرِیۡنَ  الَّذِیۡنَ  اُخۡرِجُوۡا  مِنۡ  دِیَارِہِمۡ وَ اَمۡوَالِہِمۡ یَبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا وَّ یَنۡصُرُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ۚ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ  تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَ الۡاِیۡمَانَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ یُحِبُّوۡنَ مَنۡ  ہَاجَرَ  اِلَیۡہِمۡ وَ لَا یَجِدُوۡنَ  فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً  مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ  عَلٰۤی  اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ ؕ۟ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ۚ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا  اغۡفِرۡ لَنَا وَ لِاِخۡوَانِنَا  الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ  فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ رَءُوۡفٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿٪﴾
Harta rampasan itu untuk orang-orang miskin yang berhijrah yang telah diusir dari rumah mereka dan dari harta mereka, mereka mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.  Dan harta rampasan itu  juga untuk orang-orang yang telah mendirikan rumah di Medinah dan sudah beriman sebelum mereka, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka,  وَ لَا یَجِدُوۡنَ  فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً  مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ  عَلٰۤی  اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ   -- dan mereka tidak mendapati suatu keinginan dalam dada mereka terhadap  apa yang diberikan itu, tetapi mereka mengutamakan para muhajir di atas diri mereka sendiri dan walaupun kemiskinan menyertai mereka. وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ --  dan barangsiapa dapat mengatasi keserakahan dirinya maka mereka itulah  yang berhasil. وَ الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا  اغۡفِرۡ لَنَا وَ لِاِخۡوَانِنَا  الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا بِالۡاِیۡمَانِ  -- dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan,   وَ لَا تَجۡعَلۡ  فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ رَءُوۡفٌ  رَّحِیۡمٌ -- dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (Al-Hasyr [59]:9-11).
   Kata-kata   وَ لَا یَجِدُوۡنَ  فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً  مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ  عَلٰۤی  اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ   -- dan mereka tidak mendapati suatu keinginan dalam dada mereka terhadap  apa yang diberikan itu, tetapi mereka mengutamakan para muhajir di atas diri mereka sendiri dan walaupun kemiskinan menyertai mereka itu,” ayat tersebut merupakan kesaksian besar mengenai jiwa pengorbanan, keramah-tamahan selaku tuan rumah, dan niat baik kaum Anshar Madinah.

Saling Mendoakan Kebaikan

     Kaum Muhajirin datang dari Mekkah kepada mereka dalam keadaan kehilangan segala harta milik mereka, dan orang-orang Anshar Madinah menerima mereka itu dengan tangan terbuka, dan  menjadikan mereka itu sama-sama memiliki harta benda mereka.
       Ikatan cinta dan persaudaraan, yang dijalin oleh  Nabi Besar Muhammad saw.  antara kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshar di Medinah, dan mengenai jalinan  persaudaraan ruhani  tersebut ayat ini memberikan kesaksian begitu jelas, adalah tiada tara bandingannya di dalam seluruh lembaran sejarah hubungan antar manusia.
    Makna ayat 11:    وَ الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا  اغۡفِرۡ لَنَا وَ لِاِخۡوَانِنَا  الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ  فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ رَءُوۡفٌ  رَّحِیۡمٌ         --    “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai  Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang,”  ayat ini  dapat dikenakan kepada para Muhajirin yang kemudian datang ke Medinah, atau kepada semua keturunan kaum Muslimin yang datang kemudian.
      Jadi, keadaan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. – baik dari kalangan Muhajirin mau pun Anshar --  mereka benar-benar memperagakan semua perintah Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam Surah Al-Muddatstsir, termasuk firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:    وَ  لِرَبِّکَ  فَاصۡبِرۡ   --  dan demi Rabb (Tuhan) engkau maka bersabarlah.    (Al-Muddatstsir [74]:1-6).
        Pendek kata,   Nabi Besar Muhammad saw. sabagai “Al-Muddatstsir” (orang yang berselimut dengan jubah), hanya dalam waktu 23 tahun saja beliau saw.  telah mampu menjadikan bangsa Arab jahiliyah   -- yang tenggelam selama ribuan tahun dalam kesesatan yang nyata --  menjadi “manusia-manusia malaikat” atau “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111), sebagai bukti keberhasilan  Nabi Besar Muhammad  saw. melaksanakan perintah Allah Swt.: وَ  ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ   --    “dan sucikanlah  pakaian engkau.”

Makna Wahyu Ilahi Kepada Al-Masih Mau’ud a.s. Tentang Raja-rtaja dan  Pakaian & Nabi Yusuf a.s. Menjadi Pejabat Tinggi  di Kerajaan Mesir

     Jadi,  hubungan ayat وَ  ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ   --    “dan sucikanlah  pakaian engkau”  dengan  wahyu Ilahi dalam bahasa Urdu kepada Al-Masih Mau’ud a.s. – Pendiri Jemaat Ahmadiyah    -- dalam   Bab 337    mengenai “pakaian”:
Me tujhe barkat dungga aor bahut barkat dungga yahan tak keh badsyah  tere kaprongse barkat dundengge --  Aku akan memberkati engkau dengan keberkatan besar, sedemikian besar  sehingga    raja-raja akan mencari berkat dari pakaian engkau.”  (Tadzkirah; Kitabul Bariyah, vol. I hal 148, catatan kaki; Ruhani Khazain, vol 13 hal.179).
      Berbagai makna  dari  nubuatan dalam wahyu Ilahi tersebut mengenai  pakaian  adalah:  
       (a) Akan datang suatu masa ketika para penguasa duniawi pun akan bergabung ke dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah, yakni sesuai dengan nubuatan dalam  firman Allah Swt. kepada Nabi Musa a.s. mengenai  penganugerah rangkaian nikmat-nikmat Allah kepada   “kaum terpilih” sebagai   khalifah (pengganti) kaum sebelumnya, yakni (1) kenabian, (2) kerajaan (raja-raja), dan (3) kemajuan  duniawi (QS.5:21).  Mengenai hal ini Pendiri Jemaat Ahmadiyah pun telah mendapat kasyaf (penglihatan ruhani) tentang  para raja dari kawasan mana saja di dunia ini   yang akan bergabung ke dalam Jemaat Ahmadiyah.   
      (b) Boleh jadi -- karena alasan politis atau alasan-alasan lainnya -- para raja atau para pemimpin negara tersebut  tidak/belum  beriman kepada Al-Masih Mau’ud a.s.,  namun demikian  mereka  akan mencari berkat dari para pengikut Al-Masih Mau’ud a.s., misalnya dengan mengangkat mereka pada  berbagai jabatan penting  dalam pemerintahan mereka.
    Contohnya, para masa pemerintahan  Presiden  Pakistan yang pertama, Muhammad Ali Jinnah, ia telah mengangkat Sir  Muhammad Zafrullah Khan sebagai Menteri Luar Negeri Pakistan, dan  Mirza Muzaffar Ahmad – cucu Al-Masih Mau’ud a.s.  -- sebagai Menteri Keuangan. Demikian juga dalam bidang militer, beberapa Jenderal Angkatan Darat dari kalangan Ahmadi telah berjasa besar, misalnya kemenangan pasukan Pakistan dalam perang  di Kashmir melawan pasukan India, yaitu Jenderal Athar Malik.
      Demikian pula yang dilakukan Raja Mesir terhadap Nabi Yusuf  a.s., karena  merasa  puas  mendengar penjelasan Nabi Yusuf a.s. mengenai  tafsir mimpi aneh yang dialami raja  Mesir  (QS.12:44-53), raja Mesir tersebut telah mengangkat Nabi Yusuf a.s. sebagai salah  seorang pejabat tinggi di pemerintahan kerajaan Mesir, firman-Nya:
وَ قَالَ الۡمَلِکُ اِنِّیۡۤ  اَرٰی سَبۡعَ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ یَّاۡکُلُہُنَّ سَبۡعٌ عِجَافٌ وَّ سَبۡعَ سُنۡۢبُلٰتٍ خُضۡرٍ وَّ اُخَرَ  یٰبِسٰتٍ ؕ یٰۤاَیُّہَا الۡمَلَاُ  اَفۡتُوۡنِیۡ فِیۡ رُءۡیَایَ اِنۡ کُنۡتُمۡ لِلرُّءۡیَا تَعۡبُرُوۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡۤا اَضۡغَاثُ اَحۡلَامٍ ۚ وَ مَا نَحۡنُ بِتَاۡوِیۡلِ  الۡاَحۡلَامِ  بِعٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ قَالَ الَّذِیۡ نَجَا مِنۡہُمَا وَ ادَّکَرَ  بَعۡدَ اُمَّۃٍ  اَنَا  اُنَبِّئُکُمۡ  بِتَاۡوِیۡلِہٖ فَاَرۡسِلُوۡنِ ﴿﴾  یُوۡسُفُ اَیُّہَا الصِّدِّیۡقُ اَفۡتِنَا فِیۡ سَبۡعِ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ یَّاۡکُلُہُنَّ سَبۡعٌ عِجَافٌ وَّ سَبۡعِ سُنۡۢبُلٰتٍ خُضۡرٍ وَّ اُخَرَ  یٰبِسٰتٍ ۙ لَّعَلِّیۡۤ  اَرۡجِعُ  اِلَی النَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ تَزۡرَعُوۡنَ سَبۡعَ سِنِیۡنَ دَاَبًا ۚ فَمَا حَصَدۡتُّمۡ  فَذَرُوۡہُ  فِیۡ  سُنۡۢبُلِہٖۤ  اِلَّا قَلِیۡلًا  مِّمَّا  تَاۡکُلُوۡنَ ﴿﴾  ثُمَّ یَاۡتِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِ ذٰلِکَ سَبۡعٌ شِدَادٌ یَّاۡکُلۡنَ مَا قَدَّمۡتُمۡ لَہُنَّ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّمَّا    تُحۡصِنُوۡنَ ﴿﴾ ثُمَّ  یَاۡتِیۡ مِنۡۢ  بَعۡدِ ذٰلِکَ  عَامٌ فِیۡہِ یُغَاثُ  النَّاسُ  وَ فِیۡہِ  یَعۡصِرُوۡنَ ﴿٪﴾  وَ  قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖ ۚ فَلَمَّا جَآءَہُ الرَّسُوۡلُ قَالَ ارۡجِعۡ  اِلٰی رَبِّکَ فَسۡـَٔلۡہُ مَا بَالُ النِّسۡوَۃِ  الّٰتِیۡ قَطَّعۡنَ اَیۡدِیَہُنَّ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ بِکَیۡدِہِنَّ عَلِیۡمٌ ﴿﴾  قَالَ مَا خَطۡبُکُنَّ  اِذۡ  رَاوَدۡتُّنَّ یُوۡسُفَ عَنۡ نَّفۡسِہٖ ؕ قُلۡنَ حَاشَ لِلّٰہِ  مَا عَلِمۡنَا عَلَیۡہِ مِنۡ سُوۡٓءٍ ؕ قَالَتِ امۡرَاَتُ الۡعَزِیۡزِ الۡـٰٔنَ حَصۡحَصَ الۡحَقُّ ۫ اَنَا رَاوَدۡتُّہٗ عَنۡ  نَّفۡسِہٖ  وَ  اِنَّہٗ   لَمِنَ  الصّٰدِقِیۡنَ﴿﴾  ذٰلِکَ لِیَعۡلَمَ اَنِّیۡ لَمۡ اَخُنۡہُ بِالۡغَیۡبِ وَ اَنَّ  اللّٰہَ  لَا یَہۡدِیۡ  کَیۡدَ  الۡخَآئِنِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَاۤ  اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ  النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ  اِلَّا مَا رَحِمَ  رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ  اَسۡتَخۡلِصۡہُ لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا  کَلَّمَہٗ  قَالَ  اِنَّکَ الۡیَوۡمَ  لَدَیۡنَا مَکِیۡنٌ  اَمِیۡنٌ ﴿﴾  قَالَ اجۡعَلۡنِیۡ عَلٰی خَزَآئِنِ الۡاَرۡضِ ۚ اِنِّیۡ  حَفِیۡظٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ مَکَّنَّا لِیُوۡسُفَ فِی الۡاَرۡضِ ۚ یَتَبَوَّاُ مِنۡہَا حَیۡثُ یَشَآءُ ؕ نُصِیۡبُ بِرَحۡمَتِنَا مَنۡ نَّشَآءُ  وَ لَا نُضِیۡعُ  اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَاَجۡرُ الۡاٰخِرَۃِ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا  یَتَّقُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan raja itu  berkata: “Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus, dan tujuh bulir yang hijau dan yang lainnya kering. Hai para pembesar,  terangkanlah pendapat kamu kepadaku tentang mimpiku jika   kamu sungguh dapat menafsirkan  makna mimpi itu.  Mereka menjawab: “Mimpi-mimpi ini kacau-balau dan kami  sama sekali tidak mengetahui ta’bir mimpi-mimpi seperti itu.” Dan berkata seorang yang telah selamat dari kedua orang itu, dan  sesudah beberapa lama baru teringat:  Aku akan memberitahukan kepada kamu  mengenai ta’birnya karena itu  utuslah aku.”   Dan dia berkata: Yusuf, hai engkau orang yang benar! Terangkanlah pendapat engkau kepada kami arti mimpi tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus dan tujuh bulir hijau dan lainnya kering, supaya aku dapat kembali kepada orang-orang itu, agar mereka dapat mengetahui.” Ia, Yusuf, menjawab: “Kamu hendaknya bercocok tanam tujuh tahun lamanya terus-menerus, dan apa yang kamu ketam biarlah itu dalam bulirnya, kecuali sedikit darinya yang kamu makan, Kemudian akan datang sesudah itu tujuh tahun paceklik, yang akan menelan apa yang telah kamu se-diakan untuk itu sebelumnya, kecuali sedikit yang tinggal dari apa yang kamu simpan. Kemudian sesudah itu akan datang tahun  yang di dalamnya permohonan-permohonan manusia akan ditolong dan dalam keadaan itu mereka akan saling memberi hadiah.”  وَ  قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖ  -- Dan raja itu berkata: “Bawalah dia kepadaku.” فَلَمَّا جَآءَہُ الرَّسُوۡلُ قَالَ ارۡجِعۡ  اِلٰی رَبِّکَ فَسۡـَٔلۡہُ مَا بَالُ النِّسۡوَۃِ  الّٰتِیۡ قَطَّعۡنَ اَیۡدِیَہُنَّ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ بِکَیۡدِہِنَّ عَلِیۡمٌ -- Maka tatkala utusan itu datang kepadanya, ia, Yusuf, berkata: “Kembalilah kepada rabb (majikan) engkau dan  tanyakanlah kepadanya, bagaimana  keadaan para perempuan yang telah mengerat tangan mereka sendiri,  sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Mengetahui rencana tipu daya mereka.” Ia, raja itu, berkata kepada para perempuan itu: “Bagaimana  keadaan kamu yang sebenarnya, ketika kamu menggoda Yusuf berlawanan dengan kehendaknya?” Mereka menjawab: “Ia menjauhkan diri dari dosa karena takut kepada Allah, kami se-kali-kali tidak mengetahui adanya sesuatu keburukan padanya.” قَالَتِ امۡرَاَتُ الۡعَزِیۡزِ الۡـٰٔنَ حَصۡحَصَ الۡحَقُّ ۫ اَنَا رَاوَدۡتُّہٗ عَنۡ  نَّفۡسِہٖ  وَ  اِنَّہٗ   لَمِنَ  الصّٰدِقِیۡنَ  -- Istri Aziz itu berkata: “Sekarang kebenaran itu telah menjadi nyata, akulah yang telah menggoda dia  berlawanan dengan kehendaknya, dan sesungguhnya ia termasuk  orang-orang yang benar.ذٰلِکَ لِیَعۡلَمَ اَنِّیۡ لَمۡ اَخُنۡہُ بِالۡغَیۡبِ وَ اَنَّ  اللّٰہَ  لَا یَہۡدِیۡ  کَیۡدَ  الۡخَآئِنِیۡنَ  --   penyelidikan  itu supaya ia yakni Aziz mengetahui bahwa aku tidak mengkhianatinya pada waktu ia tidak ada, dan sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan tipu daya orang yang khianat itu berhasil, وَ مَاۤ  اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ  النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ  اِلَّا مَا رَحِمَ  رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ --  “Dan aku sama sekali tidak menganggap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu senantiasa menyuruh kepada keburukan, kecuali orang yang dikasihani oleh Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang.” وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ  اَسۡتَخۡلِصۡہُ لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا  کَلَّمَہٗ  قَالَ  اِنَّکَ الۡیَوۡمَ  لَدَیۡنَا مَکِیۡنٌ  اَمِیۡنٌ -- Dan raja itu berkata: “Bawalah dia kepadaku, supaya aku memilih dia untuk tugas-tugas pribadiku.” Maka tatkala  ia   berbicara dengannya ia berkata:  “Sesungguhnya engkau, Yusuf,  hari ini seseorang yang berkedudukan tinggi di sisi kami lagi terpercaya.”  قَالَ اجۡعَلۡنِیۡ عَلٰی خَزَآئِنِ الۡاَرۡضِ ۚ اِنِّیۡ  حَفِیۡظٌ  عَلِیۡمٌ   --  Ia, Yusuf, berkata: “Jadikanlah aku bendahara negeri ini, karena aku seorang penjaga yang baik serta memahami urusan itu.”  وَ کَذٰلِکَ مَکَّنَّا لِیُوۡسُفَ فِی الۡاَرۡضِ ۚ یَتَبَوَّاُ مِنۡہَا حَیۡثُ یَشَآءُ ؕ نُصِیۡبُ بِرَحۡمَتِنَا مَنۡ نَّشَآءُ  وَ لَا نُضِیۡعُ  اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ --   dan demikianlah Kami telah memberikan kepada Yusuf kedudukan di negeri itu, ia tinggal dimana saja yang ia kehendaki. Kami melimpah-kan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki, dan  Kami tidak menghilangkan ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan.  وَ لَاَجۡرُ الۡاٰخِرَۃِ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا  یَتَّقُوۡنَ -- Dan sesungguhnya ganjaran di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. (Yusuf [12]:44-58).

Doa Syukur Nabi Yusuf a.s.

       Berikut doa Nabi Yusuf a.s.  kepada Allah Swt. sebagai rasa syukur atas  nikmat Allah Swt.   – berupa nikmat kekuasaan --  yang beliau terima, firman-Nya:
فَلَمَّا دَخَلُوۡا عَلٰی یُوۡسُفَ اٰوٰۤی اِلَیۡہِ اَبَوَیۡہِ وَ قَالَ ادۡخُلُوۡا مِصۡرَ اِنۡ شَآءَ اللّٰہُ   اٰمِنِیۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ رَفَعَ اَبَوَیۡہِ عَلَی الۡعَرۡشِ وَ خَرُّوۡا لَہٗ سُجَّدًا ۚ وَ قَالَ یٰۤاَبَتِ ہٰذَا تَاۡوِیۡلُ رُءۡیَایَ مِنۡ قَبۡلُ ۫ قَدۡ جَعَلَہَا رَبِّیۡ حَقًّا ؕ وَ قَدۡ  اَحۡسَنَ  بِیۡۤ   اِذۡ  اَخۡرَجَنِیۡ مِنَ السِّجۡنِ وَ جَآءَ بِکُمۡ مِّنَ الۡبَدۡوِ مِنۡۢ بَعۡدِ اَنۡ  نَّزَغَ  الشَّیۡطٰنُ  بَیۡنِیۡ وَ بَیۡنَ اِخۡوَتِیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ  لَطِیۡفٌ لِّمَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ  الۡعَلِیۡمُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  رَبِّ قَدۡ اٰتَیۡتَنِیۡ مِنَ الۡمُلۡکِ وَ عَلَّمۡتَنِیۡ مِنۡ تَاۡوِیۡلِ الۡاَحَادِیۡثِ ۚ فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۟ اَنۡتَ وَلِیّٖ فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۚ تَوَفَّنِیۡ مُسۡلِمًا وَّ اَلۡحِقۡنِیۡ  بِالصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala mereka datang ke hadapan Yusuf, ia menempatkan kedua orangtuanya di sampingnya dan ia berkata: “Masuklah ke Mesir dengan aman jika Allah menghendaki.  Dan ia menaikkan kedua orangtuanya di atas singgasana, dan mereka merebahkan diri bersujud kepada Allah untuknya.  Dan ia berkata: “Wahai ayahku, inilah takwil mimpiku dahulu. Sungguh Rabb-ku (Tuhan-ku) telah menjadikannya benar, dan  sungguh Dia telah bermurah hati kepadaku ketika Dia mengeluarkan aku dari penjara dan membawa kamu semua dari padang pasir kepadaku setelah syaitan menghasut di antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Dermawan kepada siapa yang Dia kehendaki, sesungguhnya  Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.  رَبِّ قَدۡ اٰتَیۡتَنِیۡ مِنَ الۡمُلۡکِ وَ عَلَّمۡتَنِیۡ مِنۡ تَاۡوِیۡلِ الۡاَحَادِیۡثِ   -- “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), Engkau telah menganugerahkan sebagian kedaulatan kepadaku, dan  mengajariku  takwil mimpi. فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۟ اَنۡتَ وَلِیّٖ فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۚ تَوَفَّنِیۡ مُسۡلِمًا وَّ اَلۡحِقۡنِیۡ  بِالصّٰلِحِیۡنَ  -- Ya  Pencipta seluruh langit dan bumi, Engkau-lah Pelindung-ku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan berserah diri dan  gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”  (Yusuf [12]:100-102). 
        Penjelasan dalam ayat-ayat   mengenai kedatangan saudara-saudara seayah Nabi Yusuf a.s. bersama-sama dengan rombongan-rombongan  kafilah lainnya ke kerajaan Mesir  untuk membeli gandum, hal itu  bukan saja membuktikan kebenaran tafsir  Nabi Yusuf a.s. mengenai mimpi aneh raja Mesir, tetapi juga membuktikan keberhasilan Nabi Yusuf a.s. dalam mengemban amanat (tugas) yang diberikan raja Mesir kepada beliau sesuai dengan permintaan beliau sendiri, firman-Nya: وَ قَالَ الۡمَلِکُ ائۡتُوۡنِیۡ بِہٖۤ  اَسۡتَخۡلِصۡہُ لِنَفۡسِیۡ ۚ فَلَمَّا  کَلَّمَہٗ  قَالَ  اِنَّکَ الۡیَوۡمَ  لَدَیۡنَا مَکِیۡنٌ  اَمِیۡنٌ -- Dan raja itu berkata: “Bawalah dia kepadaku, supaya aku memilih dia untuk tugas-tugas pribadiku.” Maka tatkala  ia   berbicara dengannya ia berkata:  “Sesungguhnya engkau, Yusuf,  hari ini seseorang yang berkedudukan tinggi di sisi kami lagi terpercaya.”  (Yusuf [12]:55).

Hubungan Al-Muddatstsir dan Al-Muzzammil

      Jadi,   kembali kepada firman Allah Swt. dalam ayat وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا   -- “akan  tetapi insan  (manusia) memikulnya, sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan  abai  terhadap dirinya” (Al-Ahzab [33]:73)  pun mengisyaratkan kepada kemampuan  dan keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw. untuk “memikul” amanat syariat Islam, sebab Allah Swt. telah menyatakan beliau  saw.  sebagai    Muddatstsir, firman-Nya:     یٰۤاَیُّہَا الۡمُدَّثِّرُ  --  wahai orang yang berselimut  jubah.” (Al-Muddatstsir [74]:2).
      Dalam Surah sebelumnya ungkapan  pujian” Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. adalah al-Muzzammil, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾   قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾   نِّصۡفَہٗۤ  اَوِ انۡقُصۡ  مِنۡہُ  قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾   اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾   اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا ﴿﴾  اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ  ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً  وَّ  اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.      یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ   -- wahai orang yang berselimut. قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- Berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit,    setengahnya atau kurangilah sedikit darinya,   atau tambahkan atasnya,  اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا  -- dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik.  اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  --  sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.  اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ  ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً  وَّ  اَقۡوَمُ قِیۡلًا  -- sesungguhnya bangun di waktu malam untuk shalat adalah lebih kuat untuk menguasai diri dan lebih ampuh berbicara. (Al-Muzzammil [73]:1-7).
   Zammalahu berarti: ia menggendong dia di belakang punggungnya. Zammala, kecuali arti yang diberikan dalam terjemahan, berarti: ia lari dan pergi dengan cepat. Tazammala, izzammala atau izzamala berarti: ia membungkus diri; ia memikul atau menggendong sesuatu, yaitu suatu beban pada suatu waktu. Muzzammil (atau mutazammil) berarti: orang yang terbungkus di dalam busananya; seseorang yang memikul tanggung-jawab besar (Aqrab-ul-Mawarid; Al-Fath-ul-Qadir;  Ruh-ul-Ma’ani). Mengenai latar belakang  diwahyukan-Nya Surah Al-Muzzammil   dan Surah Al-Muddatstsir kepada Nabi Besar Muhammad saw. ini telah dijelaskan dalam Bab 337. 

Pentingnya Shalat Tahajjud

  Dalam ayat-ayat selanjutnya Allah Swt.  memerintahkan Nabi Besar Muhammad saw.,    Sang Muzzammil   – selain melaksanakan shalat-shalat fardu dan shalat-shalat  sunnah   dan   shalat nafal lainnya -- adalah  mendirikan shalat tahajjud: قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit,    setengahnya atau kurangilah sedikit darinya,   atau tambahkan atasnya,  اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا  -- dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik, اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  --  sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.”    
     Dalam Surah lainnya Allah Swt. mengemukakan perintah yang sama mengenai pentingnya  melaksanakan shalat tahajjud, firman-Nya:
اَقِمِ الصَّلٰوۃَ  لِدُلُوۡکِ الشَّمۡسِ اِلٰی غَسَقِ  الَّیۡلِ وَ  قُرۡاٰنَ  الۡفَجۡرِ ؕ اِنَّ  قُرۡاٰنَ الۡفَجۡرِ  کَانَ  مَشۡہُوۡدًا ﴿﴾  وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ ٭ۖ عَسٰۤی اَنۡ  یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا ﴿﴾
Dirikanlah shalat sejak matahari condong hingga kegelapan malam dan bacalah Al-Quran pada waktu subuh, sesungguhnya pembacaan Al-Quran pada waktu subuh disaksikan secara istimewa oleh Allah.”   وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ  --  dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau, عَسٰۤی اَنۡ  یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا  -- boleh jadi Rabb (Tuhan) engkau akan mengangkat engkau ke martabat yang sangat terpuji.  (Bani Israil  [17]:79-80).
  Dalakat asy-syamsu berarti: (1) matahari condong sesudah mencapai titik puncaknya pada tengah hari; (2) matahari menjadi kekuning-kuningan; (3) matahari terbenam. Ghasaq berarti, kegelapan malam, atau ketika warna merah di kaki langit lenyap sesudah matahari terbenam (Lexicon Lane).
        Nampaknya ayat ini menunjuk kepada saat-saat untuk mendirikan shalat 5 waktu sehari. Tiga arti dulūk menunjukkan saat untuk shalat Zuhur, Ashar, dan Maghrib. Untuk ghasaqil-lail meliputi saat untuk shalat Magrib, tetapi khususnya menunjuk kepada shalat Isya, dan kata-kata qur’an al-fajr menunjuk kepada saat shalat Subuh.
        Sebagai arti tambahan pada yang diberikan dalam terjemahan teks ayat وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ  --  dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau”,    nāfilah berarti karunia yang khas, dan mengandung arti bahwa shalat-shalat itu bukan suatu beban yang hanya meletihkan tubuh, melainkan suatu kesempatan istimewa dan karunia khas dari Allah Swt..  

(Bersambung

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                              ***
Pajajaran Anyar,  26  September     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar