Senin, 27 Oktober 2014

Kecintaan dan Perhatian Luar Biasa Nabi Besar Muhammad Saw. Terhadap Kesejahteraan Ruhani Umat Manusia



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   345

Kecintaan dan Perhatian Luar Biasa  Nabi Besar Muhammad Saw. Terhadap  Kesejahteraan Ruhani Umat Manusia

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan ayat dalam Surah Al-Ma’arij [70]:37-45 mengenai makna ayat  فَمَالِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا قِبَلَکَ مُہۡطِعِیۡنَ  -- “lalu mengapakah orang-orang kafir itu bergegas  datang kepada engkau, عَنِ الۡیَمِیۡنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِیۡنَ  --  dari kanan dan dari kiri berombongan-rombongan?”     Ayat-ayat tersebut memberikan gambaran penggenapan   nubuatan tentang kemenangan Islam di masa akan datang, ketika suku-suku musyrik Arab dari setiap penjuru negeri, bergegas-gegas menunggu Nabi Besar Muhammad saw. dalam rombongan-rombongan perwakilan, dengan permohonan agar mereka diterima masuk Islam, sebagaimana nubuatan dalam firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اِذَا  جَآءَ  نَصۡرُ اللّٰہِ  وَ  الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾  وَ  رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ  دِیۡنِ اللّٰہِ  اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾  فَسَبِّحۡ  بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ  ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ  تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan,  dan engkau melihat manusia  masuk dalam agama Allah berbondong-bondong,   maka  bertasbihlah dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah ampunan-Nya,  sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:1-4).

Gambaran Kepanikan Penduduk Makkah & Keprihatian Nabi Besar Muhammad Saw.

      Atau, ayat-ayat  فَمَالِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا قِبَلَکَ مُہۡطِعِیۡنَ  -- “Lalu mengapakah orang-orang kafir itu bergegas  datang kepada engkau, عَنِ الۡیَمِیۡنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِیۡنَ  --  dari kanan dan dari kiri berombongan-rombongan?” Surah Al-Ma’arij [70]:37-45   tersebut dapat mengisyaratkan kepada tawaran-tawaran yang sangat memikat hati dari para pemimpin kaum Quraisy kepada Nabi Besar Muhammad saw.,  asalkan saja beliau saw. mau menghentikan kegiatan tabligh (da’wah)  menentang berhala-berhala mereka.
       Tetapi oleh beberapa sumber ayat-ayat itu dianggap mengisyaratkan kepada serangan-serangan berbahaya yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw.  --  dalam berbagai bentuk dan dari berbagai arah  -- oleh para penentang beliau saw., sesuai dengan ancaman penghadang iblis yang  dikemukakannya kepada Allah Swt. berkenaan dengan Adam a.s. dan para pengikutnya  dari berbagai arah dan cara (QS.7:12-19).
        Makna ayat عَلٰۤی  اَنۡ  نُّبَدِّلَ خَیۡرًا مِّنۡہُمۡ ۙ وَ مَا نَحۡنُ بِمَسۡبُوۡقِیۡنَ   -- untuk  menggantikan mereka dengan kaum yang lebih baik daripada mereka. dan sekali-kali tidak  ada yang dapat mencegah Kami dari maksud itu (Al-Ma’ārij ayat 42), bahwa lawan-lawan Nabi Besar Muhammad saw.  diberi tahu bahwa orde lama akan lenyap dan dari puing-puingnya akan muncul orde baru dan yang lebih baik, serta kaum lain akan menggantikan mereka (QS.7:35-37; QS.5:55-57; QS.14:49-53).
       Ayat  یَوۡمَ یَخۡرُجُوۡنَ  مِنَ الۡاَجۡدَاثِ سِرَاعًا کَاَنَّہُمۡ  اِلٰی نُصُبٍ یُّوۡفِضُوۡنَ     -- “hari ketika mereka akan keluar dari kuburan dengan cepat-cepat, seolah-olah mereka lari menuju tempat-tempat tertentu, خَاشِعَۃً  اَبۡصَارُہُمۡ تَرۡہَقُہُمۡ  ذِلَّۃٌ  -- mata mereka tertunduk dan kehinaan meliputi mereka. ذٰلِکَ  الۡیَوۡمُ الَّذِیۡ کَانُوۡا یُوۡعَدُوۡنَ --    Itulah hari yang  telah dijanjikan kepada mereka,”   (Al-Ma’ārij ayat 44-45)  mengandung lukisan  (gambaran) jelas sekali mengenai para pemimpin kaum Quraisy, sesudah Mekkah jatuh, ketika mereka datang kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  dengan amat masygul, lesu, dan hati pilu sekali, seraya mata mereka merunduk; lagi pula kekecewaan, rasa berdosa, serta penyesalan membayang jelas pada wajah mereka.
        Sehubungan  hal tersebut    dalam  Surah  Al-Kahfi ayat 7 dan Asy-Syu’ara ayat 4 Allah Swt. telah menggambarkan keprihatinan luar biasa Nabi Besar Muhammad saw. terhadap penolakan orang-orang kafir terhadap risalah yang beliau saw. sampaikan  kepada mereka, yang diungkapkan dalam kata  kata bākhi’un, firman-Nya:     لَعَلَّکَ بَاخِعٌ نَّفۡسَکَ اَلَّا یَکُوۡنُوۡا مُؤۡمِنِیۡنَ  -- “boleh jadi engkau akan membinasakan diri sendiri  karena mereka tidak mau beriman.  (QS.26:4).
        Karena bakhi' itu ism fail dari bakha'a yang berarti: ia berbuat sesuatu dengan cara setepat-tepatnya, ayat ini dengan padat dan lugas melukiskan betapa besarnya perhatian dan kekhawatiran serta kecemasan Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kesejahteraan ruhani kaum beliau saw., firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Sungguh benar-benar  telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan  terhadap orang-orang beriman  ia sangat berbelas kasih lagi penyayang. (At-Taubah [9]:128).

Rahmat Bagi Seluruh Alam

    Ayat ini boleh dikenakan kepada orang-orang beriman  maupun kepada orang-orang kafir, tetapi terutama kepada orang-orang beriman, bagian permulaannya mengenai orang-orang kafir dan bagian terakhir mengenai orang-orang beriman. 
     Kepada orang-orang kafir nampaknya ayat ini mengatakan: “Nabi Besar Muhammad saw.  merasa sedih melihat kamu mendapat kesusahan, yaitu sekalipun kamu mendatangkan kepadanya segala macam keaniayaan dan kesusahan, namun hatinya begitu sarat dengan rasa kasih-sayang kepada umat manusia, sehingga tidak ada tindakan yang datang dari pihak kamu dapat mem-buatnya menjadi keras hati terhadap kamu dan membuat ia menginginkan keburukan bagi kamu. Ia begitu penuh kasih-sayang dan belas kasihan terhadap kamu, sehingga ia tidak tega hati melihat kamu menyimpang dari jalan kebenaran hingga mendatangkan kesusahan kepadamu.”
        Kepada orang-orang beriman  ayat ini berkata: “Nabi Besar Muhammad saw. . penuh dengan kecintaan, kasih-sayang, dan rahmat bagi kamu, yaitu ia dengan riang dan gembira ikut dengan kamu dalam menanggung kesedihan dan kesengsaraan kamu. Lagi pula, seperti seorang ayah yang penuh dengan kecintaan ia memperlakukan kamu, dengan sangat murah hati dan kasih-sayang.” 
    Kesedihan  Nabi Besar Muhammad saw. atas penolakan dan perlawanan mereka terhadap amanat Ilahi hampir membuat beliau  saw. wafat. Memang begitulah keadaan para utusan (rasul) dan nabi Allah,  hatinya senantiasa penuh dengan kasih-sayang terhadap sesama manusia.
  Mereka berseru (kepada Allah), menangis  dan berdukacita demi kepentingan umat manusia. Tetapi manusia tidak tahu  berterimakasih, sehingga orang­-orang itu sendiri  -- yang bagi mereka para nabi Allah  mempunyai perasaan yang begitu mendalam  --  justru merekalah yang menzalimi para nabi Allah dan berusaha untuk membunuh mereka.
      Kesedihan  Nabi Besar Muhammad saw.   tidak akan sia-sia. Jika kaumnya tidak berhenti menentang beliau saw., mereka akan didatangi oleh Tanda hukuman, yang akan merendahkan dan menghinakan pemimpin-pemimpin mereka, sebab kata ‘anāq (leher-leher) dalam ayat   اِنۡ نَّشَاۡ نُنَزِّلۡ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ السَّمَآءِ  اٰیَۃً فَظَلَّتۡ اَعۡنَاقُہُمۡ  لَہَا خٰضِعِیۡنَ  -- “Jika Kami menghendaki, Kami dapat menurunkan kepada mereka suatu Tanda dari langit, maka leher-leher mereka akan tertunduk kepadanya.”  (Asy-Syu’arā (26]:1-5).  ‘anāq  (leher-leher) berarti pemimpin-pemimpin (Lexicon Lane).

Makna “Peringatan yang Baru

       Bertentangan dengan kecintaan  dan perhatian luar biasa para Rasul Allah kepada umat manusia – terutama Nabi Besar Muhammad saw. sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS.21:108) – justru umumnya umat manusia berlaku sebaliknya terhadap wujud-wujud suci yang datang dari Allah Swt. tersebut, firman-Nya:
وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ ذِکۡرٍ مِّنَ الرَّحۡمٰنِ مُحۡدَثٍ  اِلَّا  کَانُوۡا عَنۡہُ  مُعۡرِضِیۡنَ﴿﴾  فَقَدۡ کَذَّبُوۡا  فَسَیَاۡتِیۡہِمۡ  اَنۡۢبٰٓؤُا مَا کَانُوۡا  بِہٖ  یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ﴿﴾ اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اِلَی الۡاَرۡضِ کَمۡ اَنۡۢبَتۡنَا فِیۡہَا مِنۡ  کُلِّ  زَوۡجٍ   کَرِیۡمٍ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً  ؕوَ مَا کَانَ اَکۡثَرُ ہُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿۸﴾ وَ  اِنَّ  رَبَّکَ  لَہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الرَّحِیۡمُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka peringatan yang baru  dari Tuhan Yang Maha Pemurah melainkan mereka selalu berpaling darinya.   Maka  sungguh  mereka (rasul-rasul)  telah mendustakan, tetapi segera datang kepada mereka kabar-kabar mengenai apa (azab) yang  mereka perolok-olokkan.  (Asy-Syu’ara (26]:6-7).
          Kata  “baru” berarti “dalam bentuk yang baru”, atau “dengan  rincian yang baru”. Pada hakikatnya semua syariat serupa (sama)  dalam ajaran-ajaran dasar dan pokoknya, hanya dalam perkara yang kecil-kecil (riciannya) saja ada perbedaan. Atau artinya, suatu syariat diwahyukan dalam bentuk yang telah diubah dan diperbaiki agar supaya bisa cocok dengan cita-cita, kepentingan-kepentingan dan keperluan-keperluan masa tertentu ketika syariat itu diturunkan.
        Beberapa nabi Allah datang dengan suatu syariat yang baru, sedang nabi Allah yang lainnya hanya mengkhidmati syariat yang sudah ada, contohnya para Nabi Allah di kalangan Bani Israil   (QS.2:88-90).  Berikut firman-Nya mengenai   Al-Quran yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak  mengetahui bahwa sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala se-suatu? (Al-Baqarah [2]:107).
         Ada kekeliruan dalam mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat Al-Quran telah dimansukhkan (dibatalkan). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat Al-Quran.
       Dalam ayat sebelum dan sesudahnya telah disinggung mengenai Ahlul Kitab dan kedengkian  mereka terhadap wahyu baru yang menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh (batal)  menunjuk kepada wahyu-wahyu terdahulu. Dijelaskan bahwa Kitab Suci terdahulu mengandung dua macam perintah:
       (a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah dan karena keuniversilan wahyu baru itu  -- yakni Al-Quran  -- menghendaki pembatalan;
    (b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti dengan perintah-perintah baru dan pula menegakkan kembali perintah-perintah yang sudah hilang, maka Allah Swt. menghapuskan beberapa bagian wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan lagi bagian-bagian yang hilang dengan yang sama. Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran.

Kesempurnaan Wahyu Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad Saw.

        Al-Quran telah membatalkan semua Kitab Suci sebelumnya, sebab — mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula kepada seluruh umat manusia dari semua zaman. Karena itu ajaran yang lebih rendah dengan lingkup tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas universal.
      Dalam ayat ini kata nansakh (Kami membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik), dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā (yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah Swt. menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik, dan bila untuk sementara waktu Dia membiarkan sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang lain.
      Diakui oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan ke Babil oleh Nebukadnezar, seluruh Taurat (lima Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang (Encyclopaedia  Biblica), karena itu sangat wajar jika Al-Quran secara total menggantikan kedudukan Kitab-kitab suci yang diwahyukan sebelumnya, karena pada hakikatnya  kesempurnaan Al-Quran dibandingkan dengan Kitab-kitab suci yang diwahyukan sebelumnya adalah bagaikan samudera   luas tak bertepi yang ke dalamnya seluruh sungai bermuara  (QS.18:110; QS.31:28). 

(Bersambung

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                ***
Pajajaran Anyar,  5  Oktober     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar