بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
157
“Golongan Minoritas” Para pengikut Rasul Allah adalah “Kaum Laki-laki
Sejati”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai bukti-bukti
bahwa Mirza Ghulam Ahmad a.s. menggenapi
makna Surah Yā Sīn ayat 21
mengenai “seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu”,
sebab dalam melakukan pembelaannya terhadap kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) mau pun mengenai kesempurnaan akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw., Pendiri
Jemaat Ahmadiyah -- dengan dalil-dalil
akurat yang tak terbantahkan -- benar-benar
telah membuat para penentang tidak
mampu berbuat apa-apa lagi, kecuali melontarkan
berbagai fitnah dan kezaliman disertai berbagai fatwa
dusta yang keluar dari mulut
(hawa nafsu) mereka yang dilandasi dengan kedengkian,
firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا
الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ
یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu.
Ikutilah mereka yang tidak
meminta upah dari kamu dan mereka
yang telah mendapat petunjuk (Yā Sīn [36]:21-22).
Pengulangan Kisah
Monumental “Dua Putra Adam” Kain
dan Habel
Karena
hati para penentang Rasul Allah telah dipenuhi dengan kedengkian -- seperti halnya
kedengkian hati Kain terhadap Habel -- sehingga Kain tega membunuh
saudaranya (QS.5:28-35) – demikian juga di Akhir Zaman ini pun Kisah
Monumental “Dua Putra Adam” tersebut
kembali berulang dengan para pemeran
yang berbeda, tetapi dengan cara-cara
yang sama tanpa mengindahkan firman-firman Allah Swt. dalam Al-Quran,
firman-Nya:
وَ مَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ
یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ
لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی
الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di
dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya
merobohkannya? Mereka itu
tidak layak masuk ke dalamnya
kecuali dengan rasa takut. Bagi mereka ada kehinaan di dunia, dan
bagi mereka azab yang besar di akhirat.
(Al-Baqarah
[2]:115).
Sehubungan dengan hal tersebut
berikut adalah firman Allah Swt. mengenai
tujuan pemberian izin berperang kepada umat
Islam di zaman Nabi Besar Muhammad
saw. yang terus menerus mendapat perlakukan zalim
dari para penentang mereka yang buas, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ
﴿ۙ ﴾ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿ ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka
tanpa haq hanya karena
mereka berkata: “Rabb (Tuhan)
kami Allah.” Dan seandainya
Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur
biara-biara, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan Allah
pasti akan menolong siapa yang
menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj
[22]:40-41).
“Golongan Minoritas”
Pengikut Rasul Allah adalah
Para “Laki-laki Sejati”
Dari ayat-ayat tersebut dapat ditarik
kesimpulan, bahwa pada hakikatnya para pengikut hakiki para Rasul Allah, mereka itu benar-benar para “laki-laki sejati” karena mereka itu siap mengorbankan jiwa mereka sekali
pun, demi mempertahankan Tauhid Ilahi yang diajarkan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan
kepada mereka (QS.98:1-9), sekali pun mereka itu merupakan golongan minoritas, sedangkan para penentangnya merupakan golongan mayoritas -- bahkan super mayoritas -- karena mereka itu merupakan al-Ahzab (golongan persekutuan).
Mengenai
hal itu berikut adalah ucapan provokatif Fir’aun tentang Nabi Musa a.s. dan para pengikut beliau di Mesir, firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسٰۤی
اَنۡ اَسۡرِ بِعِبَادِیۡۤ اِنَّکُمۡ مُّتَّبَعُوۡنَ ﴿﴾ فَاَرۡسَلَ فِرۡعَوۡنُ فِی الۡمَدَآئِنِ حٰشِرِیۡنَ ﴿ۚ﴾ اِنَّ
ہٰۤؤُلَآءِ لَشِرۡ ذِمَۃٌ
قَلِیۡلُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ اِنَّہُمۡ
لَنَا لَغَآئِظُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ اِنَّا
لَجَمِیۡعٌ حٰذِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan Kami mewahyukan kepada Musa: “Bawalah hamba-hamba-Ku pada waktu malam
hari, sesungguhnya kamu akan dikejar.” Dan Fir’aun
mengirimkan pe-nyeru-penyeru ke kota-kota untuk mengumpulkan, berkata, “Sesungguhnya mereka itu benar-benar hanya segolongan kecil, tetapi sesungguhnya mereka benar-benar telah
menimbulkan kemarahan pada kita, sedangkan sesungguhnya kita
benar-benar golongan besar
yang selalu bersiaga. (Asy-Syu’arā
[26]:53-57).
Begitu juga di Akhir Zaman ini pun Pendiri Jemaat
Ahmadiyah -- Mirza Ghulam Ahmad a.s. --
dan orang-orang yang beriman kepada pendakwaan beliau sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman -- telah dituduh sebagai satu “golongan minoritas” yang berani menentang
“golongan mayoritas” atau al-Ahzāb
(golongan persekutuan) serta menjadi mangsa berbagai bentuk fitnah
dan kezaliman dengan mengatasnamakan agama dan berbagai hukum
yang bersifat diskriminatif.
Sudah
merupakan Sunnatullah, kemunculan
seorang nabi Allah di tengah-tengah
suatu kaum merupakan jaminan yang pasti mengenai masa depan mereka yang besar dan cemerlang, jika mereka mau
menerima amanat beliau dan mengikutinya.
Nabi Allah itu memberikan kepada mereka suatu kehidupan baru, dan menciptakan di dalam diri mereka suatu harapan dan keyakinan baru, yang mengubah
seluruh pandangan hidup mereka,
sehingga mereka dari segi akhlak dan ruhani akan menjadi suatu “ciptaan
baru” (QS.17:50-53).
Contoh yang paling nyata dan
paling sempurna mengenai hal tersebut adalah berubahnya bangsa Arab
jahiliyyah menjadi “umat
terbaik” yang diciptakan untuk manfaat seluruh umat
manusia (QS.2:144; QS.3:111), ketika mereka beriman dan mengikuti suri
teladan terbaik yang diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32;
QS.33:22).
Keberhasilan Politik Divide
et Impera (Memecah-belah dan Menjajah) yang Dilakukan Fir’aun di Mesir
Sesudah Nabi Musa a.s. datang, Fir’aun pasti merasakan adanya perubahan besar di kalangan orang-orang Bani Israil yang berada di
bawah kekuasaannya di Mesir, dan hal
itu pasti menggelisahkan Fir’aun dan para pembesarnya,
firman—Nya:
اِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِی الۡاَرۡضِ وَ جَعَلَ اَہۡلَہَا شِیَعًا
یَّسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَۃً مِّنۡہُمۡ
یُذَبِّحُ اَبۡنَآءَہُمۡ وَ یَسۡتَحۡیٖ نِسَآءَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ کَانَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾ وَ نُرِیۡدُ اَنۡ
نَّمُنَّ عَلَی الَّذِیۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ نَجۡعَلَہُمۡ
اَئِمَّۃً وَّ نَجۡعَلَہُمُ
الۡوٰرِثِیۡنَ ۙ﴿﴾ وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ
فِی الۡاَرۡضِ وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ
مَّا کَانُوۡا یَحۡذَرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Fir’aun berlaku sombong di bumi dan ia
menjadikan penduduknya bergolongan-golongan, ia berusaha melemahkan segolongan dari mereka
dengan menyembelih anak-anak laki-laki mereka,
dan membiarkan hidup perempuan-perempuan
mereka, sesungguhnya ia termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberikan karunia kepada orang-orang
yang dianggap lemah di bumi dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan
menjadikan mereka ahli waris karunia-karunia
Kami. Dan Kami mapankan mereka di bumi
dan Kami perlihatkan kepada Fir’aun
serta Haman dan
lasykar keduanya apa yang mereka
khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash [28]:5-7).
Politik divide et impera
(memecah-belah dan menjajah) dengan akibatnya yang sangat mematikan seperti dijalankan kekuatan-kekuatan
kaum kolonial barat di abad kedua puluh di Akhir Zaman ini, agaknya di zaman Fir’aun telah dijalankan juga olehnya
dengan sukses besar. Ia telah memecah-belah rakyat Mesir ke dalam
beberapa partai dan golongan serta dengan busuk hati telah membuat perbedaan kelas di antara mereka.
Beberapa di antara mereka dianakemaskannya
dan yang lain diperas dan ditindasnya.
Kaum Nabi Musa a.s. termasuk kelas yang tidak beruntung.
Kata-kata menyembelih anak-anak
laki-laki mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, kecuali
mengandung pengertian yang jelas, bahwa agar supaya orang-orang Bani Israil selamanya tunduk di bawah kekuasaannya, Fir’aun membinasakan kaum pria mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan
mereka, dapat juga diartikan bahwa dengan politik
menjajah dan menindas tanpa belas
kasihan itu ia berikhtiar membunuh sifat-sifat
kejantanan mereka dan dengan demikian membuat mereka jadi pengalah seperti perempuan.
Bukti keberhasilan Fir’aun tersebut
dijelaskan dalam QS.5:21-27 ketika Bani Israil menolak ajakan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk memasuki “negeri yang dijanjikan” kepada mereka --
setelah mereka berhasil selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya yang
tenggelam di lautan. -- dengan alasannya
mereka takut kepada kaum-kaum yang ketika itu berada di
wilayah Kanaan (Palestina).
Ketika
upaya merendahkan derajat orang-orang
Bani Israil di Mesir itu mencapai titik yang serendah-rendahnya, dan kezaliman Firaun dan bangsanya kian
meluap-luap, dan Allah Swt. -- sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak mungkin keliru -- memutuskan
bahwa penindas-penindas itu harus dihukum dan mereka yang diperbudak dibebaskan, maka Dia mengutus
Nabi Musa a.s. Gejala yang
terjadi di masa tiap-tiap Rasul Allah
– termasuk di Akhir Zaman ini -- menampakkan
perwujudan sepenuhnya dan
seindah-indahnya di masa kenabian Rasulullah
saw..
Makna Pewarisan “Kebun-kebun
dan Sungai-sungai” Kepada Bani Israil
Haman itu gelar pendeta
agung dewa Amon; “ham” di dalam bahasa Mesir berarti, pendeta agung.
Dewa Amon menguasai semua dewa Mesir lainnya. Haman adalah kepala khazanah dan
lumbung negeri, dan juga yang mengepalai lasykar-lasykar dan semua ahli
pertukangan di Thebes. Namanya adalah Nubunnef,
dan ia pendeta agung di bawah Rameses II dan putranya yang bernama Merenptah.
Karena menjadi kepala organisasi kependetaan yang
sangat kaya, merangkum semua pendeta
di seluruh negeri, maka kekuasaannya
dan wibawanya telah meningkat
sedemikian rupa, sehingga ia menguasai suatu partai politik yang sangat berpengaruh,
dan bahkan mempunyai suatu pasukan
pribadi (“A story of Egypt”
oleh James Henry Breasted, Ph.D).
Perbudakan dan kezaliman menghasilkan nemesis-nya
(pembalasan keadilannya) sendiri; dan kaum
penjajah dan penindas tak pernah merasa aman terhadap kemungkinan
munculnya pemberontakan terhadap
mereka oleh orang-orang yang terjajah,
tertindas atau tertekan.
Lebih hebat penindasan dari
seseorang yang zalim, lebih besar
pula ketakutannya akan pemberontakan dari mereka yang dijajah.
Fir’aun pun dicekam oleh rasa takut
semacam itu. Itulah makna ayat وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ
نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا
یَحۡذَرُوۡنَ
-- “Dan Kami mapankan mereka di bumi
dan Kami perlihatkan kepada Fir’aun
serta Haman dan
lasykar keduanya apa yang mereka
khawatirkan dari mereka itu.” Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَاَخۡرَجۡنٰہُمۡ مِّنۡ جَنّٰتٍ
وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ وَّ کُنُوۡزٍ
وَّ مَقَامٍ کَرِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ کَذٰلِکَ ؕ وَ اَوۡرَثۡنٰہَا بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Kemudian Kami mengeluarkan mereka dari kebun-kebun
dan mata air-mata air, dan dari khazanah-khazanah dan tempat
tinggal yang terhormat. Demikianlah,
dan Kami mewariskannya kepada Bani Israil, (Asy-Syu’arā
[26]:58-60).
Ayat
ini tidak berarti bahwa beberapa mata air, kebun-kebun dan khazanah-khazanah
kepunyaan Fir’aun dan orang-orang Mesir telah diserahkan
kepada orang-orang Bani Israil.
Orang-orang Bani Israil telah
meninggalkan Mesir menuju Kanaan
— “tanah yang dijanjikan”, tempat “mengalir susu dan madu”, di sanalah
mereka akan diberi barang-barang itu --
setelah mereka terlebih mengembara di gurun pasir selama 40 tahun, akibat
mereka menolak ajakan Nabi
Musa a.s. untuk memasuki “negeri yang
dijanjikan” tersebut (QS.5:21-28). Palestina
sungguh menyamai Mesir dalam
berkelimpahan kebun-kebun dan
banyaknya mata air.
Tukang-tukang
Sihir Fir’aun Beriman kepada Rabb (Tuhan) Nabi Musa a.s. dan
Mengingkari “Penyembahan” Mereka kepada Fir’aun
Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, penolakan Bani Israil untuk memasuki Kanaan
– “negeri yang dijanjikan” -- kepada
mereka ketika mereka diajak oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk
memasukinya (QS.5:21-27) hal itu merupakan bukti keberhasilan Fir’aun melakukan politik divide et impera (memecah-belah dan
menjajah), yang telah membuat umumnya Bani Israil kehilangan sifat-sifat kejantanan (keperwiraan) mereka.
Bahkan, ketika Nabi Musa a.s.
mendakwaan kerasulan beliau di hadapan
Fir’aun dan para pembesarnya, hanya beberapa orang pemuda
Bani Israil sajalah yang berani menyatakan
beriman kepada Nabi Musa a.s.
(QS.10:84), sedangkan kebanyakan Bani
Israil takut kepada kezaliman
Fir’aun, bahkan mereka menyalahkan Nabi Musa a.s. dengan semakin beratnya penderitaan mereka setelah kedatangan Nabi Musa a.s.
(QS.7:128-130).
Justru yang kemudian memperlihatkan keberanian menyatakan beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya adalah tukang-tukang
sihir, setelah pengaruh sihir
mereka yang hebat dilenyapkan oleh
lemparan tongkat Nabi Musa a.s..
Mereka benar-benar tidak mempedulikan ancaman sadis Fir’aun
kepada mereka (QS.7:110-127), firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسٰۤی
اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا ہِیَ
تَلۡقَفُ مَا یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا
یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَغُلِبُوۡا
ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اُلۡقِیَ
السَّحَرَۃُ سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ قَالُوۡۤا اٰمَنَّا
بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ رَبِّ
مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
mewahyukan kepada Musa: ”Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak
seperti menelan apa yang
dibuat-buat mereka. Maka tegaklah
yang benar dan lenyaplah yang telah
mereka kerjakan. Lalu mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina. Dan tukang-tukang
sihir itu jatuh bersujud. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, Rabb (Tuhan) Musa
dan Harun.” (Al-A’rāf [7]:118-123).
Bukan “ular”
yang terbuat dari tongkat itu,
melainkan tongkat itu sendiri yang
menggagalkan daya sihir tukang-tukang sihir. Tongkat Nabi Musa a.s. yang
diberi daya oleh kekuatan ruhani
seorang Nabi Besar dan dilemparkan
atas perintah Allah Swt., menyingkap kedok penipuan yang telah dilakukan
mereka atas penonton-penonton dan menghancurkan berkeping-keping barang-barang yang dengan kekuatan sihir mereka, telah menyebabkan
penonton-penonton menyangka ular-ular
sungguhan.
Kalimat “tongkat itu menelan
apa-apa yang disihir mereka” maksudnya adalah bahwa tongkat
yang dilemparkan oleh Nabi Musa a.s. tersebut segera menyingkapkan tabir tipu-daya yang
dilakukan oleh tukang-tukang sihir
itu. “Menelan” mengandung arti “membinasakan
pengaruh atau meniadakan kesan
yang ditimbulkan oleh sesuatu.”
Kehinaan yang Menimpa Fir’aun dan
Para Pembesarnya
Ayat
فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا
صٰغِرِیۡنَ -- “Lalu mereka
dikalahkan di situ dan kembalilah
mereka dalam keadaan terhina” agaknya mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya -- dan
bukan kepada tukang-tukang sihir.
Adapun ihwal tukang-tukang sihir
diterangkan di dalam ayat berikutnya.
Kata “terhina” tidak boleh
ditujukan kepada orang-orang yang
memperlihatkan rasa hormat demikian
rupa terhadap kebenaran sehingga
menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan Fir’aun atas hal itu. Artinya ialah, mereka
(Fir’aun dan pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh dan merasa yakin
akan menang, sekarang mereka pulang
dengan perasaan terhina dan kecewa.
Kekalahan tukang-tukang sihir itu begitu telaknya
sehingga nampaknya seolah-olah suatu kekuatan
tersembunyi telah melenyapkan landasan
tempat kaki mereka berpijak. Mereka tersungkur
dan bersujud di atas lantai dalam sikap ibadah dan merendahkan diri di hadapan
Allah Swt., itulah makna ayat وَ اُلۡقِیَ السَّحَرَۃُ
سٰجِدِیۡنَ ۚۖ -- “Dan
tukang-tukang sihir itu jatuh bersujud. قَالُوۡۤا اٰمَنَّا
بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ -- Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, رَبِّ
مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ -- Rabb
(Tuhan) Musa dan Harun.”
Menyaksikan peristiwa
yang sama sekali tidak diduga tersebut Fir’aun memuntahkan kemurkaaannya kepada tukang-tukang
sihir itu, firman-Nya:
قَالَ فِرۡعَوۡنُ اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ لَکُمۡ ۚ اِنَّ ہٰذَا
لَمَکۡرٌ مَّکَرۡتُمُوۡہُ فِی
الۡمَدِیۡنَۃِ لِتُخۡرِجُوۡا
مِنۡہَاۤ اَہۡلَہَا ۚ فَسَوۡفَ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ لَاُقَطِّعَنَّ
اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَرۡجُلَکُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ ثُمَّ لَاُصَلِّبَنَّکُمۡ
اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾
Fir’aun
berkata: “Apakah kamu telah beriman
terhadapnya sebelum kamu aku beri
izin? Sesungguhnya ini
benar-benar makar yang kamu
telah merancangnya dalam kota supaya
kamu dapat mengusir penduduknya dari kota maka kamu segera akan mengetahui akibatnya.
Niscaya aku akan memotong tangan kamu dan kaki kamu karena pembangkangan
kamu, kemudian niscaya aku
akan menyalib kamu semua-nya.” (Al-A’rāf
[7]:118-126).
Perkataan Fir’aun: اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ
لَکُمۡ -- “Apakah kamu telah beriman terhadapnya
sebelum kamu aku beri izin?”
benar-benar merupakan ucapan yang
sangat takabbur karena ia telah mengklaim bahwa masalah beriman
dan tidak berimannya orang-orang kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun
a.s. harus terlebih dulu mendapat izin
darinya (QS.20:72; QS.26:50), sebab Fir’aun menganggap dirinya sebagai “tuhan sembahan” (QS.26:30;
QS.28:39).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar