Selasa, 18 Februari 2014

"Golongan Minoritas" Para Pengikut Rasul Allah adalah "Kaum Laki-laki Sejati"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  157

     “Golongan Minoritas” Para pengikut Rasul Allah adalah “Kaum Laki-laki Sejati”          

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  bukti-bukti bahwa Mirza Ghulam Ahmad a.s.  menggenapi makna Surah Yā Sīn ayat 21  mengenai seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu”,  sebab dalam melakukan pembelaannya terhadap kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) mau pun mengenai kesempurnaan akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw., Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- dengan dalil-dalil akurat yang tak terbantahkan -- benar-benar telah membuat para penentang tidak mampu berbuat apa-apa lagi, kecuali melontarkan berbagai fitnah dan kezaliman disertai  berbagai fatwa dusta yang keluar dari mulut (hawa nafsu) mereka yang dilandasi dengan kedengkian, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾     
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul  itu.  Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk (Yā Sīn [36]:21-22).

Pengulangan Kisah Monumental “Dua Putra Adam” Kain dan Habel

       Karena hati  para penentang Rasul Allah telah dipenuhi dengan kedengkian -- seperti halnya kedengkian hati Kain terhadap Habel -- sehingga  Kain tega membunuh saudaranya  (QS.5:28-35) –   demikian juga di Akhir Zaman ini pun Kisah Monumental  “Dua Putra Adam” tersebut kembali berulang dengan para  pemeran yang berbeda,  tetapi dengan  cara-cara yang sama  tanpa mengindahkan firman-firman Allah Swt. dalam Al-Quran, firman-Nya:
  وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya merobohkannya? Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut.  Bagi mereka ada kehinaan di dunia,  dan bagi mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah [2]:115).
          Sehubungan dengan hal tersebut berikut  adalah firman Allah Swt. mengenai tujuan pemberian izin berperang kepada  umat Islam di zaman Nabi Besar  Muhammad saw. yang terus menerus mendapat perlakukan zalim dari para penentang mereka yang buas,  firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ ﴾  الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿ ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.  Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah, dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:40-41). 

Golongan  Minoritas  Pengikut Rasul Allah adalah Para “Laki-laki Sejati

      Dari ayat-ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan,  bahwa pada hakikatnya para pengikut hakiki para Rasul Allah,   mereka itu benar-benar  para “laki-laki  sejati” karena mereka itu siap mengorbankan jiwa mereka sekali pun,  demi mempertahankan Tauhid Ilahi  yang diajarkan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.98:1-9), sekali pun mereka itu merupakan golongan minoritas, sedangkan para penentangnya merupakan golongan mayoritas  -- bahkan super mayoritas --  karena mereka itu merupakan al-Ahzab (golongan persekutuan). 
       Mengenai hal itu berikut adalah ucapan  provokatif Fir’aun   tentang Nabi Musa a.s. dan para pengikut beliau di Mesir, firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ   اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنۡ اَسۡرِ بِعِبَادِیۡۤ  اِنَّکُمۡ  مُّتَّبَعُوۡنَ ﴿﴾  فَاَرۡسَلَ فِرۡعَوۡنُ فِی الۡمَدَآئِنِ  حٰشِرِیۡنَ ﴿ۚ﴾  اِنَّ  ہٰۤؤُلَآءِ   لَشِرۡ  ذِمَۃٌ  قَلِیۡلُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہُمۡ  لَنَا  لَغَآئِظُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّا  لَجَمِیۡعٌ  حٰذِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan Kami mewahyukan kepada Musa: Bawalah hamba-hamba-Ku pada waktu malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar.” Dan Fir’aun mengirimkan pe-nyeru-penyeru ke kota-kota untuk mengumpulkan, berkata,Sesungguhnya mereka itu benar-benar hanya  segolongan kecil,    tetapi sesungguhnya mereka benar-benar telah menimbulkan kemarahan pada kita, sedangkan sesungguhnya kita  benar-benar  golongan besar yang selalu  bersiaga. (Asy-Syu’arā [26]:53-57). 
        Begitu juga di Akhir Zaman ini pun Pendiri Jemaat Ahmadiyah   -- Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- dan orang-orang yang beriman kepada pendakwaan beliau sebagai Al-Masih Mau’ud a.s.  atau Rasul Akhir Zaman -- telah dituduh sebagai  satu  golongan minoritas” yang berani  menentang  golongan mayoritas atau al-Ahzāb (golongan persekutuan) serta  menjadi mangsa berbagai bentuk  fitnah dan kezaliman  dengan mengatasnamakan agama dan berbagai hukum yang bersifat diskriminatif.
     Sudah merupakan Sunnatullah, kemunculan seorang nabi Allah di tengah-tengah suatu kaum merupakan jaminan yang pasti mengenai masa depan mereka yang besar dan cemerlang, jika mereka mau menerima amanat beliau dan mengikutinya.
Nabi Allah itu memberikan kepada mereka suatu kehidupan baru, dan menciptakan di dalam diri mereka suatu harapan dan keyakinan baru, yang mengubah seluruh pandangan hidup mereka, sehingga mereka  dari segi akhlak dan ruhani akan menjadi suatu “ciptaan baru (QS.17:50-53).
     Contoh yang paling nyata dan paling sempurna mengenai hal tersebut adalah berubahnya bangsa Arab jahiliyyah  menjadi “umat terbaik”  yang diciptakan untuk manfaat seluruh  umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), ketika mereka beriman dan  mengikuti  suri teladan terbaik yang diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.3:32; QS.33:22).

Keberhasilan Politik   Divide et Impera (Memecah-belah dan Menjajah) yang Dilakukan Fir’aun di  Mesir

      Sesudah Nabi Musa a.s.  datang, Fir’aun pasti  merasakan adanya perubahan besar di kalangan orang-orang Bani Israil  yang berada di bawah kekuasaannya di Mesir, dan hal itu pasti menggelisahkan Fir’aun  dan para pembesarnya, firman—Nya:
اِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِی الۡاَرۡضِ وَ جَعَلَ اَہۡلَہَا شِیَعًا یَّسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَۃً  مِّنۡہُمۡ یُذَبِّحُ اَبۡنَآءَہُمۡ وَ یَسۡتَحۡیٖ نِسَآءَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾  وَ نُرِیۡدُ اَنۡ نَّمُنَّ عَلَی الَّذِیۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ نَجۡعَلَہُمۡ اَئِمَّۃً  وَّ  نَجۡعَلَہُمُ  الۡوٰرِثِیۡنَ ۙ﴿﴾  وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا  کَانُوۡا  یَحۡذَرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Fir’aun berlaku sombong di bumi  dan ia menjadikan penduduknya bergolongan-golongan, ia berusaha melemahkan segolongan dari mereka  dengan menyembelih anak-anak laki-laki mereka, dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.   Dan Kami   hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang dianggap lemah di bumi  dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan menjadikan mereka ahli waris karunia-karunia Kami.  Dan Kami  mapankan mereka di bumi  dan Kami  perlihatkan kepada Fir’aun serta Haman  dan  lasykar keduanya  apa yang mereka khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash [28]:5-7).
         Politik divide et impera (memecah-belah dan menjajah) dengan akibatnya yang sangat mematikan seperti dijalankan kekuatan-kekuatan kaum kolonial barat di abad kedua puluh   di  Akhir Zaman ini, agaknya di zaman Fir’aun telah dijalankan juga olehnya dengan sukses besar. Ia telah memecah-belah rakyat Mesir ke dalam beberapa partai dan golongan serta dengan busuk hati telah membuat perbedaan kelas di antara mereka. Beberapa di antara mereka dianakemaskannya dan yang lain diperas dan ditindasnya.
      Kaum Nabi Musa a.s.   termasuk kelas yang tidak beruntung. Kata-kata  menyembelih anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, kecuali mengandung pengertian yang jelas, bahwa agar supaya orang-orang Bani Israil selamanya tunduk di bawah kekuasaannya, Fir’aun membinasakan kaum pria mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, dapat juga diartikan bahwa dengan politik menjajah dan menindas tanpa belas kasihan itu ia berikhtiar membunuh sifat-sifat kejantanan mereka dan dengan demikian membuat mereka jadi pengalah seperti perempuan.
       Bukti keberhasilan Fir’aun tersebut  dijelaskan dalam QS.5:21-27 ketika Bani Israil menolak ajakan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk memasuki “negeri yang dijanjikan” kepada mereka -- setelah mereka berhasil selamat dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya yang tenggelam di lautan. --  dengan alasannya mereka takut kepada kaum-kaum yang ketika itu berada di wilayah Kanaan (Palestina).
        Ketika upaya merendahkan derajat orang-orang Bani Israil di Mesir itu mencapai titik yang serendah-rendahnya, dan kezaliman Firaun dan bangsanya kian meluap-luap, dan Allah Swt.  --  sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak mungkin keliru  -- memutuskan bahwa penindas-penindas itu harus dihukum dan mereka yang diperbudak dibebaskan, maka Dia mengutus Nabi Musa a.s.  Gejala yang terjadi di masa tiap-tiap Rasul Allah – termasuk di Akhir Zaman ini -- menampakkan perwujudan sepenuhnya dan seindah-indahnya di masa kenabian Rasulullah saw..

Makna Pewarisan “Kebun-kebun dan Sungai-sungai” Kepada Bani Israil

       Haman itu gelar pendeta agung dewa Amon; “ham” di dalam bahasa Mesir berarti, pendeta agung. Dewa Amon menguasai semua dewa Mesir lainnya. Haman adalah kepala khazanah dan lumbung negeri, dan juga yang mengepalai lasykar-lasykar dan semua ahli pertukangan di Thebes. Namanya adalah Nubunnef, dan ia pendeta agung di bawah Rameses II dan putranya yang bernama Merenptah.
       Karena menjadi kepala organisasi kependetaan yang sangat kaya, merangkum semua pendeta di seluruh negeri, maka kekuasaannya dan wibawanya telah meningkat sedemikian rupa, sehingga ia menguasai suatu partai politik yang sangat berpengaruh, dan bahkan mempunyai suatu pasukan pribadi (“A story of Egypt” oleh James Henry Breasted, Ph.D).  
       Perbudakan dan kezaliman menghasilkan nemesis-nya (pembalasan keadilannya) sendiri; dan kaum penjajah dan penindas tak pernah merasa aman terhadap kemungkinan munculnya pemberontakan terhadap mereka oleh orang-orang yang terjajah, tertindas atau tertekan.
      Lebih hebat penindasan dari seseorang yang zalim, lebih besar pula ketakutannya akan pemberontakan dari mereka yang dijajah. Fir’aun pun dicekam oleh rasa takut semacam itu. Itulah makna ayat وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا  کَانُوۡا  یَحۡذَرُوۡنَ   --   “Dan Kami  mapankan mereka di bumi  dan Kami  perlihatkan kepada Fir’aun serta Haman  dan  lasykar keduanya  apa yang mereka khawatirkan dari mereka itu.” Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
فَاَخۡرَجۡنٰہُمۡ مِّنۡ جَنّٰتٍ  وَّ  عُیُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  وَّ کُنُوۡزٍ وَّ  مَقَامٍ  کَرِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  کَذٰلِکَ ؕ وَ اَوۡرَثۡنٰہَا بَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Kemudian Kami mengeluarkan mereka dari kebun-kebun dan mata air-mata air, dan dari khazanah-khazanah dan tempat tinggal yang terhormat.  Demikianlah, dan Kami mewariskannya  kepada Bani Israil, (Asy-Syu’arā [26]:58-60). 
      Ayat ini tidak berarti  bahwa beberapa mata air, kebun-kebun dan khazanah-khazanah kepunyaan Fir’aun dan orang-orang Mesir telah diserahkan kepada orang-orang Bani Israil. Orang-orang Bani Israil telah meninggalkan Mesir  menuju Kanaan   — “tanah yang dijanjikan”, tempat “mengalir susu dan madu”, di sanalah mereka akan diberi barang-barang itu   --  setelah mereka terlebih mengembara di gurun pasir selama 40 tahun,  akibat  mereka menolak ajakan Nabi Musa a.s. untuk memasuki “negeri yang dijanjikan” tersebut (QS.5:21-28). Palestina sungguh menyamai Mesir dalam berkelimpahan kebun-kebun dan banyaknya mata air.

Tukang-tukang Sihir Fir’aun Beriman kepada   Rabb (Tuhan) Nabi Musa a.s. dan
Mengingkari “Penyembahan  Mereka kepada Fir’aun

      Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya,  penolakan Bani Israil untuk memasuki  Kanaan – “negeri yang dijanjikan” --  kepada mereka ketika mereka diajak oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk  memasukinya (QS.5:21-27) hal itu merupakan bukti  keberhasilan Fir’aun melakukan politik  divide et impera (memecah-belah dan menjajah), yang telah membuat umumnya Bani Israil kehilangan sifat-sifat kejantanan (keperwiraan) mereka.
       Bahkan, ketika Nabi Musa a.s. mendakwaan  kerasulan beliau  di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya,  hanya  beberapa orang  pemuda Bani Israil sajalah yang berani menyatakan  beriman kepada Nabi Musa a.s. (QS.10:84), sedangkan kebanyakan Bani Israil takut kepada kezaliman Fir’aun,  bahkan mereka menyalahkan Nabi Musa  a.s. dengan semakin beratnya penderitaan  mereka setelah kedatangan Nabi Musa a.s. (QS.7:128-130).
        Justru yang kemudian memperlihatkan keberanian  menyatakan beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya adalah  tukang-tukang sihir, setelah pengaruh sihir mereka yang hebat dilenyapkan oleh lemparan tongkat Nabi Musa a.s.. Mereka  benar-benar tidak mempedulikan ancaman sadis  Fir’aun  kepada mereka (QS.7:110-127), firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا  ہِیَ تَلۡقَفُ  مَا  یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ  فَوَقَعَ الۡحَقُّ وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ  فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ اُلۡقِیَ  السَّحَرَۃُ  سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ  قَالُوۡۤا  اٰمَنَّا  بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ  رَبِّ  مُوۡسٰی  وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami mewahyukan kepada Musa:  Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak seperti menelan  apa yang   dibuat-buat mereka. Maka tegaklah yang benar dan lenyaplah yang telah mereka kerjakan.   Lalu  mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina.  Dan   tukang-tukang sihir itu jatuh bersujud.   Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, Rabb (Tuhan) Musa dan Harun.”  (Al-A’rāf [7]:118-123). 
       Bukan “ular” yang terbuat dari tongkat itu, melainkan tongkat itu sendiri yang menggagalkan daya sihir tukang-tukang sihir. Tongkat Nabi Musa a.s. yang diberi daya oleh kekuatan ruhani seorang Nabi Besar dan dilemparkan atas perintah Allah Swt., menyingkap kedok penipuan yang telah dilakukan mereka atas penonton-penonton dan menghancurkan berkeping-keping barang-barang yang dengan kekuatan sihir mereka, telah menyebabkan penonton-penonton menyangka ular-ular sungguhan. 
      Kalimat “tongkat itu menelan apa-apa yang disihir mereka” maksudnya adalah bahwa  tongkat yang dilemparkan oleh Nabi Musa a.s. tersebut  segera menyingkapkan tabir tipu-daya  yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir itu. “Menelan” mengandung arti “membinasakan pengaruh atau meniadakan kesan yang ditimbulkan oleh sesuatu.”

Kehinaan yang Menimpa Fir’aun dan Para Pembesarnya

        Ayat   فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ  -- “Lalu  mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina   agaknya mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya   -- dan bukan kepada tukang-tukang sihir. Adapun ihwal tukang-tukang sihir diterangkan di dalam ayat berikutnya.
       Kata “terhina” tidak boleh ditujukan kepada orang-orang yang memperlihatkan rasa hormat demikian rupa terhadap kebenaran sehingga menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan   Fir’aun atas hal itu. Artinya ialah, mereka (Fir’aun dan pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh dan merasa yakin akan menang, sekarang  mereka pulang dengan perasaan terhina dan kecewa.
    Kekalahan tukang-tukang sihir itu begitu telaknya sehingga nampaknya seolah-olah suatu kekuatan tersembunyi telah melenyapkan landasan tempat kaki mereka berpijak. Mereka tersungkur dan bersujud di atas lantai dalam sikap ibadah dan merendahkan diri di hadapan  Allah Swt., itulah makna ayat      وَ اُلۡقِیَ  السَّحَرَۃُ  سٰجِدِیۡنَ   ۚۖ    -- “Dan   tukang-tukang sihir itu jatuh bersujud.  قَالُوۡۤا  اٰمَنَّا  بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ   ۙ     --     Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam,   رَبِّ  مُوۡسٰی  وَ ہٰرُوۡنَ   --  Rabb (Tuhan) Musa dan Harun.”  
      Menyaksikan  peristiwa yang sama sekali tidak diduga tersebut Fir’aun memuntahkan kemurkaaannya   kepada tukang-tukang sihir itu,  firman-Nya:
قَالَ فِرۡعَوۡنُ اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ لَکُمۡ ۚ اِنَّ ہٰذَا لَمَکۡرٌ  مَّکَرۡتُمُوۡہُ فِی الۡمَدِیۡنَۃِ  لِتُخۡرِجُوۡا مِنۡہَاۤ  اَہۡلَہَا ۚ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  لَاُقَطِّعَنَّ اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَرۡجُلَکُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ ثُمَّ لَاُصَلِّبَنَّکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾ 

Fir’aun berkata: “Apakah kamu telah beriman terhadapnya sebelum kamu aku beri izin? Sesungguhnya  ini  benar-benar makar yang   kamu telah merancangnya dalam kota supaya kamu dapat mengusir penduduknya  dari kota maka kamu segera akan  mengetahui akibatnya.  Niscaya aku akan memotong tangan kamu dan kaki kamu karena pembangkangan kamu, kemudian niscaya aku akan menyalib kamu semua-nya.”    (Al-A’rāf [7]:118-126). 
       Perkataan Fir’aun:   اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ لَکُمۡ   -- “Apakah kamu telah beriman terhadapnya sebelum kamu aku beri izin?” benar-benar merupakan ucapan yang sangat takabbur  karena ia telah mengklaim bahwa  masalah beriman dan tidak berimannya  orang-orang kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. harus terlebih dulu mendapat izin darinya (QS.20:72; QS.26:50), sebab  Fir’aun menganggap dirinya sebagai “tuhan sembahan   (QS.26:30; QS.28:39).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   20 Januari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar