بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 363
Kemuliaan Golongan “Muqarrabīn” (Yang Dekat dengan Allah Swt.) dan Kehinaan Golongan “Mu’adzdzabīn”
(Yang Diazab Allah Swt.)
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir bagian
Bab sebelumnya telah dijelaskan
firman Allah Swt. mengenai firman
Allah Swt. dalam Surah Al-A’rāf
mengenai kesinambungan kedatangan para Rasul
Allah di kalangan Bani Adam – termasuk di Akhir Zaman ini – selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai pertengkaran dan
saling laknat di antara para penentang Rasul Allah di neraka jahannam:
قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ اُمَمٍ قَدۡ
خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا
دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ
حَتّٰۤی اِذَا ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا
فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ
لٰکِنۡ لَّا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَتۡ
اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ﴿٪﴾
Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan manusia yang
telah berlalu sebelum kamu.” کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ
لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا -- setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari
umat lain, hingga apabila mereka
semua telah tiba berturut-turut di dalamnya, maka mereka yang masuk terakhir berkata mengenai mereka yang terdahulu: رَبَّنَا
ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ -- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, mereka ini telah menyesatkan
kami, karena itu berilah mereka azab Api berlipat-ganda.” قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ
لَّا تَعۡلَمُوۡنَ -- Dia berfirman: “Bagi masing-masing mendapat azab berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” وَ
قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ -- dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا
کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ -- “Tidak
ada bagi kamu suatu kelebihan atas kami,
maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh
apa yang senantiasa kamu lakukan.” (Al-A’rāf
[7]:39-40).
Lebih lanjut Allah Swt. menjelaskan
mengenai kerugian yang dialami para penentang rasul Allah tersebut, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَا لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ اَبۡوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ
الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ
مِہَادٌ وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ ؕ وَ
کَذٰلِکَ نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling darinya, لَا
تُفَتَّحُ لَہُمۡ اَبۡوَابُ
السَّمَآءِ وَ لَا یَدۡخُلُوۡنَ
الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ -- tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit ruhani dan tidak
pula mereka akan masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum, وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ -- dan demikianlah Kami membalas orang-orang yang
berdosa. لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ مِہَادٌ وَّ
مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ
-- bagi mereka ada hamparan Jahannam sedangkan di atas mereka ada selimut Jahannam, وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ -- dan demikianlah Kami membalas
orang-orang yang zalim. (Al-A’rāf [7]:41-42).
Ketika Allah Swt. telah menutup rapat pintu-pintu langit keruhanian atau “langit Ketuhanan” kepada umat manusia
(QS.72:9-13) maka berarti bukan saja Allah Swt. tidak akan pernah memberi petunjuk
atau solusi yang dapat membuat
mereka dapat melepaskan diri (keluar)
dari kepungan kobaran api azab Ilahi,
juga artinya berbagai permohonan doa mereka kepada-Nya -- agar mereka dapat keluar dari cengkram azab
Ilahi -- akan ditolak Allah Swt..
Terbukanya “Pintu-pintu Azab Ilahi”
di Akhir Zaman ini
Berbagai bentuk kobaran api azab Ilahi atau api
kemurkaan Ilahi yang di Akhir
Zaman ini melanda wilayah Timur
Tengah, demikian juga di Afghanistan
serta Pakistan merupakan bukti
kebenaran firman Allah Swt. tersebut, mereka bukan saja merasakan kekerasan hati sesama Muslim – seperti
yang dilakukan kelompok ISIS, Boko Haram dan kelompok garis keras lainnya terhadap sesama Muslim -- bahkan kekuatan militer pihak-pihak Non-Muslim pun terlibat pula di dalamnya memerangi kelompok-kelompok
penganut garis keras tersebut.
Benarlah firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ ہُوَ الۡقَادِرُ عَلٰۤی اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ
فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ
بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ
یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾ لِکُلِّ نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atas kamu اَوۡ
یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- atau dari bawah
kaki kamu atau mencampur-baurkan
kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan
sebagian yang lain.” اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ -- lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti. وَ
کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ -- dan kaum
engkau telah men-dustakannya, padahal itu
adalah kebenaran. قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ -- Katakanlah: ”Aku sekali-kali bukan
penanggungjawab atas kamu.” لِکُلِّ
نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ
تَعۡلَمُوۡنَ
-- bagi
tiap kabar gaib ada masa yang
tertentu, dan kamu segera akan mengetahui. (Al-An’ām
[6]:66-68).
Makna “Azab dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan,
penin-dasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental,
dan sebagainya, dan “siksaan dari bawah”
berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan
sebagainya. Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan
yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan
dalam kata-kata اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- membuat sebagian
kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
Di sini kata ganti “nya” dalam ayat وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ بِوَکِیۡلٍ -- “dan kaum engkau telah mendustakannya, padahal itu
adalah kebenaran.” -- menunjuk
kepada (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir, maka kata-kata “padahal
itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi yang dijanjikan pasti akan tiba.
Azab Ilahi Selalu Terjadi Secara Tiba-tiba
Ayat لِکُلِّ نَبَاٍ مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ
سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ -- “bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu
segera akan mengetahui” berarti
bahwa Allah Swt. sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak
dapat salah itu, telah menentukan satu saat
penggenapan setiap kabar gaib
(nubuatan). Maka azab Ilahi yang
telah dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan
datang juga pada saatnya yang
tepat secara tiba-tiba, sehingga mereka benar-benar menjadi sangat panik, firman-Nya:
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ غَافِلًا عَمَّا یَعۡمَلُ الظّٰلِمُوۡنَ ۬ؕ
اِنَّمَا یُؤَخِّرُہُمۡ لِیَوۡمٍ تَشۡخَصُ
فِیۡہِ الۡاَبۡصَارُ ﴿ۙ﴾ مُہۡطِعِیۡنَ مُقۡنِعِیۡ
رُءُوۡسِہِمۡ لَا یَرۡتَدُّ اِلَیۡہِمۡ
طَرۡفُہُمۡ ۚ وَ اَفۡـِٕدَتُہُمۡ
ہَوَآءٌ ﴿ؕ﴾
Dan janganlah engkau menyangka Allah lengah terhadap apa
yang dikerjakan oleh orang-orang zalim itu, sesungguhnya Dia
memberi mereka tangguh hingga hari
ketika mata mereka akan
terbelalak. Mereka terburu-buru lari ketakutan dengan menengadahkan kepalanya, pandangan mereka tidak berpaling dan hati mereka kosong. (Ibrahim [14]: 43-44).
Jadi kembali kepada masalah makna Sijjīn dan Iliyyīn (‘Iliyyūn) dalam firman-Nya berikut ini:
کَلَّاۤ اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ
﴿ؕ﴾
کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾ یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی
الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾ یُسۡقَوۡنَ
مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾ خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ
فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا
الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali tidak,
اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ -- sesungguhnya kitab
(rekaman amal) orang-orang yang berbuat kebajikan (al-abrār)
itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ
– benar-benar di dalam ‘illiyyīn, وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ -- dan
tahukah engkau apa ’Illiyyūn itu? کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ -- yaitu sebuah Kitab
tertulis (rekaman). یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya.
اِنَّ
الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ
-- sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar dalam kenikmatan,
عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ -- mereka duduk
di atas dipan-dipan sambil memandang, تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ
نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ -- engkau dapat mengenal kesegaran nikmat itu pada wajah mereka. یُسۡقَوۡنَ
مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ -- mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai.
خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ -- meterainya kesturi. وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ
-- dan yang demikian itu mereka yang meng-inginkan hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- dan campurannya adalah tasnīm, وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ
-- mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (Al-Muthaffifīn [83]:19-29).
Doa Ulul-Albāb (Orang-orang yang
Mempergunakan Akal)
Mengenai
keistimewaan pelaku perbuatan baik atau amal
shaleh yang disebut birr (al-abrār/mabrūr) yang dikemukakan ayat 19, Allah Swt. berfirman mengenai doa ulul
albūb (orang-orang yang mempergunakan akal):
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ
النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ
﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ
قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ
خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ
سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّکَ
مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ
اَنۡصَارٍ ﴿﴾
رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ
لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ
فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا
سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ
الۡاَبۡرَارِ﴿﴾ۚ
Sesungguhnya dalam penciptaan
seluruh langit dan bumi serta
pertukaran malam dan siang
benar-benar terdapat Tanda-tanda لِّاُولِی
الۡاَلۡبَابِ -- bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil berbaring atas rusuk mereka, وَ
یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- dan mereka memikirkan (bertafakkur) mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi
seraya berkata: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا --- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia, سُبۡحٰنَکَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ -- Maha
Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ
اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا
بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا -- “wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru kepada keimanan seraya berkata: “Berimanlah kepada kepada
Rabb (Tuhan) kamu” maka kami telah beriman, رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا -- wahai Rabb
(Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan
kami, وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ -- dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang berbuat kebajikan (abrār).” (Āli
‘Imran [3]:191-194).
Jadi, seorang beriman
pelaku amal shaleh yang disebut birr (abrar) -- yakni orang yang mabrūr – erat kaitannya dengan
sebutan ulul albāb, yaitu orang-orang yang mempergunakan akal atau bashirat (penglihatan ruhani) anugerah Allah Swt. (QS.76:1-4), yang
Nabi Besar Muhammad saw. menyebutnya sebagai pelaku perbuatan baik (amal shaleh) yang disebut ihsan, dan pelaku ihsan
tersebut dinamakan muhsin, yang derajat
ruhaninya lebih tinggi dari muttaqi (orang yang bertakwa).
Kata dzunub
dalam ayat
رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا
ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا
-- wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah
dari kami kesalahan-kesalahan kami” (Āli ‘Imran [3]:194), umumnya
menunjuk kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan
kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat melukiskan
mengenai relung-relung gelap dalam hati
manusia yang ke tempat (bagian) itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan
sebaik-baiknya, sedangkan makna sayyi’at
(kesalahan/keburukan) yang secara relatif merupakan kata yang bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu yang menyembunyikan
cahaya matahari ruhani dari pemandangan manusia. Lihat pula
ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.
Penyebab Pengabulan Doa Mereka Oleh Allah Swt.
Selanjutnya orang-orang yang indera-indera
ruhaninya berfungsi dengan baik – dari golongan orang-orang yang mabrūr -- tersebut berdoa,
firman-Nya:
رَبَّنَا
وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ
ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
“Wahai Rabb
(Tuhan) kami, karena itu berikanlah
kepada kami apa yang telah Engkau
janjikan kepada kami dengan perantaraan
rasul-rasul Engkau, dan janganlah
Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi
janji.” (Āli ‘Imran [3]:195).
Terhadap
permohonan doa pengampunan yang dipanjatkan oleh “orang-orang mempergunakan akal” tersebut Allah Swt. berfirman:
فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ
مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ
قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ
وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ
اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
Maka Rabb
(Tuhan) mereka telah mengabulkan doa
mereka seraya berfirman: اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی -- “sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan. بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ
-- sebagian kamu adalah dari
sebagian lain, فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ
قُتِلُوۡا
-- maka orang-orang yang hijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya,
yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan
yang terbunuh, لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ --
niscaya Aku akan menghapuskan
dari mereka keburukan-keburukan mereka, وَ
لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ -- dan niscaya Aku akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, ثَوَابًا مِّنۡ
عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ
-- sebagai ganjaran dari sisi Allah, dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Āli ‘Imran [3]:195).
Makna ‘Illiyyīn
(‘Illiyyūn)
Itulah makna
kata amal shaleh yang disebut abrār
(birr) dalam dalam firman-Nya: کَلَّاۤ -- sekali-kali tidak, اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ -- sesungguhnya kitab
(rekaman amal) orang-orang yang berbuat kebajikan (al-abrār)
itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ
– benar-benar di dalam ‘illiyyīn, selengkapnya Allah Swt.
berfirman:
کَلَّاۤ اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ
﴿ؕ﴾
کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾ یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی
الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾ یُسۡقَوۡنَ
مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾ خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ
فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا
الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali tidak,
اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ -- sesungguhnya kitab
(rekaman amal) orang-orang yang berbuat kebajikan (al-abrār)
itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ
– benar-benar di dalam ‘illiyyiin, وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ -- dan
tahukah engkau apa ‘illiyyūn
itu? کِتٰبٌ
مَّرۡقُوۡمٌ -- yaitu sebuah Kitab
tertulis (rekaman). یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya.
اِنَّ
الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ
-- sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar dalam kenikmatan,
عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ -- mereka duduk
di atas dipan-dipan sambil memandang, تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ
نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ -- engkau dapat mengenal kesegaran nikmat itu pada wajah mereka. یُسۡقَوۡنَ
مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ -- mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai.
خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ -- meterainya
kesturi. وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ
-- dan yang demikian itu mereka yang meng-inginkan hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- dan campurannya
adalah tasnīm, وَ
مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (Al-Muthaffifīn [83]:19-29).
‘Illiyyūn yang dianggap oleh sebagian orang berasal
dari ‘ala, yang berarti sesuatu itu tinggi atau menjadi tinggi,
maksudnya martabat-martabat paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang beriman yang bertakwa pelaku
abrār. Menurut kamus Al-Mufradat, ‘illiyyūn itu orang-orang bertakwa pilihan, yang akan menikmati kelebihan ruhani di atas orang-orang
beriman umumnya.
Kata
‘Illiyyūn itu dapat juga
menampilkan bagian-bagian Al-Quran yang mengandung nubuatan-nubuatan mengenai kemajuan
dan kesejahteraan besar orang-orang beriman. Menurut Ibn ‘Abbas kata itu
berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib menganggap ‘illiyyūn itu
sebutan bagi para penghuninya.
Karena sijjīn (QS.83:8-9)
itu mufrad (bentuk
tunggal) dan ‘illiyyīn jamak, maka nampak bahwa sementara hukuman bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat,
sedangkan kemajuan ruhani orang-orang
bertakwa – termamsuk di akhirat
-- akan berkesinambungan tanpa
rintangan (QS.66:9) dan akan mengambil bentuk berbeda-beda. Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat
ruhani lebih tinggi.
Mengenai ‘Illiyyūn selanjutnya dikatakan: وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ -- dan
tahukah engkau apa ‘illiyyūn
itu? کِتٰبٌ
مَّرۡقُوۡمٌ -- yaitu sebuah Kitab
tertulis (rekaman). یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya
(Al-Muthaffifīn
[83]:20-21).
Golongan Muqarrabīn (Yang Dekat dengan Allah
Swt.)
Dari Al-Quran diketahui
ada di 8 ayat dalam Surah Al-Quran yang
berlainan mengenai kata muqarrabīna atau muqarrabūna yang mengambarkan kedekatan
dalam martabat atau kedudukan
atau posisi, contohnya:
(1)
Allah Swt. berfirman mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bahwa beliau
termasuk golongan Al-Muqarrabīna, yaitu orang-orang yang memiliki “kedekatan”
dengan Allah Swt. sebagaimana para rasul
Allah yang lainnya (QS.3:46).
(2) Ketika tukang-tukang sihir menanyakan kepada Fir’aun apakah jika mereka unggul
menghadapi Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun
a.s. mereka akan mendapat upah, Fir’aun bahkan menjanjikan
bahwa mereka akan menjadi orang yang “dekat” dengannya (QS.7:115; QS.26:43),
tetapi janji Fir’aun tersebut tidak
terjadi sebaba tukang-tukang sihir
tersebut memilih menjadi “orang-orang
yang dekat” dengan Allah Swt. walau pun mendapat ancaman mengerikan dari Fir’aun karena mereka telah beriman kepada Nabi Musa a.s. (QS.7:117-127).
(3)
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sebagaimana
para rasul Allah lainnya “muqarrab” (dekat) dengan Allah Swt. –
termasuk para malaikat -- mereka tidak merasa hina untuk beribadah
kepada Allah Swt. (QS.4:173).
(4)
Golongan ahli surga dari kalangan
sābiqūna sābiqūn (yang terdahulu/terdepan
dalam segala segi, mereka pun berasal dari
dari kalangan Al-Muqarrabūna (orang-orang yang dekat dengan Allah Swt. – QS.56:11-15).
Demikian juga Allah Swt. dalam Surah Al-‘Alaq
telah memerintahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menjadi orang-orang
yang senantiasa terus semakin “dekat”
(mendekat) kepada Allah Swt. کَلَّا ؕ لَا
تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ -- sekali-kali tidak! Janganlah engkau taat
kepadanya, melainkan bersujudlah dan
mendekatlah kepada Allah”, bagaimana pun hebatnya penentangan zalim dari para
penentang beliau saw. firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ
وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ
عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ
الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ
لَیَطۡغٰۤی ۙ﴿﴾ اَنۡ رَّاٰہُ
اسۡتَغۡنٰی ﴿ؕ﴾ اِنَّ اِلٰی رَبِّکَ
الرُّجۡعٰی ؕ﴿﴾ اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ
یَنۡہٰی ۙ﴿﴾
عَبۡدًا اِذَا صَلّٰی ﴿ؕ﴾ اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَانَ عَلَی الۡہُدٰۤی ﴿ۙ﴾ اَوۡ اَمَرَ بِالتَّقۡوٰی ﴿ؕ﴾ اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی ﴿ؕ﴾ اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی ﴿ؕ﴾ کَلَّا لَئِنۡ لَّمۡ
یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ
﴿ۙ﴾ نَاصِیَۃٍ کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ ﴿ۚ﴾ فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ ﴿ۙ﴾ سَنَدۡعُ الزَّبَانِیَۃَ ﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ
اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ ﴿٪ٛ﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ -- Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau
Yang menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah. اِقۡرَاۡ
وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ -- Bacalah, dan Rabb
(Tuhan) engkau Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak
diketahuinya. کَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ
لَیَطۡغٰۤی --
Sekali-kali tidak,
sesungguhnya manusia itu pelampau batas,
karena ia menganggap dirinya
berkecukupan. اِنَّ اِلٰی رَبِّکَ
الرُّجۡعٰی -- Sesungguhnya kepada Rabb (Tuhan) engkaulah tempat
kembali. اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یَنۡہٰی -- apakah engkau melihat
orang yang melarang, عَبۡدًا
اِذَا صَلّٰی --
seorang hamba Kami
ketika ia shalat? اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَانَ عَلَی
الۡہُدٰۤی
-- Bagaimanakah pendapat eng-kau jika ia mengikuti petunjuk, اَوۡ اَمَرَ
بِالتَّقۡوٰی -- atau ia
menyuruh bertakwa. اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَذَّبَ وَ
تَوَلّٰی
-- Bagaimanakah pendapat engkau
jika ia mendustakan dan berpaling? اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی --
Apakah ia tidak mengetahui,
bahwa sesungguhnya Allah melihat? کَلَّا
لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا
بِالنَّاصِیَۃِ -- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti niscaya Kami
akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ
کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ -- Jambul orang yang mendus-takan lagi berdosa. فَلۡیَدۡعُ
نَادِیَہٗ -- Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya, سَنَدۡعُ الزَّبَانِیَۃَ
-- Kami
pun segera akan memanggil para malaikat pelaksana hukuman. کَلَّا
ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ -- sekali-kali
tidak! Janganlah engkau taat
kepadanya, melainkan bersujudlah dan
mendekatlah kepada Allah. (Al-‘Alāq
[96]:1-20).
Mereka yang Akan Diseret
Pada Jambulnya ke Dalam Kehinaan
di Dunia dan Akhirat
Kata ‘abdan (hamba) dalam ayat عَبۡدًا
اِذَا صَلّٰی -- seorang
hamba Kami ketika ia
shalat?” ditujukan kepada setiap orang
Islam yang melakukan ibadah,
tetapi terutama kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai hamba Allah yang paling sempurna.
Ayat-ayat 10-18: کَلَّا
لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ
-- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti niscaya Kami
akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ
کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ -- Jambul
orang yang mendustakan
lagi berdosa. فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ --
Maka hendaklah ia memanggil
teman-temannya,” meskipun biasanya dikenakan kepada setiap orang kafir yang sombong lagi keras hati,
tetapi oleh sebagian ahli tafsir dianggap tertuju kepada Abu Jahal, pemimpin suku Quraisy Mekkah. Ia senantiasa ada di garis
depan dalam menjengkelkan, melawan, dan menganiaya Nabi Besar Muhammad saw. serta orang-orang Muslim.
Beberapa budak yang telah memeluk Islam atas perintahnya telah diseret pada
jambul mereka di lorong-lorong Mekkah. Sesudah kekalahan di Badar mayat
sebagian pemimpin suku Quraisy, termasuk Abu
Jahal di antara mereka, diseret-seret pada jambulnya dan dilemparkan ke
dalam sebuah lubang yang telah digali khusus untuk tujuan itu. Yang demikian
itu merupakan hukuman yang setimpal atas perlakuan yang telah diperlihatkan
mereka kepada orang-orang Islam yang tidak berdaya itu beberapa tahun sebelumnya di Mekkah.
Zabaniyah berarti: perwira-perwira
angkatan bersenjata atau pembesar kepo-lisian; para malaikat atau penjaga
neraka; malaikat-malaikat pelaksana hukuman (Lexicon Lane).
Jadi,
menurut firman Allah Swt. tersebut siapa
pun dan fihak mana pun yang melakukan pelarangan
terhadap umat beragama untuk beribadah di tempat-tempat peribadahan mereka – terutama di mesjid-mesjid Islam (QS.2:115) -- maka pasti Allah Swt. akan “menyeret mereka” pada jambulnya
ke dalam kehinaan martabat – baik di dunia mau pun di akhirat nanti, sebagaimana yang dialami oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya,
firman-Nya:
وَ مَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنۡ مَّنَعَ
مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ
اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ ؕ لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی
الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang
menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam
mesjid-mesjid Allah dan berupaya
merobohkannya? Mereka itu tidak
layak masuk ke dalamnya kecuali dengan
rasa takut. لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ
لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ
-- bagi mereka ada kehinaan di dunia, dan bagi mereka azab yang besar di akhirat.
(Al-Baqarah
[2]:115).
Ayat ini merupakan tudingan
keras terhadap mereka yang membawa perbedaan-perbedaan
agama mereka sampai ke titik runcing, sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi
orang menyembah Tuhan di
tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu jauh, hingga
membinasakan rumah-rumah ibadah mereka.
Tindakan kekerasan demikian di sini
dicela dengan kata-kata keras dan di
samping itu ditekankan ajaran toleransi
dan berpandangan luas.
Al-Quran
mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua
orang untuk menyembah Tuhan di tempat
ibadah, sebab kuil,
gereja atau masjid adalah tempat yang
dibuat untuk beribadah kepada Allah Swt.,
sedangkan orang yang menghalangi
orang lain beribadah kepada Tuhan
dalam tempat itu, pada hakikatnya
telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat tersebut.
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 10
November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar