بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 351
Muslim dan Mukmin
Hakiki & Hamba-hamba Allah Swt. “Pewaris”
Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan ayat mengenai
pentingnya menjadikan agama
Islam sebagai syir’ah dan minhāj, firman-Nya:
وَ مَنۡ
یَّبۡتَغِ غَیۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِیۡنًا فَلَنۡ یُّقۡبَلَ مِنۡہُ ۚ وَ ہُوَ فِی
الۡاٰخِرَۃِ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ کَیۡفَ یَہۡدِی
اللّٰہُ قَوۡمًا کَفَرُوۡا بَعۡدَ
اِیۡمَانِہِمۡ وَ شَہِدُوۡۤا اَنَّ الرَّسُوۡلَ حَقٌّ وَّ جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ جَزَآؤُہُمۡ اَنَّ عَلَیۡہِمۡ لَعۡنَۃَ اللّٰہِ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃِ وَ النَّاسِ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ۚ لَا یُخَفَّفُ عَنۡہُمُ
الۡعَذَابُ وَ لَا ہُمۡ یُنۡظَرُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan barangsiapa
mencari agama yang bukan agama
Islam, maka agama itu tidak akan pernah diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi. Bagaimana mungkin Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka
beriman, dan mereka telah menjadi
saksi pula bahwa sesungguhnya
rasul itu benar, dan juga
telah datang kepada mereka
bukti-bukti yang nyata? وَ
اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ
الظّٰلِمِیۡنَ -- dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang zalim. اُولٰٓئِکَ جَزَآؤُہُمۡ اَنَّ
عَلَیۡہِمۡ لَعۡنَۃَ اللّٰہِ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ وَ النَّاسِ اَجۡمَعِیۡنَ -- Mereka inilah orang-orang yang atas mereka balasannya adalah
laknat Allah, malaikat dan manusia
seluruhnya. خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ۚ لَا یُخَفَّفُ عَنۡہُمُ
الۡعَذَابُ وَ لَا ہُمۡ یُنۡظَرُوۡنَ -- mereka kekal di dalamnya, azab
tidak akan diringankan dari mereka, dan tidak pula mereka akan diberi tangguh, (Ali ‘Imran [3]:86-89).
Pentingnya Beriman yang Kaffah (Menyeluruh dan Seutuhnya) kepada
Para Rasul Allah
Tentu saja suatu kaum yang mula-mula beriman
kepada kebenaran seorang nabi Allah dan
menyatakan keimanan mereka kepada nabi Allah itu secara terang-terangan
dan menjadi saksi atas Tanda-tanda Ilahi tetapi kemudian menolaknya karena takut kepada manusia atau karena pertimbangan duniawi lainnya, mereka kehilangan segala hak untuk mendapat lagi petunjuk kepada jalan yang
lurus.
Atau, ayat itu dapat pula
mengisyaratkan kepada mereka yang beriman
kepada para nabi terdahulu tetapi menolak beriman kepada Nabi Besar
Muhammad saw., padahal Allah Swt.
melarang membeda-bedakan para rasul Allah (QS.2:285-287), dan dilarang mengambil “jalan tengah” --
dengan menyatakan “tidak beriman” tetapi “tidak menolak” --
sebab sikap munafik seperti
itu merupakan kekafiran yang sebenarnya, firman-Nya:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ یَکۡفُرُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ وَ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ
یُّفَرِّقُوۡا بَیۡنَ اللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ وَ یَقُوۡلُوۡنَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضٍ وَّ
نَکۡفُرُ بِبَعۡضٍ ۙ وَّ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یَّتَّخِذُوۡا بَیۡنَ ذٰلِکَ سَبِیۡلًا ﴿﴾ۙ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡکٰفِرُوۡنَ حَقًّا ۚ وَ
اَعۡتَدۡنَا لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابًا مُّہِیۡنًا ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ وَ
لَمۡ یُفَرِّقُوۡا بَیۡنَ اَحَدٍ مِّنۡہُمۡ اُولٰٓئِکَ سَوۡفَ یُؤۡتِیۡہِمۡ
اُجُوۡرَہُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾٪
Sesungguhnya orang-orang
yang kafir kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya,
dan mereka ingin membeda-bedakan antara
Allah dan Rasul-rasul-Nya, mereka mengatakan: وَ یَقُوۡلُوۡنَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضٍ وَّ
نَکۡفُرُ بِبَعۡضٍ ۙ وَّ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یَّتَّخِذُوۡا بَیۡنَ ذٰلِکَ سَبِیۡلًا -- “Kami
beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian lain”
serta mereka ingin mengambil jalan tengah di antara hal demikian itu, اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡکٰفِرُوۡنَ حَقًّا - mereka itulah orang-orang yang sebenar-benarnya kafir, وَ اَعۡتَدۡنَا لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابًا
مُّہِیۡنًا --
dan Kami telah menyediakan bagi
orang-orang kafir azab yang menghinakan. وَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ وَ لَمۡ یُفَرِّقُوۡا بَیۡنَ اَحَدٍ مِّنۡہُمۡ ا -- Dan orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-rasul-Nya serta tidak membedakan seorang pun di antara
mereka, اُولٰٓئِکَ سَوۡفَ
یُؤۡتِیۡہِمۡ اُجُوۡرَہُمۡ -- kepada mereka inilah Allah segera akan memberikan
ganjaran mereka, وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمً -- dan Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (An-Nisa [4]:151-153).
Ayat ini
berarti bahwa mereka menerima Tuhan
dan menolak nabi-nabi-Nya; atau menerima beberapa nabi dan menolak yang
lainnya; atau menerima beberapa dakwa seorang nabi dan menolak dakwa lainnya. Keimanan sejati nampak dari penyerahan diri seutuhnya dengan menerima Tuhan dan semua rasul-Nya beserta segala dakwa
mereka. Tak diizinkan mengambil jalan
tengah di antara hal demikian itu.
Jadi,
kembali kepada ucapan dusta golongan Ahli Kitab mengenai yang berhak menjadi “penghuni surga”, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا
لَنۡ یَّدۡخُلَ الۡجَنَّۃَ اِلَّا مَنۡ کَانَ ہُوۡدًا اَوۡ نَصٰرٰی ؕ تِلۡکَ
اَمَانِیُّہُمۡ ؕ قُلۡ ہَاتُوۡا بُرۡہَانَکُمۡ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ بَلٰی
٭ مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ وَ ہُوَ مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ ۪ وَ
لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan mereka
berkata: ”Tidak akan pernah ada yang akan masuk surga,
kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani.” Ini hanyalah angan-angan mereka belaka. Katakanlah: “Kemukakanlah bukti-bukti kamu, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.” بَلٰی ٭
مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ -- Tidak
demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri kepada Allah, وَ ہُوَ
مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ -- dan ia
berbuat ihsan, maka baginya ada ganjaran di sisi Rabb-nya
(Tuhan-nya), وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا
ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- tidak ada ketakutan atas mereka
dan tidak pula mereka akan bersedih.
(Al-Baqarah
[112-113).
Tiga Tingkatan Suluk (Jalan Tempuhan Ruhani): Fana, Baqa
dan Liqa-iIllah
Pengakuan mereka itu dibantah
Allah Swt. dalam ayat selanjutnya:
بَلٰی ٭ مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ -- tidak
demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri kepada Allah, وَ ہُوَ
مُحۡسِنٌ فَلَہٗۤ اَجۡرُہٗ عِنۡدَ رَبِّہٖ -- dan ia
berbuat ihsan, maka baginya ada ganjaran di sisi Rabb-nya
(Tuhan-nya), وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا
ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- tidak ada ketakutan atas mereka
dan tidak pula mereka akan bersedih.
(Al-Baqarah
[112-113).
Makna kalimat مَنۡ اَسۡلَمَ bukanlah sekedar telah “beragama Islam” belaka – yakni “Islam
KTP” -- sebagaimana yang dikemukakan oleh orang-orang Arab gurun yang jahil (bodoh)
berikut ini, mengenai hal tersebut
berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قَالَتِ
الۡاَعۡرَابُ اٰمَنَّا ؕ قُلۡ لَّمۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ لٰکِنۡ قُوۡلُوۡۤا
اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ ؕ وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ لَا یَلِتۡکُمۡ مِّنۡ
اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَا
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ
لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ
شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ یَمُنُّوۡنَ
عَلَیۡکَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ
عَلَیۡکُمۡ اَنۡ ہَدٰىکُمۡ لِلۡاِیۡمَانِ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ
اللّٰہَ یَعۡلَمُ غَیۡبَ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ
بَصِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Orang-orang Arab gurun berkata: اٰمَنَّا -- “Kami telah beriman.” قُلۡ لَّمۡ
تُؤۡمِنُوۡا -- Katakanlah: “Kamu belum beriman, وَ لٰکِنۡ قُوۡلُوۡۤا
اَسۡلَمۡنَا وَ لَمَّا یَدۡخُلِ الۡاِیۡمَانُ فِیۡ قُلُوۡبِکُمۡ -- tetapi katakanlah: اَسۡلَمۡنَا -- ‘Kami telah berserah diri’, karena keimanan
belum masuk ke dalam hati kamu.” وَ اِنۡ تُطِیۡعُوا
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ لَا یَلِتۡکُمۡ
مِّنۡ اَعۡمَالِکُمۡ شَیۡئًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ -- tetapi jika kamu menaati Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sesuatu
dari amal-amal kamu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Hujurāt [49]:15).
Pentingnya Ke-Muslim-an
dan Keimanan yang Hakiki
Sekalian orang Muslim merupakan bagian tidak terpisahkan dari persaudaraan dalam Islam (QS.49:11), Islam memberikan hak sama
kepada putra-putra padang pasir buta
huruf dan biadab, seperti halnya
kepada penduduk kota kecil maupun kota besar yang beradab dan berbudaya;
hanya saja oleh Islam dianjurkan kepada mereka yang disebut pertama (orang-orang
Arab gurun) agar mereka berusaha lebih
keras untuk belajar dan meresapkan ke dalam dirinya ajaran Islam
dan membuat ajaran-ajaran itu menjadi
pedoman hidup mereka (QS.29:70).
Mengapa demikian? Sebab ajaran
Islam (Al-Quran) yang sempurna (QS.5:4) bukan hanya untuk sekedar dikatakan (diucapkan) oleh orang-orang
Islam seperti “burung beo”, melainkan
untuk diamalkan secara nyata
dalam setiap segi kehidupan (QS.61:3;
QS.3:32; QS.33:22; QS.4:70-71).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk memberikan
pengertian kepada orang-orang Arab gurun tersebut mengenai makna hakiki beriman kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya:
اِنَّمَا
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ
لَمۡ یَرۡتَابُوۡا وَ جٰہَدُوۡا بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang beriman adalah الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رَسُوۡلِہٖ -- orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
ثُمَّ لَمۡ
یَرۡتَابُوۡا -- kemudian tidak ragu-ragu, وَ جٰہَدُوۡا
بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ -- dan terus
berjihad dengan harta dan jiwa
mereka di jalan Allah. اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الصّٰدِقُوۡنَ -- mereka itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujurāt [49]:16).
Lebih lanjut Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai kebanggaan keliru
orang-orang jahil seperti itu,
firman-Nya:
قُلۡ اَتُعَلِّمُوۡنَ اللّٰہَ بِدِیۡنِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ
Katakanlah, “Apakah kamu mengajarkan kepada Allah tentang agama kamu? Padahal Allah
mengetahui apa yang ada di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hujurāt
[49]:17).
Kemudian Allah Swt. menjelaskan kepada mereka mengenai karunia besar Allah Swt. kepada mereka yang telah memberi petunjuk untuk kepada ke-Muslim-an dan keimanan yang hakiki, firman-Nya:
یَمُنُّوۡنَ عَلَیۡکَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلۡ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَیَّ اِسۡلَامَکُمۡ ۚ بَلِ اللّٰہُ یَمُنُّ
عَلَیۡکُمۡ اَنۡ ہَدٰىکُمۡ لِلۡاِیۡمَانِ
اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ
یَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Mereka mengira telah memberi anugerah kepada engkau karena mereka telah menjadi orang Islam. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa memberi anugerah kepadaku karena ke-Islam-an kamu, bahkan Allah-lah
Yang memberi anugerah terhadap kamu karena Dia telah memberi kamu petunjuk kepada iman, jika kamu orang-orang
yang benar.” Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di seluruh langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurāt [49]:15-19).
Makna Wajh (Wajah)
& Makna “Jiwa yang Tentram”
Jadi,
itulah makna kata makna kalimat مَنۡ اَسۡلَمَ dalam
firman-Nya: بَلٰی ٭ مَنۡ اَسۡلَمَ
وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ -- “tidak
demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri kepada Allah,” (QS.2:113), bukanlah sekedar telah “beragama Islam” belaka. Makna kata wajh
dalam kalimat وَجۡہَہٗ
لِلّٰہِ berarti: wajah
(muka); wujud benda itu sendiri; tujuan dan motif; perbuatan atau tindakan yang kepadanya seseorang menujukan perhatian; jalan yang diinginkan, anugerah atau kebaikan (Aqrab-ul-Mawarid).
Jadi Surah Al-Baqarah ayat 113 tersebut ini memberi isyarat kepada ketiga taraf penting ketakwaan sempurna dalam melakukan suluk (perjalanan ruhani) yaitu yang harus ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang ingin meraih “perjumpaan” dengan Allah Swt. (liqa-illah)
Dalam kehidupan di dunia ini juga, yaitu: (1) fana (menghilangkan diri), (2) baqa (kelahiran kembali), dan (3) liqa (memanunggal dengan Allah Swt.).
Kata-kata “berserah diri kepada Allah” dalam ayat بَلٰی ٭
مَنۡ اَسۡلَمَ وَجۡہَہٗ لِلّٰہِ -- “tidak demikian, bahkan yang benar ialah barangsiapa
berserah diri kepada Allah,” berarti
segala kekuatan dan anggota tubuh kita, dan apa-apa yang
menjadi bagian diri kita, hendaknya diserahkan
kepada kehendak Allah Swt. seutuhnya dan dibaktikan kepada-Nya. Keadaan itu dikenal sebagai fana atau
kematian yang harus ditimpakan
seorang Muslim atas dirinya sendiri.
Anak-kalimat kedua وَ ہُوَ مُحۡسِنٌ -- “dan
ia berbuat ihsan” menunjuk kepada keadaan baqa atau kelahiran kembali, sebab bila seseorang
telah melenyapkan dirinya (fana) dalam cinta Ilahi dan segala tujuan serta keinginan duniawi telah lenyap, ia seolah-olah dianugerahi kehidupan baru yang dapat disebut baqa
atau kelahiran kembali, maka ia hidup untuk Allah Swt. dan bakti
(berkhidmat) kepada umat manusia.
Kata-kata penutup وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ
یَحۡزَنُوۡنَ -- “tidak ada ketakutan atas mereka
dan tidak pula mereka akan bersedih”
menjelaskan taraf kebaikan ketiga dan
tertinggi — taraf liqa atau memanunggal (menyatu) dengan Allah Swt. yang dalam Al-Quran (QS.89:28) disebut pula “jiwa yang tenteram” atau nafs-al-Muthmainnah, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا
النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau,
engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.
Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr
[89]:28-31).
Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan
pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada
tingkat ini yang disebut pula tingkat
surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak dan ruhani,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khusus. Ia “manunggal” dengan Allah
Swt. dalam Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya
dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia
inilah dan bukan sesudah mati perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk
ke surga.
Para “Pewaris” Al-Quran &
Tiga Tingkatan Keruhanian: Ammarah,
Lawwāmah, Muthmainnah
Mengisyaratkan
kepada ketiga tingkatan suluk
(perjalanan ruhani) itu pulalah firman Allah Swt. mengenai keadaan para pewaris Al-Quran, firman-Nya:
ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا
مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ
مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang telah Kami
pilih dari antara hamba-hamba Kami,
maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya, dari antara mereka ada
yang mengambil jalan tengah, dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar.
(Al-Fāthir [35]:33).
Menurut ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada
tingkat pertama ia melancarkan peperangan
yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (QS.12:54) serta
mengamalkan peniadaan diri (fana) secara
mutlak. Itulah makna فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ -- “maka dari antara mereka sangat
zalim terhadap dirinya”. Itulah peperangan sengit melawan hawa-nafsu pada tingkatan nafs
al- Ammarah.
Pada tingkat selanjutnya, kemajuan
ke arah tujuannya hanya sebagian saja: وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ -- “dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah”, yang disebut tingkatan nafs al- Lawwamah (QS.75:3), dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata,
itulah makna: وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ
بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ
الۡکَبِیۡرُ - “dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar” yang disebut tingkatan nafs al-Muthmainnah
(QS.89:27-29).
Mereka itulah para hamba Allah yang disebut memiliki “bekas-bekas sujud” yang hakiki pada wajah mereka berkat “kebersamaan” mereka dengan Nabi Besar Muhammad saw.., sebagaimana perumpamaan mereka dalam Taurat dan Injil, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ
مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی
الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ -- dan orang-orang
besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka,
فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau melihat mereka
rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ -- ciri-ciri pe-ngenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ
-- demikianlah perumpamaan mereka
dalam Taurat, وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ
یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ -- dan perumpamaan
mereka dalam Injil adalah laksana tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi
kuat, kemudian menjadi kokoh dan berdiri
mantap pada batangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً
وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:28).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar