Jumat, 14 Februari 2014

Ajaran Islam (Al-Quran) Menjamin Hak Keberadaan Semua Jenis Tempat Peribadahan Semua Agama



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  154

     Ajaran Islam (Al-Quran) Menjamin Hak Keberadaan Semua Jenis Tempat Peribadahan Semua Agama

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai tantangan melakukan mubahalah Mirza Ghulam Ahmad a.s. (1835-1908) - Imam Mahdi/The Promised  Messiah a.s.,  sebagai tanggapan atas hujatan-hujatan melampaui batas yang dilakukan  Dr. John Alexander Dowie  -- sangat terkenal dan dipuja di Amerika  Serikat --  terhadap agama Islam dan Pendiri sucinya, Nabi Besar Muhammad saw..
     Pendiri Jemasat Ahmadiyah meresponse kebathilan tersebut dengan mengajukan tantangan untuk melakukan mubahalah,  agar Dowie mengajukan doa kepada tuhannya (Yesus) dan   Mirza Ghulam Ahmad a.s. berdoa kepada Allah Ta'ala - One True God, agar Tuhan  Sendiri yang akan memutuskan siapa yang benar dan siapa yang dusta di antara mereka. Yang berdusta akan mengalami kehinaan dan kesengsaraan di hadapan mata rasul-Nya yang benar.
      Tantangan mubahalah    Mirza Ghulam Ahmad a.s. pada bulan September 1902 telah dipublikasikan oleh banyak media cetak di Amerika  Serikat. Walau pun Alexander Dowie tidak menanggapinya secara  resmi,   tetapi dengan tanggapan-tanggapan yang  sangat menghina  Mirza Ghulam Ahmad a.s.   – yang dianggapnya seperti “lalat” – hal tersebut telah cukup  bagi Allah Swt. untuk menghukum Dr. John Alexander Dowie (1847-1907),  sehingga bukan saja   Zion City - Chicago, USA  serta “komunitas” yang dibangunnya hancur berantakan, bahkan   ia  sendiri  mengalami akhir kehidupan yang sangat hina, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Quran bagi semua orang yang terus menerus menentang Allah Swt. dan Rasul-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾  کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.”  Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujādilah [58]:21-22).

Larangan Keras Menyegel dan Merusak Tempat-tempat Ibadah

       Jadi, melakukan mubahalah (pertandingan  doa)   -- bukan menyegel atau  merusak tempat peribadahan – yang diizinkan Allah Swt. dan merupakan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., jika dialog keagamaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berbeda pendapat tidak menemui kesepakatan, sebab mengenai tindakan merusak tempat peribadahan – walau pun melakukannya  dengan mengatas namakan JIHAD sambil mengucapkan ALLAHU AKBAR   --  Allah Swt. mencelanya dengan keras, bahkan telah mengutuk mereka yang melakukannya, firman-Nya:
  وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya merobohkannya?  Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut.  Bagi mereka ada kehinaan di dunia,  dan bagi mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah [2]:115).
       Ayat ini merupakan tudingan keras terhadap mereka yang membawa perbedaan-perbedaan agama mereka sampai ke titik runcing, sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi orang menyembah Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu jauh, hingga membinasakan rumah-rumah ibadah mereka. Tindakan kekerasan demikian di sini dicela dengan kata-kata keras dan di samping itu ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas. 
       Al-Quran mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua orang untuk menyembah Tuhan di tempat ibadah, sebab  kuil, gereja atau masjid pada hakikatnya adalah tempat yang dibuat untuk beribadah kepada Allah Swt., sedangkan orang yang menghalangi orang lain beribadah kepada Tuhan dalam tempat itu, pada hakikatnya telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat tersebut.

Tujuan Mulia Izin Berperang Menurut Ajaran  Islam

       Satu-satunya “tindak kekerasan” yang diizinkan Allah Swt. dalam Al-Quran bagi umat Islam adalah melakukan “perang membela diri” dari kezaliman pihak lawan yang ingin menghancurkan umat Islam,  sebab itulah tujuan utama dari “izin membela diri  dengan senjata”, firman-Nya: 
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ ﴾  الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿ ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.   Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.”    Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,   dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:40-41). 
      Dengan ayat ini mulai diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban  yang dikemukakan ayat-ayat sebelumnya merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi pengertian mengenai pentingnya pengurbanan.
        Ayat 40   menerangkan dengan sangat jelas tentang pandangan Islam mengenai jihad. Sebagaimana ayat ini menunjukkan  bahwa jihad  adalah berperang untuk membela kebenaran. Tetapi di mana Islam tidak mengizinkan perang agresi macam apa pun  maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya.  

Menegakkan Kebebasan Menyatakan Kata Hati

        Manusia merupakan hasil karya Allah Swt.  yang paling mulia. Ia adalah puncak ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Ia adalah khalifah Allah di bumi dan raja seluruh makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan manusia di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar sekali  bahwa agama yang telah mengangkat manusia ke taraf yang begitu tinggi harus pula menempatkan jiwa manusia pada kedudukan yang sangat penting dan suci.
       Menurut Al-Quran, dari segala sesuatu manusialah yang paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut nyawanya merupakan perkosaan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat langka, dan Al-Quran telah menyebutkan secara khusus (QS.5:33; QS.17:34).
        Tetapi menurut Islam, kebebasan menyatakan kata hati merupakan hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya kepada kehidupan manusia, tidak mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang tidak boleh diganggu, sebagai hak asasi yang paling berharga. Untuk membela milik mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin untuk mengangkat senjata.
          Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat 40 inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Muslim untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Muslim boleh mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
     Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan (kezaliman) selama bertahun-tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini  yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim.

Memelihara Keberadaan Semua Jenis Tempat Peribadahan

         Ayat   41  memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya kesalahan mereka ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw..
        Bertahun-tahun lamanya orang-orang Muslim ditindas di Mekkah  -- yakni selama 13 tahun -  kemudian mereka diusir dari sana dan tidak pula dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab di sekitar Medinah, yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah.
     Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi bersatu-padu memusuhi Nabi Besar Muhammad saw. bersama-sama dengan orang-orang munafik Medinah pimpinan Abdullah bin Ubayy bin Salul. Jadi, kesulitan beliau  saw. bukan berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu.
        Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Muslim terpaksa mengangkat senjata untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw.   dari kemusnahan. Jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah   Nabi  Besar Muhammad saw.  dan para sahabat beliau, namun para kritisi Islam yang tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya.
   Sesudah memberikan alasan-alasan, mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat  selanjutnya  --   Dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah  --  mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh umat Islam.
       Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru, seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat.
      Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi (sinagog), kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).

Larangan Keras Menyegel dan Merusak Tempat-tempat Ibadah 

        Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau -- dan selamanya di masa yang akan datang pun  -- ialah menegakkan kebebasan beragama dan beribadah serta  berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?
       Kembali kepada  masalah mubahalah (tanding doa) dan larangan Allah Swt. melakukan penyegelan dan merusak tempat-tempat peribadahan, jelaslahlah bahwa  melakukan mubahalah (pertandingan  doa)   -- bukan menyegel atau  merusak tempat peribadahan – itulah yang diizinkan Allah Swt. dan merupakan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., jika dialog keagamaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berbeda pendapat tidak menemui kesepakatan, sebab mengenai tindakan merusak tempat peribadahan – walau pun melakukannya  dengan mengatas namakan JIHAD sambil mengucapkan ALLAHU AKBAR   --  Allah Swt. mencelanya dengan keras, bahkan telah mengutuk mereka yang melakukannya, firman-Nya:
  وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya merobohkannya? Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut.  Bagi mereka ada kehinaan di dunia,  dan bagi mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah [2]:115).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   17 Januari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar