بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 364
Keserasian dan
Keselarasan Sempurna Tatanan Alam Semesta Jasmani dan Tatanan “Alam Semesta Ruhani” Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
akhir bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan firman Allah Swt. mengenai
perintah Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk tidak mentaati keinginan hawa-nafsu para penentang beliau pimpinan Abu
Jahal, bagaimana pun zalimnya
berbagai fitnah serta tindakan-tindakan yang mereka lakukan
terhadap beliau saw. dan orang-orang
yang beriman kepada beliau saw., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ ۚ﴿﴾ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍ ۚ﴿﴾ اِقۡرَاۡ
وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ
عَلَّمَ بِالۡقَلَمِ ۙ﴿﴾ عَلَّمَ
الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ؕ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ
لَیَطۡغٰۤی ۙ﴿﴾ اَنۡ رَّاٰہُ
اسۡتَغۡنٰی ﴿ؕ﴾ اِنَّ اِلٰی رَبِّکَ
الرُّجۡعٰی ؕ﴿﴾ اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ
یَنۡہٰی ۙ﴿﴾
عَبۡدًا اِذَا صَلّٰی ﴿ؕ﴾ اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَانَ عَلَی الۡہُدٰۤی ﴿ۙ﴾ اَوۡ اَمَرَ بِالتَّقۡوٰی ﴿ؕ﴾ اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی ﴿ؕ﴾ اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی ﴿ؕ﴾ کَلَّا لَئِنۡ لَّمۡ
یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا بِالنَّاصِیَۃِ
﴿ۙ﴾ نَاصِیَۃٍ کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ ﴿ۚ﴾ فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ ﴿ۙ﴾ سَنَدۡعُ الزَّبَانِیَۃَ ﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ
اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ ﴿٪ٛ﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. اِقۡرَاۡ
بِاسۡمِ رَبِّکَ الَّذِیۡ خَلَقَ -- Bacalah
dengan nama Rabb (Tuhan) engkau
Yang menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah. اِقۡرَاۡ
وَ رَبُّکَ الۡاَکۡرَمُ -- Bacalah, dan Rabb
(Tuhan) engkau Maha Mulia, Yang mengajar dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak
diketahuinya. کَلَّاۤ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ
لَیَطۡغٰۤی --
Sekali-kali tidak,
sesungguhnya manusia itu pelampau batas,
karena ia menganggap dirinya
berkecukupan. اِنَّ اِلٰی رَبِّکَ
الرُّجۡعٰی -- Sesungguhnya kepada Rabb (Tuhan) engkaulah tempat
kembali. اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یَنۡہٰی -- apakah engkau melihat
orang yang melarang, عَبۡدًا
اِذَا صَلّٰی --
seorang hamba Kami
ketika ia shalat? اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَانَ عَلَی
الۡہُدٰۤی
-- Bagaimanakah pendapat engkau jika ia mengikuti petunjuk, اَوۡ اَمَرَ
بِالتَّقۡوٰی -- atau ia
menyuruh bertakwa. اَرَءَیۡتَ اِنۡ کَذَّبَ وَ
تَوَلّٰی
-- Bagaimanakah pendapat engkau
jika ia mendustakan dan berpaling? اَلَمۡ یَعۡلَمۡ بِاَنَّ اللّٰہَ یَرٰی --
Apakah ia tidak mengetahui,
bahwa sesungguhnya Allah melihat? کَلَّا لَئِنۡ
لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا
بِالنَّاصِیَۃِ -- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti niscaya Kami
akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ
کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ -- Jambul orang yang mendustakan lagi berdosa. فَلۡیَدۡعُ
نَادِیَہٗ -- Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya, سَنَدۡعُ الزَّبَانِیَۃَ
-- Kami
pun segera akan memanggil para malaikat pelaksana hukuman. کَلَّا
ؕ لَا تُطِعۡہُ وَ اسۡجُدۡ وَ اقۡتَرِبۡ -- sekali-kali
tidak! Janganlah engkau taat
kepadanya, melainkan bersujudlah dan
mendekatlah kepada Allah. (Al-‘Alāq
[96]:1-20).
Mereka yang Akan Diseret
Pada Jambulnya ke Dalam Kehinaan
di Dunia dan Akhirat
Kata ‘abdan (hamba) dalam ayat عَبۡدًا
اِذَا صَلّٰی --
seorang hamba Kami
ketika ia shalat?” ditujukan kepada setiap orang Islam yang melakukan ibadah,
tetapi terutama kepada Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai hamba Allah
yang paling sempurna.
Ayat-ayat 10-18: کَلَّا
لَئِنۡ لَّمۡ یَنۡتَہِ ۬ۙ لَنَسۡفَعًۢا
بِالنَّاصِیَۃِ -- Sekali-kali tidak! Jika ia tidak berhenti niscaya Kami
akan menarik dia pada jambulnya, نَاصِیَۃٍ
کَاذِبَۃٍ خَاطِئَۃٍ -- Jambul
orang yang mendustakan
lagi berdosa. فَلۡیَدۡعُ نَادِیَہٗ --
Maka hendaklah ia memanggil
teman-temannya,” meskipun biasanya dikenakan kepada setiap orang kafir yang sombong lagi keras hati,
tetapi oleh sebagian ahli tafsir
dianggap tertuju kepada Abu Jahal,
pemimpin suku Quraisy Mekkah. Ia senantiasa ada di garis depan dalam
menjengkelkan, melawan, dan menganiaya Nabi Besar Muhammad saw. serta orang-orang Muslim.
Beberapa budak yang telah memeluk Islam
-- di antaranya Bilal r.a. -- atas perintahnya telah diseret pada jambul mereka di lorong-lorong Mekkah.
Dan sebagai bukti kebenaran ancaman
Allah Swt. tersebut, sesudah kekalahan
di Perang Badar mayat sebagian
pemimpin suku Quraisy, termasuk Abu Jahal
di antara mereka, diseret-seret pada jambulnya dan dilemparkan ke dalam
sebuah lubang yang telah digali
khusus untuk tujuan itu. Yang demikian itu merupakan hukuman yang setimpal atas perlakuan
zalim mereka kepada orang-orang
Islam yang tidak berdaya itu beberapa
tahun sebelumnya di Mekkah.
Kata Zabaniyah dalam ayat فَلۡیَدۡعُ
نَادِیَہٗ -- Maka hendaklah ia memanggil teman-temannya, سَنَدۡعُ الزَّبَانِیَۃَ
-- Kami
pun segera akan memanggil para malaikat pelaksana hukuman” berarti:
perwira-perwira angkatan bersenjata atau pembesar
kepolisian; para malaikat atau penjaga neraka; malaikat-malaikat pelaksana
hukuman (Lexicon Lane).
Jadi,
menurut firman Allah Swt. tersebut, siapa pun dan fihak
mana pun yang melakukan pelarangan
terhadap umat beragama untuk beribadah di tempat-tempat peribadahan mereka – terutama di mesjid-mesjid Islam (QS.2:115) -- maka pasti Allah Swt. akan “menyeret mereka” pada jambulnya
ke dalam kehinaan martabat – baik di dunia mau pun di akhirat nanti, sebagaimana yang dialami oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya,
firman-Nya:
وَ مَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنۡ مَّنَعَ
مَسٰجِدَ اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ
اُولٰٓئِکَ مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ ؕ لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی
الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang
lebih zalim daripada orang yang
menghalangi orang yang menyebut nama-Nya di dalam
mesjid-mesjid Allah dan berupaya
merobohkannya? Mereka itu tidak
layak masuk ke dalamnya kecuali dengan
rasa takut. لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ
لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ
-- bagi mereka ada kehinaan di dunia, dan bagi mereka azab yang besar di akhirat.
(Al-Baqarah
[2]:115).
Ayat ini merupakan tudingan keras terhadap mereka yang
membawa perbedaan-perbedaan agama mereka
sampai ke titik runcing, sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan atau menodai tempat-tempat beribadah milik agama-agama lain. Mereka menghalang-halangi
orang menyembah Tuhan di
tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu jauh, hingga
membinasakan rumah-rumah ibadah mereka.
Tindakan kekerasan demikian di sini
dicela dengan kata-kata keras dan di
samping itu ditekankan ajaran toleransi
dan berpandangan luas.
Al-Quran
mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasinya bagi semua
orang untuk menyembah Tuhan di tempat
ibadah, sebab kuil,
gereja atau masjid adalah tempat yang
dibuat untuk beribadah kepada Allah Swt.,
sedangkan orang yang menghalangi
orang lain beribadah kepada Tuhan
dalam tempat itu, pada hakikatnya
telah membantu kehancuran dan kebinasaan tempat tersebut.
Golongan yang Dimuliakan Allah Swt. di Akhirat
Sebaliknya, “golongan minoritas” -- yang hanya karena mereka telah
beriman kepada Allah Swt. dan kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.3:191-196) -- mereka terus menerus diperlakukan secara zalim oleh para penentang mereka, insya Allah,
mereka akan termasuk ahli surga
dari “golongan kanan” dan golongan Al-Muqarrabūna (orang-orang yang dekat dengan Allah Swt. – QS.56:8-11),
dan mereka akan memperoleh “rawhun (kesenangan), rīhānun
(keharuman) dan jannatu na’īm (surga kenikmatan QS.56:89-90), sebagaimana
firman-Nya: اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ -- sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar dalam kenikmatan,
عَلَی
الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ -- mereka
duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang. (Al-Muthaffifīn [83]:23-24).
Kata-kata عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ -- “mereka duduk
di atas dipan-dipan sambil memandang” dapat berarti:
(1) sambil duduk di atas singgasana
kemuliaan, orang beriman akan menyaksikan
nasib sedih yang akan menimpa orang-orang kafir sombong para penentang
rasul Allah sebagaimana dijanjikan Allah Swt. terhadap para rasul-Nya (QS.58:21-23).
(2) sambil duduk di atas singgasana
kekuasaan mereka akan berlaku adil
terhadap orang banyak (QS.22:40-42).
(3) mereka akan menaruh
perhatian yang layak terhadap keperluan orang lain (QS.76:9-12;
QS.92:18-22), itu pula arti kata nazhara (Lexicon Lane).
(4) mereka di dalam surge
akan “memandang” penampakan Wajah (Wujud) Allah Swt. yang merupakan nikmat surgawi yang tertinggi, firman-Nya:
وُجُوۡہٌ یَّوۡمَئِذٍ نَّاضِرَۃٌ ﴿ۙ﴾ اِلٰی رَبِّہَا نَاظِرَۃٌ ﴿ۚ﴾
“Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri, kepada Rabb-Nya
(Tuhan-nya) mereka memandang. (Al-Qiyamah
[75]:23-24).
Orang-orang beriman yang bertakwa
akan memandang kepada Rabb (Tuhan) mereka, sambil mengharapkan memperoleh ganjaran untuk amal saleh mereka, atau mereka akan dianugerahi mata ruhani istimewa agar dapat melihat Allah Swt. dengan “mata
ruhaninya” (bashirah).
Penampakkan (Tajjaliyyat) Allah Swt. tersebut
akan merupakan penjelmaan istimewa
Allah Swt. yang akan disingkapkan kepada ruh manusia tidak terhalang oleh hijab duniawinya, terutama dalam surga di akhirat. Ada pun orang-orang yang tidak termasuk ulul-albāb atau golongan al-muqarrabīn (yang memperoleh kedekatan dengan Allah Swt.)
-- terutama para penentang rasul
Allah – mereka di Akhirat akan
dibangkitkan dalam keadaan buta
(QS.17:73; QS.20:125-129).
Rezeki Ruhani dari Al-Quran & “Orang-orang yang Disucikan” Allah Swt.
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai para penghuni surga yang memiliki martabat
ruhani yang istimewa tersebut: تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ -- engkau
dapat mengenal kesegaran nikmat itu pada wajah mereka. یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ -- mereka
akan diberi minum minuman murni yang bermeterai. خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ -- meterainya kesturi. وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ
الۡمُتَنَافِسُوۡنَ -- dan
yang demikian itu mereka yang
menginginkan hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ
مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ
-- dan campurannya
adalah tasnīm, وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ -- mata air yang minum darinya orang-orang
yang didekatkan kepada Allah.
(Al-Muthaffifīn [83]:26-29).
Jika “minuman
murni yang bermeterai“ dimaksudkan Al-Quran maka tasnīm dapat dianggap wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada orang-orang pilihan Tuhan atau golongan al-muqarrabīn (yang memperoleh kedekatan dengan Allah Swt.), yaitu para pengikut hakiki Nabi Besar
Muhammad saw. yang bertakwa (QS.3:32; QS.4:70-71), sebab tanpa keberadaan wahyu Ilahi maka manusia
tidak akan mengetahui makna-maknanya yang hakiki serta berbagai hikmah mendalam yang terkandung dalam Al-Quran (QS.42:52-54).
Sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt.
berfirman mengenai kesempurnaan wahyu
Al-Quran:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ
بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ
اِنَّہٗ لَقَسَمٌ لَّوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ
﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan
sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu
mengetahui. Sesungguhnya itu benar-benar
Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan, wahyu yang diturunkan dari Rabb
(Tuhan) seluruh alam (Al-Wāqi’ah [56]:76-81).
Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara
dan terjaga baik (QS.15:10) merupakan
tantangan terbuka kepada seluruh
dunia, tetapi selama 14 abad, tantang-an
itu tetap tidak terjawab atau tidak
mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.
Tetapi semua daya upaya
ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan –
walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. – seorang nabi yang ummi (butahuruf – QS.7:158-159) -- kepada dunia empat belas abad yang lalu, telah
sampai kepada kita tanpa perubahan
barang satu huruf pun (Williams Muir).
Al-Quran adalah sebuah
Kitab yang sangat terpelihara dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan
dalam ayat berikutnya: لَّا یَمَسُّہٗۤ اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- yang tidak dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
Keselaran Sempurna Tatanan
Ruhani Al-Quran dengan Tatanan Alam
Semesta Jasmani
Ayat اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ -- sesungguhnya
itu
benar-benar Al-Quran
yang mulia, -- فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ dalam suatu
kitab yang sangat terpelihara,” ini
pun dapat berarti bahwa cita-cita dan
asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas
itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal
dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman (QS.4:83; QS.21:23; qs.67:1-13).
Atau, ayat ini dapat
diartikan bahwa Al-Quran dipelihara
dalam fitrat yang telah dianugerahkan
Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat
insani berlandaskan pada hakikat-hakikat
dasar dan telah dilimpahi kemampuan
untuk sampai kepada keputusan yang
benar.
Orang yang secara jujur
bertindak sesuai dengan nauri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran, yaitu “orang-orang yang mempergunakan akalnya”
dengan benar (QS.3:191-196)
Hanya
orang yang bernasib baik
sajalah yang diberi pengertian yang benar mengenai
dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran
yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan
bertakwa lalu meraih kebersihan hati
dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang
tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih, firman-Nya:
اَللّٰہُ نَزَّلَ
اَحۡسَنَ الۡحَدِیۡثِ کِتٰبًا مُّتَشَابِہًا مَّثَانِیَ ٭ۖ تَقۡشَعِرُّ مِنۡہُ جُلُوۡدُ
الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ رَبَّہُمۡ ۚ
ثُمَّ تَلِیۡنُ جُلُوۡدُہُمۡ وَ
قُلُوۡبُہُمۡ اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ ؕ
ذٰلِکَ ہُدَی اللّٰہِ یَہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ مَنۡ یُّضۡلِلِ
اللّٰہُ فَمَا لَہٗ مِنۡ ہَادٍ ﴿﴾
Allah telah menurunkan sebaik-baik firman, sebuah Kitab yang ayat-ayatnya saling menguatkan serta diulang-ulang.
تَقۡشَعِرُّ
مِنۡہُ جُلُوۡدُ الَّذِیۡنَ یَخۡشَوۡنَ
رَبَّہُمۡ -- Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb (Tuhan) mereka, ثُمَّ
تَلِیۡنُ جُلُوۡدُہُمۡ وَ قُلُوۡبُہُمۡ
اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ -- kemudian kulit dan hati mereka menjadi lembut karena mengingat
Allah. Demikianlah petunjuk Allah,
dengannya Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa disesatkan Allah maka baginya tidak ada seorang pemberi petunjuk. (Az-Zumar [39]:24).
Wahyu
Ilahi telah diungkapkan dengan selengkap-lengkapnya dan
sesempurna-sempurnanya dalam Al-Quran.
Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran telah disebut kitāban
mutasyābihan, yang berarti bahwa Al-Quran itu sebuah kitab yang mudah
diberi bermacam-macam penafsiran,
yang semuanya saling menyelarasi dan saling menguatkan. tempat mana pun dalam Al-Quran tidak terdapat pertentangan atau ketidak-serasian (QS.4:83). Hal itu merupakan salah satu dari keutamaan-keutamaannya yang tidak ada
tara bandingannya.
Hikmah Berbagai Perumpamaan
(Misal) Dalam Al-Quran
Keutamaan Al-Quran yang lainnya lagi terletak pada
kenyataan bahwa Al-Quran telah menggunakan kiasan,
perlambang, dan perumpamaan atau tamsilan.
Hal itu menambah keindahan dan keluwesan gaya bahasanya, dan menjamin keluasan arti dalam jumlah perkataan
yang seminimal-minimalnya. Tetapi justru hal tersebut menjadi celaan
san menjadi batu sandungan bagi orang-orang kafir (QS.2:27).
Al-Quran pun disebut matsāni, yang
maksudnya bahwa Al-Quran menjelaskan kepercayaan-kepercayaan
yang asas-asas pokoknya
berulang-ulang dan dengan cara dan bentuk yang berbeda untuk menegaskan kepentingan,
keperluan, dan tujuannya. Kata matsāni berarti
pula bahwa sebagian ajaran Al-Quran menyerupai
ajaran-ajaran Bibel dan Kitab-kitab suci lainnya dan sebagian
lagi ada yang menerangkan topik baru
dan tidak terjangkau dan tidak tertandingi dalam keutamaan-keutamaan dan keindahan-keindahannya oleh Kitab-kitab
suci lainnya, berikut adalah firman-Nya tentang perumpamaan surga:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿ ﴾ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ
اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ
اَرَادَ اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ
کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ﴿ۙ﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal
saleh bahwa sesungguhnya untuk
mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu
sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami
sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya. اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ
یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا -- sesungguhnya Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan yang lebih
kecil dari itu, ada pun
orang-orang yang beriman maka mereka
mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu kebenaran
dari Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَمَّا
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ
اَرَادَ اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا -- sedangkan orang-orang
kafir maka mereka mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allāh dengan perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ
کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dengannya
Dia
menyesatkan banyak orang dan de-ngannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ -- dan sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya
kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah
[2]:26-27).
Dengan demikian benarlah
firman-Nya berikut ini mengenai orang-orang yang buta
mata ruhaninya, walau pun setiap hari
“menggeluti” Al-Quran jika mereka itu dalam kenyataannya bukan saja tidak mampu
mengenali -- bahkan mendustakan serta menentang
-- Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37;
QS.61:10), firman-Nya:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ
اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَا لَا تُفَتَّحُ لَہُمۡ
اَبۡوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا
یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ ؕ وَ
کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ لَہُمۡ مِّنۡ
جَہَنَّمَ مِہَادٌ وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ
غَوَاشٍ ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, لَا تُفَتَّحُ
لَہُمۡ اَبۡوَابُ السَّمَآءِ وَ لَا یَدۡخُلُوۡنَ الۡجَنَّۃَ حَتّٰی یَلِجَ
الۡجَمَلُ فِیۡ سَمِّ الۡخِیَاطِ -- tidak
akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit ruhani dan tidak pula mereka akan masuk surga hingga unta
masuk ke lubang jarum, وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُجۡرِمِیۡنَ -- dan demikianlah Kami
membalas orang-orang yang
berdosa. لَہُمۡ مِّنۡ
جَہَنَّمَ مِہَادٌ وَّ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ
غَوَاشٍ -- bagi
mereka ada hamparan Jahannam
sedangkan di atas mereka ada selimut Jahannam,
وَ کَذٰلِکَ
نَجۡزِی الظّٰلِمِیۡنَ -- dan demikianlah Kami membalas orang-orang yang zalim. (Al-A’rāf [7]:41-42).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 12 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar