بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 358
Kelumpuhan Indra-indra Ruhani & Hakikat Penyegelan Hati
Para Penentang Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai perumpamaan
para penentang Rasul Allah dan lecutan “Cemeti
Azab Ilahi” kepada orang-orang yang
indera-indera ruhaninya tidak berfungsi, seperti dikemukakan dalam
firman-Nya berikut ini:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ
الَّذِیۡ یَنۡعِقُ
بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً وَّ نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan perumpamaan keadaan orang-orang
kafir itu seperti seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar
kecuali hanya panggilan dan seruan belaka. Mereka
tuli, bisu, dan buta,
karena itu mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah
[2]:172).
Para rasul Allah – terutama Nabi
Besar Muhammad saw. -- menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada umat manusia, tetapi mereka yang mendustakan dan menentang Rasul
Allah -- yang merupakan Penyeru
dari Allah Swt. -- mereka itu mendengar
suara beliau saw. tetapi tidak
berusaha menangkap maknanya.
Orang-orang yang Indera-indera
Ruhaninya Lumpuh
Jadi, kata-kata (seruan) Nabi Besar Muhammad
saw. seolah-olah sampai kepada telinga
orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan
ruhani mereka menjadi sama sekali rusak
dan martabat mereka jatuh sampai ke
taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:45) yang hanya
mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya, berikut firman-Nya kepada Nabi
Besar Muhammad saw.:
وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّسۡتَمِعُوۡنَ اِلَیۡکَ ؕ اَفَاَنۡتَ تُسۡمِعُ
الصُّمَّ وَ لَوۡ کَانُوۡا لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّنۡظُرُ اِلَیۡکَ ؕ اَفَاَنۡتَ تَہۡدِی
الۡعُمۡیَ وَ لَوۡ کَانُوۡا لَا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan dari
antara mereka ada orang yang mendengarkan engkau, tetapi dapatkah engkau membuat orang-orang tuli mendengar, walau
pun mereka tidak dapat mengerti? Dan dari antara mereka ada orang yang memandang kepada engkau,
tetapi dapatkah engkau memberi petunjuk
orang-orang buta, walaupun mereka tidak melihat? (Yunus
[10]:43-44).
Orang-orang kafir -- yakni para penentang rasul
Allah -- tidak memiliki pengertian
dan daya pengamatan. Dalam ayat 34 selain
mereka disebut sebagai mahrum dari “daya mendengar” juga sebagai “kosong
dari pengertian” dan dalam ayat ini mereka itu disebut buta dan juga hampa dari
“daya pengamatan”. Mengisyaratkan
kepada kebutaan mata ruhani itu
pulalah firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ کَانَ فِیۡ ہٰذِہٖۤ اَعۡمٰی
فَہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ اَعۡمٰی وَ اَضَلُّ
سَبِیۡلًا ﴿﴾
Dan
barangsiapa buta di dunia ini
maka di akhirat pun ia akan buta juga dan bahkan mungkin lebih tersesat dari jalan. (Bani Israil [17]:73).
Mereka yang tidak
mempergunakan mata ruhani mereka
dengan cara yang wajar di dunia ini
akan tetap luput dari penglihatan ruhani
di dalam akhirat. Al-Quran menyebut
mereka “buta” yaitu yang tidak merenungkan Tanda-tanda Allah serta tidak memperoleh manfaat darinya
(QS.3:191-196), dan orang-orang
seperti itu di alam akhirat pun akan tetap dalam keadaan buta, sebagaimana firman-Nya:
وَ مَنۡ اَعۡرَضَ
عَنۡ ذِکۡرِیۡ فَاِنَّ لَہٗ مَعِیۡشَۃً ضَنۡکًا وَّ نَحۡشُرُہٗ یَوۡمَ
الۡقِیٰمَۃِ اَعۡمٰی ﴿ ﴾ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ بَصِیۡرًا ﴿ ﴾ قَالَ کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا
ۚ وَکَذٰلِکَ الۡیَوۡمَ
تُنۡسٰی ﴿ ﴾ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ
الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی
﴿ ﴾ اَفَلَمۡ
یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ
مَسٰکِنِہِمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ
لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی النُّہٰی ﴿ ﴾٪
Dan
barangsiapa berpaling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkit-kannya pada Hari Kiamat
dalam keadaan buta. Ia
berkata: "Ya Rabb-ku (Tuhanku),
mengapa Engkau membangkitkan aku dalam
keadaan buta, padahal sesung-guhnya
dahulu aku dapat melihat?” Dia berfirman: "Demikianlah telah datang kepada engkau Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya (mengabaikannya) dan demikian pula engkau dilupakan (diabaikan) pada hari ini. Dan demikianlah
Kami memberi balasan orang yang melanggar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Rabb-nya (Tuhan-nya), dan
niscaya azab akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. اَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ -- maka apakah
tidak memberi petunjuk kepada mereka berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal
mereka yang telah hancur? اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ
لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی النُّہٰی -- sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada
Tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (Thā Hā[20]:125-129).
Penyebab Munculnya “Katarak” Pada Mata (Penglihatan) Ruhani Orang-orang Kafir
Seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani
cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya, dan
dengan demikian membuat dirinya tidak
layak menerima nur dari Allah
Swt., maka ia akan dilahirkan (dibangkitan)
dalam keadaan buta di waktu
kebangkitannya kembali di akhirat.
Hal itu menjadi demikian karena ruhnya
di dunia ini - yang akan berperan sebagai tubuh
bagi ruh
yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat -- telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan
yang bergelimang dosa di dunia ini,
sehingga telah menimbulkan “katarak” (karat) pada mata (penglihatan ruhaninya), firman-Nya:
کَلَّاۤ اِنَّ
کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ
سِجِّیۡنٍ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿۸﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿۹﴾ وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ
لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یُکَذِّبُ
بِہٖۤ اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا
قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ
عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ
اِنَّہُمۡ لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ
﴿ؕ﴾ ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا
الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali
tidak, sesungguhnya kitab para pendurhaka adalah di dalam sijjīn. Dan
apakah yang engkau ketahui, apa sijjīn
itu? Yaitu sebuah kitab tertulis. Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, yaitu
orang-orang yang men-dustakan Hari
Pembalasan. Dan
sekali-kali tidak ada yang mendustakannya
kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa, اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا -- apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya
قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- ia berkata: “Al-Quran ini dongeng
orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ
عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ -- sekali-kali tidak, bahkan apa
yang mereka usahakan telah menjadi
karat pada hati mereka. کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- sekali-kali
tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu
mereka be-nar-benar terhalang dari melihat Rabb
(Tuhan) mereka. ثُمَّ اِنَّہُمۡ
لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ -- kemudian
sesungguhnya mereka pasti masuk ke dalam Jahannam. ﴿ؕ﴾ ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا
الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ -- Kemudian
dikatakan: “Inilah apa yang
senantiasa kamu dustakan.” (Al-Muthaffifīn [83]:8-18).
Kembali kepada Surah Thā Hā ayat 125-129, sebagai
jawaban terhadap keluhan orang kafir
mengapa ia di akhirat dibangkitkan dalam keadaan buta, padahal dalam
kehidupan sebelumnya (di dunia) ia memiliki penglihatan,
Allah Swt. akan mengatakan bahwa ia telah menjadi buta ruhani dalam kehidupannya di dunia sebab telah menjalani kehidupan
yang bergelimang dosa, dan karena itu
ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya
jauh lebih berkembang di akhirat -- maka di hari
kemudian (akhirat) ia dilahirkan buta
pula.
Ayat ini dapat pula berarti bahwa karena orang kafir tidak mengembangkan dalam
dirinya Sifat-sifat Ilahi melalui
pelaksanaan hukum-hukum syariat sebagaimana yang diperagakan oleh rasul Allah – khususnya Nabi Besar
Muhammad saw. – sehingga ia tetap asing
dari Sifat-sifat itu, maka pada hari kebangkitan ketika Sifat-sifat Ilahi itu
akan dinampakkan dengan segala keagungan dan kemuliaan maka keadaannya
sebagai seseorang yang terasing dari Sifat-sifat Ilahi itu
tidak akan mampu mengenalnya, dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada penjelmaan (tajalli) sempurna Sifat-sifat Ilahi tersebut.
Kedegilan
Hati Para Penentang
Nabi Besar Muhammad Saw.
Mengenai orang-orang kafir yang indra-indra
ruhaninya lumpuh seperti itu Allah
Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّسۡتَمِعُ اِلَیۡکَ ۚ وَ جَعَلۡنَا عَلٰی
قُلُوۡبِہِمۡ اَکِنَّۃً اَنۡ یَّفۡقَہُوۡہُ وَ
فِیۡۤ اٰذَانِہِمۡ وَقۡرًا ؕ وَ اِنۡ یَّرَوۡا کُلَّ اٰیَۃٍ
لَّا یُؤۡمِنُوۡا بِہَا ؕ حَتّٰۤی
اِذَا جَآءُوۡکَ یُجَادِلُوۡنَکَ یَقُوۡلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ وَ ہُمۡ یَنۡہَوۡنَ عَنۡہُ وَ یَنۡـَٔوۡنَ عَنۡہُ ۚ وَ اِنۡ
یُّہۡلِکُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan dari
antara mereka ada orang-orang yang mendengarkan
engkau, padahal Kami
telah menjadikan tutupan atas hati mereka
hingga mereka tidak dapat
memahaminya serta kepekakan di dalam
telinga mereka. Dan jika mereka melihat Tanda-tanda, mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga apabila mereka datang kepada engkau, mereka berbantah dengan engkau, orang-orang kafir itu berkata: اِنۡ
ہٰذَاۤ اِلَّاۤ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- “Tidak
lain Al-Qur-an ini kecuali hikayat-hikayat orang-orang dahulu belaka!”
Dan mereka melarang orang lain darinya sedangkan mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya, وَ اِنۡ یُّہۡلِکُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ -- dan tidak lain yang mereka binasakan kecuali dirinya
sendiri tetapi mereka sekali-kali tidak
menyadarinya. (Al-An’ām [6]:26-27).
Selanjutnya dalam Surah lainnya Allah
Swt. berfirman mengenai mereka yang tuli
dan buta indra-indra pendengaran dan penglihatan
ruhaninya tersebut:
وَ اِنۡ تَدۡعُوۡہُمۡ اِلَی الۡہُدٰی لَا یَسۡمَعُوۡا ؕ وَ تَرٰىہُمۡ یَنۡظُرُوۡنَ اِلَیۡکَ وَ ہُمۡ لَا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ خُذِ الۡعَفۡوَ وَ اۡمُرۡ
بِالۡعُرۡفِ وَ اَعۡرِضۡ
عَنِ الۡجٰہِلِیۡنَ﴿﴾
Dan jika
engkau menyeru mereka kepada petunjuk, mereka tidak akan mendengar, dan engkau
melihat mereka memandang kepada engkau padahal mereka tidak melihat. Hai Nabi, jadilah engkau pemaaf, suruhlah orang beramal yang baik dan berpalinglah
dari orang-orang jahil. (Al-A’rāf [7]:199-200).
Seseorang
yang bergelimang dalam kesesatan senantiasa
enggan menerima kebenaran yang dikemukakan para rasul
Allah, betapa pun terangnya dan tidak kelirunya Tanda-tanda Ilahi yang diperlihatkan
kepadanya. Hal demikian membuktikan bahwa kedudukannya
dalam kekafiran tidak dapat dipertahankan.
Orang-orang kafir melihat perjuangan Islam berderap maju dengan
cepatnya di hadapan mereka namun mereka berpura-pura tidak melihat dan enggan
mengakuinya, termasuk di Akhir Zaman
ini. Berikut firman-Nya lagi kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذَا
قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ جَعَلۡنَا بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ حِجَابًا
مَّسۡتُوۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ جَعَلۡنَا عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ اَکِنَّۃً
اَنۡ یَّفۡقَہُوۡہُ وَ فِیۡۤ اٰذَانِہِمۡ وَقۡرًا ؕ وَ اِذَا ذَکَرۡتَ
رَبَّکَ فِی الۡقُرۡاٰنِ وَحۡدَہٗ
وَلَّوۡا عَلٰۤی
اَدۡبَارِہِمۡ نُفُوۡرًا ﴿﴾ نَحۡنُ اَعۡلَمُ
بِمَا یَسۡتَمِعُوۡنَ بِہٖۤ اِذۡ
یَسۡتَمِعُوۡنَ اِلَیۡکَ وَ اِذۡ ہُمۡ
نَجۡوٰۤی اِذۡ یَقُوۡلُ
الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ
ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا
فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿﴾
Dan apabila engkau membaca Al-Quran, Kami menjadikan antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman kepada
akhirat suatu penghalang yang
tersembunyi. Dan Kami menjadikan tutupan di atas hati mereka supaya mereka tidak memahaminya dan dalam telinga mereka ada ketulian. وَ اِذَا ذَکَرۡتَ رَبَّکَ فِی الۡقُرۡاٰنِ وَحۡدَہٗ وَلَّوۡا عَلٰۤی اَدۡبَارِہِمۡ
نُفُوۡرًا -- dan apabila engkau menyebutkan Rabb
(Tuhan) engkau Yang Tunggal dalam
Al-Quran mereka membalikkan punggungnya
karena benci. نَحۡنُ اَعۡلَمُ بِمَا یَسۡتَمِعُوۡنَ
بِہٖۤ اِذۡ یَسۡتَمِعُوۡنَ اِلَیۡکَ وَ اِذۡ ہُمۡ نَجۡوٰۤی اِذۡ یَقُوۡلُ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا --
Kami lebih mengetahui untuk apa mereka mendengarkannya ketika
mereka mendengarkan engkau dan
ketika mereka sedang berunding secara
rahasia, ketika orang-orang zalim itu berkata satu sama lain: اِنۡ
تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا -- ”Kamu tidak lain melainkan mengikuti
seorang laki-laki yang terkena sihir.” اُنۡظُرۡ
کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا
فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا -- perhatikanlah bagaimana mereka mengada-adakan tamsil-tamsil mengenai diri engkau, maka akibatnya mereka menjadi sesat lalu mereka
tidak dapat menemukan jalan lurus (Bani
Israil [17]:46-49).
Penyebab Utama Pengingkaran Terhadap Kebenaran Rasul Allah
Adalah tutupan dengki dan cemburu, atau tutupan perasaan
hormat yang palsu dan rasa kebanggaan atas kebangsaan, atau tutupan yang timbul dari kekhawatiran
akan kehilangan kedudukan dalam masyarakat, atau berkurangnya penghasilan duniawi atau pun tutupan sebagai akibat adat kebiasaan dan kepercayaan lama yang dipegang
dengan erat dan asyiknya itulah yang menjadi penghalang bagi orang-orang
kafir untuk menerima kebenaran.
Tutupan-tutupan itulah yang
sungguh tidak disadari oleh orang-orang kafir sendiri. Dengan
demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَوَآءٌ عَلَیۡہِمۡ
ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ اَمۡ لَمۡ تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ
ؕ وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫
وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir sama saja bagi mereka,
apakah engkau memperingatkan mereka
atau pun engkau tidak pernah memperingatkan
mereka, mereka tidak akan beriman.
خَتَمَ
اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ
لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ -- Allah telah mencap (menyegel) hati mereka
dan pendengaran mereka, sedangkan pada penglihatan mereka
ada tutupan, dan bagi mereka
ada siksaan yang amat besar. (Al-Baqarah [2]:7-8).
Ayat ini membicarakan orang-orang kafir, yang sama sekali tidak mengindahkan kebenaran dan keadaan mereka tetap sama, baik mereka itu mendapat peringatan atau pun tidak. Mengenai
orang-orang semacam itu dinyatakan bahwa selama keadaan mereka tetap demikian
mereka tidak akan beriman.
Bagian tubuh manusia yang tidak digunakan untuk
waktu yang lama, berangsur-angsur menjadi merana
dan tak berguna. Orang-orang kafir
yang disebut di sini menolak penggunaan
hati dan telinga mereka untuk
memahami kebenaran. Akibatnya daya pendengaran dan daya tangkap mereka hilang.
Apa yang dinyatakan dalam anak
kalimat, خَتَمَ اللّٰہُ -- Allah telah mencap, hanya merupakan akibat wajar dari sikap mereka sendiri yang sengaja
tidak mau mengacuhkan. Karena semua hukum datang dari Allah
Swt. dan tiap-tiap sebab diikuti oleh akibatnya yang wajar menurut kehendak Alah Swt. maka pencapan hati dan telinga
orang-orang kafir itu dikaitkan
(dinisbahkan) kepada Allah Swt..
Lebih Buruk Daripada “Binatang ternak”
Jadi, kembali kepada firman-Nya mengenai perumpamaan penggembala dengan binatang
ternak gembalaannya:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ
الَّذِیۡ یَنۡعِقُ
بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً وَّ نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan perumpamaan keadaan orang-orang
kafir itu seperti seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar
kecuali hanya panggilan dan seruan belaka. Mereka
tuli, bisu, dan buta,
karena itu mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah
[2]:172).
Para rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada umat manusia, tetapi mereka yang mendustakan dan menentang
para rasul Allah -- yang merupakan Penyeru dari Allah
Swt. --
mereka itu mendengar suara beliau saw. tetapi tidak berusaha menangkap maknanya.
Jadi, kata-kata (seruan) Nabi Besar Muhammad
saw. seolah-olah sampai kepada telinga
orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan
ruhani mereka menjadi sama sekali rusak
dan martabat mereka jatuh sampai ke
taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:45) yang
hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya. Dengan demikian benarlah
pernyataan keras Allah Swt. berikut ini mengenai mereka yang indra-indra ruhaninya lumpuh tersebut:
وَ لَقَدۡ
ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ
لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ
بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menjadikan untuk penghuni Jahannam
banyak di antara jin dan manusia, لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا -- mereka memiliki hati tetapi mereka tidak
mengerti dengannya, وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا --
dan mereka memiliki mata
tetapi mereka tidak melihat dengannya, وَ لَہُمۡ
اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا -- dan mereka memiliki telinga tetapi mereka tidak mendengar dengannya, اُولٰٓئِکَ
کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ -- mereka
itu seperti
binatang ternak, بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ -- bahkan mereka lebih
sesat. اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ --
mereka itulah orang-orang yang lalai.
(Al-A’rāf
[7]:180).
Huruf lam (lā) di awal ayat ini adalah lam ‘aqibat yang menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan
mengenai kehidupan kebanyakan ins
(manusia) dan jin.
Kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar suatu kaum. Dari cara mereka menjalani hidup
mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan nampak seolah-olah mereka telah diciptakan
untuk masuk neraka atau untuk menjadi
penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ
وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا
الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا
مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Barangsiapa
telah mendapat petunjuk maka
sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah
dirinya, dan barangsiapa
sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan
atas dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. وَ مَا
کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ
رَسُوۡلًا -- Dan Kami
tidak pernah menimpakan azab hingga
Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا -- Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu
kota, Kami terlebih
dahulu memerintahkan warganya yang
hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, فَحَقَّ
عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا -- maka berkenaan dengan
kota itu firman Kami menjadi genap, فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا -- lalu Kami
menghancur-leburkannya. وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ -- dan
betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا -- dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau Maha Mengetahui, Maha
Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).
Dengan demikian jelaslah bahwa terjadinya berbagai bentuk azab
Ilahi bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan
timbul dari dalam diri manusia
sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan
neraka dan ganjaran-ganjaran surga
akan hanya merupakan sekian banyak perwujudan
dan penjelmaan perbuatan manusia —
baik atau buruk — yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini.
Jadi, dalam kehidupan ini manusia
menjadi perancang nasibnya sendiri,
dan seolah-olah pada kehidupan yang
akan datang (di akhirat) ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum
terhadap dirinya sendiri, firman-Nya:
ذٰلِکَ بِمَا
قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ
لَیۡسَ بِظَلَّامٍ لِّلۡعَبِیۡدِ ﴿ۙ﴾ کَدَاۡبِ اٰلِ
فِرۡعَوۡنَ ۙ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ؕ کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاَخَذَہُمُ اللّٰہُ بِذُنُوۡبِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
قَوِیٌّ شَدِیۡدُ
الۡعِقَابِ ﴿﴾ ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ
حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ
سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Azab itu disebabkan
oleh apa yang telah didahulukan oleh tangan kamu dan Allah
sesungguhnya sekali-kali tidak zalim
terhadap hamba-hamba-Nya Seperti keadaan kaum
Fir-’aun dan orang-orang sebelum
mereka. Mereka kafir terhadap
Tanda-tanda Allah maka Allah
menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha keras dalam menghukum. ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ لَمۡ یَکُ مُغَیِّرًا نِّعۡمَۃً اَنۡعَمَہَا عَلٰی قَوۡمٍ -- Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah tidak pernah
mengubah suatu nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada suatu kaum حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ -- hingga mereka mengubah ke-adaan diri mereka
sendiri, وَ اَنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ -- dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:52-54). Lihat pula QS.13:12.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar