بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
151
Rasul
Akhir Zaman adalah “Seorang Laki-laki yang Datang Berlari-lari
dari Bagian Terjauh Kota itu” Berasal
dari Qadian di Hindustan
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai asal
leluhur
Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang merupakan keturunan
Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir Tughlak
Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa melarikan
diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana.
Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah atau abad keenambelas Masehi, seorang keturunan Haji Barlas, bernama Mirza Hadi Beg
beserta 200 orang pengikutnya hijrah
dari Khorasan ke India karena
beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah
perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.
Mirza Hadi Beg adalah seorang cerdik
pandai, karena beliau oleh pemerintah pusat Delhi diangkat sebagai qadhi
(hakim) untuk daerah sekelilingnya. Oleh sebab kedudukan beliau sebagai qadhi itulah maka tempat tinggal beliau
disebut Islampur Qadhi. lambat laun kata Islampur hilang, tinggal
Qadhi saja. Dikarenakan logat daerah setempat, akhirnya disebut sebagai Qadi
atau Qadian.
Demikianlah keluarga Barlas tersebut
pindah dari Khorasan ke Qadian secara permanen. Selama kerajaan Moghul
berkuasa, keluarga ini senantiasa memperoleh kedudukan mulia dan
terpandang dalam pemerintahan negara. Setelah kejatuhan kerajaan Moghul,
keluarga ini tetap menguasai kawasan 60 pal sekitar Qadian, sebagai kawasan
otonomi.
Penindasan Zalim Oleh Bangsa Sikh
Tetapi lambat laun bangsa Sikh
mulai berkuasa dan kuat, dan beberapa suku Sikh dari Ramgarhia,
setelah bersatu mulai menyerang keluarga ini. Selama itu buyut Mirza Ghulam Ahmad a.s. tetap
mempertahankan diri dari serangan musuh. Tetapi di zaman kakek beliau, daerah
otonomi keluarga ini menjadi sangat lemah, dan hanya terbatas di dalam Qadian
saja yang menyerupai benteng dengan tembok pertahanan di sekelilingnya.
Daerah-daerah lain telah jatuh ke tangan
musuh. Akhirnya bangsa Sikh dapat juga menguasai Qadian dengan
jalan mengadakan kontak rahasia dengan beberapa penduduk Qadian, dan semua
anggota keluarga ini ditawan oleh bangsa Sikh. Tetapi setelah beberapa
hari, keluarga ini diizinkan meninggalkan Qadian, lalu mereka pergi ke Kesultanan
Kapurtala dan menetap disana selama 12 tahun.
Setelah itu tibalah zaman kekuasaan Maharaja
Ranjit Singh yang berhasil menguasai semua raja kecil, dan beliau
mengembalikan sebagian harta benda keluarga tersebut kepada Mirza Ghulam
Murtaza - ayah Mirza Ghulam Ahmad
a.s. -- yang bekerja dalam tentara Maharaja
Ranjit Singh beserta saudara-saudaranya.
Dengan demikian dapat dapat
disimpulkan, bahwa pada hakikatnya penderitaan hebat yang dialami oleh
umumnya umat Islam di Hindustan
di bawah kezaliman kaum Sikh,
pada hakikatnya merupakan akumulasi akibat ketidak-bersyukuran atau kedurhakaan para penguasa Muslim di Hindustan,
(QS.2:152-153; QS.4:148; QS.14:8; QS.8:54; QS.13:12), karena mereka telah meninggalkan Al-Quran sebagai sesuatu yang telah ditinggalkan
(QS.25:31-32), firman-Nya:
کَدَاۡبِ اٰلِ
فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ؕ کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
قَوِیٌّ شَدِیۡدُ
الۡعِقَابِ ﴿﴾ ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ
حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ
سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Seperti keadaan kaum Fir-’aun dan orang-orang sebelum mereka. Mereka kafir terhadap Tanda-tanda Allah maka Allah menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha
keras dalam menghukum. Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah
mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri, dan bahwa
sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:53-54). Lihat pula QS.13:12.
Ayat ini mengemukakan
satu Sunnatullāh (Hukum Allah
yang lazim), bahwa Allah Swt. tidak akan mengambil kembali suatu nikmat
yang telah dianugerahkan oleh-Nya kepada suatu kaum, selama belum ada perubahan memburuk dalam keadaan mereka
sendiri, itulah makna ayat ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ -- “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah
mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri.”
Ada pun Sunnah Allah Swt. lainnya adalah,
ketika orang-orang beriman --
yang pada zamannya -- merupakan “kaum pilihan” Allah Swt. tersebut
melakukan kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul Allah, maka Allah Swt.
menjadikan bangsa kafir
sebagai sarana untuk menghukum
mereka, sebagaimana yang telah terjadi pada Bani
Israil, berupa penyerbuan dahsyat pasukan Raja Nebukadnezar
dari kerajaan Babilonia dan serbuan
panglima Titus dari kerajaan Romawi, firman-Nya:
وَ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ فِی
الۡکِتٰبِ
لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ
مَرَّتَیۡنِ وَ لَتَعۡلُنَّ عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا
بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ عِبَادًا
لَّنَاۤ اُولِیۡ بَاۡسٍ شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ
وَعۡدًا مَّفۡعُوۡلًا ﴿﴾ ثُمَّ رَدَدۡنَا
لَکُمُ الۡکَرَّۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَمۡدَدۡنٰکُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّ بَنِیۡنَ وَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اَکۡثَرَ نَفِیۡرًا ﴿﴾ اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا ؕ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ لِیَسُوۡٓءٗا وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا
الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ لِیُتَبِّرُوۡا مَا
عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا ﴿﴾ عَسٰی رَبُّکُمۡ
اَنۡ یَّرۡحَمَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ
عُدۡتُّمۡ عُدۡنَا ۘ وَ جَعَلۡنَا
جَہَنَّمَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ حَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan telah
Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi
ini dua kali, dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang sangat besar.” Apabila
datang saat sempurnanya janji
yang pertama dari kedua
janji itu, Kami membangkitkan untuk menghadapi kamu
hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah,
dan itu merupakan suatu janji yang pasti
terlaksana. Kemudian Kami
mengembali-kan lagi kepada kamu kekuatan untuk melawan mereka, dan Kami membantu kamu dengan harta dan
anak-anak, dan Kami menjadikan kelompok kamu lebih besar dari sebelumnya. Jika
kamu berbuat ihsan, kamu berbuat ihsan
bagi diri kamu sendiri, dan jika
kamu berbuat buruk maka itu untuk diri
kamu sendiri. Lalu bila datang saat sempurnanya
janji yang kedua itu Kami
membangkitkan lagi hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada pe-mimpin-pemimpin kamu
dan supaya mereka memasuki masjid seperti pernah mereka memasukinya pada kali
pertama, dan supaya mereka
meng-hancurluluhkan segala yang telah mereka kuasai. Boleh jadi kini Rabb (Tuhan) kamu akan menaruh kasihan kepada kamu,
tetapi jika kamu kembali kepada
perbu-atan buruk, Kami pun akan
kembali menimpakan hukuman dan ingatlah, Kami telah jadikan Jahannam, penjara bagi orang-orang kafir. (Bani
Israil [17]:5-9).
Hubungan Mirza Ghulam Ahmad a.s. dengan Bangsa Farsi
Dari penjelasan mengenai riwayat leluhur
Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang
dikemukakan sebelum ini, jelaslah bahwa
leluhur Mirza Ghulam Ahmad a.s. memiliki hubungan
darah dengan bangsa Fersia, seperti halnya salah seorang Sahabat Nabi Besar yang sangat terkenal,
Salman Al-Farisi r.a., yang oleh Nabi Besar Muhammad saw. telah dirujuk ketika beliau saw. menjelaskan makna ayat 4 -- وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- dalam Surah Al-Jumu’ah, atas pertanyaan Abu
Hurairah a.s. yang meminta penelasan beliau saw. mengenai makna “pengutusan kedua kali” Nabi Besar
Muhammad saw. di kalangan “kaum lain”
dari kalangan umat Islam sendiri, yang belum
pernah bertemu dengan para sahabat
r.a., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی
الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا
مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari
antara mereka, yang membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Dan juga akan membangkitkan-nya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(Al-Jumu’ah
[62]:3-4).
Mengenai makna ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ --
“Dan juga akan membangkitkan-nya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,” Abu Hurairah r.a. menerangkan:
“Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah saw., ketika Surah Al-Jumu’ah diturunkan. Saya minta
keterangan kepada Rasulullah saw.: Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka? – Salman
al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami.
Setelah saya berulang-ulang mengajukan
pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan
tangan beliau pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke
Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari bab Tafsir Surah Al-Jumu’ah).
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini
menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Pendiri Jemaat Ahmadiyah -- yakni Al-Masih Mau’ud a.s. -- sesuai
dengan penelasan sebelum ini mengenai leluhur
beliau -- adalah dari keturunan Parsi.
Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya
menyebutkan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman adalah pada
saat ketika tidak ada yang tertinggal
di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya,
yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati
akan lenyap (Baihaqi).
Jadi, Al-Quran dan hadits
kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s., atau Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat
Ahmadiyah, yang telah diutus oleh Allah Swt. pada masa puncak kemunduran di kalangan umat Islam dalam segala bidang kehidupan telah
mencapai puncaknya pada abad 14 Masehi (QS.5:55-57;
QS.6:160; QS.30:31:33), sehingga
keadaan umat Islam di Akhir Zaman tersebut benar-benar sangat menyedihkan hati beliau a.s.,
firman-nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿ ﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. Dan demikianlah Kami
telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap
nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong. (Al-Furqān [25]:31-32
Rasul Akhir Zaman adalah “Seorang Laki-laki yang Datang Berlari-lari dari Bagian
Terjauh Kota itu”
Jadi, sikap umumnya umat Islam di Akhir Zaman ini terhadap Al-Quran
benar-benar sangat menyedihkan “seorang laki-laki”
yang “datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu” (QS.36:21-28)
yakni di wilayah Hindustan –
tepatnya di Qadian -- yaitu Mirza
Ghulam Ahmad a.s., yang
atas karunia Allah Swt. telah ditetapkan sebagai Rasul Akhir Zaman yang akan mewujudkan kajayaan Islam
yang kedua kali, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff
[61]:10).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 15 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar