بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 359
Peringatan Terakhir
Bagi Orang-orang yang “Indera-Ruhaninya” Lumpuh adalah Lecutan “Cemeti Azab Ilahi” & Nubuatan Kejatuhan dan Kebangkitan Umat Islam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai Huruf lam (lā) di awal ayat ini
adalah lam ‘aqibat yang
menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak
ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya
menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai kehidupan kebanyakan ins
(manusia) dan jin, yakni
kebenayakan mereka menjadi penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ
لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ
بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menjadikan untuk penghuni Jahannam
banyak di antara jin dan manusia, لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا -- mereka memiliki hati tetapi mereka tidak
mengerti dengannya, وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا -- dan mereka
memiliki mata tetapi mereka tidak melihat dengannya, وَ لَہُمۡ
اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا -- dan mereka memiliki telinga tetapi
mereka tidak mendengar dengannya, اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ -- mereka
itu seperti
binatang ternak, بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ -- bahkan mereka lebih sesat. اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ -- mereka
itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’rāf
[7]:180).
Kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar suatu kaum. Dari cara mereka menjalani hidup
mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan nampak seolah-olah mereka telah diciptakan
untuk masuk neraka atau untuk menjadi
penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ
وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa
telah mendapat petunjuk maka
sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah
dirinya, dan barangsiapa
sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan
atas dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ
رَسُوۡلًا -- Dan Kami
tidak pernah menimpakan azab hingga
Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا -- Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu
kota, Kami terlebih
dahulu memerintahkan warganya yang
hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, فَحَقَّ
عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا -- maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi genap, فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا -- lalu Kami menghancur-leburkannya. وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ -- dan betapa
banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا -- dan cukuplah Rabb
(Tuhan) engkau Maha Mengetahui, Maha
Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).
Manusia Sebagai Perancang
“Nasibnya” Sendiri
Jadi, terjadinya berbagai bentuk azab
Ilahi bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan
timbul dari dalam diri manusia
sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan
neraka dan ganjaran-ganjaran surga
akan hanya merupakan sekian banyak perwujudan
dan penjelmaan perbuatan manusia —
baik atau buruk — yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini.
Dengan demikian dalam kehidupan ini manusia
menjadi perancang nasibnya sendiri,
dan seolah-olah pada kehidupan yang
akan datang (di akhirat) ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum
terhadap dirinya sendiri, firman-Nya:
ذٰلِکَ بِمَا
قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ
لَیۡسَ بِظَلَّامٍ لِّلۡعَبِیۡدِ ﴿ۙ﴾ کَدَاۡبِ اٰلِ
فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ؕ کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
قَوِیٌّ شَدِیۡدُ
الۡعِقَابِ ﴿﴾ ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ
حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ
سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Azab itu disebabkan
oleh apa yang telah didahulukan oleh tangan kamu dan Allah
sesungguhnya sekali-kali tidak zalim
terhadap hamba-hamba-Nya Seperti keadaan kaum
Fir’aun dan orang-orang sebelum
mereka. Mereka kafir terhadap
Tanda-tanda Allah maka Allah
menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha keras dalam menghukum. ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ -- Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah
mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ -- hingga mereka
mengubah ke-adaan diri mereka sendiri,
وَ اَنَّ
اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ --
dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:52-54). Lihat pula QS.13:12.
Ayat 54
mengemukakan satu Sunnatullāh (Hukum Allah yang lazim), bahwa Allah Swt. tidak akan mengambil kembali suatu nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya
kepada suatu kaum, selama belum ada perubahan memburuk dalam keadaan mereka
sendiri.
Dalam
generasi kita sendiri di Akhir Zaman
ini, dunia telah menyaksikan wabah-wabah penyakit, kelaparan-kelaparan,
peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka besar lainnya, yang serupa
itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya.
Sesuai dengan SunnatulLah, sebelum
malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah
selayaknya Allah Swt. terlebih dulu membangkitkan seorang pemberi peringatan: وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ
رَسُوۡلًا -- Dan Kami
tidak pernah menimpakan azab hingga
Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul” (Bani
Israil [17]:16).
Dengan
kata qaryah (kota) dalam ayat selanjutnya (QS.17:17) dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang
berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain, seakan-akan
ibu kota tersebut mewakili penduduk seluruh negeri.
Cemeti
Azab Ilahi Penghancur Ketakaburan
Jadi, bagi orang-orang yang indera-indera ruhaninya
telah rusak seperti itu peringatan bagi mereka itu tidak lagi kata-kata melainkan tongkat
pemukul berupa “cemeti azab Ilahi”, sebagaimana yang dilakukan para pengembala ternak, apabila ternak
gembalaannya sudah tidak dapat lagi diatur
melalui “seruan”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
وَ الۡفَجۡرِ ۙ﴿﴾ وَ لَیَالٍ
عَشۡرٍ ۙ﴿﴾ وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ ۙ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ
اِذَا یَسۡرِ ۚ﴿﴾ ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ
قَسَمٌ لِّذِیۡ حِجۡرٍ ؕ﴿﴾ اَلَمۡ تَرَ
کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ بِعَادٍ
۪ۙ﴿﴾ اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾ الَّتِیۡ لَمۡ
یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ ثَمُوۡدَ
الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ فِرۡعَوۡنَ
ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾ الَّذِیۡنَ طَغَوۡا
فِی الۡبِلَادِ ﴿۪ۙ﴾ فَاَکۡثَرُوۡا
فِیۡہَا الۡفَسَادَ ﴿۪ۙ﴾ فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ
رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ ﴿ۚۙ﴾ اِنَّ رَبَّکَ
لَبِالۡمِرۡصَادِ ﴿ؕ﴾
Aku baca
adengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Demi fajar, dan
sepuluh malam, dan yang genap
serta yang ganjil, dan malam
itu ketika ia berlalu.
ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ لِّذِیۡ حِجۡرٍ -- Tidakkah dalam hal itu ada sumpah bagi orang berakal? اَلَمۡ
تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ بِعَادٍ -- Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau
telah berbuat terhadap kaum ‘Ād? اِرَمَ ذَاتِ
الۡعِمَادِ -- juga
suku Iram, pemilik gedung-gedung yang megah itu? الَّتِیۡ لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ -- yang seperti itu tidak pernah diciptakan di negeri-negeri
lain. وَ ثَمُوۡدَ الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ -- dan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu, وَ
فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ -- dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak yakni lasykar
yang banyak. الَّذِیۡنَ طَغَوۡا
فِی الۡبِلَادِ -- yang berlaku sewenang-wenang (melampaui
batas) dalam negeri-negeri itu,
فَاَکۡثَرُوۡا
فِیۡہَا الۡفَسَادَ -- lalu banyak melakukan kerusakan dalam negeri-negeri itu? فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ
عَذَابٍ -- Maka Rabb
(Tuhan) engkau menimpakan atas mereka
cambuk azab, اِنَّ رَبَّکَ
لَبِالۡمِرۡصَادِ -- sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar
mengawasi (mengintai) (Al-Fajr [98]:1-15).
Dalam firman-Nya tersebut Allah Swt. memperingatkan
kaum kafir Quraisy mengenai “cemeti azab Ilahi” yang pasti akan menimpa
mereka, sebagaimana telah menimpa kaum-kaum purbakala sebelumnya, yang
dalam segala seginya keadaan duniawi mereka itu jauh lebih unggul dari
pada kaum Quraisy Mekkah Pimpinan Abu
Jahal yang senantiasa menentang Nabi Besar Muhammad saw. secara zalim.
Makna Berbagai Sumpah Allah Swt.:
“Sepuluh Malam”
“Fajar” dalam
ayat وَ الۡفَجۡرِ -- ”demi fajar” dapat diartikan hijrah Nabi
Besar Muhammad saw. ke
Medinah yang mengakhiri malam kelam
derita aniaya di Mekkah. “Fajar” itu dapat pula berarti diutusnya Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman (QS.61:3-5) -- setelah umat Islam mengalami masa kegelapan akhlak dan ruhani selama 1000 tahun (QS.17:86-89; QS.32:6)
selepas abad masa kejayaan umat Islam yang pertama
selama 3 abad -- yang akan membawa amanat pengharapan dan berarti kedatangan suatu hari-depan yang gemilang bagi
orang-orang Islam (QS.24:56; QS.61:10).
Makna “sepuluh malam” dalam ayat
وَ
لَیَالٍ عَشۡرٍ -- “dan sepuluh malam” dapat
menggambarkan masa kegelapan meliputi
sepuluh tahun akhir yang dipenuhi derita aniaya hebat, yang pernah dialami
oleh orang-orang Islam di Mekkah, atau menggambarkan 10 abad kemunduran dan kemerosotan (QS.32:6) sebelum diutusnya Al-Masih Mau’ud a.s., yang
dengan itu akan mengakhiri masa kegelapan
– kemunduran ruhani dan politik umat Islam – dan yang akan
mengumandangkan fajar hari-depan Islam itu
tersirat pula di tempat lain dalam Al-Quran, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ
﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu
akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu
tahun dari apa yang kamu hitung.
(As-Sajdah
[32]:6).
Ayat
ini menunjuk kepada suatu pancaroba
sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam
(umat Islam) dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan
melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.:
“Abad terbaik ialah abad di kala aku
hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
Islam
(umat Islam) mulai mundur sesudah 3 abad
pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada henti-hentinya.
Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya berlangsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000
tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ
فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ -- “Kemudian perintah itu akan naik
kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam
hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. –
sehubungan diwahyukan-Nya Surah Al-Jumu’ah
ayat 3-4 -- diriwayatkan pernah bersabda
bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seseorang dari
keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s..
dalam abad ke-14 sesudah Hijrah,
laju kemerosotan umat Islam telah terhenti dan kebangkitan
Islam kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak
me-nyukai. (Ash-Shaff [61]:10).
Kebanyakan ahli
tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih
Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau a.a.
– yakni di Akhir Zaman saat ini -- semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Kembali kepada ayat وَ لَیَالٍ عَشۡرٍ -- “dan sepuluh malam”
yakni sepuluh abad
atau 1000 tahun kemerosotan akhlak
orang-orang Islam ini datang sesudah jangka waktu 3 abad zaman keemasan – kejayaan dan keagungan mereka, yang telah
disebut tiga abad Islam terbaik oleh Nabi Besar Muhammad saw. (Bukhari, Kitab al-Riqaq) telah lewat.
Kemunduran Islam mulai menjelang ketika memasuki akhir abad ketiga hijrah, tatkala di satu
pihak seorang khalifah Bani Umayah
dari Spanyol menandatangani persetujuan
dengan Paus, bantu-membantu melawan kerajaan Bani Abbasiyah dari Baghdad, dan di pihak lain khalifah dari Baghdad mengadakan perjanjian persahabatan dengan kaisar Romawi melawan khalifah Bani Umayah dari Spanyol.
Makna “Yang Genap dan yang Ganjil”
& “Fana fir-Rasul” (Manunggal dengan Rasulullah Saw.)
Melanjutkan bahasa tamsil itu makna kata kata asy-syaf
(yang genap) dalam ayat وَّ
الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ -- “dan yang genap serta yang ganjil”
dapat mengisyaratkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw. dan Abu Bakar Shiddiq r.a. – sahabat beliau saw. yang setia.
Keduanya membuat angka genap, dan Allah Yang menyertai mereka dalam saat percobaan
adalah al-watr (yang ganjil) – terutama ketika keduanya bersembunyi
dalam gua Tsaur pada saat hijrah ke Medinah (QS.9:40). Kepada
angka “genap dan ganjil” ini terdapat pula penunjukan yang jelas dalam QS.9:40,
firman-Nya:
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ
فَقَدۡ نَصَرَہُ اللّٰہُ اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی
الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ
لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ
اِنَّ اللّٰہَ
مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ
اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ
اللّٰہُ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka sungguh
Allah telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya
berada dalam gua, lalu ia berkata kepada temannya: لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ
مَعَنَا -- “Janganlah
engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu Allah
menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya
dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya, dan Dia
menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allāh itulah yang tertinggi,
dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taubah [9]:40).
Atau, ayat وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ -- “dan
yang genap serta yang ganjil” dapat mengisyaratkan kepada
Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih Mau’ud a.s. (QS.62:3-4), sebab
keduanya dapat dianggap membentuk angka genap sedangkan Allah Swt. sebagai angka
ganjil.
Atau juga makna ayat وَّ
الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ -- “yang
genap dan yang ganjil” itu dapat berarti bahwa sekalipun Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih
Mau’ud a.s. secara jasmani
merupakan itu
dua pribadi terpisah, namun karena Al-Masih Mau’ud a.s. begitu larut sirna (fana) dalam pribadi
Nabi Besar Muhammad saw. (fana firrasul).
sehingga seolah-olah keduanya telah
menjadi satu atau manunggal dengan beliau saw..
Makna “malam” dalam ayat وَ
الَّیۡلِ اِذَا یَسۡرِ -- “dan malam apabila berlalu” dapat juga
menggambarkan tahun pertama hijrah di Madinah, yang menampakkan tiada redanya kecemasan Nabi Besar Muhammad saw.., Sebab meskipun
sesudah hijrah ke Medinah “fajar” telah menyingsing bagi orang-orang Islam, namun mereka masih belum sama
sekali keluar dari hutan belukar
penderitaan, mereka harus menghadapi kesulitan-kesulitan
semalam lagi, yaitu satu tahun kesusahan lagi sesudah lepas dari Pertempuran Badar ketika kaum Quraisy mengalami kekalahan yang meremuk-redamkan,
sehingga nubuatan Nabi Yesaya (Yesaya 21:16) menjadi sempurna
secara harfiah; “Karena demikian inilah
firman Tuhan kepadaku: Lagi setahun seperti setahun orang upahan, maka habislah
binasa segala kemuliaan Kedar itu.”
“Cemeti Azab Ilahi” yang Menimpa Kaum-kaum Purbakala
Setelah mengemukakan berbagai “sumpah” tersebut selanjutnya Allah Swt.
berfirman ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ لِّذِیۡ
حِجۡرٍ
-- Tidakkah dalam hal itu ada sumpah bagi orang berakal?”
Kemudian Allah Swt. berfirman
mengenai kaum-kaum purbakala yang diazab Allah Swt. akibat kedurhakaan
kepada Allah Swt. dan Rasul-rasul Allah
yang diutus kepada mereka masing-masing:
اَلَمۡ
تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ بِعَادٍ ۪ۙ﴿﴾ اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾ الَّتِیۡ لَمۡ
یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ ثَمُوۡدَ
الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾ وَ فِرۡعَوۡنَ
ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾ الَّذِیۡنَ طَغَوۡا
فِی الۡبِلَادِ ﴿۪ۙ﴾ فَاَکۡثَرُوۡا
فِیۡہَا الۡفَسَادَ ﴿۪ۙ﴾ فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ
رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ ﴿ۚۙ﴾ اِنَّ رَبَّکَ
لَبِالۡمِرۡصَادِ ﴿ؕ﴾
اَلَمۡ
تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ بِعَادٍ -- Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau
telah berbuat terhadap kaum ‘Ād? اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ -- juga suku Iram, pemilik gedung-gedung
yang megah itu? الَّتِیۡ لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا
فِی الۡبِلَادِ -- yang seperti itu
tidak pernah diciptakan di negeri-negeri lain. وَ ثَمُوۡدَ الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ -- dan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu, وَ
فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ -- dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak yakni lasykar
yang banyak. الَّذِیۡنَ طَغَوۡا
فِی الۡبِلَادِ -- yang berlaku sewenang-wenang (melampaui
batas) dalam negeri-negeri itu,
فَاَکۡثَرُوۡا
فِیۡہَا الۡفَسَادَ -- lalu banyak melakukan kerusakan dalam negeri-negeri itu? فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ
عَذَابٍ -- Maka Rabb
(Tuhan) engkau menimpakan atas mereka
cambuk azab, اِنَّ رَبَّکَ
لَبِالۡمِرۡصَادِ -- sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar
mengawasi (mengintai) (Al-Fajr [98]:5-15).
Kaum ‘Ād itu suatu kaum yang sangat berkuasa
di zaman mereka. Mereka mengungguli bangsa-bangsa sezaman dengan mereka, dalam
sarana-sarana dan sumber-sumber daya kebendaan. Demikian pula halnya dengan kaum-kaum purbakala yang disebut secara
berurutan, lalu Allah Swt. berfirman: فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ
عَذَابٍ
-- Maka Rabb (Tuhan) engkau menimpakan
atas mereka cambuk azab.” Sauth berarti: cemeti; cambuk; kehebatan (Lexicon Lane).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 2
November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar