بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 356
Islam dan Nabi
Besar Muhammad Saw. Penegak Hak-hak
Azazi Manusia Sepanjang Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai “fitrah
Allah” dan “Dīnul fitrah” (agama
fitrah) dalam QS.30:31, bahwa Tuhan adalah
Esa dan kemanusiaan itu satu,
inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia (QS.7:173-175) — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri
dan berlaku secara naluri.,
firman-Nya:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ
اللّٰہِ الَّتِیۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ
الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ
النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas
dasar itu Dia menciptakan manusia, tidak
ada perubahan dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kembalilah
kamu kepada-Nya dan bertakwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat,
وَ لَا
تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik. مِنَ
الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ
کَانُوۡا شِیَعًا
-- yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:31-32).
Makna Lain “Orang-orang Musyrik”
Menurut Nabi Besar Muhammad saw.
di dalam “agama“ inilah seorang bayi dilahirkan dalam keadaan suci, akan tetapi lingkungannya,
cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya,
serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka
itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari),
yang kemudian berpecah-belah dan saling mengkafirkan,
firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ لَیۡسَتِ النَّصٰرٰی
عَلٰی شَیۡءٍ ۪ وَّ قَالَتِ النَّصٰرٰی لَیۡسَتِ الۡیَہُوۡدُ عَلٰی شَیۡءٍ ۙ وَّ
ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ الۡکِتٰبَ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ
قَوۡلِہِمۡ ۚ فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا
فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi mengatakan: ”Orang-orang Nasrani sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran,”
dan orang-orang Nasrani mengatakan: ”Orang-orang Yahudi sekali-kali tidak
berdiri di atas sesuatu kebenaran.” وَّ ہُمۡ یَتۡلُوۡنَ
الۡکِتٰبَ -- padahal
mereka membaca Kitab yang sama.
کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ مِثۡلَ قَوۡلِہِمۡ -- demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui berkata seperti
ucapan mereka itu, فَاللّٰہُ یَحۡکُمُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا کَانُوۡا فِیۡہِ
یَخۡتَلِفُوۡنَ -- maka
pada Hari Kiamat Allah akan menghakimi di antara mereka
tentang apa yang mereka per-selisihkan.
(Al-Baqarah
[112-113).
Lebih jauh Allah Swt. dalam Surah Ar-
Rūm ayat 32 menjelaskan, bahwa hanya semata-mata percaya (iman) kepada Kekuasaan
mutlak dan Keesaan Tuhan -- yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki -- adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu shalatlah yang harus mendapat prioritas utama.
Mengapa demikian? Sebab kewajiban menegakkan shalat merupakan sarana paling pokok
dalam melakukan haququlLāh atau hablun- minalLāh, firman-Nya:
مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ
اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ
Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya
serta dirikanlah shalat, وَ لَا
تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang musyrik. (Ar-Rūm [30]:32).
Allah Swt. Kemurkaan
Terhadap Para Perusak “Rumah-rumah Ibadah”
Ayat 33 mengemukakan keburukan yang ditimbulkan perpecahan
umat -- yang merupakan suatu bentuk kemusyrikan -- bahwa
penyimpangan dari agama sejati (agama fitrah) menjuruskan umat di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran (sekte dan firqah) yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa berkepanjangan di antara
mereka, firman-Nya: مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ
وَ کَانُوۡا شِیَعًا -- yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:33).
Terjadinya kemusyrikan jenis perpecahan
umat beragama tersebut sering kali
berujung kepada tindak kekerasan
terhadap harta dan jiwa sesama umat beragama, yakni timbul
pertumpahan darah dan korban jiwa yang tak terhingga,
sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam
firman-Nya berikut ini:
وَ مَنۡ
اَظۡلَمُ مِمَّنۡ مَّنَعَ مَسٰجِدَ
اللّٰہِ اَنۡ یُّذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ وَ سَعٰی فِیۡ خَرَابِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ
مَا کَانَ لَہُمۡ اَنۡ یَّدۡخُلُوۡہَاۤ اِلَّا خَآئِفِیۡنَ ۬ؕ لَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی
الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalangi orang yang menyebut
nama-Nya di dalam mesjid-mesjid
Allah dan berupaya merobohkannya?
Mereka itu tidak layak masuk ke
dalamnya kecuali dengan rasa takut.
لَہُمۡ فِی
الدُّنۡیَا خِزۡیٌ وَّ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ -- bagi mereka ada kehinaan di dunia, dan bagi
mereka azab yang besar di akhirat. (Al-Baqarah
[2]:115).
Ayat
ini merupakan tudingan keras terhadap
mereka yang membawa perbedaan-perbedaan
agama mereka sampai ke titik runcing,
sehingga malahan tidak segan-segan merobohkan
atau menodai tempat-tempat beribadah
milik agama-agama lain.
Mereka menghalang-halangi orang menyembah
Tuhan di tempat-tempat suci mereka sendiri dan malahan bertindak begitu
jauh, hingga membinasakan rumah-rumah
ibadah mereka. Tindakan kekerasan
demikian di sini dicela Allah Swt. dengan
kata-kata keras dan di samping itu
ditekankan ajaran toleransi dan berpandangan luas.
Islam dan Nabi Besar Muhammad Saw.
adalah “Rahmat bagi Seluruh Alam” & Tujuan Izin
Perang Dalam Islam
Al-Quran atau ajaran Islam yang hakiki --
sebagaimana diamalkan secara nyata
oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan
para Khulafatul Rasyidin -- mengakui adanya kebebasan dan hak yang tidak dibatasi bagi semua orang untuk menyembah
Tuhan di tempat ibadah,
sebab kuil, gereja atau masjid adalah tempat yang dibuat untuk beribadah
kepada Allah Swt., sedangkan orang
yang menghalangi orang lain beribadah
kepada Tuhan dalam tempat itu, pada
hakikatnya telah membantu kehancuran
dan kebinasaan tempat-tempat ibadah tersebut.
Bahkan izin
yang diberikan Allah Swt. kepada umat
Islam untuk melakukan perang membela
diri dari perbuatan zalim pihak-pihak lain tujuannya adalah justru untuk
menegakkan kebebasan beragama, sebab
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. dan agama
Islam (Al-Quran) merupakan “rahmat
untuk seluruh alam” (QS.21:108), firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ ﴾ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ اَلَّذِیۡنَ
اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ
اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ عَاقِبَۃُ
الۡاُمُوۡرِ ﴿ ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong
mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: رَبُّنَا اللّٰہُ -- “Rabb (Tuhan) kami Allah.” Dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain nis-caya akan
hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid
yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah, وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ -- dan Allah
pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ -- sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa, Maha
Perkasa. اَلَّذِیۡنَ اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ -- orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi اَقَامُوا
الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ -- mereka mendirikan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat
kebaikan dan melarang dari keburukan.
وَ لِلّٰہِ
عَاقِبَۃُ الۡاُمُوۡرِ -- dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hajj [22]:40-41).
Dalam Surah Al-Hajj ayat 39 mulai
diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban
binatang pada waktu melakukan manasik
haji yang disinggung dalam Surah Al-Hajj ayat 37-38 merupakan pendahuluan
yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi
pengertian mengenai pentingnya pengurbanan
harta dan jiwa di jalan Allah Swt.
Penegak Hak-hak Azazi
Manusia
Surah Al-Hajj ayat 39 menerangkan
dengan sangat jelas tentang pandangan
Islam mengenai jihad. Sebagaimana ayat ini menunjukkan bahwa jihad adalah berperang
untuk membela kebenaran. Tetapi di
mana Islam tidak mengizinkan perang
agresi macam apa pun maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau agama itu, dianggap suatu amal
shalih yang amat tinggi nilainya.
Manusia merupakan hasil karya Allah Swt. yang paling
mulia. Ia adalah puncak
ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Ia adalah khalifah
Allah di bumi dan raja seluruh
makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan
Islam mengenai kemuliaan manusia
di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar sekali
bahwa agama yang telah mengangkat martabat manusia ke taraf
yang begitu tinggi harus pula menempatkan jiwa manusia pada kedudukan yang sangat penting dan suci.
Menurut Al-Quran, dari segala
sesuatu manusialah yang paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut nyawanya merupakan perkosaan,
kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat langka yang dibenarkan oleh syariat,
dan Al-Quran telah menyebutkan secara
khusus (QS.5:33; QS.17:34).
Tetapi menurut Islam (Al-Quran) kebebasan menyatakan kata hati merupakan hal yang tidak
kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka
manusia yang paling berharga —
mungkin lebih berharga daripada jiwa manusia sendiri. Al-Quran yang
telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya kepada kehidupan manusia, tidak mungkin tidak
mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian
dan haknya yang tidak boleh diganggu, sebagai hak
asasi yang paling berharga. Untuk
membela milik mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin
untuk mengangkat senjata. Dan kewajiban tersebut harus pula dilakukan
oleh Negara
yang berdaulat
dan memiliki harga diri untuk melindungi
hak-hak seluruh warganya, terutama yang disebut golongan minoritas.
Menurut
kesepakatan (ijma’) para ulama, Surah Al-Hajj ayat 41 inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Muslim untuk mengangkat
senjata guna membela diri. Ayat
ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Muslim boleh mengadakan
perang untuk membela diri, dan
bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit
jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
Hal itu dilakukan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. dan para sahabat r.a. esudah
mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan
selama bertahun-tahun di Mekkah, dan
sesudah mereka dikejar-kejar sampai
ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya
dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang
dikemukakan mengenai izin melakukan perang dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim.
Ayat
ini memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah,
satu-satunya “kesalahan” mereka ialah
hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bertahun-tahun
lamanya orang-orang Muslim ditindas
di Mekkah, kemudian mereka diusir
dari sana dan tidak pula dibiarkan hidup
dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah.
Islam
diancam dengan kemusnahan total oleh
suatu serangan gabungan suku-suku Arab di
sekitar Medinah, yang terhadapnya orang
Quraisy mempunyai pengaruh yang
besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga
Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan.
Orang-orang Yahudi bersatu-padu memusuhi Nabi Besar Muhammad saw..
Kesulitan Nabi Besar Muhammad saw.. bukan berkurang, bahkan makin bertambah juga
dengan hijrah itu. Di tengah-tengah
keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Muslim terpaksa mengangkat
senjata untuk menyelamatkan diri
mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw.. dari kemusnahan.
Paling Berhak Untuk Melakukan Perang
Jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang,
maka kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad
saw.. dan para sahabat
beliau saw., namun para kritisi Islam
yang tidak mau mempergunakan akal
telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan
agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya.
Sesudah
memberikan alasan-alasan, mengapa
orang-orang Islam terpaksa mengangkat
senjata, ayat 41 mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya
sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang
lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan
asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar
yang baru atau memperoleh tanah-tanah
jajahan baru, seperti telah diusahakan di Akhir
Zaman ini oleh kekuasaan negara-negara
kuat dari barat.
Tujuan utama mengadakan perang adalah semata-mata untuk membela
diri dan untuk menyelamatkan Islam
dari kemusnahan, dan untuk menegakkan
kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi,
kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan
QS.8:73).
Jadi, tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan
selamanya di masa yang akan datang pun ialah menegakkan kebebasan beragama dan beribadah serta berperang membela
negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa
dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?
Ayat
ini mengandung perintah bagi
orang-orang Muslim, bahwa manakala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh
mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri,
melainkan harus digunakan untuk memperbaiki
nasib orang-orang miskin dan
orang-orang tertindas dan untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan bahwa mereka harus
menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar