بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 346
Pentingnya
Peran Wahyu Ilahi Bagi Perkembangan Kecerdasan Akal dan Spiritual Umat Manusia
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan ayat mengenai makna yang benar dari nasikh-mansukh dalam Al-Quran yang diwahyukan
Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا
نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا
ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni
batalkan atau Kami biarkan terlupa,
maka Kami datangkan yang lebih baik
darinya atau yang semisalnya.
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas
segala se-suatu? (Al-Baqarah
[2]:107).
Ada kekeliruan dalam
mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat Al-Quran telah dimansukhkan (dibatalkan). Kesimpulan
itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang
menunjukkan bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat Al-Quran.
Tidak Ada Nasikh-Mansukh
(Penggantian dan Pembatalan) Ayat-ayat Al-Quran
Dalam ayat sebelum dan sesudahnya telah disinggung mengenai Ahlul Kitab
dan kedengkian mereka terhadap wahyu
baru yang menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai
mansukh (batal) menunjuk kepada
wahyu-wahyu terdahulu. Dijelaskan bahwa Kitab
Suci terdahulu mengandung dua macam perintah:
(a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah
dan karena keuniversilan wahyu baru
itu -- yakni Al-Quran -- menghendaki pembatalan;
(b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti
dengan perintah-perintah baru dan
pula menegakkan kembali perintah-perintah
yang sudah hilang, maka Allah Swt.
menghapuskan beberapa bagian wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan
lagi bagian-bagian yang hilang dengan
yang sama. Itulah arti yang sesuai
dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran.
Al-Quran telah membatalkan semua Kitab Suci sebelumnya,
sebab — mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula
kepada seluruh umat manusia dari
semua zaman. Karena itu ajaran yang
lebih rendah dengan lingkup tugas yang
terbatas harus memberikan tempatnya
kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas
universal.
Dalam ayat ini kata nansakh
(Kami membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik),
dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā
(yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah Swt. menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik, dan bila untuk sementara
waktu Dia membiarkan sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang
lain.
Diakui
oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa
sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan ke Babil oleh Nebukadnezar, seluruh Taurat (lima Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang (Encyclopaedia Biblica), karena itu sangat wajar
jika Al-Quran secara total menggantikan kedudukan Kitab-kitab suci yang diwahyukan sebelumnya, karena pada
hakikatnya kesempurnaan Al-Quran dibandingkan dengan Kitab-kitab suci yang diwahyukan
sebelumnya adalah bagaikan samudera luas tak bertepi yang ke dalamnya seluruh
sungai bermuara (QS.18:110; QS.31:28).
Petingnya Peran Wahyu Ilahi Bagi Perkembangan “Kecerdasan”
Akal dan Spriritual Umat Manusia
Setelah membahas masalah penolakan orang-orang kafir terhadap para rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37) dalam Surah Asy-Syu’ara,
firman-Nya:
وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ ذِکۡرٍ مِّنَ الرَّحۡمٰنِ
مُحۡدَثٍ اِلَّا کَانُوۡا عَنۡہُ مُعۡرِضِیۡنَ﴿﴾ فَقَدۡ کَذَّبُوۡا فَسَیَاۡتِیۡہِمۡ اَنۡۢبٰٓؤُا مَا کَانُوۡا بِہٖ
یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ﴿﴾ اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اِلَی الۡاَرۡضِ کَمۡ اَنۡۢبَتۡنَا
فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ زَوۡجٍ
کَرِیۡمٍ ﴿﴾ اِنَّ
فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً ؕوَ مَا کَانَ
اَکۡثَرُ ہُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿۸﴾ وَ اِنَّ
رَبَّکَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الرَّحِیۡمُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka peringatan yang baru dari Tuhan Yang Maha Pemurah melainkan mereka
selalu berpaling darinya. Maka
sungguh mereka (rasul-rasul) telah mendustakan, tetapi segera datang kepada mereka kabar-kabar
mengenai apa (azab) yang
mereka perolok-olokkan. (Asy-Syu’ara
(26]:6-7).
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman sambil menarik perhatian kepada berbagai macam tumbuhan yang baik dan bermanfaat di permukaan bumi:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اِلَی الۡاَرۡضِ کَمۡ اَنۡۢبَتۡنَا فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
زَوۡجٍ کَرِیۡمٍ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً ؕوَ مَا
کَانَ اَکۡثَرُ ہُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ وَ اِنَّ
رَبَّکَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الرَّحِیۡمُ ﴿٪﴾
Apakah
mereka tidak memperhatikan bumi,
berapa banyak Kami menumbuhkan di
dalamnya dari setiap jodoh
(pasangan) yang mulia? Sesungguhnya dalam hal itu benar-benar ada
suatu Tanda tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar Dia Maha Perkasa, Maha
Penyayang. (Asy-Syu’ara (26]:8-10).
Dalam Surah
lain Allah Swt. memisalkan wahyu Ilahi
yang diturunkan kepada para rasul Allah
– terutama wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. – ibarat air
hujan yang turun dari langit, sedangkan berbagai macam tanggapan -- baik dan buruk -- yang dilakukan oleh
manusia terhadap para rasul Allah tersebut bagaikan tumbuhnya aneka ragam tumbuh-tumbuhan pada tanah
yang sama yang disiram oleh air
hujan yang sama pula, firman-Nya:
وَ ہُوَ
الَّذِیۡ مَدَّ الۡاَرۡضَ وَ جَعَلَ
فِیۡہَا رَوَاسِیَ وَ اَنۡہٰرًا ؕ وَ مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ
فِیۡہَا زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ
لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ فِی الۡاَرۡضِ
قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّ جَنّٰتٌ مِّنۡ اَعۡنَابٍ وَّ زَرۡعٌ وَّ نَخِیۡلٌ
صِنۡوَانٌ وَّ غَیۡرُ صِنۡوَانٍ یُّسۡقٰی بِمَآءٍ وَّاحِدٍ ۟ وَ نُفَضِّلُ
بَعۡضَہَا عَلٰی بَعۡضٍ فِی الۡاُکُلِ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ
لِّقَوۡمٍ یَّعۡقِلُوۡنَ﴿﴾
Dan Dia-lah
Yang telah membentangkan bumi ini dan menjadikan di dalamnya gunung-gunung dan sungai-sungai, وَ مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ فِیۡہَا زَوۡجَیۡنِ
اثۡنَیۡنِ -- dan dari setiap macam buah-buahan Dia menjadikan dua jenis
berpasang-pasangan, Dia
menyebabkan malam menutupi siang,
sesungguhnya dalam hal itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi kaum yang merenungkan. وَ فِی الۡاَرۡضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ -- dan di bumi ini ada bermacam-macam
bidang tanah yang saling
berdampingan, dan kebun-kebun anggur, ladang-ladang, pohon-pohon
kurma berumpun yang tumbuh dari satu akar dan yang tidak berumpun, یُّسۡقٰی بِمَآءٍ وَّاحِدٍ -- semuanya
itu disirami dengan air yang sama, وَ نُفَضِّلُ
بَعۡضَہَا عَلٰی بَعۡضٍ فِی الۡاُکُلِ -- tetapi Kami melebihkan sebagian dari sebagian yang lain dalam buahnya, sesungguhnya dalam yang demikian itu benar-benar
ada Tanda-tanda bagi kaum
yang memikirkan. (Ar-Rā’d [13]:4-5).
Meskipun ayat 4 hanya menyinggung adanya pasangan-pasangan pada buah-buahan,
yakni وَ مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ فِیۡہَا
زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ -- “dan dari setiap
macam buah-buahan Dia
menjadikan dua jenis berpasang-pasangan,” tetapi di tempat lain Al-Quran
mengatakan bahwa Allah Swt. telah membuat pasangan-pasangan jantan
dan betina bagi segala sesuatu
(QS.36:37; QS.51:50).
Itulah suatu haki-kat yang untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Al-Quran, salah satu di antara semua kitab
suci. Para ahli ilmu pengetahuan
mulai menemukan pasangan-pasangan itu
juga pada benda-benda anorganik
(mati). Ayat ini menarik perhatian kita kepada kenyataan, bahwa hukum mengenai segala sesuatu mempunyai pasangan-pasangan itu berlaku pula pada kecerdasan manusia. Sebelum Nur Ilahi berupa wahyu Ilahi turun kepada
manusia ia tidak dapat memiliki pengetahuan
sejati, yang lahir dari paduan
antara wahyu Ilahi dan akal manusia (QS.42:52-54).
Air Hujan dan Bidang Tanah
yang Disiraminya Sama Tetapi Menghasilkan Buah-buahan yang Berbeda
Ungkapan ayat وَ فِی الۡاَرۡضِ
قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ -- “dan di bumi
ini ada bermacam-macam bidang tanah yang saling berdampingan” …..
یُّسۡقٰی
بِمَآءٍ وَّاحِدٍ -- semuanya itu disirami dengan air yang sama,” mengandung arti, bahwa bila pohon-pohon
(tanam-tanaman) yang diairi oleh air yang sama, tetapi berbuah sangat berbeda dalam rasa dan warna, maka begitu juga Nabi Besar Muhammad saw. — yang meskipun beliau saw. tinggal di kota yang sama dan di antara kaum
yang sama — bagaimana mungkin beliau saw. tidak dapat melebihi mereka; apalagi mengingat bahwa beliau saw. dipupuk (disirami)
dengan air-kehidupan berupa wahyu Ilahi, sedang musuh-musuh beliau saw. dibesarkan di bawah asuhan syaitan.
Jadi, kembali kepada firman-Nya
Allah Swt. sebelumnya yang menarik perhatian para pembaca Al-Quran kepada
berbagai macam tumbuhan yang baik dan
bermanfaat di permukaan bumi:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اِلَی الۡاَرۡضِ کَمۡ اَنۡۢبَتۡنَا فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ زَوۡجٍ
کَرِیۡمٍ ﴿﴾ اِنَّ
فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً ؕوَ مَا کَانَ
اَکۡثَرُ ہُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ وَ اِنَّ
رَبَّکَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الرَّحِیۡمُ ﴿٪﴾
Apakah mereka
tidak memperhatikan bumi, berapa banyak Kami menumbuhkan di dalamnya
dari setiap jodoh (pasangan) yang
mulia? Sesungguhnya dalam hal
itu benar-benar ada suatu Tanda tetapi kebanyakan
dari mereka tidak beriman. Dan
sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau
benar-benar Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang. (Asy-Syu’ara
(26]:8-10).
Makna ayat
وَ اِنَّ
رَبَّکَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الرَّحِیۡمُ
-- “dan sesungguhnya Rabb
(Tuhan) engkau Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang” mengandung arti, bahwa sekali
pun lingkungan hidup Nabi Besar Muhammad saw. akan mempunyai lingkungan hidup para nabi
Allah yang tersebut dalam Surah Asy-Syu’ara ini, Tuhan Yang Maha Perkasa telah merenggut dan
menghancurkan musuh para nabi Allah itu, demikian juga halnya
dengan para penentang Nabi Besar
Muhammad saw, terutama dalam Perang Badar.
Namun berkenaan dengan Nabi Besar Muhammad
saw., Allah Swt. -- Tuhan Yang Maha Perkasa -- tidak akan hanya menjelmakan kekuasaan dan kekuatan-Nya dengan memberikan kejayaan
kepada beliau saw. dan membuat misi beliau saw. menang dan mekar sentausa bagaikan pertumbuhan pohon-pohon yang baik (QS.14:25-26), tetapi juga Allah Swt. akan
memperlihatkan kasih-sayang kepada umat (kaum) beliau saw., sebab hanya sebagian kecil saja dari mereka akan dibinasakan, sedang sebagian terbesar akan menerima pengampunan
dan kasih-sayang (Rahīmiyat) Allah Swt., dan pada akhirnya
mereka akan menerima amanat
beliau saw., sebagaimana terbukti
setelah terjadinya peristiwa Fathah
Makkah (Penaklukan Makkah), sebagaimana halnya Nabi Yusuf a.s. telah mengampuni kesalahan saudara-saudara seayah beliau (QS.12:91-93).
Jadi, kembali kepada kata bākhi’un dalam firman-Nya: لَعَلَّکَ
بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ --
“boleh jadi engkau akan membinasakan
diri sendiri karena mereka tidak mau beriman.” (QS.26:4), karena bakhi' itu ism fail dari bakha'a yang berarti: ia berbuat sesuatu dengan cara
setepat-tepatnya, ayat ini dengan padat dan lugas melukiskan betapa besarnya perhatian
dan kekhawatiran serta kecemasan Nabi Besar Muhammad saw. –
sebagai rahmat bagai seluruh alam (QS.21:108) -- mengenai kesejahteraan
ruhani kaum beliau saw. dan juga umat
manusia, sebagaimana firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا
عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Sungguh
benar-benar telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat
terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan terhadap
orang-orang beriman ia sangat
berbelas kasih lagi penyayang. (At-Taubah [9]:128).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 7 Oktober
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar