Senin, 10 November 2014

"Kebersamaan" Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tidak Dibatasi Perbedaan Waktu



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   353

“Kebersamaan”  Dengan  Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tidak Dibatasi Perbedaan Waktu

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan ayat  mengenai  kedahsyatan  banjir  di zaman Nabi Nuh a.s. yang menggambarkan  keadaan nafs-al-Ammarah (QS.12:54), yang  hanya melalui rahmat khusus Allah Swt. manusiakan selamat dari “ketenggelaman” secara ruhani, sebagaimana jawaban   Nabi Nuh a.s. ketika beliau mengajak anak laki-lakinya  yang menolak   ikut-serta bersama beliau naik ke dalam  “bahtera” (perahu) dengan mengatakan bahwa ia akan mencari perlindungan dari banjir dahsyat dengan cara mendaki gunung, firman-Nya: 
وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ ۟  وَ نَادٰی نُوۡحُۨ  ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ  مَعۡزِلٍ    یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ  ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ     وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ  وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ia (Nuh) berkata: “Naiklah ke atasnya, dengan nama Allah berlayarnya dan berlabuhnya, sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan bahtera itu melaju dengan  membawa mereka di tengah gelombang seperti gunung, dan Nuh berseru kepada anaknya  yang senantiasa berada di tempat terpisah:  یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ -- “Hai anakku, naiklah beserta kami dan janganlah engkau termasuk orang-orang kafir.”  قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ  --  Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung  yang akan menjagaku dari air itu.” قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ  --  Ia, Nuh berkata: “Tidak ada tempat berlindung pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi orang yang Dia kasihani.” وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ     -- Lalu gelombang menjadi penghalang di antara keduanya  maka ja-dilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.  وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ  --  dan difirmankan:  “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit, hentikanlah hujan.” Maka air pun  surut   وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ  وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ  -- dan perintah itu selesai,   dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi.  dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!”  (Hud [11]:42-45).

Tiga Keadaan Para “Pewaris” Al-Quran

      Jadi, kembali kepada hamba-hamba  yang dipilih Allah Swt. sebagai para “pewaris” Al-Quran,  sehubungan dengan ayat فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- “maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya” serta hubungannya  dengan pentingnya menaiki “bahtera syariat Islam” (Al-Quran) agar selamat dari keadaan  nafs-al-Ammarah yang keadaannya  seperti banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh a.s., firman-Nya: 
ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾  
Kemudian Kitab itu Kami   wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya, dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir [35]:33).
       Menurut ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia melancarkan peperangan yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (QS.12:54) serta mengamalkan peniadaan diri (fana) secara mutlak. Itulah makna فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- “maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya”. Itulah  peperangan sengit melawan hawa-nafsu pada tingkatan nafs  al- Ammarah, yang keadaannya bagikan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh a.s..
        Pendek kata, manusia tidak akan dapat mengatasi keadaan nafs-al- Ammarah – yang keadaannya bagaikan dahsyatnya  banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s. (QS.11:26-50)    kecuali  menaiki “bahtera syariatIslam (Al-Quran – QS.3:20 & 86; QS.3:32-33; QS.4:70-71; QS.33:22). Itulah makna ayat  ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ  -- “Kemudian Kitab itu Kami   wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya.   
       Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya  hanya sebagian saja: وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ   --  dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah”, yang disebut  tingkatan nafs  al- Lawwamah (QS.75:3),  dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata, itulah makna: وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ  - “dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar  yang disebut tingkatan nafs  al-Muthmainnah (QS.89:27-29).

Bekas-bekas Sujud” yang Hakiki

        Para pewaris hakiki Al-Quran  itulah para hamba Allah yang   disebut memiliki “bekas-bekas sujud” yang hakiki pada wajah mereka,  berkat  kebersamaan” mereka dengan Nabi Besar Muhammad saw.. melalui ketaatan sempurna kepada beliau saw., firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾  قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:  Jika kamu benar-benar mencintai Allah  فَاتَّبِعُوۡنِیۡ  --  maka ikutilah  aku, یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ   --  Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosamu.  وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ -- dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  Katakanlah:   Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Ali ‘Imran [3]:32-33).
       Firman Allah Swt. dalam ayat 32  dengan tegas menyatakan bahwa tujuan memperoleh kecintaan Ilahi sekarang tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti sepenuhnya Nabi Besar Muhammad saw.   Selanjutnya ayat ini melenyapkan kesalahpahaman yang mungkin dapat timbul dari QS.2:63 bahwa iman kepada adanya Tuhan dan alam akhirat saja sudah cukup untuk memperoleh najat (keselamatan).
      Allah Swt. menyebut orang-orang yang mengikuti sepenuhnya Nabi Besar Muhammad saw. dengan sebutan ma-a’  (bersama/beserta),  firman-Nya:
 مُحَمَّدٌ  رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ    -- dan orang-orang besertanya sangat  keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau melihat mereka rukuk serta sujud   mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya,  سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ  -- ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud.  ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ  -- demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,  وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ --  dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh  dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا --  Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:28).

Kebersamaan Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. Dalam Makna Ruhani

        Penggunaan kata ma’a (bersama/berserta) tersebut  tidak dalam makna zahiriyah  (jasmani) melainkan lebih kepada makna ruhani  yakni kebersamaan secara ruhani, sebagaimana firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini  فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِم --  maka mereka akan termasuk di antara orang-orang  yang Allāh memberi nikmat kepada mereka مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا  -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka629 itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allāh Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
         Ayat 70  sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin yang patuh taat sepenuhnya atau yang “bersama/beserta” dengan Nabi Besar Muhammad saw.. Keempat martabat keruhanian — para nabi, para shiddiq, para syuhada dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti sepenuhnya  Nabi Besar Muhammad saw.
        Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammad saw.  semata. Tidak ada nabi Allah lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
          Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga.
      Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Imam Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”

Kebersamaan Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tidak Dibatasi Perbedaan “Waktu” & Kedatangan  Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

      Keistimewaan Nabi Besar Muhammad saw. lainnya adalah bahwa    ma-a’ (kebersamaan/kebersamaan) dengan beliau saw. tidak dibatasi oleh  jarak waktu, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat     وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ   -- “dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”, mengenai pengutusan kedua kali beliau saw. secara ruhani di Akhir Zaman ini,  firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾    وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --   dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allāh mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
       Oleh karena itu guna mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10),  umat Islam tidak perlu menunggu-nunggu turunnya Nabi Isa Ibnu Maryam Israili  a.s. dari langit, sebab selain beliau adalah rasul Allah hanya untuk kalangan Bani Israil (QS.3:45-50; QS.61:7) juga beliau pun telah wafat seperti halnya semua rasul Allah yang diutus sebelum Nabi Besar Muhammad saw. telah wafat (QS.3:56 & 145; QS.5:117-119; QS.21:35).
      Itulah sebabnya Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran,  bahwa yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam hadits   Nabi Besar Muhammad saw. maksudnya adalah kedatangan  misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  yakni  Al-Masih Mau’ud a.s., salah seorang Muslim dari  para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw.,  sebagaimana firman-Nya kepada beliau saw.:
 وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ  --  tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا -- mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ   -- bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ --  Ia tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menja-dikan dia suatu perumpamaan  bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).

Pengulangan Pendustaan Terhadap Yesus Kristus di Akhir Zaman

       Shadda (yashuddu)  dalam ayat اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ   -- “tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-al-Mawarid).
         Kedatangan Al-Masih a.s.  selain sebagai tanda  as-Sā’ah (tanda Kiamat) bagi Bani Israil, juga sebagai tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian dan tanah-air (negeri yang dijanjikan) untuk selama-lamanya.
          Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum  Nabi Besar Muhammad saw.  — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui  akhlak dan ruhani mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka dari bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   untuk kedua kalinya dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s..
       Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. mengenai orang-orang Yahudi dan Nasrani    -- yang orang-orang lainnya yang seperti mereka di kalangan umat Islam   -- bahwa mereka akan saling menghujat satu sama lain,    firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ  لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan:  Orang-orang Nasrani sekali-kali  tidak berdiri di atas sesuatu kebenaran,” dan orang-orang Nasrani mengatakan: Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak berdiri di atas  sesuatu kebenaran.” وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ  -- padahal mereka membaca Kitab yang sama.  کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ  -- demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata  seperti ucapan mereka itu, فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ  -- maka pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. (Al-Baqarah [112-113).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  19 Oktober     2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar