بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 355
Makna Lain Penghakiman
Allah Swt. di Hari Kiamat Melalui
Pengutusan Rasul Allah yang
Dijanjikan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan ayat mengenai perpecahan dan saling hujat di kalangan berbagai firqah Islam, yang bukan saja satu sama lain saling
mengkafirkan dan saling menyatakan pihak lain sebagai golongan yang sesat dan menyesatkan,
tetapi juga mereka satu sama lain saling mendakwakan
bahwa “tidak akan ada yang masuk surga kecuali
firqah (sekte) mereka”, karena masing-masing firqah Islam tersebut meyakini bahwa mereka itulah fihak yang paling benar pemahaman
dan pengamalannya mengenai Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw..
Keadaan yang terjadi di kalangan umat Islam tersebut membuktikan
kebenaran sabda Nabi Besar Muhammad saw. yang telah bersabda mengenai akan terjadinya persamaan antara Bani Ismail
(umat Islam dengan Bani Israil, seperti
persamaan sepasang sepatu”, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ
ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ
قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا
فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ -- ”Orang-orang Nasrani
sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی
شَیۡءٍ -- ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran.” وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ -- padahal mereka
membaca Alkitab yang sama. کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata seperti
ucapan mereka itu, فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ
یَخۡتَلِفُوۡنَ -- maka
pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka
tentang apa yang mereka perselisihkan.
(Al-Baqarah
[2]:114).
Makna Lain “Hari
Kiamat”
Pada hakikatnya yang dimaksud dengan
ayat فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ
الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ -- maka pada Hari Kiamat Allah akan
menghakimi di antara mereka tentang apa
yang mereka perselisihkan” dapat
tertuju pada saat munculnya rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan
(QS.7:35-37), sehingga pada saat itu terlihat
jelas yakni pihak mana yang keimanannya benar dan yang keimanan
dusta, firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی
مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی
یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ
وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ
وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا
فَلَکُمۡ اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya
hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, karena itu berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali
‘Imran [3]:180).
Makna ayat حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ
الطَّیِّبِ -- “hingga
Dia memisahkan yang buruk dari
yang baik”, maksudnya adalah bahwa percobaan
(ujian keimanan) dan kemalangan yang
telah dialami kaum Muslimin hingga
saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan (ujian keimanan) yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan
terus-menerus datang, hingga orang-orang
beriman sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah
iman.
Sedangkan makna ayat وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki”, berarti bahwa karena masalah iman (keimanan) bersifat gaib, karena itu Allah
Swt. tidak pernah menyerahkan masalah
benar-tidaknya keimanan seseorang atau suatu kaum (komunitas) diserahkan kepada fatwa seorang mufti atau lembaga fatwa buatan manusia, melainkan selalu melalui
pengutusan rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada Bani Adam (QS.7:35-37)
Kata-kata وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “tetapi
Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki”
tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul Allah terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa
dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih
yang paling sesuai untuk zaman
tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan.
Peristiwa ”The Big Bang”
(Ledakan Besar) Dalam Alam Keruhanian
Dengan demikian jelaslah, bahwa
berdasarkan firman Allah Swt. tersebut (QS.3:180) pada hakikatnya
pengutusan para rasul Allah pada
zamannya masing-masing merupakan semacam peristiwa “the big bang” (ledakan besar) pada peristiwa awal penciptaan tatanan alam
semesta jasmani.
Peristiwa “ledakan
besar” (the Big Bang) dalam alam keruhanian
melalui pengutusan Rasul Allah disebut fataq (pemisahan) dimulai pembentukan tatanan “alam semesta baru” dibentuk dari keadaan sebelumnya yang “kacau-balau”
(QS.30:42) -- yang disebut ratqan (keadaan padu) -- firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat bahwa seluruh
langit dan bumi keduanya dahulu کَانَتَا رَتۡقًا -- suatu massa yang menyatu فَفَتَقۡنٰہُمَا -- lalu Kami
pisahkan keduanya? وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ
شَیۡءٍ حَیٍّ -- dan
Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup dari air, اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ -- tidakkah mereka
mau beriman? (Al-Anbiya
[21]:31).
Ayat ini mengisyaratkan landasan agung kepada satu kebenaran
ilmiah. Agaknya ayat itu menunjuk kepada alam semesta, ketika masih belum mempunyai bentuk benda, dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta khususnya tata surya, telah berkembang dari “gumpalan”
(ratqan) yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut.
Kemudian selaras dengan asas yang Allah Swt. lancarkan Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi
kesatuan-kesatuan wujud tata-surya (“The Universe Surveyed” oleh Harold Richards dan “The Nature of the Universe” oleh Fred Hoyle). Sesudah itu
Allah Swt. menciptakan
seluruh kehidupan itu dari air.
Ayat ini nampaknya mengandung
arti bahwa seperti alam kebendaan,
demikian pula alam keruhanian pun
berkembang dari “gumpalan” yang belum
mempunyai bentuk (ratqan), yang
terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukan-bukan.
Sebagaimana Allah Swt. dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset
dan sesuai dengan rencana agung telah
memecahkan gumpalan zat itu s
sebagaimana diisyaratkan dalam kalimat فَفَتَقۡنٰہُمَا -- “lalu Kami pisahkan keduanya”, dan pecahan-pecahan yang bertebaran tersebut melalui Sifat Rabbubiyat-Nya menjadi kesatuan
wujud berbagai tata surya
(QS.1:2), maka persis seperti itu pula Allah Swt. mewujudkan suatu tertib ruhani yang baru dalam suatu alam yang
berguling-gantang di dalam paya-paya
cita-cita yang kacau-balau.
Bila umat manusia tenggelam ke dalam kegelapan akhlak yang keruh
serta angkasa keruhanian
menjadi tersaput oleh awan yang padat
dan sesak lalu Allah Swt. menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi Rasul
Allah) – terutama Nabi Besar Muhammad
saw. -- yang mengusir kegelapan
ruhani yang telah menyebar luas itu (QS.30:42), dan dari “gumpalan”
yang tidak berbentuk dan tanpa kehidupan, yang berupa kerendahan akhlak dan ruhani, lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan
dan pengaraha dari tenaga
penggerak yang berada di belakangnya.
Pengutusan Nabi Besar
Muhammad Saw. Peristiwa “The Big Bang”
Paling Sempurna
Contoh yang paling sempurna pembentukan
tatanan alam semesta ruhani tersebut adalah berubahnya
bangsa Arab jahiliyah melalui pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw. hanya dalam
waktu 23 tahun menjadi “umat terbaik” yang dibangkitkan untuk
kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).
Mengisyaratkan kepada keadaan ratqan (gumpalan tanpa bentuk) yang
terjadi di kalangan seluruh umat manusia -- termasuk di kalangan umat beragama -- di masa menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. itulah firman Allah Swt. berikut ini:
ظَہَرَ
الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ
کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ
کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang
mereka lakukan, supaya mereka
kembali dari kedurhakaannya.
قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ -- Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ -- lalu lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi
orang-orang sebelum kamu ini. ؕ
کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ -- kebanyakan mereka itu orang-orang
musyrik.” (Ar-Rum [30]:43-45).
Masalah pokok dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.30:29-41)
berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa dan Maha Perkasa, Yang
menciptakan, mengatur, dan membimbing
segala kehidupan. Dalam ayat 42 diberi tahu, bahwa bila kegelapan menyelimuti muka
bumi dan manusia melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri
kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka
sendiri, maka sesusai Sunnah-Nya Allah
Swt. membangkitkan seorang Rasul Allah
untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat dari
jalan-Nya ke haribaan Majikan-nya yakni Allah Swt..
Mengenai hal tersebut penulis non-Muslim terkenal berkomentar dalam
bukunya:
“Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan
agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata
tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak
lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci yang
dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah
padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang
kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun
lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban
laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya
telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan,
sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan
pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
Demikianlah keadaan umat manusia
pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. -- Guru terbesar umat manusia - muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan
dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab syariat yang sempurna hanya dapat
diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan -- teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan -- menampakkan diri telah menjadi mapan.
Makna Kerusakan di “Daratan” dan ”Lautan” & Penegakan Kembali “Tauhid
Ilahi”
Kata-kata “daratan dan lautan”
dalam ayat ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
-- “Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia” dapat diartikan:
(a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman
manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya
serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi;
(b) orang-orang yang hidup di benua-benua
dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau.
Menurut ayat tersebut berarti, bahwa semua
bangsa di dunia telah menjadi rusak
sampai kepada intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
Dan keadaan seperti itu kembali terjadi di Akhir
Zaman ini -- termamsuk di kalangan
umumnya umat Islam.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai pentingnya beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan tersebut – yakni pencetus awal terjadi peristiwa “the Big Bang” alam ruhani, firman-Nya:
فَاَقِمۡ
وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا
مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ
یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾ مَنۡ کَفَرَ
فَعَلَیۡہِ کُفۡرُہٗ ۚ وَ مَنۡ عَمِلَ صَالِحًا
فَلِاَنۡفُسِہِمۡ یَمۡہَدُوۡنَ ﴿ۙ﴾
لِیَجۡزِیَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡ فَضۡلِہٖ ؕ اِنَّہٗ
لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,
pada hari itu orang-orang
beriman dan kafir akan terpisah. Barangsiapa yang kafir maka dia menanggung
kekafirannya, dan barangsiapa yang
beramal shalih maka mereka
menyediakan faedah bagi diri mereka
لِیَجۡزِیَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡ فَضۡلِہٖ -- supaya Dia memberi pahala kepada orang-orang
yang beriman dan beramal saleh
dari karunia-Nya, اِنَّہٗ
لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ -- sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang kafir. (Ar-Rum [30]:43-45).
Dengan demikian benarlah peristiwa
“penghakiman” perselisihan di kalangan umat manusia –
termasuk umat beragama yang dilakukan Allah Swt, melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatanganmnya dijanjikan (QS.3:180) merupakan peristiwa “the
Big Bang” (ledakan Besar – QS.21:31), sehingga terciptakan tatanan “langit baru dan bumi baru” di atas puing-puing tatatan langit
lama dan bumi lama. (QS.14:43-53;
QS.39:69-71).
Firman-Nya
lagi:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ
اللّٰہِ الَّتِیۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ
الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ
النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ
وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas
dasar itu Dia menciptakan manusia, tidak
ada perubahan dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah
kamu kepada-Nya dan bertakwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat,
وَ لَا
تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik. مِنَ
الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ
کَانُوۡا شِیَعًا
-- yaitu orang-orang yang me-mecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:31-32).
“Fitrah Allah” dan “Dīnul
Fitrah” (Agama Fitrah)
Ayat 31 menjelaskan bahwa Tuhan
adalah Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah
— satu agama yang berakar dalam fitrat manusia (QS.7:173-175) — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri
dan berlaku secara naluri.
Menurut Nabi Besar Muhammad saw.
di dalam “agama“ inilah seorang bayi dilahirkan dalam keadaan suci, akan tetapi lingkungannya,
cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya,
serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka
itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari),
yang kemudian berpecah-belah dan saling
mengkafirkan, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ
ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ
قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا
فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran,”
dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran.” وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ
الۡکِتٰبَ -- padahal
mereka membaca Kitab yang sama.
کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata seperti
ucapan mereka itu, فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ
یَخۡتَلِفُوۡنَ -- maka
pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka
tentang apa yang mereka per-selisihkan.
(Al-Baqarah
[112-113).
Surah Ar- Rūm ayat 32 lebih jauh menjelaskan, bahwa hanya semata-mata percaya (iman) kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan -- yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki -- adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu shalatlah yang harus mendapat prioritas utama, firman-Nya:
مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ
اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ
Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya
serta dirikanlah shalat, وَ لَا
تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik. (Ar-Rūm [30]:32).
Allah Swt. Kemurkaan
Terhadap Para Perusak “Rumah-rumah Ibadah”
Ayat 33 mengemukakan keburukan yang ditimbulkan perpecahan
umat -- yang merupakan suatu bentuk kemusyrikan -- bahwa
penyimpangan dari agama sejati (agama fitrah) menjuruskan umat di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran (sekte dan firqah) yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa berkepanjangan di antara
mereka, firman-Nya: مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ
وَ کَانُوۡا شِیَعًا -- yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:33).
Terjadinya kemusyrikan jenis perpecahan
umat beragama tersebut sering kali
berujung kepada tindak kekerasan
terhadap harta dan jiwa sesama umat beragama, yakni timbul
pertumpahan darah dan korban jiwa yang tak terhingga,
sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam
firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ
اَظۡلَمُ مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ
اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ
مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی
الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut
nama-Nya di dalam mesjid-mesjid
Allah dan berupaya merobohkannya?
Mereka itu tidak layak masuk ke
dalamnya kecuali dengan rasa takut.
لَہُمۡ فِی
الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ -- bagi mereka ada kehinaan di dunia, dan bagi
mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah
[2]:115).
Ayat
ini merupakan tudingan keras terhadap
mereka yang membawa perbedaan-perbedaan
agama mereka sampai ke titik runcing,
sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan
atau menodai tempat-tempat beribadah
milik agama-agama lain.
Mereka menghalang-halangi orang menyembah
Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu
jauh, hingga membinasakan rumah-rumah
ibadah mereka. Tindakan kekerasan
demikian di sini dicela llah Swt. dengan
kata-kata keras dan di samping itu
ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar