Sabtu, 18 Oktober 2014

Berbagai Keberkatan Shalat Tahajjud & Rahasia Kesuksesan Berkesinambungan Nabi Besar Muhammad Saw.



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   340

   Berbagai Keberkatan Shalat Tahajjud & Rahasia Kesuksesan Berkesinambungan Nabi Besar Muhammad Saw.  

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan berbagai firman Allah Swt.   mengenai ungkapan  pujian” Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang  adalah al-Muzzammil, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾   قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾   نِّصۡفَہٗۤ  اَوِ انۡقُصۡ  مِنۡہُ  قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾   اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾   اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا ﴿﴾  اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ  ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً  وَّ  اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.      یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ   -- wahai orang yang berselimut. قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- Berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit,    setengahnya atau kurangilah sedikit darinya,   atau tambahkan atasnya,  اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا  -- dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik.  اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  --  sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.  اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ  ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً  وَّ  اَقۡوَمُ قِیۡلًا  -- sesungguhnya bangun di waktu malam untuk shalat adalah lebih kuat untuk menguasai diri dan lebih ampuh berbicara. (Al-Muzzammil [73]:1-7).
   Zammalahu  dalam ayat  یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ   -- “wahai orang yang berselimut” berarti: ia menggendong dia di belakang punggungnya. Zammala, kecuali arti yang diberikan dalam terjemahan, berarti: ia lari dan pergi dengan cepat. Tazammala, izzammala atau izzamala berarti: ia membungkus diri; ia memikul atau menggendong sesuatu, yaitu suatu beban pada suatu waktu.
   Jadi, Muzzammil (atau mutazammil) berarti: orang yang terbungkus di dalam busananya; seseorang yang memikul tanggung-jawab besar (Aqrab-ul-Mawarid; Al-Fath-ul-Qadir;  Ruh-ul-Ma’ani). Mengenai latar belakang  diwahyukan-Nya Surah Al-Muzzammil   dan Surah Al-Muddatstsir kepada Nabi Besar Muhammad saw. ini telah dijelaskan dalam Bab 337. 

Pentingnya Shalat Tahajjud

   Dalam ayat-ayat selanjutnya Allah Swt.  memerintahkan Nabi Besar Muhammad saw.,    Sang Muzzammil   – selain  pentingnya beliau saw. melaksanakan shalat-shalat fardu dan shalat-shalat  sunnah   dan   shalat nafal lainnya -- adalah  mendirikan shalat tahajjud: قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit,    setengahnya atau kurangilah sedikit darinya,   atau tambahkan atasnya,  اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا  -- dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik, اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  --  sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.”    
    Dalam Surah Bani Israil, Allah Swt. mengemukakan perintah yang sama mengenai pentingnya  melaksanakan shalat tahajjud, firman-Nya:
اَقِمِ الصَّلٰوۃَ  لِدُلُوۡکِ الشَّمۡسِ اِلٰی غَسَقِ  الَّیۡلِ وَ  قُرۡاٰنَ  الۡفَجۡرِ ؕ اِنَّ  قُرۡاٰنَ الۡفَجۡرِ  کَانَ  مَشۡہُوۡدًا ﴿﴾  وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ ٭ۖ عَسٰۤی اَنۡ  یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا ﴿﴾
Dirikanlah shalat sejak matahari condong hingga kegelapan malam dan bacalah Al-Quran pada waktu subuh, sesungguhnya pembacaan Al-Quran pada waktu subuh disaksikan secara istimewa oleh Allah.”   وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ  --  dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau, عَسٰۤی اَنۡ  یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا  -- boleh jadi Rabb (Tuhan) engkau akan mengangkat engkau ke martabat yang sangat terpuji.  (Bani Israil  [17]:79-80).
     Dalakat asy-syamsu berarti: (1) matahari condong sesudah mencapai titik puncaknya pada tengah hari; (2) matahari menjadi kekuning-kuningan; (3) matahari terbenam. Ghasaq berarti, kegelapan malam, atau ketika warna merah di kaki langit lenyap sesudah matahari terbenam (Lexicon Lane).
          Nampaknya ayat ini menunjuk kepada saat-saat untuk mendirikan shalat far dhu 5 waktu sehari. Tiga arti dulūk menunjukkan saat untuk shalat Zuhur, Ashar, dan Maghrib, sedangkan ungkapan ghasaqil-lail meliputi saat untuk shalat Magrib, tetapi khususnya menunjuk kepada shalat Isya, dan kata-kata qur’an al-fajr menunjuk kepada saat shalat Subuh.
       Sebagai arti tambahan pada yang diberikan dalam terjemahan teks ayat وَ مِنَ الَّیۡلِ فَتَہَجَّدۡ بِہٖ نَافِلَۃً  لَّکَ  --  dan pada sebagian malam, maka tahajudlah engkau dengan membacanya, suatu ibadah tambahan bagi engkau”,    nāfilah berarti karunia yang khas, dan mengandung arti bahwa shalat-shalat itu bukan suatu beban yang hanya meletihkan tubuh, melainkan suatu kesempatan istimewa dan karunia khas dari Allah Swt.  
       Makna ayat عَسٰۤی اَنۡ  یَّبۡعَثَکَ رَبُّکَ مَقَامًا مَّحۡمُوۡدًا  -- “boleh jadi Rabb (Tuhan) engkau akan mengangkat engkau ke martabat yang sangat terpuji”,  barangkali tiada orang yang pernah begitu dibenci dan dimaki seperti Nabi Besar Muhammad saw. oleh para penentangnya,   dan sungguh tidak ada wujud lain yang menerima begitu banyak pujian Allah Swt. dan menjadi penerima begitu banyak rahmat dan berkat Ilahi seperti beliau saw., sehingga nama beliau  sendiri, Muhammad  (yang paling terpuji), menjadi saksi atas  kenyataan tersebut.  

Makna “Firman yang Berbobot”

       Shalat Tahajjud paling cocok untuk orang beriman guna mencapai kemajuan ruhaninya,  karena dalam kesunyian malam  dalam keadaan menyendiri di hadapan Sang Khaliq-nya  ia menikmati perhubungan khas dengan  Allah Swt.. Itulah makna ayat: قُمِ  الَّیۡلَ   اِلَّا  قَلِیۡلًا   -- berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit, setengahnya atau kurangilah sedikit darinya,   atau tambahkan atasnya,  اَوۡ زِدۡ  عَلَیۡہِ  وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ  تَرۡتِیۡلًا  -- dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik, اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  --  sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot.”      (Al-Muzzammil [73]:3-7).
    Ungkapan  قَوۡلًا  ثَقِیۡلًا  -- “firman yang berbobot” dapat berarti  “ajaran Al-Quran itu padat dengan ajaran mahapenting. Ajaran itu terlalu penting untuk digantikan atau disisihkan.” Tidak ada kata atau huruf sebuah pun yang dapat diubah, diganti atau diperbaiki.
    Menurut hadits yang kerap kali dikutip, manakala ada wahyu Al-Quran turun kepada  Nabi Besar Muhammad saw., beliau saw.jadi hening terpaku dan merasakan ada suatu keharuan istimewa, sehingga bahkan dalam cuaca hari yang sangat dingin sekalipun tetes-tetes besar keringat menitik dari dahi beliau saw., dan beliau saw. merasakan bobot berat  tubuh beliau sendiri (Bukhari).  Karena wahyu Al-Quran itu “firman yang berbobot” maka serangan hebat yang menggoncang perasaan  Nabi Besar Muhammad saw.  itu disebabkan oleh keharuan tadi.
  Bangun malam untuk mendirikan shalat tahajjud merupakan wahana yang kuat untuk menguasai diri dan dengan ampuh mengendalikan kecenderungan dan hasrat jahat seseorang. Merupakan pengalaman nyata semua orang suci, bahwa tidak ada yang begitu banyak memberi manfaat bagi perkembangan ruhani seseorang selain tahajjud atau shalat malam.
   Di dalam kesunyian dan keheningan malam, semacam kedamaian yang  menakjubkan  mengungguli segala sesuatu, saat alam seluruhnya dan manusia diam – karena benar-benar menyendiri bersama Sang Khāliq-nya – menikmati perhubungan istimewa dengan Dia dan menjadi terang benderang oleh cahaya Samawi istimewa,  yang diberikannya lagi kepada orang-orang lain.
     Saat itu luar biasa cocoknya bagi seseorang guna mengembangkan kekuatan watak dan membuat pembicaraannya sehat, bernas, dan dapat diandalkan. Sebab ucapan yang jitu dan kemampuan yang tiada terhingga untuk bekerja keras merupakan dua syarat yang perlu bagi seorang Pembaharu (mushlih/Reformer) agar berhasil di dalam tugasnya.  

Makna Kata Tasbih Kepada Allah Swt.

  Shalat tahajjud membantu memperkembangkan dua syarat itu. Karena telah dapat menguasai pikiran dan ucapannya maka  orang menjadi dapat menguasai orang-orang lain pula  terutama dalam menunaikan kewajiban pelaksanaan haququl ‘ibad yakni pemenuhan akan hak-hak sesama hamba Allah Swt.) -- sebagai hasil dari pelaksanaan haququlLah -- sebagaimana firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat selanjutnya:
اِنَّ  لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾  وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا  -- memiliki kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ  -- maka ingatlah selalu nama  Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا  -- dan baktikanlah diri engkau  kepada-Nya dengan sepenuh kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
   Isyarat dalam ayat  سَبۡحًا طَوِیۡلًا  -- “memiliki kesibukan yang panjang” tertuju kepada aneka ragam kewajiban  Nabi Besar Muhammad saw.  yang dilaksanakan oleh beliau  saw. dengan rela dan gembira serta yang dalam melaksanakannya hati beliau saw. merasa amat senang sekali, inilah makna kata sab-han (Lexicon Lane).
  Kata sab-han  -- yang berasal dari kata sabh      --   ini pulalah yang digunakan  dalam Al-Quran mengenai bertasbihnya  seluruh langit dan bumi kepada Allah Swt. dalam berbagai Surah Al-Quran, firman-Nya: 
سَبَّحَ  لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾
Menyanjung kesucian  Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Hadīd [57]:2). Lihat pula QS.17:45; QS. 24:42; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
   Sabbaha fī hawā’ijihi artinya:  ia menyibukkan diri dalam mencari nafkah, atau sibuk dalam urusannya. Sabh berarti: mengerjakan pekerjaan, atau mengerjakannya dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya, dan ungkapan subhānallāh menyatakan kecepatan pergi berlindung kepada Allah Swt.  dan kesigapan melayani dan menaati perintah-Nya, sebagaimana yang dikatakan para malaikat kepada  Allah Swt. (QS.2:31).
   Mengingat akan arti dasar kata ini, masdar isim (kata benda infinitif) tasbih dari sabbaha artinya  menyatakan bahwa Allah  Swt. itu   bebas  dari segala kekurangan atau aib, atau cepat-cepat memohon bantuan ke hadirat Allah Swt. dan sigap dalam menaati Dia sambil mengatakan Subhānallāh  ­- Maha Suci Allah (Lexicon Lane).
    Oleh karena itu ayat ini berarti bahwa segala sesuatu di alam semesta sedang melakukan tugasnya masing-masing dengan cermat dan teratur, dan dengan memanfaatkan kemampuan-kemampuan serta kekuatan-kekuatan yang dilimpahkan Allah Swt. kepadanya, serta memenuhi tujuan ia diciptakan dengan cara yang sangat ajaib,  sehingga kita  mau tidak mau  harus mengambil kesimpulan bahwa  Allah Swt. sebagai Sang Perencana dan Arsitek tatanan alam semesta ini, sungguh Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, dan bahwa seluruh alam semesta  secara keseluruhan dan tiap-tiap makhluk secara individu serta dalam batas kemampuannya masing-masing, memberi kesaksian mengenai kebenaran yang tidak dapat dipungkiri, bahwa tatanan alam semesta  karya Allah Swt. itu mutlak bebas dari setiap kekurangan, aib atau ketidaksempurnaan dalam segala seginya yang beraneka ragam dan banyak itu. Inilah maksud kata tasbih.
   Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. mengenai  kesibukan  Nabi Besar Muhammad saw.   – baik dalam melaksanakan haququlLah dan haququl ‘ibad --  dikatakan: 
اِنَّ  لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾  وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا  -- memiliki kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ  -- maka ingatlah selalu nama  Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا  -- dan baktikanlah diri engkau  kepada-Nya dengan sepenuh kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).

Jangan Cepat Merasa Puas dengan Meraih Satu Kesuksesan Saja

      Mengisyaratkan kepada kesibukan  luar biasa Nabi Besar Muhammad saw. dalam melaksanakan haququlLah dan haququl ‘ibad  itu pulalah firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿۱﴾ اَلَمۡ نَشۡرَحۡ  لَکَ صَدۡرَکَ ۙ﴿﴾ وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ وِزۡرَکَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡۤ  اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ ۙ﴿﴾  وَ رَفَعۡنَا لَکَ ذِکۡرَکَ ؕ﴿﴾ فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا ۙ﴿﴾  اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا ؕ﴿﴾  فَاِذَا  فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ ۙ﴿﴾  وَ اِلٰی  رَبِّکَ فَارۡغَبۡ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau,   Dan Kami menghilangkan dari engkau beban engkau,   yang nyaris mematahkan punggung engkau?   Dan Kami meninggikan untuk engkau sebutan engkau.  فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا   -- maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan,  اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا -- sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan. فَاِذَا  فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ   --  maka apabila engkau telah sele-sai tugas  lalu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,  وَ اِلٰی  رَبِّکَ فَارۡغَبۡ   --   dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh.   (Al-Insyirah [94]:1-9).
     Firman Allah Swt. ini sangat erat  hubungannya dengan beratnya memikul amanat syariat  yang harus  dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Kami telah  menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya dan mereka takut terhadapnya, وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ  -- akan  tetapi insan  (manusia) memikulnya,  اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا  -- sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan  abai  terhadap dirinya. (Al-Ahzāb [33]73). 
   Nabi Besar Muhammad saw.   telah dibebani tugas yang tidak pernah dibebankan kepada siapa pun, begitu memakan syarat dan mematahkan punggung yaitu, pertama-tama mengangkat derajat suatu kaum dari jurang kemunduran akhlak ke puncak keutamaan ruhani dan, kemudian dengan perantaraan mereka    -- sebagai umat terbaik (QS.2:144; QS.3:111)  -- membersihkan dan mensucikan seluruh umat manusia dari kezaliman, kejahilan, dan ketakhyulan. Hal itu sungguh suatu pertang-gungjawaban amat berat dan hampir-hampir meremukkan  Nabi Besar Muhammad saw.  di bawah himpitannya, namun Allah Swt. telah “meringankan beban” beliau saw.:  اَلَمۡ نَشۡرَحۡ  لَکَ صَدۡرَکَ  -- “Tidaklah Kami telah melapangkan bagi engkau dada engkau, وَ وَضَعۡنَا عَنۡکَ وِزۡرَکَ --  dan Kami menghilangkan dari engkau beban engkau, الَّذِیۡۤ  اَنۡقَضَ ظَہۡرَکَ  --   yang nyaris mematahkan punggung engkau?”

Kesuksesan di Balik Tantangan Kesukaran

  Selanjutnya Allah Swt. berfirman وَ رَفَعۡنَا لَکَ ذِکۡرَکَ   --  “dan Kami meninggikan untuk engkau sebutan engkau.” Surah ini diwahyukan pada tahun ke-2 atau ke-3 Nabawi, ketika Nabi Besar Muhammad saw. benar-benar tidak dikenal oleh kalangan di luar kaum beliau saw., tetapi dengan cepat beliau saw.  bangkit menjadi orang yang paling dikenal dan paling dicintai, dihormati, dan yang paling berhasil di antara semua nabi Allah. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tidak ada pemimpin  -- baik pemimpin agama ataupun pemimpin duniawi --  yang pernah menikmati kecintaan dan kehormatan dari para pengikutnya demikian besarnya seperti Nabi Besar Muhammad saw..
  Ungkapan اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا   -- “Sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”, dalam Surah ini telah disebutkan dua kali. Ini  merupakan nubuatan yang mengisyaratkan   bahwa agama Islam akan harus melalui masa-masa penuh kesulitan, tetapi pada dua peristiwa Islam menghadapi tantangan untuk memper-tahankan wujudnya – pertama, selang beberapa tahun permulaan hidupnya sendiri, dan yang kedua kalinya di  Akhir Zaman    ini (QS.62:3-4)  – dan pada kedua-dua peristiwa itu Islam akan keluar dari percobaan itu sebagai satu kekuatan baru (QS.61:10)
  Ayat-ayat ini  menunjukkan pula bahwa kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi Nabi Besar Muhammad saw.  dan orang-orang Islam itu hanya bersifat sementara, tetapi keberhasilan-keberhasilan mereka akan kekal dan senantiasa meningkat terus. Jadi, dalam  فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا   -- maka sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan,  اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ  یُسۡرًا --  sesungguhnya bersama kesukaran ada kemudahan”, Nabi Besar Muhammad saw.  dihibur dengan memperoleh jaminan bahwa lapangan kemajuan ruhani yang tidak ada hingganya terbentang di hadapan beliau saw., dan bahwa sesudah beliau saw. menanggulangi kesulitan demi kesulitan yang menghalangi jalan beliau saw..
  Nabi Besar Muhammad saw. tidak boleh berpuas diri dengan keberhasilan yang tercapai, tetapi sesudah beliau saw. menundukkan suatu puncak, harus berusaha terus mendaki puncak lain sebagaimana doa yang diajarkan Allah Swt. kepada beliau saw.  sehubungan dengan shalat tahajjud (QS.17:79-82),  dan perhatian beliau saw. harus senantiasa ditujukan seluruhnya kepada usaha menghidupkan kembali  akhlak dan ruhani umat manusia yang telah jatuh (QS.30:42; QS.57:17-18) dan kepada usaha menegakkan Kerajaan Ilahi di atas bumi (QS.14:49; QS.39:70; QS.61:10).
      Jadi, ayat  ini dapat pula mengandung arti bahwa manakala  Nabi Besar Muhammad saw.  telah menyelesaikan tugas beliau saw. sehari-hari – mengajar dan mendidik para pengikut beliau saw. dan membenahi urusan-urusan duniawi lainnya – beliau saw. harus kembali menghadap  Allah Swt. dengan sepenuh hati sebab perjalanan ruhani beliau saw. tidak terhingga.
       Itulah makna firman-Nya: فَاِذَا  فَرَغۡتَ فَانۡصَبۡ   --  maka apabila engkau telah selesai tugas  lalu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,  وَ اِلٰی  رَبِّکَ فَارۡغَبۡ   -- dan kepada Rabb (Tuhan) engkaulah hendaknya engkau memohon dengan sungguh-sungguh.   (Al-Insyirah [94]:8-9),  dan itu pulalah makna  kata sab-han (sabbaha) dari  firman-Nya:
اِنَّ  لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾  وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
Sesungguhnya engkau di waktu siang سَبۡحًا طَوِیۡلًا  -- memiliki kesibukan yang panjang. وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ  -- maka ingatlah selalu nama  Rabb (Tuhan) engkau, وَ تَبَتَّلۡ  اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا  -- dan baktikanlah diri engkau  kepada-Nya dengan sepenuh kebaktian. (Al-Muzzammil [73]:8-9).
       Mengisyaratkan kepada keberhasilan Nabi Besar Muhammad saw. dalam upaya mensucikanpakaian” (tsiyab) beliau saw. وَ  ثِیَابَکَ فَطَہِّرۡ   --    dan sucikanlah  pakaian engkau,”    yakni para pengikut beliau saw. (QS.74:1-8).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  28  September     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar