Selasa, 04 November 2014

Pengabulan Khusus Doa Ulil Albaab (Orang-orang yang Mempergunakan Akal) & Turunnya Para Malaikat Kepada Mereka



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   349

  Pengabulkan Khusus  Doa   Ulil- Albāb (Orang-orang yang Mempergunakan Akal) & Turunnya Para Malaikat

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya  telah dijelaskan ayat  mengenai  keberagaman yang muncul  sebagai akibat siraman hujan wahyu   Al-Quran  yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  tersebut digambarkan dalam perumpamaan berikut ini, firman-Nya:
اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّ اللّٰہَ  اَنۡزَلَ مِنَ  السَّمَآءِ  مَآءً ۚ فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ  مُّخۡتَلِفًا  اَلۡوَانُہَا ؕ وَ مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ  بِیۡضٌ وَّ حُمۡرٌ  مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ ﴿﴾  وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ  کَذٰلِکَ ؕ اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat  bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan yang beraneka warnanya. ؕ وَ مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ  بِیۡضٌ وَّ حُمۡرٌ  مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ  -- dan di gunung-gunung ada garis-garis putih,   merah dengan beraneka macam warnanya, dan ada yang sehitam burung gagak? وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ  کَذٰلِکَ  --   Dan demikian juga di antara manusia,  hewan berkaki empat dan binatang ternak bermacam-macam warnanya. اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ  -- sesungguhnya  dari antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah adalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Fāthir [35]:28-29).
       Ayat 28   bermaksud mengatakan, bahwa bila hujan turun di atas tanah yang kering dan gersang, maka air hujan itu menimbulkan aneka ragam tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang warna warni serta aneka cita rasa, dan bentuk serta corak yang berlainan. Air hujannya sama tetapi tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang dihasilkan sangat berbeda satu sama lain.
       Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat dalam Al-Quran telah diibaratkan air — turun kepada suatu kaum, maka wahyu Ilahi itu menimbulkan berbagai-bagai akibat pada bermacam-macam manusia menurut keadaan “tanah” (hati) mereka dan cara mereka menerimanya.
       Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. menjelaskan,  bahwa keragaman yang indah sekali dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan dalam ayat sebelumnya tidak hanya terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas dan binatang ternak.
       Kata an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) dapat juga melukiskan manusia dengan bermacam-macam kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan alami. Ungkapan اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ  الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  غَفُوۡرٌ    --  “sesungguhnya dari antara hamba-hambanya yang takut kepada Allāh dari  adalah para ulama” memberikan bobot arti kepada pandangan,  bahwa ketiga kata  --  an-nās (manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak)  -- itu menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara mereka itu hanya mereka yang dikaruniai ilmu saja yang takut kepada Tuhan.

Ulil Albāb (Orang-orang yang Mempergunakan Akal)

        Akan tetapi di sini ilmu berkenaan dengan kata ‘ulama (orang-orang yang berilmu)  itu tidak seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian atau ilmu agama akan tetapi juga pengetahuan  hukum alam.  Sebab penyelidikan yang seksama terhadap tatanan alam semesta dan hukum-hukumnya niscaya membawa orang kepada makrifat mengenai kekuasaan Maha Besar Allah Ta’ala dan sebagai akibat-nya merasa kagum dan takzim terhadap Tuhan Allah  Swt. menyebut ‘ulama hakiki tersebut ulul-albab (orang-orang  yang mempergunakan akal), firman-Nya:
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ  -- benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ  -- yaitu   orang-orang yang  mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil  berbaring atas rusuk mereka,  وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- dan mereka memikirkan mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi  seraya berkata:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ  -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini  sia-sia, سُبۡحٰنَکَ النَّارِ  --  Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia فَقِنَا عَذَابَ -- maka peliharalah kami dari azab Api.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
        Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan seluruh  langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang ialah: manusia diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani dan jasmani. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa terang benderang dan kebahagiaan, itulalah salah satu makna   وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ  -- “serta   pertukaran malam dan siang. 
       Tatanan agung mengenai kesempurnaan penciptaan tatanan alam semesta  yang dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya,  tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam ini telah dijadikan untuk menghidmati manusia (QS.31:21; QS.45:14) karena itu  tentu saja kejadian (penciptaan) manusia sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt.,  Tuhan yang menciptakannya (QS.51:57).
       Bila orang merenungkan tentang kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu, ia akan begitu terkesan dengan mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  --  Ya  Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia, maka peliharalah kami dari azab Api.

Mengenal “Penyeru” dari Allah (Rasul Allah) yang Dijanjikan

        Cetusan hati selanjutnya dari ulul-albab (orang-orang yang berakal) atau ‘ulama hakiki tersebut adalah:
رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾  رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun.   رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا   -- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata:  "Berimanlah kamu kepada  Rabb (Tuhan) kamu     maka kami telah beriman. رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  --  Wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
       Jadi, orang-orang yang mempergunakan akal (ulil albāb) tersebut bukan saja  menyadari pentingnya mentaati hukum-hukum Allah Swt.,   baik yang ditetapkan berkenaan dengan tatanan alam jasmani dan tatanan alam ruhani (hukum syariat)   --   sebab jika tidak maka mereka akan menjadi penghuni api  kemurkaan Tuhan, bahkan dari  maraknya berbagai kobaran api kemurkaan   Alalh Swt. berupa berbagai  bentuk azab Ilahi yang melanda umumnya umat manusia, mereka mengambil kesimpulan bahwa pasti  Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37) pasti telah datang.
      Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah ayat   رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا   -- wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata:  "Berimanlah kamu kepada  Rabb (Tuhan) kamu     maka kami telah beriman,  sebab mereka meyakini kebenaran berbaga  peringatan Allah Swt.  dalam ayta-ayat berikut ini:
...... وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾  وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾
……Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul.  Dan  apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi sempurna  lalu Kami menghancur-leburkannya. (Bani Israil [17]:16-17).

Bukti Kebenaran Pendakwaan  Penyeru” dari Allah di Akhir Zaman ini

        Mengapa begitu? Sebab jika tidak maka akan ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah  Swt. bahwa  mereka tidak pernah diberi peringatan sebelumnya mengenai  azab Ilahi yang menimpa mereka itu (QS.28:60.   QS.22:46;  QS.28:59).
         Di Akhir Zaman ini  kita sendiri dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka lainnya  -- termasuk Perang Dunia I dan  Perang Dunia II --  yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allah Swt. membangkitkan seorang pemberi peringatan, yakni seorang  Rasul  Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka.
       Dengan kata qaryah (kota)  dalam ayat  وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً    -- “Dan  apabila Kami   hendak membinasakan suatu kota,”   dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain.
        Jadi, kembali kepada pernyataan  orang-orang yang mempergunakan akalnya” (ulil albāb) yang telah  beriman kepada “Penyeru” dari Allah (Rasul Allah) yang memanggil mereka kepada keimanan yang hakiki, firman-Nya: رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا   -- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata:  "Berimanlah kamu kepada  Rabb (Tuhan) kamu     maka kami telah beriman,” selanjutnya mereka berdoa: رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ  --  wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami,  hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.”
        Dzunub, yang umumnya menunjuk kepada kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat pada diri manusia, dapat melukiskan relung-relung gelap dalam hati, yang ke tempat itu Nur Ilahi tidak dapat sampai dengan sebaik-baiknya, sedangkan sayyi’at yang secara relatif  merupakan kata yang bobotnya lebih keras, dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu yang menyembunyikan cahaya matahari ruhani dari pemandangan kita. Lihat pula ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.
رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾ فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ   تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.”  فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ   --   maka  Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya berfirman:   --   “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian lain,  فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ   تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ --     maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang terbunuh, niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku  akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah,   dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:191-192).

Turunnya Para Malaikat & Para Pewaris Al-Quran  

      Jadi, pengabulan doa tersebut erat kaitannya dengan orang-orang yang menderita di jalan Allah hanya karena telah beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya di janjikan kepada mereka (QS.7:35-37),   mengenai perlakuan khusus terhadap  mereka itu dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ  ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ  الَّتِیۡ  کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ ﴿﴾  نَحۡنُ اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ  الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَدَّعُوۡنَ ﴿ؕ﴾  نُزُلًا  مِّنۡ غَفُوۡرٍ  رَّحِیۡمٍ﴿٪﴾ 
Sesungguhnya orang-orang yang berkata: رَبُّنَا اللّٰہُ  ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ    -- ”Rabb (Tuhan) kami Allah,” kemudian mereka teguh,  kepada mereka turun  malaikat-malaikat seraya berkata: اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ  الَّتِیۡ  کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ  --  ”Janganlah kamu takut, dan jangan pula bersedih, dan bergembiralah  kamu dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu نَحۡنُ اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ  الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ  -- ”Kami adalah teman-teman kamu di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَدَّعُوۡنَ   --Dan bagi  kamu di dalamnya apa yang diinginkan diri kamu dan bagi kamu di dalamnya apa yang ka-mu minta, نُزُلًا  مِّنۡ غَفُوۡرٍ  رَّحِیۡمٍ --         ”sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun, Maha Penya-yang.” (Al-Fushilat [41]:31-33).
   Dalam kehidupan di sinilah malaikat-malaikat turun kepada orang yang beriman untuk memberi mereka kata-kata penghibur dan pelipur lara jika mereka menampakkan keteguhan dan ketabahan di tengah-tengah cobaan dan kemalangan yang berat akibat  mereka telah beriman kepada Rasul Allah.
       Jadi, yang dimaksud dengan  hamba-hamba Allah yang disebut ‘ulama hakiki  dalam   Al-Fāthir [35]:28-29 atau “orang-orang yang mempergunakan akal  (ulul albab) itulah yang akan menjadi para pewaris   berbagai khazanah ruhani Al-Quran  yang tak terhingga  -- terutama para wali Allah dan para mujaddid Islam yang dibangkitkan di setiap awal abad, termasuk  kepada  mujaddid ‘azham yang juga rasul Allah di Akhir Zaman ini  (QS.61:10; QS.71:27-29) --   firman-Nya:
ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾  
Kemudian Kitab itu Kami   wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami, maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya, dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah, dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir [35]:33).

Tiga Tingkatan Keruhanian: Ammarah, Lawwāmah, Muthmainnah

   Menurut ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia melancarkan peperangan yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (QS.12:54) serta mengamalkan peniadaan diri (fana) secara mutlak. Itulah makna فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- “maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya”. Itulah  peperangan sengit melawan hawa-nafsu pada tingkatan nafs  al- Ammarah.
        Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya  hanya sebagian saja: وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ   --  dari antara mereka ada yang mengambil jalan tengah”, yang disebut  tingkatan nafs  al- Lawwamah (QS.75:3),  dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata, itulah makna: وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ  - “dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar  yang disebut tingkatan nafs  al-Muthmainnah (QS.89:27-29).
        Mereka itulah para hamba Allah yang   disebut memiliki “bekas-bekas sujud” yang hakiki pada wajah mereka berkat  kebersamaan” mereka dengan Nabi Besar Muhammad saw.., sebagaimana perumpamaan  mereka dalam Taurat dan Injil,  firman-Nya:
 مُحَمَّدٌ  رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ    -- dan orang-orang besertanya sangat  keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka, فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau melihat mereka rukuk serta sujud   mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya,  سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ  -- ciri-ciri pe-ngenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud.  ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ  -- demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,  وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ --  dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh  dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا --  Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:28).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                             ***
Pajajaran Anyar,  13  Oktober     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar