Selasa, 18 November 2014

Peringatan Terakhir Bagi Orang-orang yang "Indera-indera Ruhaninya" Lumpuh adalah Lecutan "Azab Ilahi" & Nubuatan Kejatuhan dan Kebangkitan Umat Islam



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   359

Peringatan Terakhir  Bagi Orang-orang yang “Indera-Ruhaninya” Lumpuh adalah Lecutan “Cemeti Azab Ilahi” & Nubuatan Kejatuhan dan Kebangkitan Umat Islam  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian   Bab sebelumnya  telah dijelaskan    mengenai   Huruf lam (lā) di awal ayat ini adalah  lam ‘aqibat yang menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai kehidupan kebanyakan ins (manusia) dan jin, yakni kebenayakan mereka menjadi penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾

Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  menjadikan  untuk penghuni  Jahannam banyak di antara jin dan manusia, لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا  --   mereka memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti dengannya,    وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا  -- dan mereka  memiliki   mata tetapi  mereka tidak melihat dengannya,  وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا  -- dan mereka memiliki telinga  tetapi mereka tidak mendengar dengannya, اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ  --  mereka itu  seperti binatang ternak,  بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ -- bahkan mereka lebih sesat. اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ   -- mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’rāf [7]:180).
  Kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar suatu kaum. Dari cara mereka menjalani hidup mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan nampak seolah-olah mereka telah diciptakan untuk masuk neraka atau untuk menjadi penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾  وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾  وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya,  dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya,  dan  tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  --     Dan  Kami tidak pernah menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا  --  Dan  apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota,  Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya,  فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا -- maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi genap, فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا  --  lalu Kami menghancur-leburkannya. وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ  --  dan  betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا -- dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau Maha Mengetahui,  Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).

Manusia  Sebagai Perancang “Nasibnya” Sendiri

        Jadi, terjadinya berbagai  bentuk azab Ilahi  bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan timbul dari dalam diri manusia sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan neraka dan ganjaran-ganjaran surga akan hanya merupakan sekian banyak perwujudan dan penjelmaan perbuatan manusia — baik atau buruk — yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini.
    Dengan demikian dalam kehidupan ini manusia menjadi perancang nasibnya sendiri, dan seolah-olah pada kehidupan yang akan datang (di akhirat) ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum terhadap dirinya sendiri, firman-Nya:
ذٰلِکَ بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ لَیۡسَ  بِظَلَّامٍ   لِّلۡعَبِیۡدِ ﴿ۙ﴾  کَدَاۡبِ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ؕ  کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ  فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ  بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾  ذٰلِکَ بِاَنَّ  اللّٰہَ  لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا  نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ ۙ وَ اَنَّ  اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Azab itu  disebabkan oleh apa yang telah didahulukan oleh tangan kamu dan  Allah sesungguhnya sekali-kali tidak zalim  terhadap hamba-hamba-Nya  Seperti keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang sebelum mereka. Mereka kafir terhadap Tanda-tanda Allah maka Allah menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, sesungguhnya Allah Mahakuat,  Maha keras dalam menghukum.  ذٰلِکَ بِاَنَّ  اللّٰہَ  لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا  نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ   --   Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya  Allah tidak   pernah  mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ   --   hingga mereka mengubah ke-adaan diri mereka sendiri,  وَ اَنَّ  اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ     --   dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:52-54). Lihat pula QS.13:12.
        Ayat 54  mengemukakan satu Sunnatullāh (Hukum Allah  yang lazim), bahwa Allah Swt.  tidak akan mengambil kembali suatu nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya kepada suatu kaum, selama belum ada perubahan memburuk dalam keadaan mereka sendiri.
      Dalam generasi kita sendiri di Akhir Zaman ini,  dunia telah menyaksikan wabah-wabah penyakit,  kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka besar lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya.
   Sesuai dengan SunnatulLah, sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allah Swt. terlebih dulu membangkitkan seorang pemberi peringatan:  وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا  --    Dan Kami tidak pernah menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul” (Bani Israil [17]:16).
  Dengan kata qaryah (kota) dalam ayat selanjutnya (QS.17:17)  dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain, seakan-akan ibu kota tersebut mewakili  penduduk seluruh negeri.

Cemeti Azab Ilahi  Penghancur Ketakaburan

       Jadi,  bagi orang-orang yang indera-indera ruhaninya  telah rusak seperti itu peringatan bagi mereka itu tidak lagi kata-kata  melainkan tongkat pemukul berupa “cemeti azab Ilahi”,  sebagaimana yang  dilakukan para pengembala ternak, apabila ternak gembalaannya sudah tidak dapat lagi diatur melalui “seruan”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ  الۡفَجۡرِ ۙ﴿﴾  وَ  لَیَالٍ عَشۡرٍ ۙ﴿﴾  وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ ۙ﴿﴾  وَ الَّیۡلِ  اِذَا یَسۡرِ ۚ﴿﴾  ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ  لِّذِیۡ حِجۡرٍ ؕ﴿﴾ اَلَمۡ  تَرَ  کَیۡفَ فَعَلَ  رَبُّکَ بِعَادٍ ۪ۙ﴿﴾  اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾  الَّتِیۡ  لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ ثَمُوۡدَ  الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ  فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾  الَّذِیۡنَ طَغَوۡا فِی الۡبِلَادِ ﴿۪ۙ﴾  فَاَکۡثَرُوۡا فِیۡہَا الۡفَسَادَ ﴿۪ۙ﴾  فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ ﴿ۚۙ﴾  اِنَّ رَبَّکَ لَبِالۡمِرۡصَادِ ﴿ؕ﴾
Aku baca adengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi fajar,   dan sepuluh malam,  dan yang genap serta yang ganjil,  dan malam itu ketika ia berlalu.   ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ  لِّذِیۡ حِجۡرٍ --  Tidakkah dalam hal itu ada sumpah bagi orang berakal? اَلَمۡ  تَرَ  کَیۡفَ فَعَلَ  رَبُّکَ بِعَادٍ --  Tidakkah engkau   memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau telah berbuat terhadap kaum ‘Ād? اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ --  juga suku Iram, pemilik gedung-gedung yang megah itu? الَّتِیۡ  لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ -- yang seperti itu tidak pernah diciptakan  di negeri-negeri lain.  وَ ثَمُوۡدَ  الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ -- dan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu, وَ  فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ --   dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak yakni lasykar yang banyak.  الَّذِیۡنَ طَغَوۡا فِی الۡبِلَادِ --  yang berlaku sewenang-wenang (melampaui batas) dalam negeri-negeri itu, فَاَکۡثَرُوۡا فِیۡہَا الۡفَسَادَ  --  lalu  banyak melakukan   kerusakan dalam negeri-negeri itu?  فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ  --  Maka Rabb (Tuhan) engkau menimpakan atas mereka cambuk azab,  اِنَّ رَبَّکَ لَبِالۡمِرۡصَادِ  -- sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar  mengawasi (mengintai) (Al-Fajr [98]:1-15).
   Dalam firman-Nya tersebut Allah Swt. memperingatkan kaum kafir Quraisy mengenai “cemeti azab Ilahi” yang pasti akan menimpa mereka, sebagaimana telah menimpa kaum-kaum purbakala sebelumnya, yang dalam segala seginya keadaan duniawi mereka itu jauh lebih unggul dari pada  kaum Quraisy Mekkah Pimpinan Abu Jahal yang senantiasa menentang Nabi Besar Muhammad saw. secara zalim.

Makna  Berbagai Sumpah  Allah Swt.:  Sepuluh Malam

  “Fajar” dalam ayat وَ  الۡفَجۡرِ  -- ”demi fajar” dapat diartikan hijrah  Nabi Besar Muhammad saw.  ke Medinah yang mengakhiri malam kelam derita aniaya di Mekkah. “Fajar” itu dapat pula berarti diutusnya  Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman (QS.61:3-5)  -- setelah umat  Islam mengalami masa kegelapan akhlak dan ruhani selama 1000 tahun (QS.17:86-89; QS.32:6) selepas  abad masa kejayaan umat Islam yang pertama  selama 3 abad --    yang akan membawa amanat pengharapan dan berarti kedatangan suatu hari-depan yang gemilang bagi orang-orang Islam   (QS.24:56; QS.61:10).  
  Makna   “sepuluh malam”  dalam ayat  وَ  لَیَالٍ عَشۡرٍ   --  dan sepuluh malamdapat menggambarkan masa kegelapan meliputi sepuluh tahun akhir yang dipenuhi derita aniaya hebat, yang pernah dialami oleh orang-orang Islam di Mekkah, atau menggambarkan 10 abad kemunduran dan kemerosotan  (QS.32:6) sebelum diutusnya  Al-Masih Mau’ud a.s., yang dengan itu akan mengakhiri masa kegelapankemunduran ruhani dan politik umat Islam – dan yang akan mengumandangkan fajar hari-depan Islam itu tersirat pula di tempat lain dalam Al-Quran, firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [32]:6).
      Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam (umat Islam) dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.
     Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
      Islam (umat Islam) mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya berlangsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata:  ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ     -- “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw.    – sehubungan diwahyukan-Nya Surah Al-Jumu’ah ayat 3-4  -- diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan  Al-Masih Mau’ud a.s.. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotan  umat Islam telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak me-nyukai. (Ash-Shaff [61]:10).
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.),  sebab di zaman beliau a.a. – yakni di Akhir Zaman saat ini -- semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
    Kembali kepada ayat   وَ  لَیَالٍ عَشۡرٍ   --  dan sepuluh malam  yakni sepuluh abad atau 1000 tahun kemerosotan akhlak orang-orang Islam ini datang sesudah jangka waktu 3 abad zaman keemasan – kejayaan dan keagungan mereka, yang telah disebut tiga abad Islam terbaik oleh  Nabi Besar Muhammad saw. (Bukhari, Kitab al-Riqaq) telah lewat.
    Kemunduran Islam mulai menjelang ketika memasuki akhir abad ketiga hijrah, tatkala di satu pihak seorang khalifah Bani Umayah dari Spanyol menandatangani persetujuan dengan Paus, bantu-membantu melawan kerajaan Bani Abbasiyah dari Baghdad, dan di pihak lain khalifah dari Baghdad mengadakan perjanjian persahabatan dengan kaisar Romawi melawan khalifah Bani Umayah dari Spanyol.

Makna “Yang Genap dan yang Ganjil” & “Fana fir-Rasul” (Manunggal dengan Rasulullah Saw.)

  Melanjutkan bahasa tamsil itu  makna kata kata asy-syaf (yang genap) dalam ayat   وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ --  dan yang genap serta yang ganjil” dapat mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  dan   Abu Bakar Shiddiq r.a.  – sahabat beliau saw. yang setia. Keduanya membuat angka genap, dan Allah Yang menyertai mereka dalam saat percobaan adalah al-watr (yang ganjil) – terutama ketika keduanya bersembunyi dalam gua Tsaur  pada saat hijrah ke Medinah (QS.9:40). Kepada angka “genap dan ganjil” ini terdapat pula penunjukan yang jelas dalam QS.9:40, firman-Nya:
اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ فَقَدۡ  نَصَرَہُ  اللّٰہُ  اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ  بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ  اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ اللّٰہُ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ  ﴿﴾
Jika kamu tidak menolongnya maka  sungguh Allah  telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia berkata kepada temannya:  لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا  --  Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu  Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya  dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya,  dan Dia menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allāh itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taubah [9]:40).
  Atau, ayat وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ --  dan yang genap serta yang ganjil” dapat mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih Mau’ud a.s. (QS.62:3-4), sebab keduanya   dapat dianggap membentuk angka genap sedangkan Allah Swt.  sebagai angka ganjil.
Atau juga makna ayat وَّ الشَّفۡعِ وَ الۡوَتۡرِ   -- “yang genap dan yang ganjil” itu dapat berarti bahwa sekalipun  Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih Mau’ud a.s.  secara jasmani  merupakan   itu dua pribadi terpisah, namun  karena  Al-Masih Mau’ud a.s.  begitu larut sirna (fana)  dalam pribadi Nabi Besar Muhammad saw. (fana firrasul). sehingga seolah-olah keduanya telah menjadi satu  atau  manunggal  dengan beliau saw..
     Makna  “malam” dalam ayat  وَ الَّیۡلِ  اِذَا یَسۡرِ  -- “dan malam apabila berlalu” dapat juga menggambarkan tahun pertama hijrah  di Madinah, yang menampakkan tiada redanya kecemasan  Nabi Besar Muhammad saw.., Sebab meskipun sesudah hijrah ke Medinah “fajar” telah menyingsing bagi orang-orang Islam, namun mereka masih belum sama sekali keluar dari hutan belukar penderitaan, mereka harus menghadapi kesulitan-kesulitan semalam lagi, yaitu  satu tahun kesusahan lagi sesudah lepas dari Pertempuran Badar ketika kaum Quraisy mengalami kekalahan yang meremuk-redamkan, sehingga nubuatan Nabi Yesaya (Yesaya 21:16) menjadi sempurna secara harfiah; “Karena demikian inilah firman Tuhan kepadaku: Lagi setahun seperti setahun orang upahan, maka habislah binasa segala kemuliaan Kedar itu.”

Cemeti Azab Ilahi” yang Menimpa Kaum-kaum Purbakala

       Setelah mengemukakan berbagai “sumpah” tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman  ہَلۡ فِیۡ ذٰلِکَ قَسَمٌ  لِّذِیۡ حِجۡرٍ --  Tidakkah dalam hal itu ada sumpah bagi orang berakal?”  Kemudian Allah Swt. berfirman mengenai kaum-kaum purbakala yang diazab Allah Swt. akibat   kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul-rasul Allah yang diutus kepada mereka masing-masing:
اَلَمۡ  تَرَ  کَیۡفَ فَعَلَ  رَبُّکَ بِعَادٍ ۪ۙ﴿﴾  اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ ۪ۙ﴿﴾  الَّتِیۡ  لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ ثَمُوۡدَ  الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ ۪ۙ﴿﴾  وَ  فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ ﴿۪ۙ﴾  الَّذِیۡنَ طَغَوۡا فِی الۡبِلَادِ ﴿۪ۙ﴾  فَاَکۡثَرُوۡا فِیۡہَا الۡفَسَادَ ﴿۪ۙ﴾  فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ ﴿ۚۙ﴾  اِنَّ رَبَّکَ لَبِالۡمِرۡصَادِ ﴿ؕ﴾
  اَلَمۡ  تَرَ  کَیۡفَ فَعَلَ  رَبُّکَ بِعَادٍ --  Tidakkah engkau   memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau telah berbuat terhadap kaum ‘Ād? اِرَمَ ذَاتِ الۡعِمَادِ --  juga suku Iram, pemilik gedung-gedung yang megah itu? الَّتِیۡ  لَمۡ یُخۡلَقۡ مِثۡلُہَا فِی الۡبِلَادِ -- yang seperti itu tidak pernah diciptakan  di negeri-negeri lain.  وَ ثَمُوۡدَ  الَّذِیۡنَ جَابُوا الصَّخۡرَ بِالۡوَادِ -- dan kaum Tsamud yang memahat batu di lembah itu, وَ  فِرۡعَوۡنَ ذِی الۡاَوۡتَادِ --   dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak yakni lasykar yang banyak.  الَّذِیۡنَ طَغَوۡا فِی الۡبِلَادِ --  yang berlaku sewenang-wenang (melampaui batas) dalam negeri-negeri itu, فَاَکۡثَرُوۡا فِیۡہَا الۡفَسَادَ  --  lalu  banyak melakukan   kerusakan dalam negeri-negeri itu?  فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ  --  Maka Rabb (Tuhan) engkau menimpakan atas mereka cambuk azab,  اِنَّ رَبَّکَ لَبِالۡمِرۡصَادِ  -- sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau benar-benar  mengawasi (mengintai) (Al-Fajr [98]:5-15).
   Kaum ‘Ād itu suatu kaum yang sangat berkuasa di zaman mereka. Mereka mengungguli bangsa-bangsa sezaman dengan mereka, dalam sarana-sarana dan sumber-sumber daya kebendaan. Demikian pula halnya dengan kaum-kaum purbakala yang disebut secara berurutan, lalu Allah Swt. berfirman: فَصَبَّ عَلَیۡہِمۡ رَبُّکَ سَوۡطَ عَذَابٍ  --  Maka Rabb (Tuhan) engkau menimpakan atas mereka cambuk azab.”    Sauth berarti: cemeti; cambuk; kehebatan (Lexicon Lane).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                             ***
Pajajaran Anyar, 2 November    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar