بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
158
Keimanan yang Hakiki kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
Menimbulkan Keberanian Menghadapi Penderitaan di Jalan Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai, penolakan Bani Israil untuk memasuki Kanaan
– “negeri yang dijanjikan” -- kepada
mereka ketika mereka diajak oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk memasukinya (QS.5:21-27), bahwa hal itu merupakan bukti keberhasilan Fir’aun
melakukan politik divide et impera
(memecah-belah dan menjajah), yang telah membuat umumnya Bani Israil kehilangan sifat-sifat kejantanan (keperwiraan) mereka, sebagaimana dihendaki oleh Fir’aun
dengan membunuh anak-anak lak-laki
dan membiarkan hidup anak-anak perempuan
mereka (QS.2:50; QS.7:128 & 142; QS.28:5).
Bahkan, ketika Nabi Musa a.s. mendakwaan kerasulan
beliau di hadapan Fir’aun dan para
pembesarnya, hanya beberapa orang pemuda
Bani Israil sajalah yang berani menyatakan
beriman kepada Nabi Musa a.s.
(QS.10:84), sedangkan kebanyakan Bani
Israil takut kepada kezaliman
Fir’aun, bahkan mereka menyalahkan Nabi Musa a.s. dengan semakin beratnya penderitaan mereka setelah kedatangan Nabi Musa a.s.
(QS.7:128-130).
Justru yang kemudian memperlihatkan keberanian menyatakan beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya adalah tukang-tukang
sihir, setelah pengaruh sihir
mereka yang hebat dilenyapkan oleh
lemparan tongkat Nabi Musa a.s..
Mereka benar-benar tidak mempedulikan ancaman sadis Fir’aun
kepada mereka (QS.7:110-127), firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلٰی مُوۡسٰۤی
اَنۡ اَلۡقِ عَصَاکَ ۚ فَاِذَا ہِیَ
تَلۡقَفُ مَا یَاۡفِکُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَوَقَعَ الۡحَقُّ
وَ بَطَلَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ۚ فَغُلِبُوۡا
ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا صٰغِرِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اُلۡقِیَ السَّحَرَۃُ
سٰجِدِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ قَالُوۡۤا
اٰمَنَّا بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ
﴿﴾ۙ رَبِّ
مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
mewahyukan kepada Musa: ”Lemparkanlah tongkat engkau!” Maka tiba-tiba tongkat itu nampak
seperti menelan apa yang
dibuat-buat mereka. Maka tegaklah
yang benar dan lenyaplah yang telah
mereka kerjakan. Lalu mereka dikalahkan di situ dan kembalilah mereka dalam keadaan terhina. Dan tukang-tukang
sihir itu jatuh bersujud. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, Rabb (Tuhan) Musa
dan Harun.” (Al-A’rāf [7]:118-123).
Bukan “ular”
yang terbuat dari tongkat itu,
melainkan tongkat itu sendiri yang
menggagalkan daya sihir tukang-tukang
sihir. Tongkat Nabi Musa a.s. yang
diberi daya oleh kekuatan ruhani
seorang Nabi Besar dan dilemparkan
atas perintah Allah Swt., menyingkap kedok penipuan yang telah dilakukan mereka
atas penonton-penonton dan menghancurkan berkeping-keping barang-barang yang dengan kekuatan
sihir mereka, telah menyebabkan penonton-penonton menyangka atau mengkhayal seakan-akan ular-ular sungguhan.
Kalimat “tongkat itu menelan
apa-apa yang disihir mereka” maksudnya adalah bahwa tongkat
yang dilemparkan oleh Nabi Musa a.s. tersebut segera menyingkapkan tabir tipu-daya yang
dilakukan oleh tukang-tukang sihir
itu. “Menelan” mengandung arti “membinasakan
pengaruh atau meniadakan kesan
yang ditimbulkan oleh sesuatu.”
Kehinaan yang Menimpa Fir’aun dan
Para Pembesarnya
Ayat
فَغُلِبُوۡا ہُنَالِکَ وَ انۡقَلَبُوۡا
صٰغِرِیۡنَ -- “Lalu mereka
dikalahkan di situ dan kembalilah
mereka dalam keadaan terhina”
agaknya mengisyaratkan kepada Fir’aun dan pemuka-pemukanya -- dan
bukan kepada tukang-tukang sihir.
Adapun ihwal tukang-tukang sihir
diterangkan di dalam ayat berikutnya.
Kata “terhina” tidak boleh
ditujukan kepada orang-orang yang
memperlihatkan rasa hormat demikian
rupa terhadap kebenaran sehingga
menerima kebenaran itu tanpa menanti keputusan Fir’aun atas hal itu. Artinya ialah, mereka
(Fir’aun dan pemuka-pemukanya) yang beberapa saat sebelumnya telah datang ke tempat pertarungan dengan sikap sombong lagi angkuh dan merasa yakin
akan menang, sekarang mereka pulang
dengan perasaan terhina dan kecewa.
Kekalahan tukang-tukang sihir itu begitu telaknya
sehingga nampaknya seolah-olah suatu kekuatan
tersembunyi telah melenyapkan landasan
tempat kaki mereka berpijak. Mereka tersungkur
dan bersujud di atas lantai dalam sikap ibadah dan merendahkan diri di hadapan
Allah Swt., itulah makna ayat وَ اُلۡقِیَ السَّحَرَۃُ
سٰجِدِیۡنَ ۚۖ -- “Dan tukang-tukang
sihir itu jatuh bersujud. قَالُوۡۤا اٰمَنَّا
بِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ -- Mereka berkata: “Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, رَبِّ
مُوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ -- Rabb (Tuhan) Musa dan Harun.”
Menyaksikan peristiwa
yang sama sekali tidak diduga tersebut Fir’aun memuntahkan kemurkaaannya kepada tukang-tukang
sihir tersebut, firman-Nya:
قَالَ فِرۡعَوۡنُ اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ لَکُمۡ ۚ اِنَّ ہٰذَا
لَمَکۡرٌ مَّکَرۡتُمُوۡہُ فِی
الۡمَدِیۡنَۃِ لِتُخۡرِجُوۡا
مِنۡہَاۤ اَہۡلَہَا ۚ فَسَوۡفَ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ لَاُقَطِّعَنَّ اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَرۡجُلَکُمۡ مِّنۡ
خِلَافٍ ثُمَّ لَاُصَلِّبَنَّکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾
Fir’aun
berkata: “Apakah kamu telah beriman
terhadapnya sebelum kamu aku beri
izin? Sesungguhnya ini
benar-benar makar yang kamu
telah merancangnya dalam kota supaya
kamu dapat mengusir penduduknya dari kota maka kamu segera akan mengetahui akibatnya.
Niscaya aku akan memotong tangan kamu dan kaki kamu karena pembangkangan
kamu, kemudian niscaya aku
akan menyalib kamu semuanya.” (Al-A’rāf
[7]:118-126).
Perkataan Fir’aun: اٰمَنۡتُمۡ بِہٖ قَبۡلَ اَنۡ اٰذَنَ
لَکُمۡ -- “Apakah
kamu telah beriman terhadapnya sebelum kamu
aku beri izin?” benar-benar merupakan ucapan
yang sangat takabbur karena ia telah mengklaim bahwa masalah beriman
dan tidak berimannya orang-orang kepada Tuhan yang disembah Nabi
Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. harus terlebih dulu mendapat izin darinya (QS.20:72; QS.26:50), sebab Fir’aun
menganggap dirinya sebagai “tuhan
sembahan” (QS.26:30; QS.28:39), bahkan Fir’aun
dengan takabbur menganggap
dirinya “Tuhan yang Maha tinggi” QS.79:25.
Oleh karena itu ketika Fir’aun dengan takabbur memerintahkan kepada Haman --
pemimpin para pendeta Mesir -- untuk membuat bangunan tinggi (menara) untuk
mengintai (melihat) keberadaan “Tuhan” yang disembah Nabi Musa a.s. dan Nabi
Harun a.s. (QS.40:37-38), maka Allah
Swt. telah membuat Fir’aun melihat keberadaan
dan kekuasaan “Tuhan” sembahan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. bukan di ketinggian langit melainkan di lautan
ketika ia akan mati tenggelam (QS.10:91-93). Demikianlah cara Allah Swt. menghinakan
orang-orang yang takabbur.
Kata-kata “penduduknya” dalam ucapan Fir’aun لِتُخۡرِجُوۡا مِنۡہَاۤ اَہۡلَہَا -- “supaya kamu dapat mengusir penduduknya dari kota” yang dimaksud adalah kaum Fir’aun sendiri, yang adalah bukan penduduk asli Mesir, tetapi telah merebut negeri itu dari penduduk
pribumi.
Keimanan yang Hakiki kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya Menumbuhkan Kejantanan
Hakiki
Ancaman
Fir’aun terhadap tukang-tukang sihir yang
dilandasi oleh rasa kecewa, rasa malu dan rasa terhina benar-benar menampakkan kemurkaannya
yang hebat, لَاُقَطِّعَنَّ اَیۡدِیَکُمۡ وَ اَرۡجُلَکُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ ثُمَّ
لَاُصَلِّبَنَّکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ -- “Niscaya aku akan memotong tangan kamu dan kaki kamu karena pembangkangan kamu, kemudian niscaya aku akan menyalib kamu semuanya.”
Walaupun penyaliban berarti kematian
yang penuh dengan kesakitan, hukuman penggal tangan dan kaki ditambahkan pula untuk membuat penganiayaan itu dirasakan lebih keras lagi dan kematiannya lebih hebat lagi pedihnya.
Secara sepintas lalu ayat ini menunjukkan bahwa di zaman Nabi Musa a.s. pun hukuman
mati dengan dipalangkan di atas kayu
salib itu sudah lazim dijalankan.
Dapat juga ayat tersebut diartikan
sebagai hukuman potong tangan dan kaki secara bersilangan. Kata nuqattilu adalah dalam bentuk kesangatan dan mengandung arti pembunuhan yang tidak mengenal belas kasihan dan melalui proses lamban dan berangsur-angsur.
Terhadap ancaman
mengerikan Fir’aun tersebut tukang-tulang
sihir itu --- yang sebelumnya
meminta upah kepada Fir’aun jika mereka unggul dalam pertandingan melawan Nabi Musa a.s. (QS.7:114-115;
QS.26:42-43) -- mereka benar-benar
memperlihatkan keberanian yang luar
biasa, firman-Nya:
قَالُوۡۤا اِنَّاۤ اِلٰی رَبِّنَا
مُنۡقَلِبُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ مَا تَنۡقِمُ
مِنَّاۤ اِلَّاۤ اَنۡ
اٰمَنَّا بِاٰیٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتۡنَا ؕ رَبَّنَاۤ اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ تَوَفَّنَا مُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾٪
Mereka
berkata: “Sesungguhnya Kami kepada Rabb (Tuhan) kamilah akan kembali. Dan
sekali-kali tidaklah engkau menuntut balas dari kami
melainkan karena kami telah beriman
kepada Tanda-tanda Rabb (Tuhan) kami tatkala Tanda-tanda itu datang kepada kami. Ya Rabb (Tuhan) kami, limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah
kami dalam keadaan berserah
diri.” (Al-A’rāf [7]:126-127).
Jadi, betapa
keimanan yang hakiki kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, telah membuat
para pengikut Rasul Allah benar-benar
menjadi para “laki-laki pemberani” yang siap mengalami kezaliman
dari para penentang Rasul Allah,
sebagaimana yang diperagakan oleh tukang-tukang
sihir tersebut.
“Seorang laki-laki” dari Keluarga Fir’aun “Yang
Datang Berlari-lari”
Dari Al-Quran diketahui, bahwa ketika Nabi Musa a.s. berdakwah kepada Fir’aun
dan para pembesarnya, ternyata di
kalangan keluarga Fir’aun pun ada “seorang laki-laki” pemberani yang tampil
membela Nabi Musa a.s. dan Nabi harun
a.s., firman-Nya:
وَ جَآءَ رَجُلٌ مِّنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ یَسۡعٰی ۫ قَالَ
یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ الۡمَلَاَ
یَاۡتَمِرُوۡنَ بِکَ لِیَقۡتُلُوۡکَ فَاخۡرُجۡ
اِنِّیۡ لَکَ مِنَ النّٰصِحِیۡنَ ﴿﴾ فَخَرَجَ مِنۡہَا
خَآئِفًا یَّتَرَقَّبُ ۫ قَالَ رَبِّ
نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ
﴿٪﴾
Dan seorang laki-laki datang dari bagian yang
jauh kota itu dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai Musa,
sesungguhnya pemuka-pemuka sedang
berunding mengenai diri engkau untuk membunuh
engkau maka keluarlah engkau, sesungguhnya aku bagi engkau termasuk orang-orang yang memberi nasihat yang
tulus.” Maka ia (Musa) keluar darinya dalam keadaan takut sambil waspada. Ia berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), selamatkanlah
aku dari kaum yang zalim.” (Al-Qashash
[28]:20-21).
“Laki-laki pemberani”
-- yang sebelumnya menyembunyikan keimanannya
kepada Nabi Musa a.s. tersebut -- tersebut telah tampil
membela Nabi Musa a.s. – bahkan
berdakwah -- di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya secara lantang,
firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا مُوۡسٰی بِاٰیٰتِنَا وَ سُلۡطٰنٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ۙ﴾ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
ہَامٰنَ وَ قَارُوۡنَ فَقَالُوۡا سٰحِرٌ کَذَّابٌ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ
بِالۡحَقِّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوا اقۡتُلُوۡۤا اَبۡنَآءَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا
مَعَہٗ وَ اسۡتَحۡیُوۡا نِسَآءَہُمۡ ؕ وَ مَا کَیۡدُ الۡکٰفِرِیۡنَ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ ﴿﴾ وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ
ذَرُوۡنِیۡۤ اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ
لۡیَدۡعُ رَبَّہٗ ۚ اِنِّیۡۤ
اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ
الۡفَسَادَ ﴿﴾ وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ
رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah mengutus Musa dengan Tanda-tanda
Kami dan dalil yang nyata, kepada Fir’aun,
Haman dan Qarun, lalu
mereka berkata: “Ia tukang sihir
dan pendusta besar!” Maka tatkala ia (Musa) datang kepada mereka dengan kebenaran dari
sisi Kami, mereka berkata: ”Bunuhlah
anak laki-laki mereka yang telah beriman beserta dia, dan biarkanlah hidup perempuan-perempuan mereka.”
Dan sekali-kali tidaklah tipu-daya orang-orang kafir itu kecuali sia-sia. Dan
Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku
membunuh Musa dan supaya dia menyeru
Rabb-nya (Tuhan-nya), sesungguhnya
aku takut bahwa ia akan meng-ubah agama
kamu atau menimbulkan kerusakan
di bumi.” Dan
Musa berkata: “Aku berlindung kepada Rabb-ku
(Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu dari setiap orang-orang yang sombong yang tidak beriman kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’mīn
[40]:24-28).
Tiap-tiap nabi Allah mempunyai Fir’aun,
Haman dan Qarunnya sendiri. Nama-nama itu masing-masing melambangkan
sifat kekuasaan, pejabat keagamaan, dan kekayaan harta, seperti halnya Haman
itu kepala pejabat keagamaan, dan Qarun itu seorang yang kaya raya di antara kaum bangsawan Fir’aun.
Kekuasaan politik tanpa batas, golongan
pejabat keagamaan yang berwatak suka
menjilat, dan nafsu kapitalisme
yang tidak terkendalikan merupakan tiga keburukan yang senantiasa menghambat dan menghentikan pertumbuhan politik, ekonomi, akhlak, dan ruhani suatu bangsa, dan tentunya terhadap musuh-musuh manusia itulah para Pembaharu Suci – yakni para Rasul Allah -- telah melancarkan perang sengit di sepanjang zaman.
Pembelaan “Seorang Laki-laki”
Pemberani dari Keluarga Fir’aun
Itulah sebabnya para Rasul Allah dan para pengikut mereka di setiap zaman mendapat penentangan
hebat dari pihak-pihak yang dalam
Al-Quran dilambangkan oleh Fir’aun, Haman dan Qarun tersebut. Dan dalam
menghadapi perlawanan hebat ketiga pihak yang bersekutu tersebut para Rasul Allah hanya meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah Swt. saja, Tuhan seluruh alam yang telah mengutus mereka.
Allah Swt.
merupakan tempat berlindung terakhir bagi para nabi Allah dan para pilihan
Tuhan. Mereka menutup pintu-Nya bila mereka melihat kegelapan di sekitar mereka dan bila kekuatan-kekuatan kejahatan bertekad melenyapkan kebenaran yang dianjurkan dan disebarkan
mereka. Itulah makna ayat وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ
بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ
الۡحِسَابِ – “Dan Musa berkata: “Aku berlindung kepada Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman kepada Hari
Perhitungan”.
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
mengemukakan “seorang laki-laki pemberani”
dari kalangan keluarga Fir’aun -- yang
sebelumnya “menyembunyikan keimanannya” kepada Nabi Musa a.s. -- ia dengan berani tampil membela kebenaran
da’wah Nabi Musa a.s. yang disampaikan kepada Fir’aun dengan dalil-dalil (argumentasi) yang sangat akurat, firman-Nya:
وَ قَالَ رَجُلٌ مُّؤۡمِنٌ ٭ۖ مِّنۡ
اٰلِ فِرۡعَوۡنَ یَکۡتُمُ
اِیۡمَانَہٗۤ اَتَقۡتُلُوۡنَ
رَجُلًا اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ
وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ
رَّبِّکُمۡ ؕ وَ اِنۡ یَّکُ کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ
صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ
الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ کَذَّابٌ ﴿﴾
Dan berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya, “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki
karena ia mengatakan: “Rabb-ku (Tuhan-ku)
adalah Allah, padahal
ia telah da-tang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Rabb (Tuhan) kamu? Dan jika ia seorang pendusta maka atas
dialah kedustaannya, dan jika ia
benar maka akan menimpa kamu
sebagian dari apa yang diancamkannya
kepada kamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa
yang melampaui batas dan pembohong besar.” (Al-Mu’mīn [40]:29).
Orang
beriman yang menyembunyikan
imannya -- untuk menampakkannya
pada kesempatan yang cocok dengan cara
yang tegas dan berani dalam menyatakan imannya dan berbicara kepada
kaum Fir’aun -- menunjukkan bahwa penyembunyian imannya itu tidaklah disebabkan
oleh perasaan takut.
Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 Januari 2014
Maa syaa Allah merupakan khajana ilmu Abah Ki lalang buana jaza kumullah ahsanal jaza
BalasHapus