بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 342
“Revolusi Akhlak dan
Ruhani” di Kalangan Para Sahabah Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai “Manusia-manusia Malaikat”
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan
firman Allah Swt. dalam Al-Insyirah
[94]:1-9, mengenai makna “bekas-bekas
sujud” (QS.48:30), yang pada hakikatnya
sama sekali tidak ada kaitannya
dengan bercak-bercak hitam pada dahi (kening) orang-orang Muslim, sebagai akibat wajar dari adanya gesekan dengan tempat sujud ketika melaksanakan shalat, melainkan yang dimaksudkan dengan “bekas-bekas sujud” tersebut adalah
keberhasilan orang-orang Muslim meraih kemuliaan akhlak dan ruhani sebagai akibat dari kepatuh-taatan mereka kepada Allah
Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw., sehingga Allah Swt. memuji mereka sebagai “orang-orang
yang bersujud”: وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau di antara orang-orang yang sujud.” (Asy-Syu’ara
[26]:220).
Berikut ini adalah penjelasan
Allah Swt. mengenai perumpamaan
mereka dalam Taurat, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ
وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ
وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ
الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ -- dan orang-orang besertanya sangat keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di
antara mereka, فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau
melihat mereka rukuk serta sujud
mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya ,
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ -- ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada
wajah mereka dari bekas-bekas sujud. ذٰلِکَ
مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ --
Demikianlah perumpamaan mereka
dalam Taurat, dan perumpaman mereka dalam Injil adalah
laksana tanaman yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian menjadi kuat,
kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir
dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً
وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan berbuat amal saleh
di antara mereka ampunan dan ganjaran
yang besar. (Al-Fath [48]:30).
Kecaman Keras Allah Swt. kepada “Orang yang Shalat” Pamer & Pengamalan
Nyata Haququl- ‘Ibad (Hak-hak Sesama
Hamba Allah)
Jika
benar, bawa bercak-bercak hitam pada
dahi -- akibat melakukan sujud dalam shalat -- adalah sesuatu yang patut dibanggakan, tetapi mengapa dalam
kenyataannya Allah Swt. mencela keras -- bahkan melaknat -- orang-orang
yang melakukan shalat dalam Surah
berikut ini? Firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ ؕ﴿﴾ فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ الۡیَتِیۡمَ ۙ﴿﴾ وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ؕ﴿﴾ فَوَیۡلٌ
لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
عَنۡ صَلَاتِہِمۡ سَاہُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ
ہُمۡ یُرَآءُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ یَمۡنَعُوۡنَ الۡمَاعُوۡنَ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ -- apakah
engkau melihat orang yang mendustakan agama? فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ الۡیَتِیۡمَ
-- maka itulah orang yang mengusir anak yatim, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ
الۡمِسۡکِیۡنِ -- dan tidak
menganjurkan memberi makan
orang miskin. فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ -- Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ
سَاہُوۡنَ -- orang-orang yang lalai dari
shalatnya, الَّذِیۡنَ ہُمۡ یُرَآءُوۡنَ -- yaitu orang-orang yang berbuat pamer. وَ یَمۡنَعُوۡنَ
الۡمَاعُوۡنَ -- dan mencegah diri mereka untuk memberi barang-barang kecil
kepada orang-orang miskin.
(Al-Ma’un
[107]:1-8).
Sungguh amat buruk dia yang tidak percaya kepada pembalasan Ilahi, atau, yang tidak
percaya kepada dīn (agama) – sumber dan dasar semua akhlak. Itulah makna ayat: اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ -- apakah engkau melihat orang yang mendustakan agama?
Ayat
ini dan ayat berikutnya membicarakan dua macam penyakit masyarakat yang sangat berbahaya,
dan bila tidak mengadakan penjagaan seksama terhadap kedua penyakit itu dapat dipastikan akan mendatangkan kemunduran dan perpecahan total di dalam masyarakat. Yakni pemahaman
dan pengamalan agama mereka tidak
membuahkan “bekas sujud ruhani”,
melainkan hanya sebatas bercak hitam di
kulit saja.
Mengapa demikian Sebab kegagalan memelihara anak-anak
yatim dengan cara sebaik-baiknya membunuh
jiwa pengorbanan di dalam suatu bangsa;
dan mengabaikan orang-orang miskin
dan fakir akan menjauhkan satu bagian masyarakat
yang berguna dari segala prakarsa
dan kemauan memperbaiki nasib mereka.
Itulah makna ayat: فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ
الۡیَتِیۡمَ -- maka itulah orang yang mengusir anak yatim, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ
الۡمِسۡکِیۡنِ --
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Shalat merupakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
orang-orang yang mentaati Allah Swt.
dan Nabi Besar Muhammad saw., karena itu
shalat harus laksanakan semata-mata karena Allah Swt., dan shalat
orang-orang munafik -- yang tidak menunaikan kewajiban terhadap sesama makhluk Allah
itu -- tidak lebih daripada sebuah jasad tanpa ruh, atau kulit tanpa isi.
Orang-orang munafik
hanya memperagakan perbuatan-perbuatan
baik dan sedekah sekedarnya
tetapi tidak mengandung jiwa. Itulah
mana ayat: فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ -- Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ
سَاہُوۡنَ --
orang-orang yang lalai dari shalatnya”.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: وَ لَا یَحُضُّ
عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ -- dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin.” Almā’ūn berarti: barang-barang kecil;
perabot rumah tangga biasa; seperti, kapak, panci masak, dan sebagainya; suatu
tindak kebaikan; sesuatu yang berguna; zakat (Aqrab-al-Mawarid). Padahal dengan jelas Allah Swt. telah
mengemukakan dalam Al-Quran mengenai khasiat (manfaat) pelaksanaan berbagai peribadahan dalam Islam,
termasuk khasiat shalat, firman-Nya:
اُتۡلُ مَاۤ
اُوۡحِیَ اِلَیۡکَ مِنَ
الۡکِتٰبِ وَ اَقِمِ الصَّلٰوۃَ ؕ اِنَّ الصَّلٰوۃَ تَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لَذِکۡرُ اللّٰہِ
اَکۡبَرُ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Bacakanlah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Al-Quran itu, dan dirikanlah shalat الۡمُنۡکَر اِنَّ الصَّلٰوۃَ تَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ -- sesungguhnya shalat mencegah dari kekejian serta kemungkaran. Dan mengingat
Allah benar-benar pekerjaan yang lebih besar, dan Allāh mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Ankabut [29]:46).
Orang-orang yang shalatnya seperti itu tidak
termasuk ke dalam para pengikut
sejati Nabi besar Muhammad saw. yang benar-benar “sujud”, firman-Nya:
وَ اَنۡذِرۡ
عَشِیۡرَتَکَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ ﴿﴾ۙ وَ اخۡفِضۡ جَنَاحَکَ لِمَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡ
یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ ﴿﴾ۙ وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّہٗ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan berilah peringatan kepada keluarga engkau yang paling dekat,
dan rendahkanlah sayap kasih-sayang engkau kepada orang-orang beriman yang mengikuti engkau, فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ
مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ -- lalu
jika mereka mendurhakai engkau maka
katakanlah: “Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu kerjakan.” وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ -- dan bertawakallah
kepada Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang, الَّذِیۡ یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ -- Yang melihat engkau
ketika engkau berdiri shalat, وَ تَقَلُّبَکَ فِی
السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau
di antara orang-orang yang sujud. اِنَّہٗ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ -- Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Asy-Syu’ara [26]:215-221).
“Revolusi Akhlak dan Ruhani”
Terbesar Melalui Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw. & Tugas Utama Umat
Islam Sebagai “Umat yang Terbaik”
Sejarah menjadi saksi bahwa melalui suri
teladan terbaik yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22),
hanya dalam waktu 23 tahun saja bangsa Arab jahiliyah yang berada dalam
“kesesatan yang nyata” (QS.62:3-4)
telah berubah menjadi “umat terbaik”
(QS.2:144; QS.3:111), melalui perubahan “kiblat” pemahaman dan pengamalan yang diajarkan dan dicontohkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ
اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ
الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ
عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ
الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ
لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ
ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah Kami menjadikan kamu اُمَّۃً وَّسَطًا -- satu umat yang mulia, لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی
النَّاسِ --
supaya kamu senantiasa menjadi penjaga
manusia, وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat
yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan
supaya Kami mengetahui orang yang
mengikuti Rasul dari orang yang
berpaling di atas kedua tumitnya. وَ اِنۡ کَانَتۡ
لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ
ہَدَی اللّٰہُ -- dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ
اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ -- dan Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah
[2]:144).
Dalam firman-Nya
berikut ini, khasiat shalat yang dikemukakan dalam Surah Al-Ankabut ayat 46 sebelum ini merupakan salah satu tugas utama umat Islam
sebagai “umat yang terbaik”,
firman-Nya:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ
لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ وَ
تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ
اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia,
تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ -- kamu menyuruh berbuat makruf, melarang
dari berbuat munkar, dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan mereka orang-orang fasik. (Ali
‘Imran [3]:111).
Jadi, mengisyaratkan kepada kesia-siaan hanya sekedar mengaku beriman tanpa dibuktikan dengan amal shalih -- seperti yang
dikemukakan dalam Surah Al-Mā’ūn -- itulah peringatan
keras Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَ
تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ
﴿﴾
کَبُرَ
مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ اَنۡ
تَقُوۡلُوۡا مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ
﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak kerjakan? Adalah sesuatu
yang paling dibenci di sisi Allah bahwa kamu me-ngatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (Ash-Shaf
[61]:3-5).
Keberhasilan Revolusi Ruhani Melalui Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi, kembali kepada pokok
pembahasan mengenai kesempurnaan Nabi Besar
Muhammad saw. dalam Surah Al-Muzzammil, dalam upaya mempersiapkan diri beliau saw. dan para pengikut beliau saw. yang mendapat
tugas dari Allah Swt. untuk menciptaan
revolusi ruhani kalangan umat
manusia, Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾ قُمِ
الَّیۡلَ اِلَّا قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ نِّصۡفَہٗۤ اَوِ انۡقُصۡ
مِنۡہُ قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ
وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا
ؕ﴿﴾ اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا
ثَقِیۡلًا ﴿﴾ اِنَّ نَاشِئَۃَ
الَّیۡلِ ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً وَّ
اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ -- wahai orang yang berselimut. قُمِ الَّیۡلَ
اِلَّا قَلِیۡلًا -- berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan bacalah
Al-Quran dengan pembacaan yang baik.
اِنَّا
سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya
Aku akan melimpahkan kepada engkau
firman yang berbobot. اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ
اَشَدُّ وَطۡاً وَّ اَقۡوَمُ قِیۡلًا -- sesungguhnya
bangun di waktu malam untuk shalat
adalah lebih kuat untuk menguasai diri
dan lebih ampuh berbicara. (Al-Muzzammil
[73]:1-7).
Shalat tahajjud membantu memperkembangkan dua syarat itu. Karena telah dapat menguasai pikiran dan ucapannya maka orang menjadi dapat menguasai orang-orang lain pula
terutama dalam menunaikan kewajiban
pelaksanaan haququl ‘ibad yakni
pemenuhan akan hak-hak sesama hamba
Allah Swt.) -- sebagai hasil dari
pelaksanaan haququlLah -- sebagaimana
firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat selanjutnya:
اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا
طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di
waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا -- memiliki
kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ -- maka ingatlah selalu nama
Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا -- dan baktikanlah diri engkau
kepada-Nya dengan sepenuh
kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Bab 339 isyarat dalam ayat سَبۡحًا طَوِیۡلًا -- “memiliki kesibukan yang panjang”
tertuju kepada aneka ragam kewajiban Nabi Besar Muhammad saw. yang dilaksanakan oleh beliau saw. dengan rela dan gembira serta yang
dalam melaksanakannya hati beliau saw.
merasa amat senang sekali, inilah makna
kata sab-han (Lexicon Lane).
Kata sab-han -- yang berasal dari
kata sabh
-- ini pulalah yang digunakan dalam Al-Quran mengenai bertasbihnya seluruh langit dan bumi kepada Allah Swt. dalam berbagai Surah Al-Quran, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾
Menyanjung kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh
langit dan bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Hadīd [57]:2). Lihat pula
QS.17:45; QS. 24:42; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
Sabbaha fī hawā’ijihi artinya: ia menyibukkan
diri dalam mencari nafkah, atau sibuk
dalam urusannya. Sabh berarti:
mengerjakan pekerjaan, atau mengerjakannya
dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan pergi berlindung kepada Allah Swt. dan kesigapan
melayani dan menaati perintah-Nya,
sebagaimana yang dikatakan para malaikat
kepada Allah Swt. (QS.2:31).
Mengingat akan arti dasar kata
ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya menyatakan bahwa Allah Swt. itu bebas
dari segala kekurangan atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh
- Maha Suci Allah (Lexicon Lane).
Oleh karena itu ayat ini berarti bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan
tugasnya masing-masing dengan cermat
dan teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan serta kekuatan-kekuatan yang dilimpahkan Allah Swt. kepadanya, serta memenuhi
tujuan ia diciptakan dengan cara yang
sangat ajaib, sehingga kita mau tidak mau
harus mengambil kesimpulan bahwa Allah Swt. sebagai Sang Perencana dan Arsitek
tatanan alam semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, dan bahwa seluruh
alam semesta secara keseluruhan dan tiap-tiap makhluk secara individu
serta dalam batas kemampuannya
masing-masing, memberi kesaksian mengenai
kebenaran yang tidak dapat
dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta karya
Allah Swt. itu mutlak bebas dari
setiap kekurangan, aib atau ketidaksempurnaan dalam segala seginya yang beraneka ragam dan
banyak itu. Inilah maksud kata tasbih.
Kepatuh-taatan
para malaikat dalam melaksanakan
berbagai tugas yang telah ditetapkan
Allah Swt. di alam semesta ini, dimasa Nabi Besar Muhammad saw. telah
berhasil dilaksanakan oleh para sahabah
beliau saw., sebagaimana yang digambarkan secara kiasan dalam ayat-ayat awal
Surah Al-Mursalāt dan Surah An-Nāzi’āt,
insya Allah akan dibahas dalam Bab
selanjutnya.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Oktober
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar