Jumat, 07 Februari 2014

Hubungan "Burung" Keempat Nabi Ibrahim a.s. dengan "Seorang laki-laki yang Datang Berlari-lari dari BagianTerjauh Kota itu"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  148

     Hubungan ”Burung” Keempat Nabi Ibrahim a.s.   dengan  Seorang Laki-laki yang Datang  berlari-lari dari Bagian Terjauh Kota itu     

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  makna “empat  burung  Nabi Ibrahim a.s.   bahwa keturunan Ibrahim a.s.   akan bangkit empat kali: Bani Israil dan Bani Isma’il masing-masing akan bangkit dua kali, firman-Nya:  
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اَرِنِیۡ  کَیۡفَ تُحۡیِ الۡمَوۡتٰی ؕ  قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا ؕ وَ اعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), perlihatkan kepadaku bagaimanakah cara Engkau menghidupkan yang mati?” Dia berfirman: “Apakah engkau tidak percaya?” Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”  Dia berfirman: “Jika  demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah  mereka kepada engkau, kemudian letakkanlah setiap burung itu di atas tiap-tiap gunung lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada engkau, dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:261).
       Ada pun Keempat “burung” Nabi Ibrahim a.s. tersebut adalah:   di kalangan Bani Israil: 1. Nabi Musa a.s., dan 2. Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.; sedangkan di kalangan Bani Isma’il adalah  (1) Nabi yang seperti Musa a.s. (Ulangan 18:18; QS.46:11), yakni Nabi Besar Muhammad saw., dan (2) Nabi yang seperti  Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s., sehingga genaplah jumlah “burung” Nabi Ibrahim a.s. “4 ekor burung”.
       Mengapa demikian? Sebab apabila yang dimaksud dengan kedatangan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. kedua kali di Akhir Zaman adalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili  maka jumlah “burung” Nabi Ibrahim  adalah “tiga” karena Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  Israili datang dua kali, padahal menurut Allah Swt. dalam Al-Quran pengutusan Nabi Isa Maryam a.s. adalah khusus untuk kaum  Bani Israil saja  (QS.3:46-50; QS.43:60; QS.61:7).

Makna “Laki-laki yang Datang Berlari-lari dari Bagian terjauh Kota itu

        Kembali kepada perumpamaan sebuah kota yang telah diutus kepada mereka 3 orang Rasul Allah, tetapi semuanya didustakan dan bahka diancam akan  dirajam” dan akan mendapat “siksaan yang pedih” dari penduduk kota tersebut  (QS.36:14-20), selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kedatangan “Rasul Allah” yang keempat atau “burung” Nabi Ibrahim a.s.  yang keempat:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾وَ مَا لِیَ  لَاۤ  اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ  اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ  اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا  وَّ لَا  یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ﴾ اِنِّیۡۤ   اِذًا  لَّفِیۡ  ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ   اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ   فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul  itu.  Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.   Dan mengapakah aku tidak menyembah Tuhan Yang menciptakan diriku  dan  Yang kepada-Nya  kamu akan dikembalikan? Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku  syafaat mereka itu  tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?   Sesungguhnya jika aku berbuat demikian niscaya berada dalam kesesatan yang nyata.    Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan) kamu  maka dengarlah aku.” (Yā Sīn [36]:21-25). 
      Kata-kata  “bagian terjauh kota itu”  dalam ayat وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰ  -- “Dan datang dari bagian terjauh kota itu  seorang laki-laki dengan berlari-lari” dapat diartikan suatu tempat yang jauh letaknya dari markas Islam di jazirah Arabia. Isyarat yang terkandung dalam kata rajulun  (sesorang laki-laki) dapat tertuju kepada Al-Masih Mau’ud a.s.   atau Rasul Akhir Zaman – yakni Mirza Ghulam  Ahmad a.s. -- yang telah disebut demikian dalam suatu hadits yang terkenal (Bukhari, Kitab at-Tafsir) yang lahir di kampung Qadian, wilayah  Punjab – India (Hindustan). Nama asal (asli) kampung tersebut adalah Islampur Qadhi  yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Qadian.
     Kata-kata yang sama dalam arti dan maksud dengan kata yas’a (berlari-lari),  telah dipakai mengenai  Al-Masih Mau’ud a.s.    oleh  Nabi Besar Muhammad saw.     dalam beberapa sabda beliau saw., yang memberi isyarat kepada sifatnya yang tidak mengenal lelah, cepat bertindak dan tidak mengenal jemu dalam usahanya untuk kepentingan Islam.

Makna Penyebutan “Seorang Laki-laki” (Rajulun) dan
 “Dua orang Laki-laki” (Rajulaani)

        Penyebutan “seorang laki-laki” (rajulun) mengenai Mirza Ghulam Ahmad a.s. tersebut  memiliki  makna yang sama dengan sebutan “dua orang laki-laki” (rajulaani) dalam QS.5:24  berkenaan dengan  Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., guna membedakan  dari  kaum Bani Israil yang pengecut  yang menolak perintah Nabi Musa a.s. agar  memasuki  negeri yang dijanjikan karena mereka takut kepada kaum-kaum yang ada di kawasan “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina), firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ  ﴿﴾     یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ وَ لَا تَرۡتَدُّوۡا عَلٰۤی  اَدۡبَارِکُمۡ فَتَنۡقَلِبُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾   
Dan ingatlah ketika  Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah  nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu, menjadikan kamu raja-raja,  dan Dia memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa.   Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan  yang telah ditetapkan Allah bagi kamu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang kamu lalu kamu kembali menjadi orang-orang yang rugi.” (Al-Māidah [5]:21-23).
      Penggantian kata kum (kamu) alih-alih kata fī-kum dalam ayat 21 mengandung isyarat, bahwa  tiap-tiap dan semua anggota suatu bangsa yang hidup di bawah kekuasaan seorang raja seakan-akan mempunyai kekuasaan dan kedaulatan, maka pengikut-pengikut seorang nabi (rasul) Allah  tidak mempunyai bagian dalam kenabiannya.
      Ungkapan telah ditetapkan Allah bagimu dalam ayat     یٰقَوۡمِ ادۡخُلُوا الۡاَرۡضَ الۡمُقَدَّسَۃَ الَّتِیۡ  کَتَبَ اللّٰہُ لَکُمۡ   -- “Hai kaumku, masukilah Tanah yang disucikan  yang telah ditetapkan Allah bagi kamu,mengandung janji yang tersirat bahwa Allah Swt.  akan menolong dan memberi mereka kemenangan, seandainya orang-orang Bani Israil mempunyai keberanian memasuki Tanah  yang disucikan  (Kanaan/Palestina) itu.
    Terhadap perintah Nabi Musa a.s. tersebut kaum Bani Israil  memberikan  jawaban yang pengecut,  firman-Nya:
قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ فِیۡہَا قَوۡمًا جَبَّارِیۡنَ ٭ۖ وَ اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَا حَتّٰی یَخۡرُجُوۡا مِنۡہَا ۚ فَاِنۡ  یَّخۡرُجُوۡا مِنۡہَا فَاِنَّا دٰخِلُوۡنَ ﴿﴾
Mereka berkata: “Ya Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada suatu kaum  yang kuat lagi kejam, dan sesungguhnya kami tidak akan pernah memasukinya  hingga mereka keluar sendiri darinya, lalu  jika mereka keluar darinya maka kami    akan memasukinya.” (Al-Māidah [5]:23).

Keperwiraan Para Sahabat Nabi Besar Muhammad saw.

       Ayat tersebut  selain menjelaskan  keberhasilan upaya Dinasti Fir’aun membunuh sifat-sifat kejantanan Bani Israil selama mereka berada di Mesir (QS.2:50; QS.7:128 & 142;QS.28:5),  menjelaskan bahwa   riwayat kaum itu dikenal oleh bangsa Bani Israil.
      Bangsa Amaliki   (Amalek) dan suku-suku bangsa Arab liar menghuni Tanah suci (Kanaan/Palestina) pada zaman itu. Orang-orang Bani Israil sangat takut kepada mereka. Allah Swt. menyebut kaum-kaum   yang berada di wilayah Kanaan (Palestina)   tersebut dengan sebutan “Jalut dan bala tentaranya” (QS.2:247-253).
       Bandingkanlah sikap para pengikut Nabi Musa a.s.   yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengorbanan tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad  saw. yang senantiasa mendambakan melompat ke dalam rahang kematian  bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka saw..
      Ketika  Nabi Besar Muhammad saw.  bersama sejumlah kecil para sahabat dengan perlengkapan perang yang sangat darurat hendak bergerak ke Badar menghadapi balatentara Mekkah  yang dipimpin oleh Abu Jahal dkk -- yang bilangannya jauh lebih besar serta persenjataannya lebih lengkap --  beliau saw. meminta saran mereka mengenai situasi itu.
       Atas permintaan  Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  salah seorang dari para sahabat bangkit lalu menjawab   dengan kata-kata yang akan selamanya terkenang: “Kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.:  “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini.’ Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau dan kami akan bertempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”
       Jadi, betapa para sahabah  Nabi Besar Muhammad saw. yang berperang di  Badar  semua benar-benar “laki-laki pemberani.  Itulah sebabnya Allah Swt. pun dalam ayat selanjutnya telah menyebut Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. dengan   kata rajulāni  (dua orang laki-laki) untuk membedakan keduanya dari kaumnya (Bani Israil) yang pengecut, firman-Nya:
قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ  الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ  فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾    
Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka,  lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu  bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” (Al-Māidah [5]:24).

Jawaban Bani Israil yang Sangat Memalukan

       “Dua orang laki-laki” (rajulāni) yang disebut di sini biasanya diduga adalah Yusak bin Nun dan Kaleb bin Yefuna (Bilangan 14:6). Akan tetapi, dari letak kalimat nampak lebih mendekati kemungkinan bahwa Nabi Musa a.s.   dan Nabi Harun a.s. yang dipanggil dengan kata-kata “dua orang laki-laki” di sini.
      Kata rajul (laki-laki) mencerminkan citra kejantanan dan keberanian. Bahwa kedua laki-laki yang gagah-berani ini adalah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. sendiri, dapat pula ditarik kesimpulan dari kenyataan bahwa Nabi Musa a.s.  mendoa bagi beliau sendiri dan bagi saudara beliau, Harun a.s. dalam ayat selanjutnya (QS.5:26).
      Allah Swt.   tidak menyebut nama-nama beliau melainkan hanya mengatakan “dua orang laki-laki” sebagai pujian atas keperwiraan dan keberanian kedua Rasul Allah tersebut dan dengan sendirinya mencela nyali kecil (kepengecutan) orang-orang Bani Israil lainnya yang menyertai  Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai jawaban  mereka:
قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ  نَّدۡخُلَہَاۤ  اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ  اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ  لَاۤ  اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami  tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Rabb (Tuhan) engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!”  Musa berkata: “Ya Rabb-Ku (Tuhan-ku), sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan  kaum yang fasik itu.”   Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi  maka janganlah eng-kau bersedih atas kaum yang fasik itu.”  (Al-Māidah [5]:25-27).
      Ketika orang-orang Bani Israil bertingkah bagai orang-orang pengecut, maka AllaSwt.   menakdirkan mereka harus terus-menerus mengembara di padang belantara selama 40 tahun. agar kehidupan keras padang pasir akan menempa mereka dan memasukkan ke dalam diri mereka suatu jiwa baru dan akan memperkokoh moral mereka. Dalam masa itu generasi tua boleh dikatakan  telah hilang dan generasi muda tumbuh dengan memiliki sifat keberanian serta kekuatan yang cukup untuk menaklukkan Tanah Yang Dijanjikan.

Pengangkatan   Thalut (Gideon)  Sebagai Raja Bani Israil

      Dalam  Surah Al-Baqarah  berkenaan dengan  pengangkatan Thalut (Gideon) sebagai raja pertama  di kalangan  Bani Israil  (QS.2:247-253)  telah menyebut keperwiraan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tersebut sebagai “tabut yang dipikul oleh para  malaikat   -- yang disalahartikan sebagai   sebuah kotak  (peti)  -- berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
 اَلَمۡ تَرَ  اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ  قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ  اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ  اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ  بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿ ﴾  وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ  اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا  اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿ ﴾
Apakah engkau tidak  melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata:  ”Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan atas kamu?” Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan berperang  di jalan Allah padahal sungguh  kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka,  mereka berpaling  kecuali sedikit  dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang  yang zalim.    Dan  nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut  menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata:  Bagaimana ia bisa memiliki  kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan  daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan  Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Me-ngetahui. (Al-Baqarah [2]:147-148).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   13 Januari      2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar