بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 341
Makna “Bekas-bekas Sujud” yang Hakiki Para Pecinta Allah Swt. Dan Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman
Allah Swt. dalam Al-Insyirah [94]:1-9, mengenai
ayat اِنَّ مَعَ
الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- “sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”, yang dalam Surah ini telah disebutkan dua kali. Ini merupakan nubuatan
yang mengisyaratkan bahwa agama
Islam akan harus melalui masa-masa
penuh kesulitan, tetapi pada dua
peristiwa Islam menghadapi tantangan
untuk mempertahankan wujudnya – pertama,
selang beberapa tahun permulaan hidupnya
sendiri (QS.62:3), dan yang kedua kalinya
di Akhir
Zaman ini (QS.62:4) – dan pada kedua-dua peristiwa itu Islam akan keluar dari percobaan itu sebagai satu kekuatan
baru (QS.61:10), firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ذٰلِکَ
فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allāh
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Nubuatan Dua
Kejayaan Islam yaitu di Masa Awal
dan di Akhir Zaman
Jadi, pengulangan ayat اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- “Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan” menunjukkan pula bahwa kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang
Islam itu hanya bersifat sementara,
tetapi keberhasilan-keberhasilan
mereka akan kekal dan senantiasa meningkat terus.
Jadi,
dalam فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- maka sesungguhnya bersama kesukaran ada
kemudahan, اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”,
Nabi Besar Muhammad saw. dihibur dengan memperoleh jaminan bahwa lapangan kemajuan ruhani yang tidak ada hingganya
terbentang di hadapan beliau saw., dan bahwa sesudah beliau saw. menanggulangi kesulitan demi kesulitan yang menghalangi
jalan beliau saw..
Mengisyaratkan kepada dua kali keberhasilan yang diraih oleh Nabi Besar Muhammad saw. – di masa
awal dan di Akhir Zaman
(QS.63:3-5) -- itulah firman-Nya berikut
ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ اِذَا
جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ
الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾ وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾ فَسَبِّحۡ
بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ
ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila
datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau
melihat manusia masuk dalam agama Allah
berbondong-bondong, فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا -- maka bertasbihlah
dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah ampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:-4)
Karena janji
Allah Swt. mengenai kemenangan
yang dijanjikan-Nya telah menjadi
sempurna, dan Nabi Besar Muhammad saw.
melihat bahwa manusia mulai berduyun-duyun
masuk Islam, maka be;iau saw. dalam ayat ini diperintahkan agar bersyukur kepada Rabb-Nya (Tuhan-nya) karena Dia telah memenuhi janji-Nya, agar beliau saw. mendendangkan puji-pujian bagi-Nya.
Makna Perintah Memohon Ampun Kepada Allah Swt.
Dalam
ayat وَ
اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا -- “dan mohonlah
ampunan-Nya, sesungguhnya
Dia Maha Penerima taubat” dikatakan kepada nabi Besar Muhammad saw., bahwa oleh karena kemenangan telah datang kepada beliau saw. dan Islam telah berkuasa di seluruh negeri dan orang-orang yang pernah memusuhi beliau saw. dahulu telah menjadi pengikut beliau saw. yang mukhlis, maka beliau saw. harus berdoa, supaya Allah Swt. memaafkan kesalahan-kesalahan besar yang
pernah dilakukan mereka terhadap beliau saw..
Rupa-rupanya inilah arti dan maksud perintah kepada Nabi Besar Muhammad saw.
supaya memohon ampunan kepada
Allah Swt.: وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ
ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا -- “dan mohonlah ampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” Atau artinya ialah bahwa beliau saw. diperintahkan
supaya memohon perlindungan Ilahi
terhadap kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang dapat
menyelinap ke dalam tubuh Jemaat kaum Muslimin,
disebabkan para muallaf kurang mendapat pengajaran atau pendidikan
yang memadai, akibat kurangnya para pengajar, banyaknya yang harus dibina akhlak
dan ruhaninya serta akibat luasnya wilayah penyebaran
orang-orang Muslim tersebut.
Adalah
sangat bermakna, bahwa manakala di dalam
Al-Quran disebutkan perihal kemenangan
atau perihal keberhasilan besar
lainnya datang kepada Nabi Besar
Muhammad saw., beliau saw. selalu diperintahkan agar memohon ampunan Tuhan dan perlindungan-Nya. Hal itu jelas menunjukkan, bahwa
dalam ayat ini pun, beliau saw. diperintahkan
agar memohon
ampunan Allah Swt. dan perlindungan-Nya,
bukan bagi diri beliau saw. sendiri, melainkan bagi orang-orang lain, yaitu beliau saw. diperintahkan agar berdoa bilamana ada bahaya datang, ketika para pengikut beliau saw. mulai menyimpang dari asas-asas dan ajaran-ajaran
Islam, semoga kiranya Allah Swt. menyelamatkan
mereka dari kemelut serupa itu.
Dengan demikian di sini sama sekali bukan berarti bahwa, Nabi
Besar Muhammad saw. beristighfar (memohon ampun) bagi salah
satu perbuatan beliau saw. sendiri., sebab menurut Al-Quran, beliau saw. menikmati
kekebalan mutlak terhadap segala
macam kelemahan akhlak atau terhadap penyimpangan dari jalan lurus.
Makna Kata Tasbih Berkenaan
dengan Nabi Besar Muhammad saw.
Jadi, Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. agar beliau saw. tidak boleh berpuas diri dengan keberhasilan yang tercapai, tetapi
sesudah beliau saw. menundukkan suatu
puncak, beliau saw. harus berusaha
terus mendaki puncak-puncak lain sebagaimana doa
yang diajarkan Allah Swt. kepada beliau saw.
sehubungan dengan shalat tahajjud
(QS.17:79-82), dan perhatian beliau saw. harus senantiasa ditujukan seluruhnya kepada usaha menghidupkan kembali akhlak dan ruhani umat manusia yang
telah jatuh (QS.30:42; QS.57:17-18) dan
kepada usaha menegakkan Kerajaan Ilahi
di atas bumi (QS.14:49; QS.39:70; QS.61:10).
Dengan demikian ayat ini dapat
pula mengandung arti bahwa manakala Nabi
Besar Muhammad saw. telah menyelesaikan tugas beliau saw. sehari-hari
– mengajar dan mendidik para pengikut
beliau saw. dan membenahi urusan-urusan
duniawi lainnya – beliau saw. harus kembali menghadap Allah Swt. dengan sepenuh hati sebab perjalanan ruhani beliau saw. tidak terhingga.
Itulah makna firman-Nya: فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ --
maka apabila engkau telah selesai
tugas lalu kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang
lain, وَ اِلٰی رَبِّکَ فَارۡغَبۡ -- dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh. (Al-Insyirah [94]:8-9), dan itu pulalah makna kata sab-han
(sabbaha) dari firman-Nya:
اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا
طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di
waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا --
memiliki kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ
رَبِّکَ -- maka ingatlah selalu nama Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا -- dan baktikanlah diri engkau
kepada-Nya dengan sepenuh
kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
Pujian Allah
Swt. kepada Para Sahabat Nabi Besar
Muhammad Saw.
Mengisyaratkan kepada
keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw.
dalam upaya mensucikan “pakaian” (tsiyab) beliau saw. وَ ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ --
dan sucikanlah pakaian engkau,” yakni para pengikut beliau saw. (QS.74:1-8). Dan mengisyaratkan kepada keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw. dalam upaya mensucikan “pakaian” (tsiyab) beliau saw. وَ
ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ --
dan sucikanlah pakaian engkau,” yakni para pengikut beliau saw. (QS.74:1-8). Dan mengisyaratkan kepada
hal itu pulalah
firman-Nya berikut ini:
وَ اَنۡذِرۡ
عَشِیۡرَتَکَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ ﴿﴾ۙ وَ اخۡفِضۡ جَنَاحَکَ لِمَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡ
یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ ﴿﴾ۙ وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّہٗ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan berilah peringatan kepada keluarga engkau yang paling dekat,
dan rendahkanlah sayap kasih-sayang engkau kepada orang-orang beriman yang mengikuti engkau, فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ
مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ -- lalu
jika mereka mendurhakai engkau maka
katakanlah: “Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu kerjakan.” وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ -- dan bertawakallah
kepada Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang, الَّذِیۡ یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ -- Yang melihat engkau
ketika engkau berdiri shalat, وَ تَقَلُّبَکَ فِی
السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau
di antara orang-orang yang sujud. اِنَّہٗ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ -- Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Asy-Syu’ara [26]:215-221).
Tercantum dalam riwayat bahwa tatkala ayat وَ اَنۡذِرۡ عَشِیۡرَتَکَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ -- “Dan berilah
peringatan kepada keluarga engkau
yang paling dekat” ini diturunkan, Nabi Besar Muhammad saw. berdiri di atas gunung Shafa dan memanggil tiap kabilah Quraisy dengan nama masing-masing, dan memperingatkan mereka akan hukuman Ilahi yang akan menimpa mereka,
bila mereka tidak menerima amanat
beliau saw. dan meninggalkan cara hidup mereka yang buruk (Bukhari).
Makna “Orang-orang yang
Sujud” Kepada Allah Swt.
Makna ayat وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ -- “dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau
di antara orang-orang yang sujud,”
dalam ayat Allah Swt. ini memberi satu penghormatan yang gemilang atas ketakwaan
dan kemuliaan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., yakni
kata sājidīn (orang-orang yang sujud) menunjuk kepada mereka.
Jadi, betapa rahmat dan berkat
terlimpah atas Nabi Besar Muhammad saw. yang dikitari (dikelilingi) oleh orang-orang suci demikian, sebagai hasil
upaya pensucian yang beliau saw.
lakukan terhadap mereka. Sejarah umat manusia tidak berhasil mengemukakan
contoh lain bahwa Penghulu (pemimpin)
yang demikian mulia, dicintai, dan diikuti oleh pengikut-pengikut
yang demikian bertakwa, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ لَفِیۡ ضَلٰلٍ
مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Dalam
firman berikut ini sebutan “sajidin”
dalam ayat وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau di antara orang-orang yang sujud.” (Asy-Syu’ara
[26]:220) telah diuraikan secara terinci martabat-martabat ruhani mereka itu,
firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada
mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang
shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Makna “Bekas-bekas Sujud” yang Benar
Dengan demikian jelaslah, bahwa yang
dimaksud dengan “bekas-bekas sujud”
(QS.48:30)pada hakikatnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan bercak-bercak hitam pada dahi (kening) orang-orang Muslim, sebagai akibat wajar dari adanya gesekan dengan tempat sujud ketika melaksanakan shalat, melainkan yang dimaksudkan dengan “bekas-bekas sujud” tersebut adalah
keberhasilan orang-orang Muslim meraih kemuliaan akhlak dan ruhani sebagai akibat dari kepatuh-taatan mereka kepada Allah
Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw., sehingga Allah Swt. memuji mereka
sebagai “orang-orang yang bersujud”: وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau di antara orang-orang yang sujud.” (Asy-Syu’ara
[26]:220).
Jika
benar, bawa bercak-bercak hitam pada
dahi -- akibat melakukan sujud dalam shalat -- adalah sesuatu yang patut dibanggakan, tetapi mengapa dalam
kenyataannya Allah Swt. mencela keras -- bahkan melaknat -- orang-orang yang melakukan shalat dalam Surah berikut ini?
Firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ ؕ﴿﴾ فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ الۡیَتِیۡمَ ۙ﴿﴾ وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ؕ﴿﴾ فَوَیۡلٌ
لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
عَنۡ صَلَاتِہِمۡ سَاہُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ
ہُمۡ یُرَآءُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ یَمۡنَعُوۡنَ الۡمَاعُوۡنَ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ -- apakah
engkau melihat orang yang mendustakan agama? فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ الۡیَتِیۡمَ
-- maka itulah orang yang mengusir anak yatim, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ
الۡمِسۡکِیۡنِ -- dan tidak
menganjurkan memberi makan
orang miskin. فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ -- Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ
سَاہُوۡنَ -- orang-orang yang lalai dari
shalatnya, الَّذِیۡنَ ہُمۡ یُرَآءُوۡنَ -- yaitu orang-orang yang berbuat pamer. وَ یَمۡنَعُوۡنَ
الۡمَاعُوۡنَ -- dan mencegah diri mereka untuk memberi barang-barang kecil
kepada orang-orang miskin.
(Al-Ma’un
[107]:1-8).
Sungguh amat buruk dia yang tidak percaya kepada pembalasan Ilahi, atau, yang tidak
percaya kepada dīn (agama) – sumber dan dasar semua akhlak. Itulah makna ayat: اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ -- apakah engkau melihat orang yang mendustakan agama?
Pengamalan Nyata Haququl-
‘Ibad (Hak-hak Sesama Hamba
Allah)
Ayat
ini dan ayat berikutnya membicarakan dua macam penyakit masyarakat yang sangat berbahaya,
dan bila tidak mengadakan penjagaan seksama terhadap kedua penyakit itu dapat dipastikan akan mendatangkan kemunduran dan perpecahan total di dalam masyarakat. Yakni pemahaman
dan pengamalan agama mereka tidak
membuahkan “bekas sujud ruhani”,
melainkan hanya sebatas bercak hitam di
kulit saja.
Mengapa demikian Sebab kegagalan memelihara anak-anak
yatim dengan cara sebaik-baiknya membunuh
jiwa pengorbanan di dalam suatu bangsa;
dan mengabaikan orang-orang miskin
dan fakir akan menjauhkan satu bagian masyarakat
yang berguna dari segala prakarsa
dan kemauan memperbaiki nasib mereka.
Itulah makna ayat: فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ
الۡیَتِیۡمَ -- maka itulah orang yang mengusir anak yatim, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ
الۡمِسۡکِیۡنِ --
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Shalat
merupakan tugas dan kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mentaati Allah Swt, dan Nabi Besar Muhammad saw., karena itu shalat
harus laksanakan semata-mata karena Allah Swt., dan shalat orang-orang munafik -- yang tidak
menunaikan kewajiban terhadap sesama
makhluk Allah itu -- tidak lebih
daripada sebuah jasad tanpa ruh, atau
kulit tanpa isi.
Orang-orang munafik
hanya memperagakan perbuatan-perbuatan
baik dan sedekah sekedarnya
tetapi tidak mengandung jiwa. Itulah
mana ayat: فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ -- Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat,
الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ
سَاہُوۡنَ --
orang-orang yang lalai dari shalatnya”.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: وَ لَا یَحُضُّ
عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ -- dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin.” Almā’ūn berarti: barang-barang kecil;
perabot rumah tangga biasa; seperti, kapak, panci masak, dan sebagainya; suatu tindak
kebaikan; sesuatu yang berguna; zakat (Aqrab-al-Mawarid).
Orang-orang yang seperti itu tidak
termasuk ke dalam para pengikut sejati
Nabi besar Muhammad saw. yang “sujud”,
firman-Nya:
وَ اَنۡذِرۡ
عَشِیۡرَتَکَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ ﴿﴾ۙ وَ اخۡفِضۡ جَنَاحَکَ لِمَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّمَّا
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡ
یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ ﴿﴾ۙ وَ تَقَلُّبَکَ فِی السّٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ
الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan berilah peringatan kepada keluarga engkau yang paling dekat,
dan rendahkanlah sayap kasih-sayang engkau kepada orang-orang beriman yang mengikuti engkau, فَاِنۡ عَصَوۡکَ فَقُلۡ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ
مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ -- lalu
jika mereka mendurhakai engkau maka
katakanlah: “Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu kerjakan.” وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ -- dan bertawakallah
kepada Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang, الَّذِیۡ یَرٰىکَ حِیۡنَ تَقُوۡمُ -- Yang melihat engkau
ketika engkau berdiri shalat, وَ تَقَلُّبَکَ فِی
السّٰجِدِیۡنَ -- dan melihat
gerak-gerik (bolak-balik) engkau
di antara orang-orang yang sujud. اِنَّہٗ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ -- Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Asy-Syu’ara [26]:215-221).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar