Selasa, 25 November 2014

Kemuliaan Golongan "Muqarrabiin" (Yang Dekat dengan Allah Swt.) dan Kehinaan Golongan "Mu'adzdzabiin" (Yang Diazab Allah Swt.)




 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   363

 Kemuliaan Golongan “Muqarrabīn  (Yang Dekat dengan Allah Swt.) dan  Kehinaan  Golongan “Mu’adzdzabīn” (Yang Diazab Allah Swt.)

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir bagian   Bab sebelumnya  telah dijelaskan  firman Allah Swt.  mengenai firman Allah Swt. dalam Surah Al-A’rāf mengenai kesinambungan kedatangan para Rasul Allah di kalangan Bani Adam – termasuk di Akhir Zaman ini – selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pertengkaran dan saling laknat di antara para penentang Rasul Allah di neraka jahannam:
قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ  اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ  لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ  لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ﴿٪﴾
Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan manusia yang telah berlalu sebelum kamu.” کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ  لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا --  setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga apabila mereka semua telah tiba berturut-turut di dalamnya, maka mereka yang masuk terakhir  berkata mengenai mereka yang terdahulu: رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ --  “Ya Rabb (Tuhan) kami, mereka ini telah menyesatkan kami, karena itu berilah mereka  azab Api berlipat-ganda.” قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ -- Dia berfirman: “Bagi masing-masing mendapat azab berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.”      وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ   -- dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ   -- “Tidak ada bagi kamu suatu kelebihan  atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh apa yang senantiasa  kamu lakukan.” (Al-A’rāf [7]:39-40).
     Lebih lanjut Allah Swt. menjelaskan mengenai kerugian  yang dialami para penentang rasul Allah tersebut, firman-Nya: 
اِنَّ الَّذِیۡنَ  کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَا لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ  اَبۡوَابُ السَّمَآءِ  وَ لَا یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ مِہَادٌ  وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan  takabur berpaling darinya,   لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ  اَبۡوَابُ السَّمَآءِ  وَ لَا یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ  -- tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit ruhani dan tidak pula mereka akan masuk surga  hingga unta masuk ke lubang jarum, وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ -- dan demikianlah Kami membalas  orang-orang  yang  berdosa.  لَہُمۡ مِّنۡ جَہَنَّمَ مِہَادٌ  وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ غَوَاشٍ -- bagi mereka ada hamparan  Jahannam sedangkan di atas mereka ada selimut Jahannam, وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ  -- dan demikianlah Kami membalas orang-orang yang zalim. (Al-A’rāf [7]:41-42).
     Ketika Allah Swt. telah menutup rapat pintu-pintu langit keruhanian atau “langit Ketuhanan” kepada umat manusia (QS.72:9-13) maka berarti bukan saja Allah Swt. tidak akan pernah memberi petunjuk  atau solusi  yang dapat membuat mereka dapat melepaskan diri (keluar) dari kepungan kobaran api azab Ilahi, juga artinya berbagai permohonan doa  mereka kepada-Nya --   agar mereka dapat keluar dari cengkram azab Ilahi -- akan ditolak Allah Swt..

Terbukanya “Pintu-pintu Azab Ilahi” di Akhir Zaman ini

        Berbagai bentuk kobaran api azab Ilahi atau api kemurkaan Ilahi  yang  di Akhir Zaman ini melanda wilayah Timur Tengah, demikian juga  di  Afghanistan serta  Pakistan   merupakan  bukti kebenaran firman Allah Swt. tersebut, mereka bukan saja merasakan kekerasan hati sesama Muslim – seperti yang dilakukan kelompok ISIS, Boko Haram dan kelompok garis keras lainnya terhadap sesama Muslim -- bahkan kekuatan militer  pihak-pihak Non-Muslim  pun  terlibat pula di dalamnya memerangi  kelompok-kelompok penganut garis keras tersebut. Benarlah firman-Nya berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ ہُوَ  الۡقَادِرُ عَلٰۤی  اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atas kamu  اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- atau dari bawah kaki kamu atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ  -- lihatlah bagaimana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengerti.  وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ --  dan  kaum engkau telah men-dustakannya,  padahal itu adalah kebenaran. قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ  --  Katakanlah:  ”Aku sekali-kali bukan  penanggungjawab atas kamu.” لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ  --  bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu,  dan kamu segera akan mengetahui. (Al-An’ām [6]:66-68).
  Makna  Azab dari atas” maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penin-dasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental, dan sebagainya, dan “siksaan dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya. Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata  اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ -- membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”
  Di sini kata ganti “nya” dalam ayat وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ --  “dan kaum engkau telah mendustakannya,  padahal itu adalah kebenaran.”   -- menunjuk kepada (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir, maka kata-kata “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab Ilahi  yang dijanjikan pasti akan tiba.

Azab Ilahi Selalu Terjadi Secara Tiba-tiba

  Ayat   لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ  --  bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu,  dan kamu segera akan mengetahui   berarti bahwa  Allah Swt.  sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib (nubuatan). Maka azab Ilahi yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan datang juga pada saatnya yang tepat  secara tiba-tiba, sehingga mereka benar-benar menjadi sangat panik, firman-Nya:
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ غَافِلًا عَمَّا یَعۡمَلُ الظّٰلِمُوۡنَ ۬ؕ اِنَّمَا یُؤَخِّرُہُمۡ لِیَوۡمٍ تَشۡخَصُ  فِیۡہِ  الۡاَبۡصَارُ ﴿ۙ﴾ مُہۡطِعِیۡنَ مُقۡنِعِیۡ رُءُوۡسِہِمۡ لَا یَرۡتَدُّ اِلَیۡہِمۡ  طَرۡفُہُمۡ ۚ وَ اَفۡـِٕدَتُہُمۡ  ہَوَآءٌ ﴿ؕ﴾ 
Dan janganlah   engkau menyangka Allah lengah terhadap apa yang dikerjakan oleh orang-orang zalim itu, sesungguhnya Dia  memberi mereka tangguh hingga hari ketika  mata mereka akan terbelalak.   Mereka terburu-buru lari ketakutan dengan menengadahkan kepalanya, pandangan  mereka tidak berpaling dan hati mereka kosong.  (Ibrahim [14]: 43-44).
    Jadi kembali kepada masalah makna Sijjīn dan Iliyyīn (‘Iliyyūn) dalam firman-Nya berikut ini:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾  یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali tidak,  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ  -- sesungguhnya  kitab (rekaman amal)  orang-orang yang berbuat kebajikan  (al-abrār) itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ – benar-benar   di dalam ‘illiyyīn,  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ --  dan tahukah  engkau   apa  ’Illiyyūn  itu?  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ  --  yaitu sebuah Kitab tertulis (rekaman).  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang didekatkan kepada Allah  akan  menyaksikannya. اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ --   sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar  dalam kenikmatan, عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ  -- mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang, تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ -- engkau dapat mengenal  kesegaran nikmat itu pada wajah mereka.  یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ  -- mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai.  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ  -- meterainya kesturi.  وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ -- dan  yang demikian itu mereka yang meng-inginkan  hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ   --  dan campurannya adalah tasnīm,  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.  (Al-Muthaffifīn [83]:19-29).

Doa Ulul-Albāb (Orang-orang yang Mempergunakan Akal)

       Mengenai keistimewaan pelaku perbuatan baik  atau amal shaleh yang disebut birr (al-abrār/mabrūr)  yang dikemukakan ayat  19, Allah Swt. berfirman mengenai   doa ulul albūb (orang-orang yang mempergunakan akal):
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ﴿﴾ۚ
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta   pertukaran malam dan siang benar-benar terdapat Tanda-tanda  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ -- bagi orang-orang yang berakal,     yaitu   orang-orang yang  mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil  berbaring atas rusuk mereka,  وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ  -- dan mereka memikirkan (bertafakkur) mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi  seraya berkata: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا  --- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini  sia-sia,  سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  -- Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api. رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا --   “wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya  kami telah mendengar seorang Penyeru kepada keimanan seraya berkata: “Berimanlah kepada kepada Rabb (Tuhan) kamumaka kami telah beriman, رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا  -- wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami,  وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ -- dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan (abrār).” (Āli ‘Imran [3]:191-194).
   Jadi, seorang  beriman pelaku amal shaleh yang disebut birr (abrar)   -- yakni  orang yang mabrūr – erat kaitannya dengan sebutan  ulul albāb,   yaitu orang-orang yang mempergunakan akal atau bashirat  (penglihatan  ruhani) anugerah Allah Swt. (QS.76:1-4), yang Nabi Besar Muhammad saw. menyebutnya sebagai pelaku perbuatan baik (amal shaleh) yang disebut ihsan, dan pelaku ihsan tersebut dinamakan  muhsin, yang derajat ruhaninya lebih tinggi dari muttaqi  (orang yang bertakwa).
        Kata dzunub  dalam ayat  رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا      -- wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami” (Āli ‘Imran [3]:194),  umumnya menunjuk kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat melukiskan mengenai  relung-relung gelap dalam hati manusia yang  ke tempat (bagian) itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan sebaik-baiknya, sedangkan makna  sayyi’at (kesalahan/keburukan)  yang secara relatif  merupakan kata yang bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu yang menyembunyikan cahaya matahari ruhani dari pemandangan manusia. Lihat pula ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.

Penyebab Pengabulan Doa Mereka Oleh Allah Swt.

       Selanjutnya orang-orang yang indera-indera ruhaninya berfungsi dengan baik – dari golongan  orang-orang yang mabrūr -- tersebut berdoa, firman-Nya:
رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.” (Āli ‘Imran [3]:195).
          Terhadap permohonan doa pengampunan yang dipanjatkan oleh “orang-orang mempergunakan akal” tersebut Allah Swt. berfirman:
فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ  وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
Maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya berfirman: اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی --   “sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan. بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ --  sebagian kamu adalah dari sebagian lain, فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا  --   maka orang-orang yang  hijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang terbunuh, لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ  --  niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukan mereka,  وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ -- dan niscaya Aku akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ   --  sebagai ganjaran dari sisi Allah, dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Āli ‘Imran [3]:195).

Makna  Illiyyīn (‘Illiyyūn)

      Itulah makna kata   amal shaleh yang disebut abrār (birr) dalam dalam firman-Nya: کَلَّاۤ    -- sekali-kali tidak,  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ  -- sesungguhnya  kitab (rekaman amal)  orang-orang yang berbuat kebajikan  (al-abrār) itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ – benar-benar   di dalam ‘illiyyīn, selengkapnya Allah Swt. berfirman:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾  یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali tidak,  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ  -- sesungguhnya  kitab (rekaman amal)  orang-orang yang berbuat kebajikan  (al-abrār) itu لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ – benar-benar   di dalam ‘illiyyiin,  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ --  dan tahukah  engkau   apa ‘illiyyūn  itu?  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ  --  yaitu sebuah Kitab tertulis (rekaman).  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang didekatkan kepada Allah  akan  menyaksikannya. اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ --   sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar  dalam kenikmatan, عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ  -- mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang, تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ -- engkau dapat mengenal  kesegaran nikmat itu pada wajah mereka.  یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ  -- mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai.  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ  -- meterainya kesturi.  وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ -- dan  yang demikian itu mereka yang meng-inginkan  hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ   --  dan campurannya adalah tasnīm,  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.  (Al-Muthaffifīn [83]:19-29).
     ‘Illiyyūn  yang dianggap oleh sebagian orang berasal dari ‘ala, yang berarti  sesuatu itu tinggi atau menjadi tinggi, maksudnya martabat-martabat paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang beriman yang bertakwa pelaku abrār. Menurut  kamus Al-Mufradat, ‘illiyyūn itu orang-orang bertakwa  pilihan, yang akan menikmati kelebihan ruhani di atas orang-orang beriman umumnya.
   Kata ‘Illiyyūn  itu dapat juga menampilkan bagian-bagian Al-Quran yang mengandung nubuatan-nubuatan mengenai kemajuan dan kesejahteraan besar orang-orang beriman. Menurut Ibn ‘Abbas kata itu berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib menganggap ‘illiyyūn itu sebutan bagi para penghuninya.
    Karena sijjīn (QS.83:8-9) itu mufrad (bentuk tunggal) dan ‘illiyyīn jamak, maka nampak bahwa sementara hukuman bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat, sedangkan kemajuan ruhani orang-orang bertakwa – termamsuk di akhirat  -- akan berkesinambungan tanpa rintangan (QS.66:9) dan akan mengambil bentuk berbeda-beda. Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat ruhani lebih tinggi.
     Mengenai  ‘Illiyyūn   selanjutnya dikatakan: وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ --  dan tahukah  engkau   apa ‘illiyyūn  itu?  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ  --  yaitu sebuah Kitab tertulis (rekaman).  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang didekatkan kepada Allah  akan  menyaksikannya  (Al-Muthaffifīn [83]:20-21).

Golongan Muqarrabīn (Yang Dekat dengan Allah Swt.) 

    Dari Al-Quran diketahui ada  di 8 ayat dalam Surah Al-Quran yang berlainan mengenai kata  muqarrabīna atau muqarrabūna yang mengambarkan kedekatan dalam martabat atau  kedudukan atau posisi, contohnya:
  (1) Allah Swt. berfirman mengenai Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bahwa beliau termasuk  golongan Al-Muqarrabīna, yaitu orang-orang yang memiliki  kedekatan” dengan Allah Swt. sebagaimana para rasul Allah yang lainnya (QS.3:46).
   (2) Ketika tukang-tukang sihir menanyakan kepada Fir’aun apakah jika mereka unggul menghadapi  Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. mereka akan mendapat upah, Fir’aun bahkan  menjanjikan bahwa mereka akan menjadi orang yang  dekat” dengannya (QS.7:115; QS.26:43), tetapi janji Fir’aun tersebut tidak terjadi sebaba tukang-tukang sihir tersebut memilih menjadi “orang-orang yang dekat” dengan Allah Swt. walau pun mendapat ancaman mengerikan dari Fir’aun karena  mereka telah beriman kepada Nabi Musa a.s. (QS.7:117-127).
  (3) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,   sebagaimana para rasul Allah lainnya “muqarrab” (dekat) dengan Allah Swt. – termasuk para malaikat   -- mereka tidak merasa hina untuk beribadah kepada Allah Swt. (QS.4:173).
 (4) Golongan ahli surga dari  kalangan  sābiqūna sābiqūn  (yang terdahulu/terdepan dalam segala segi, mereka pun berasal dari  dari kalangan  Al-Muqarrabūna (orang-orang yang dekat dengan Allah Swt. – QS.56:11-15).
  Demikian juga Allah Swt. dalam Surah Al-‘Alaq telah memerintahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk menjadi orang-orang yang senantiasa terus semakin “dekat” (mendekat) kepada Allah Swt. کَلَّا ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ   -- sekali-kali tidak! Janganlah engkau taat kepadanya, melainkan bersujudlah dan mendekatlah kepada Allah”,   bagaimana pun hebatnya penentangan zalim  dari para penentang beliau saw.  firman-Nya:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾  خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾   الَّذِیۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾  عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ  یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّ  الۡاِنۡسَانَ  لَیَطۡغٰۤی ۙ﴿﴾  اَنۡ  رَّاٰہُ  اسۡتَغۡنٰی ﴿ؕ﴾  اِنَّ  اِلٰی رَبِّکَ  الرُّجۡعٰی ؕ﴿﴾  اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یَنۡہٰی ۙ﴿﴾  عَبۡدًا اِذَا صَلّٰی ﴿ؕ﴾  اَرَءَیۡتَ  اِنۡ کَانَ عَلَی الۡہُدٰۤی ﴿ۙ﴾  اَوۡ  اَمَرَ  بِالتَّقۡوٰی ﴿ؕ﴾  اَرَءَیۡتَ  اِنۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی ﴿ؕ﴾  اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی ﴿ؕ﴾  کَلَّا لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ  لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ ﴿ۙ﴾  نَاصِیَۃٍ کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ ﴿ۚ﴾  فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ ﴿ۙ﴾  سَنَدۡعُ  الزَّبَانِیَۃَ ﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ ﴿٪ٛ﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ  -- Bacalah dengan nama Rabb (Tuhan) engkau Yang  menciptakan,   menciptakan manusia  dari  segumpal darah.  اِقۡرَاۡ وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ  --    Bacalah, dan  Rabb (Tuhan) engkau   Maha Mulia,  Yang mengajar dengan pena,   mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.   کَلَّاۤ  اِنَّ  الۡاِنۡسَانَ  لَیَطۡغٰۤی   --  Sekali-kali tidak, sesungguhnya manusia itu pelampau batas, karena ia menganggap dirinya berkecukupan. اِنَّ  اِلٰی رَبِّکَ  الرُّجۡعٰی --   Sesungguhnya  kepada Rabb (Tuhan) engkaulah tempat kembali. اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یَنۡہٰی  -- apakah engkau melihat orang yang  melarang,  عَبۡدًا اِذَا صَلّٰی  --   seorang hamba Kami  ketika ia shalat?  اَرَءَیۡتَ  اِنۡ کَانَ عَلَی الۡہُدٰۤی  -- Bagaimanakah pendapat eng-kau jika ia mengikuti petunjuk, اَوۡ  اَمَرَ  بِالتَّقۡوٰی  -- atau ia menyuruh bertakwa.  اَرَءَیۡتَ  اِنۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی  --  Bagaimanakah pendapat engkau jika ia mendustakan dan berpaling? اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی   --  Apakah ia tidak mengetahui, bahwa sesungguhnya Allah melihat?   کَلَّا لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ  لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ     -- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti  niscaya Kami akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ  --   Jambul orang yang mendus-takan lagi  berdosa.  فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ   -- Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya, سَنَدۡعُ  الزَّبَانِیَۃَ --   Kami pun segera akan memanggil para malaikat pelaksana hukuman.  کَلَّا ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ   -- sekali-kali tidak! Janganlah engkau taat kepadanya, melainkan bersujudlah dan mendekatlah kepada Allah. (Al-‘Alāq [96]:1-20). 

Mereka yang Akan Diseret Pada Jambulnya ke Dalam Kehinaan di Dunia dan Akhirat
  Kata ‘abdan (hamba)  dalam ayat عَبۡدًا اِذَا صَلّٰی  --   seorang hamba Kami  ketika ia shalat?” ditujukan kepada setiap orang Islam yang melakukan ibadah, tetapi terutama kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai hamba Allah yang paling sempurna.
   Ayat-ayat 10-18:  کَلَّا لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ  لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ     -- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti  niscaya Kami akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ  --  Jambul orang yang mendustakan lagi  berdosa.  فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ   --  Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya,” meskipun biasanya dikenakan kepada setiap orang kafir yang sombong lagi keras hati, tetapi oleh sebagian ahli tafsir dianggap tertuju kepada Abu Jahal, pemimpin suku Quraisy Mekkah. Ia senantiasa ada di garis depan dalam menjengkelkan, melawan, dan menganiaya Nabi Besar Muhammad saw.   serta orang-orang Muslim. 
     Beberapa budak yang telah memeluk Islam atas perintahnya telah diseret pada jambul mereka di lorong-lorong Mekkah. Sesudah kekalahan di Badar mayat sebagian pemimpin suku Quraisy, termasuk Abu Jahal di antara mereka, diseret-seret pada jambulnya dan dilemparkan ke dalam sebuah lubang yang telah digali khusus untuk tujuan itu. Yang demikian itu merupakan hukuman yang setimpal atas perlakuan yang telah diperlihatkan mereka kepada orang-orang Islam yang tidak berdaya itu  beberapa tahun sebelumnya di Mekkah.
  Zabaniyah berarti: perwira-perwira angkatan bersenjata atau pembesar kepo-lisian; para malaikat atau penjaga neraka; malaikat-malaikat pelaksana hukuman (Lexicon Lane). 
        Jadi, menurut firman Allah Swt. tersebut siapa pun  dan fihak mana pun yang melakukan pelarangan terhadap umat beragama untuk beribadah di tempat-tempat peribadahan mereka – terutama di mesjid-mesjid Islam (QS.2:115) --  maka pasti Allah  Swt. akan “menyeret mereka” pada jambulnya ke dalam kehinaan martabat – baik di dunia mau pun di akhirat nanti, sebagaimana yang dialami oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya,  firman-Nya:
وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ ؕ لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam mesjid-mesjid Allah dan berupaya merobohkannya? Mereka itu tidak layak masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut.  لَہُمۡ  فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ --   bagi mereka ada kehinaan di dunia,  dan bagi mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah [2]:115).
       Ayat ini merupakan tudingan keras terhadap mereka yang membawa perbedaan-perbedaan agama mereka sampai ke titik runcing, sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi orang menyembah Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu jauh, hingga membinasakan rumah-rumah ibadah mereka. Tindakan kekerasan demikian di sini dicela dengan kata-kata keras dan di samping itu ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas.
       Al-Quran mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua orang untuk menyembah Tuhan di tempat ibadah, sebab  kuil, gereja atau masjid adalah tempat yang dibuat untuk beribadah kepada Allah Swt., sedangkan orang yang menghalangi orang lain beribadah kepada Tuhan dalam tempat itu, pada hakikatnya telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat tersebut.



(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                             ***
Pajajaran Anyar, 10 November    2014







Tidak ada komentar:

Posting Komentar