بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab
144
Pengulangan “Masa Jahiliyah” di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna didatangkan-Nya nabi-nabi
dan syuhada (saksi-saksi) dalam QS.39:70, sehubungan dengan firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی
النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا
الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ
اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی
عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً
اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ
ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan
demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia
supaya kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia
dan supaya Rasul itu senantiasa
menjadi saksi (penjaga) atas kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat
melainkan supaya Kami mengetahui orang
yang mengikuti Rasul dari orang yang
ber-paling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal perpindahan kiblat ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih, Maha
Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
Umat Islam Sebagai “Umat Terbaik” & Makna Saksi
Kata al-wasath
dalam ayat اُمَّۃً وَّسَطًا berarti: menempati kedudukan di tengah;
baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-al-Mawarid).
Kata itu dipakai di sini dalam arti baik
dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum
Muslimin disebut khayra ummah (kaum yang terbaik)
Makna
ayat لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ -- “supaya
kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia”, dalam ayat ini kaum Muslimin
diperingatkan bahwa tiap-tiap keturunan (generasi) mereka harus menjaga dan mengawasi
keturunan (generasi) berikutnya.
Karena mereka adalah اُمَّۃً وَّسَطًا (kaum terbaik) maka
mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang
diharapkan dari mereka, dan berusaha
agar setiap keturunan (generasi) berikutnya
pun mengikuti jalan yang ditempuh
oleh mereka (para Sahabah) yang telah menikmati pergaulan suci dengan Nabi
Besar Muhammad saw..
Jadi, Nabi Besar Muhammad
saw. itu harus menjadi saksi
(penjaga) para pengikut beliau saw. yang
terdekat, sedang mereka pada gilirannya
harus menjadi saksi-saksi
(penjaga-penjaga) generasi-generasi
penerus mereka dan demikian seterusnya.
Ayat وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ
یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- “dan
demikianlah Kami menjadikan kamu satu
umat yang mulia supaya
kamu senantiasa menjadi saksi-saksi (penjaga-penjaga) atas manusia
dan supaya Rasul itu senantiasa
menjadi saksi (penjaga) atas kamu” dapat pula berarti,
bahwa seperti telah ditakdirkan,
kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah
Swt..
Dengan
demikian kaum-kaum lain akan terpaksa
mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian
kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang
lain, seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menjadi saksi atas kebenaran Islam
bagi mereka.
Kemunduran Umat Islam Selama 1000 Tahun
Sejak 3 Abad Kejayaan Islam
yang pertama
Namun sayang, kedudukan umat
Islam sebagai “umat terbaik”
tersebut, sejalan dengan semakin jauhnya
mereka dari masa Nabi Besar Muhammad
saw. dan masa para Khulafa-ur Rasyidin
yang penuh berkat, setelah umat Islam mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad, mereka
tidak dapat mempertahankan lagi kedudukan
mulia tersebut, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu
akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.(As-Sajdah [32]:6).
Jadi, setelah masa kejayaan Islam yang pertama
selama 3 abad tersebut lalu secara berangsur-angsur “ruh”
Islam (Al-Quran - QS.17:86-89) mi’raj (naik) lagi kepada Allah Swt.
dalam kurun waktu 1000 tahun (QS.32:6), sehingga akibatnya di kalangan umat
Islam terjadi perpecahan
menjadi berbagai
firqah yang saling bertentangan dan mencapai
puncaknya di Akhir Zaman ini,
firman-Nya:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ
حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ
فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا
تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ
اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang
lurus, yaitu fitrat Allah,
yang atas dasar itu Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan
dalam penciptaan Allah, itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik, yaitu
orang-orang yang memecah-belah agamanya
dan mereka menjadi golongan-golongan,
tiap-tiap golongan bangga dengan
apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:31-33).
Allah Swt. adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan kemanusiaan itu satu,
inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia — dan terhadapnya manusia
menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri. “Di dalam agama fitrah inilah seorang bayi
dilahirkan akan tetapi lingkungannya,
cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang
diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen”,
demikian sabda Nabi Besar Muhammad saw. (Bukhari).
Perpecahan Umat Beragama Identik dengan Kemusyrikan
Hanya
semata-mata percaya kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan -- yang sesungguhnya hal
itu merupakan asas pokok agama yang
hakiki -- adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan
dan perintah-perintah tertentu. Dari
semua peraturan dan perintah itu kewajiban mendirikan shalatlah yang harus mendapat prioritas
utama. Itulah makna ayat مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- “Kembalilah
kamu kepada-Nya dan bertakwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang
musyrik.”
Dengan menyinggung masalah musyrik (kemusyrikan), ayat selanjutnya
lebih lanjut menjelaskan bahwa penyimpangan dari agama sejati menjuruskan umat beragama di zaman lampau kepada perpecahan umat beragama dalam bentuk aliran-aliran (firqah-firqah) yang
saling memerangi dan menyebabkan sengketa di antara mereka, sebab
kemusyrikan identik dengan perpecahan
-- baik mengenai Tuhan yang
disembah mau pun mengenai para penyembahnya: مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا
دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ
کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ -- “yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka.”
Oleh karena itu umat
Islam di Akhir Zaman ini penting
untuk menyimak peringatan Allah Swt. dalam beberapa firman-Nya berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ
مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ
اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam
keadaan berserah diri. Dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada
tali Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah, dan ingatlah
akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hati kamu dengan
kecintaan antara satu sama
lain maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara,
dan kamu dahulu berada di tepi jurang
Api lalu Dia menyelamatkan kamu darinya.
Demikianlah Allah menjelaskan
Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu
mendapat petunjuk. (Ali ‘Imran [3]:103-104).
Masa “Jahiliyah” di Akhir Zaman
Ayat وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ
مُّسۡلِمُوۡنَ -- “dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali
kamu dalam keadaan ber-serah diri”
berarti bahwa karena kedatangan
saat kematian tidak diketahui, maka orang-orang
beriman dapat berkeyakinan akan mati
dalam keadaan berserah diri kepada Allah Swt. sebagai Muslim hakiki ((Muslimūn), hanya jika keadaan umat
Islam senantiasa tetap dalam keadaan
menyerahkan diri kepada-Nya. Jadi ungkapan
itu mengandung arti bahwa orang-orang Islam harus senantiasa tetap
patuh kepada Allah Swt. dan Nabi Besar
Muhammad saw..
Habl dalam ayat وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ
اللّٰہِ جَمِیۡعًا -- “Dan berpegangteguhlah kamu sekalian pada
tali Allah”, berarti: seutas
tali atau pengikat yang dengan
itu sebuah benda diikat atau dikencangkan; suatu ikatan, suatu
perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban yang karenanya kita menjadi
bertanggung jawab untuk keselamatan seseorang atau suatu barang; persekutuan
dan perlindungan (Lexicon Lane).
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
telah bersabda: “Kitab Allah itu tali Allah yang telah diulurkan dari langit ke bumi”
(Tafsir
Ibnu Jarir, IV, 30).
Makna ayat وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا — “dan janganlah kamu berpecah-belah”, sangat sukar
kita mendapatkan suatu kaum yang terpecah-belah lebih daripada orang-orang Arab sebelum kedatangan Nabi
Besar Muhammad saw. di tengah
mereka, tetapi dalam pada itu sejarah umat manusia tidak dapat mengemukakan
satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia
Junjungan Agung mereka Nabi Besar Muhammad saw.. Mengingatkan umumnya umat
Islam di Akhir Zaman ini kepada kenyataan itulah ayat selanjutnya:
وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ
اِخۡوَانًا
“...dan ingatlah
akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hati kamu dengan
kecintaan antara satu sama
lain maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara.”
Selanjutnya Allah Swt. mengingatkan وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا --
“dan kamu dahulu berada di tepi
jurang Api lalu Dia menyelamatkan kamu darinya.” Kata-kata “di tepi jurang Api” berarti peperangan, saling membinasakan yang di dalam peperangan
itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka.
Jadi, peringatan
Allah Swt. kepada umat Islam tersebut sesuai dengan firman-Nya sebelum ini:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ
حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ
فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا
تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ
اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang
lurus, yaitu fitrat Allah,
yang atas dasar itu Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan
dalam penciptaan Allah, itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah
kamu kepada-Nya dan bertakwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, yaitu
orang-orang yang memecah-belah
agamanya dan mereka menjadi
golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa
yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).
Hati yang
Semakin Keras
Apa yang diperingatkan Allah Swt. dalam Surah Ali ‘Imran ayat 103-104
tersebut kembali terjadi di Akhir Zaman ini, seakan-akan
yang saat ini terjadi di kawasan orang-orang
Muslim – baik itu di Afrika Utara,
di Jazirah Arabia, di Iran, di
Afghanistan mau pun di Pakistan --
seakan-akan “reinkarnasi” dari keadaan
zaman jahiliyah” di masa Nabi
Besar Muhammad saw., hanya bedanya keadaan bangsa
Arab, Iran, Afghanistan dan Pakistan
belum beragama Islam,
tetapi di Akhir Zaman ini mereka semua
umumnya telah menganut agama Islam dan semuanya mengaku sebagai Muslim,
hanya saja berbeda sekte dan firqah atau mazhab.
Oleh karena itu tidak keliru jika ada yang berpendapat, bahwa
“kejahiliyah” yang melanda umat
Islam di Akhir Zaman ini jauh lebih
buruk daripada kejahiliyah di
masa sebelum pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.30:42-QS.62:3-4), sebab pihak yang membunuh dan pihak yang dibunuh di Akhir
Zaman ini adalah sesama Muslim, sambil
kedua belah pihak dengan penuh semangat kebencian mengumandangkan ALLAHU AKBAR!
Pada hakikatnya semua keburukan tersebut terjadi karena di
dalam diri (hati) masing-masing pihak yang bertikai “persaudaraan Muslim” yang hakiki telah hilang,
dan yang ada adalah hati
yang keras disertai
rasa dengki dan dendam. Benarlah firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ
الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat
kebenaran yang telah turun kepada
mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, maka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9
Januari 2014
Pajajaran Anyar, 10
Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar