بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 353
“Kebersamaan”
Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tidak Dibatasi Perbedaan Waktu
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan ayat mengenai
kedahsyatan banjir
di zaman Nabi Nuh a.s. yang menggambarkan keadaan nafs-al-Ammarah
(QS.12:54), yang hanya melalui rahmat
khusus Allah Swt. manusiakan selamat dari “ketenggelaman”
secara ruhani, sebagaimana jawaban Nabi Nuh a.s. ketika beliau mengajak anak laki-lakinya yang menolak ikut-serta bersama beliau naik ke dalam “bahtera” (perahu) dengan mengatakan
bahwa ia akan mencari perlindungan
dari banjir dahsyat dengan cara mendaki gunung, firman-Nya:
وَ قَالَ
ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ
کَالۡجِبَالِ ۟ وَ نَادٰی نُوۡحُۨ ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ مَعۡزِلٍ
یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ
لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ سَاٰوِیۡۤ
اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ
الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا عَاصِمَ
الۡیَوۡمَ مِنۡ اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا
الۡمَوۡجُ فَکَانَ مِنَ
الۡمُغۡرَقِیۡنَ ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ
یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی
الۡجُوۡدِیِّ وَ قِیۡلَ بُعۡدًا
لِّلۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ia (Nuh)
berkata: “Naiklah ke atasnya, dengan
nama Allah berlayarnya dan berlabuhnya, sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” Dan bahtera itu melaju dengan membawa
mereka di tengah gelombang seperti
gunung, dan Nuh berseru kepada anaknya yang senantiasa berada di tempat terpisah: یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ -- “Hai anakku, naiklah
beserta kami dan janganlah engkau
termasuk orang-orang kafir.” قَالَ سَاٰوِیۡۤ اِلٰی جَبَلٍ
یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ الۡمَآءِ -- Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan menjagaku
dari air itu.” قَالَ لَا عَاصِمَ الۡیَوۡمَ
مِنۡ اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ -- Ia,
Nuh berkata: “Tidak ada tempat
berlindung pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi
orang yang Dia kasihani.” وَ حَالَ
بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ فَکَانَ مِنَ
الۡمُغۡرَقِیۡنَ -- Lalu gelombang
menjadi penghalang di antara keduanya
maka ja-dilah ia termasuk
orang-orang yang ditenggelamkan. وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ
الۡمَآءُ -- dan difirmankan: “Hai bumi,
telanlah airmu, dan hai langit,
hentikanlah hujan.” Maka air
pun surut وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ -- dan perintah
itu selesai, dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi. dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!” (Hud [11]:42-45).
Tiga Keadaan Para “Pewaris” Al-Quran
Jadi, kembali kepada hamba-hamba yang dipilih
Allah Swt. sebagai para “pewaris”
Al-Quran, sehubungan dengan ayat فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ -- “maka
dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya” serta
hubungannya dengan pentingnya menaiki “bahtera syariat Islam” (Al-Quran) agar
selamat dari keadaan nafs-al-Ammarah yang keadaannya seperti banjir
dahsyat di zaman Nabi Nuh a.s., firman-Nya:
ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا
مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ
مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang telah Kami
pilih dari antara hamba-hamba Kami,
maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya, dari antara mereka ada
yang mengambil jalan tengah, dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar.
(Al-Fāthir [35]:33).
Menurut ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia
melancarkan peperangan yang
sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (QS.12:54) serta
mengamalkan peniadaan diri (fana) secara
mutlak. Itulah makna فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ -- “maka dari antara mereka sangat
zalim terhadap dirinya”. Itulah peperangan sengit melawan hawa-nafsu pada tingkatan nafs
al- Ammarah, yang keadaannya bagikan banjir dahsyat di zaman
Nabi Nuh a.s..
Pendek kata, manusia tidak akan dapat
mengatasi keadaan nafs-al- Ammarah –
yang keadaannya bagaikan dahsyatnya banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s.
(QS.11:26-50) – kecuali
menaiki “bahtera syariat” Islam (Al-Quran – QS.3:20 & 86;
QS.3:32-33; QS.4:70-71; QS.33:22). Itulah makna ayat ثُمَّ
اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ
فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ -- “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada
orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari
antara mereka sangat zalim terhadap dirinya.”
Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya hanya sebagian
saja: وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ -- “dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah”, yang disebut tingkatan nafs al- Lawwamah (QS.75:3), dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata,
itulah makna: وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ
بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ
الۡکَبِیۡرُ - “dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar” yang disebut tingkatan nafs al-Muthmainnah
(QS.89:27-29).
“Bekas-bekas Sujud” yang
Hakiki
Para pewaris
hakiki Al-Quran itulah para hamba Allah yang disebut memiliki “bekas-bekas sujud” yang hakiki pada wajah mereka, berkat “kebersamaan”
mereka dengan Nabi Besar Muhammad
saw.. melalui ketaatan sempurna
kepada beliau saw., firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿﴾ قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ
تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ -- maka ikutilah
aku, یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ -- Allah
pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni
dosa-dosamu. وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ -- dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” Katakanlah: ”Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika
mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Ali ‘Imran [3]:32-33).
Firman Allah Swt. dalam ayat
32 dengan tegas menyatakan bahwa tujuan
memperoleh kecintaan Ilahi sekarang
tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti sepenuhnya Nabi Besar
Muhammad saw. Selanjutnya
ayat ini melenyapkan kesalahpahaman
yang mungkin dapat timbul dari QS.2:63 bahwa iman kepada adanya Tuhan
dan alam akhirat saja sudah cukup
untuk memperoleh najat (keselamatan).
Allah Swt. menyebut orang-orang
yang mengikuti sepenuhnya Nabi Besar
Muhammad saw. dengan sebutan ma-a’ (bersama/beserta), firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ
مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ -- dan orang-orang
besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka,
فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau melihat mereka
rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ -- ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ
-- demikianlah perumpamaan mereka
dalam Taurat, وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ
یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ -- dan perumpamaan
mereka dalam Injil adalah laksana tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi
kuat, kemudian menjadi kokoh dan berdiri
mantap pada batangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan berbuat amal saleh
di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath
[48]:28).
“Kebersamaan”
Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. Dalam Makna
Ruhani
Penggunaan kata ma’a (bersama/berserta) tersebut
tidak dalam makna zahiriyah (jasmani)
melainkan lebih kepada makna ruhani yakni kebersamaan
secara ruhani, sebagaimana
firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِم -- maka mereka
akan termasuk di antara orang-orang yang Allāh memberi nikmat kepada
mereka مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ
ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka629 itulah sahabat yang
sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allāh Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Ayat 70 sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur
kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin yang patuh taat sepenuhnya atau yang “bersama/beserta” dengan Nabi Besar
Muhammad saw.. Keempat martabat
keruhanian — para nabi, para shiddiq, para syuhada dan para shalih
(orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti sepenuhnya Nabi Besar Muhammad saw.
Hal ini merupakan kehormatan
khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw.
semata. Tidak ada nabi Allah lain menyamai beliau saw. dalam
perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu
lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka
adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
Apabila kedua ayat ini dibaca
bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai
martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw. dapat naik ke martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Imam Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman dalam empat golongan dalam ayat ini, dan
telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah
dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan
tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu
ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa
syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih
tetap dapat dicapai.”
“Kebersamaan”
Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. yang
Tidak Dibatasi Perbedaan “Waktu” & Kedatangan Misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Keistimewaan Nabi Besar Muhammad
saw. lainnya adalah bahwa ma-a’ (kebersamaan/kebersamaan) dengan beliau
saw. tidak dibatasi oleh jarak waktu, sebagaimana diisyaratkan dalam
ayat وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- “dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”, mengenai pengutusan kedua kali beliau saw. secara ruhani di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang
belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ذٰلِکَ
فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allāh
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Oleh karena itu guna mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10), umat Islam tidak perlu menunggu-nunggu turunnya
Nabi Isa Ibnu Maryam Israili a.s. dari langit,
sebab selain beliau adalah rasul Allah
hanya untuk kalangan Bani Israil
(QS.3:45-50; QS.61:7) juga beliau pun telah wafat
seperti halnya semua rasul Allah yang
diutus sebelum Nabi Besar Muhammad saw. telah wafat (QS.3:56 & 145; QS.5:117-119; QS.21:35).
Itulah sebabnya Allah Swt. telah
berfirman dalam Al-Quran, bahwa yang dimaksud
dengan kedatangan kedua kali Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. dalam hadits Nabi Besar Muhammad saw. maksudnya
adalah kedatangan misal Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s., yakni Al-Masih
Mau’ud a.s., salah seorang Muslim dari para
pengikut sejati Nabi Besar Muhammad
saw., sebagaimana firman-Nya kepada beliau saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا
اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا
ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾ اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ
جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan
apabila Ibnu Maryam dikemukakan
sebagai misal اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ -- tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan
terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah
tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?"
مَا ضَرَبُوۡہُ
لَکَ اِلَّا جَدَلًا -- mereka tidak
menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ -- bahkan
mereka adalah kaum yang biasa berbantah. اِنۡ ہُوَ
اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا
لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ -- Ia tidak lain
melainkan seorang hamba yang telah
Kami anugerahi nikmat kepadanya, dan
Kami menja-dikan dia suatu perumpamaan bagi Bani
Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).
Pengulangan Pendustaan Terhadap Yesus
Kristus di Akhir Zaman
Shadda (yashuddu) dalam
ayat اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ -- “tiba-tiba kaum engkau
meneriakkan penentangan terhadapnya” berarti: ia
menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia
mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-al-Mawarid).
Kedatangan Al-Masih a.s. selain sebagai tanda as-Sā’ah
(tanda Kiamat) bagi Bani Israil, juga
sebagai tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan
kenabian dan tanah-air (negeri
yang dijanjikan) untuk selama-lamanya.
Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis
dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat
ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum
Nabi Besar Muhammad saw. — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama
(misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
akan dibangkitkan di antara
mereka untuk memperbaharui akhlak
dan ruhani mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka dari bergembira atas kabar gembira
itu malah mereka berteriak mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada
kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. untuk kedua kalinya dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s..
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. mengenai orang-orang Yahudi dan Nasrani -- yang orang-orang lainnya yang seperti mereka di kalangan umat Islam -- bahwa mereka akan saling menghujat satu
sama lain, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ
ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ
قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا
فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran,”
dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran.” وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ
الۡکِتٰبَ -- padahal
mereka membaca Kitab yang sama.
کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata seperti
ucapan mereka itu, فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ
یَخۡتَلِفُوۡنَ -- maka
pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka
tentang apa yang mereka perselisihkan.
(Al-Baqarah
[112-113).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 19 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar