بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 340
Berbagai Keberkatan Shalat Tahajjud & Rahasia
Kesuksesan Berkesinambungan Nabi
Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan berbagai firman Allah Swt. mengenai ungkapan “pujian” Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang adalah al-Muzzammil,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾ قُمِ
الَّیۡلَ اِلَّا قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ نِّصۡفَہٗۤ اَوِ انۡقُصۡ
مِنۡہُ قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ
وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ
تَرۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾ اِنَّا سَنُلۡقِیۡ
عَلَیۡکَ قَوۡلًا ثَقِیۡلًا ﴿﴾ اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً وَّ
اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ -- wahai orang yang berselimut. قُمِ الَّیۡلَ
اِلَّا قَلِیۡلًا -- Berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan bacalah
Al-Quran dengan pembacaan yang baik.
اِنَّا
سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya
Aku akan melimpahkan kepada engkau
firman yang berbobot. اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ
اَشَدُّ وَطۡاً وَّ اَقۡوَمُ قِیۡلًا -- sesungguhnya
bangun di waktu malam untuk shalat
adalah lebih kuat untuk menguasai diri
dan lebih ampuh berbicara. (Al-Muzzammil
[73]:1-7).
Zammalahu dalam
ayat یٰۤاَیُّہَا
الۡمُزَّمِّلُ --
“wahai orang yang berselimut” berarti:
ia menggendong dia di belakang punggungnya. Zammala, kecuali arti yang
diberikan dalam terjemahan, berarti: ia lari dan pergi dengan cepat. Tazammala,
izzammala atau izzamala berarti: ia membungkus diri; ia memikul
atau menggendong sesuatu, yaitu suatu
beban pada suatu waktu.
Jadi, Muzzammil (atau
mutazammil) berarti: orang yang terbungkus di dalam busananya;
seseorang yang memikul tanggung-jawab
besar (Aqrab-ul-Mawarid;
Al-Fath-ul-Qadir; Ruh-ul-Ma’ani). Mengenai latar
belakang diwahyukan-Nya Surah
Al-Muzzammil dan Surah Al-Muddatstsir kepada Nabi Besar
Muhammad saw. ini telah dijelaskan dalam Bab 337.
Pentingnya Shalat Tahajjud
Dalam ayat-ayat selanjutnya Allah Swt. memerintahkan
Nabi Besar Muhammad saw., Sang Muzzammil – selain pentingnya beliau saw. melaksanakan shalat-shalat fardu dan shalat-shalat sunnah
dan shalat nafal lainnya -- adalah
mendirikan shalat tahajjud: قُمِ الَّیۡلَ اِلَّا
قَلِیۡلًا -- berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan bacalah
Al-Quran dengan pembacaan yang baik,
اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا
ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.”
Dalam Surah Bani Israil,
Allah Swt. mengemukakan perintah yang sama mengenai pentingnya melaksanakan shalat tahajjud, firman-Nya:
اَقِمِ
الصَّلٰوۃَ لِدُلُوۡکِ الشَّمۡسِ اِلٰی
غَسَقِ الَّیۡلِ وَ قُرۡاٰنَ
الۡفَجۡرِ ؕ اِنَّ قُرۡاٰنَ
الۡفَجۡرِ کَانَ مَشۡہُوۡدًا ﴿﴾ وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً لَّکَ ٭ۖ عَسٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا ﴿﴾
Dirikanlah
shalat sejak matahari condong hingga kegelapan malam dan bacalah Al-Quran pada waktu subuh, sesungguhnya pembacaan Al-Quran pada waktu subuh
disaksikan secara istimewa oleh Allah.” وَ مِنَ
الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً
لَّکَ -- dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau,
عَسٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَکَ
رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا -- boleh jadi Rabb (Tuhan) engkau akan
mengangkat engkau ke martabat yang sangat terpuji. (Bani Israil [17]:79-80).
Dalakat
asy-syamsu berarti: (1) matahari condong sesudah mencapai titik puncaknya
pada tengah hari; (2) matahari menjadi kekuning-kuningan; (3) matahari
terbenam. Ghasaq berarti, kegelapan malam, atau ketika warna merah di
kaki langit lenyap sesudah matahari terbenam (Lexicon Lane).
Nampaknya ayat ini menunjuk kepada
saat-saat untuk mendirikan shalat far dhu
5 waktu sehari. Tiga arti dulūk menunjukkan saat untuk shalat Zuhur, Ashar, dan Maghrib,
sedangkan ungkapan ghasaqil-lail meliputi saat untuk shalat Magrib, tetapi khususnya menunjuk kepada
shalat Isya, dan kata-kata qur’an
al-fajr menunjuk kepada saat shalat Subuh.
Sebagai
arti tambahan pada yang diberikan dalam terjemahan teks ayat وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً لَّکَ -- dan pada sebagian malam, maka
tahajudlah engkau dengan membacanya,
suatu ibadah tambahan bagi
engkau”, nāfilah berarti karunia yang khas, dan mengandung arti bahwa shalat-shalat itu bukan suatu beban
yang hanya meletihkan tubuh,
melainkan suatu kesempatan istimewa
dan karunia khas dari Allah Swt.
Makna ayat عَسٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا
مَّحۡمُوۡدًا -- “boleh
jadi Rabb (Tuhan) engkau akan mengangkat engkau ke martabat yang
sangat terpuji”, barangkali tiada
orang yang pernah begitu dibenci dan dimaki seperti Nabi Besar Muhammad saw.
oleh para penentangnya, dan
sungguh tidak ada wujud lain yang menerima begitu banyak pujian Allah Swt. dan menjadi penerima
begitu banyak rahmat dan berkat Ilahi seperti beliau saw.,
sehingga nama beliau sendiri, Muhammad (yang paling terpuji), menjadi saksi atas kenyataan tersebut.
Makna “Firman yang Berbobot”
Shalat Tahajjud paling cocok
untuk orang beriman guna mencapai kemajuan ruhaninya, karena dalam kesunyian malam dalam
keadaan menyendiri di hadapan Sang Khaliq-nya ia menikmati perhubungan khas dengan Allah
Swt.. Itulah makna ayat: قُمِ الَّیۡلَ
اِلَّا قَلِیۡلًا -- berdirilah
untuk shalat waktu malam,
kecuali sedikit, setengahnya
atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya, اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا -- dan bacalah
Al-Quran dengan pembacaan yang baik,
اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا
ثَقِیۡلًا -- sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.” (Al-Muzzammil
[73]:3-7).
Ungkapan قَوۡلًا ثَقِیۡلًا -- “firman yang berbobot” dapat berarti “ajaran Al-Quran itu padat dengan ajaran
mahapenting. Ajaran itu terlalu penting untuk digantikan atau disisihkan.”
Tidak ada kata atau huruf sebuah pun yang dapat diubah, diganti atau
diperbaiki.
Menurut hadits yang
kerap kali dikutip, manakala ada wahyu
Al-Quran turun kepada Nabi Besar
Muhammad saw., beliau saw.jadi hening terpaku dan merasakan ada suatu keharuan istimewa, sehingga bahkan dalam
cuaca hari yang sangat dingin sekalipun tetes-tetes besar keringat menitik dari dahi beliau saw., dan beliau saw. merasakan bobot berat tubuh beliau sendiri (Bukhari). Karena wahyu Al-Quran itu “firman yang berbobot” maka serangan hebat yang menggoncang perasaan Nabi Besar Muhammad saw. itu disebabkan oleh keharuan tadi.
Bangun malam untuk mendirikan shalat tahajjud merupakan wahana yang kuat untuk menguasai diri dan dengan ampuh mengendalikan kecenderungan dan hasrat jahat seseorang. Merupakan
pengalaman nyata semua orang suci,
bahwa tidak ada yang begitu banyak memberi manfaat
bagi perkembangan ruhani seseorang
selain tahajjud atau shalat malam.
Di dalam kesunyian dan keheningan malam, semacam kedamaian
yang menakjubkan
mengungguli segala sesuatu, saat alam
seluruhnya dan manusia diam – karena benar-benar menyendiri bersama Sang Khāliq-nya
– menikmati perhubungan istimewa
dengan Dia dan menjadi terang benderang oleh cahaya Samawi istimewa, yang diberikannya
lagi kepada orang-orang lain.
Saat itu luar biasa
cocoknya bagi seseorang guna mengembangkan kekuatan
watak dan membuat pembicaraannya
sehat, bernas, dan dapat diandalkan. Sebab ucapan yang jitu dan kemampuan yang tiada terhingga untuk bekerja
keras merupakan dua syarat yang
perlu bagi seorang Pembaharu (mushlih/Reformer)
agar berhasil di dalam tugasnya.
Makna Kata Tasbih Kepada Allah Swt.
Shalat tahajjud membantu memperkembangkan dua syarat itu. Karena telah dapat menguasai pikiran dan ucapannya maka orang menjadi dapat menguasai orang-orang lain pula
terutama dalam menunaikan kewajiban
pelaksanaan haququl ‘ibad yakni
pemenuhan akan hak-hak sesama hamba
Allah Swt.) -- sebagai hasil dari
pelaksanaan haququlLah -- sebagaimana
firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat selanjutnya:
اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا طَوِیۡلًا
ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di
waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا -- memiliki
kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ -- maka ingatlah selalu nama
Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا -- dan baktikanlah diri engkau
kepada-Nya dengan sepenuh
kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
Isyarat dalam ayat سَبۡحًا طَوِیۡلًا -- “memiliki kesibukan yang panjang”
tertuju kepada aneka ragam kewajiban Nabi Besar Muhammad saw. yang dilaksanakan oleh beliau saw. dengan rela dan gembira serta yang
dalam melaksanakannya hati beliau saw.
merasa amat senang sekali, inilah
makna kata sab-han (Lexicon Lane).
Kata sab-han -- yang berasal dari
kata sabh
-- ini pulalah yang digunakan dalam Al-Quran mengenai bertasbihnya seluruh langit dan bumi kepada Allah Swt. dalam berbagai Surah Al-Quran, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾
Menyanjung kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh
langit dan bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Hadīd [57]:2). Lihat pula
QS.17:45; QS. 24:42; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
Sabbaha fī hawā’ijihi artinya: ia menyibukkan
diri dalam mencari nafkah, atau sibuk
dalam urusannya. Sabh berarti:
mengerjakan pekerjaan, atau mengerjakannya
dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan pergi berlindung kepada Allah Swt. dan kesigapan
melayani dan menaati perintah-Nya,
sebagaimana yang dikatakan para malaikat
kepada Allah Swt. (QS.2:31).
Mengingat akan arti dasar kata
ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya menyatakan bahwa Allah Swt. itu bebas
dari segala kekurangan atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh
- Maha Suci Allah (Lexicon Lane).
Oleh karena itu ayat ini berarti bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan
tugasnya masing-masing dengan cermat
dan teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan serta kekuatan-kekuatan yang dilimpahkan Allah Swt. kepadanya, serta memenuhi
tujuan ia diciptakan dengan cara yang
sangat ajaib, sehingga kita mau tidak mau
harus mengambil kesimpulan bahwa Allah Swt. sebagai Sang Perencana dan Arsitek
tatanan alam semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, dan bahwa seluruh
alam semesta secara keseluruhan dan tiap-tiap makhluk secara individu
serta dalam batas kemampuannya
masing-masing, memberi kesaksian mengenai
kebenaran yang tidak dapat
dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta karya
Allah Swt. itu mutlak bebas dari
setiap kekurangan, aib atau ketidaksempurnaan dalam segala seginya yang beraneka ragam dan
banyak itu. Inilah maksud kata tasbih.
Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. mengenai kesibukan Nabi Besar Muhammad saw. – baik dalam melaksanakan haququlLah dan haququl ‘ibad -- dikatakan:
اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا
طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di
waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا -- memiliki
kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ -- maka ingatlah selalu nama
Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا -- dan baktikanlah diri engkau
kepada-Nya dengan sepenuh
kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
Jangan Cepat
Merasa Puas dengan Meraih Satu Kesuksesan Saja
Mengisyaratkan kepada kesibukan
luar biasa Nabi Besar Muhammad saw. dalam melaksanakan haququlLah dan haququl ‘ibad itu pulalah
firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
﴿۱﴾ اَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَکَ صَدۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ
وِزۡرَکَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡۤ
اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ رَفَعۡنَا لَکَ
ذِکۡرَکَ ؕ﴿﴾ فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا ۙ﴿﴾ اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ
یُسۡرًا ؕ﴿﴾ فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ ۙ﴿﴾ وَ اِلٰی
رَبِّکَ فَارۡغَبۡ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha
Penyayang. Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau, Dan Kami menghilangkan dari engkau beban engkau,
yang
nyaris mematahkan punggung engkau?
Dan Kami meninggikan untuk engkau sebutan engkau. فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan, اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan. فَاِذَا
فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ -- maka apabila
engkau telah sele-sai tugas lalu
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, وَ اِلٰی رَبِّکَ فَارۡغَبۡ -- dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh. (Al-Insyirah [94]:1-9).
Firman Allah Swt. ini sangat erat hubungannya dengan beratnya memikul amanat
syariat yang harus dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw.,
firman-Nya:
اِنَّا
عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ
اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ
کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi semuanya enggan memikulnya
dan mereka takut terhadapnya, وَ حَمَلَہَا
الۡاِنۡسَانُ -- akan
tetapi insan (manusia) memikulnya, اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا -- sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan abai terhadap dirinya. (Al-Ahzāb
[33]73).
Nabi
Besar Muhammad saw. telah
dibebani tugas yang tidak pernah
dibebankan kepada siapa pun, begitu memakan
syarat dan mematahkan punggung
yaitu, pertama-tama mengangkat derajat
suatu kaum dari jurang kemunduran akhlak
ke puncak keutamaan ruhani dan,
kemudian dengan perantaraan mereka -- sebagai umat terbaik (QS.2:144; QS.3:111)
-- membersihkan dan mensucikan seluruh umat manusia dari kezaliman, kejahilan, dan ketakhyulan. Hal itu
sungguh suatu pertang-gungjawaban
amat berat dan hampir-hampir meremukkan Nabi Besar Muhammad saw. di bawah himpitannya, namun Allah Swt. telah “meringankan beban” beliau saw.: اَلَمۡ
نَشۡرَحۡ لَکَ صَدۡرَکَ -- “Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau, وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ وِزۡرَکَ -- dan Kami menghilangkan
dari engkau beban engkau, الَّذِیۡۤ اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ -- yang nyaris mematahkan punggung engkau?”
Kesuksesan di Balik Tantangan Kesukaran
Selanjutnya Allah Swt. berfirman وَ رَفَعۡنَا لَکَ ذِکۡرَکَ -- “dan
Kami meninggikan untuk engkau sebutan
engkau.” Surah ini diwahyukan pada tahun ke-2 atau ke-3 Nabawi, ketika Nabi
Besar Muhammad saw. benar-benar tidak
dikenal oleh kalangan di luar kaum beliau
saw., tetapi dengan cepat beliau saw. bangkit menjadi orang yang paling dikenal dan paling dicintai, dihormati, dan
yang paling berhasil di antara semua nabi Allah. Kenyataan sejarah
membuktikan bahwa tidak ada pemimpin -- baik pemimpin
agama ataupun pemimpin duniawi --
yang pernah menikmati kecintaan dan kehormatan dari para pengikutnya
demikian besarnya seperti Nabi Besar Muhammad saw..
Ungkapan اِنَّ مَعَ
الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- “Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”, dalam Surah ini telah disebutkan
dua kali. Ini merupakan nubuatan
yang mengisyaratkan bahwa agama
Islam akan harus melalui masa-masa
penuh kesulitan, tetapi pada dua
peristiwa Islam menghadapi tantangan
untuk memper-tahankan wujudnya – pertama,
selang beberapa tahun permulaan hidupnya
sendiri, dan yang kedua kalinya di Akhir Zaman ini (QS.62:3-4) – dan pada kedua-dua peristiwa itu Islam akan keluar dari percobaan itu sebagai satu kekuatan
baru (QS.61:10)
Ayat-ayat ini
menunjukkan pula bahwa kesulitan-kesulitan
yang sedang dihadapi Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang
Islam itu hanya bersifat sementara,
tetapi keberhasilan-keberhasilan
mereka akan kekal dan senantiasa meningkat terus. Jadi, dalam فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan,
اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ یُسۡرًا -- sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”, Nabi Besar Muhammad saw. dihibur
dengan memperoleh jaminan bahwa
lapangan kemajuan ruhani yang tidak
ada hingganya terbentang di hadapan beliau saw., dan bahwa sesudah beliau saw. menanggulangi
kesulitan demi kesulitan yang menghalangi
jalan beliau saw..
Nabi Besar Muhammad saw. tidak boleh berpuas diri dengan keberhasilan
yang tercapai, tetapi sesudah beliau saw. menundukkan
suatu puncak, harus berusaha terus
mendaki puncak lain sebagaimana doa
yang diajarkan Allah Swt. kepada beliau saw.
sehubungan dengan shalat tahajjud
(QS.17:79-82), dan perhatian beliau saw. harus senantiasa ditujukan seluruhnya kepada usaha menghidupkan kembali akhlak dan ruhani umat manusia yang
telah jatuh (QS.30:42; QS.57:17-18) dan
kepada usaha menegakkan Kerajaan Ilahi
di atas bumi (QS.14:49; QS.39:70; QS.61:10).
Jadi, ayat ini dapat pula
mengandung arti bahwa manakala Nabi
Besar Muhammad saw. telah menyelesaikan tugas beliau saw. sehari-hari
– mengajar dan mendidik para pengikut
beliau saw. dan membenahi urusan-urusan
duniawi lainnya – beliau saw. harus kembali menghadap Allah Swt. dengan sepenuh hati sebab perjalanan ruhani beliau saw. tidak terhingga.
Itulah makna firman-Nya: فَاِذَا فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ --
maka apabila engkau telah selesai
tugas lalu kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang
lain, وَ اِلٰی رَبِّکَ فَارۡغَبۡ -- dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh. (Al-Insyirah [94]:8-9), dan itu pulalah makna kata sab-han
(sabbaha) dari firman-Nya:
اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا
طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di
waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا --
memiliki kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ
رَبِّکَ -- maka ingatlah selalu nama Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا -- dan baktikanlah diri engkau
kepada-Nya dengan sepenuh
kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
Mengisyaratkan kepada keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw. dalam upaya mensucikan “pakaian” (tsiyab) beliau saw. وَ
ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ --
dan sucikanlah pakaian engkau,” yakni para pengikut
beliau saw. (QS.74:1-8).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar