بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 349
Pengabulkan Khusus Doa Ulil-
Albāb (Orang-orang yang Mempergunakan Akal) & Turunnya Para Malaikat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan ayat mengenai keberagaman yang muncul
sebagai akibat siraman hujan wahyu Al-Quran
yang diwahyukan kepada Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut digambarkan
dalam perumpamaan berikut ini,
firman-Nya:
اَلَمۡ تَرَ
اَنَّ اللّٰہَ اَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ
مَآءً ۚ فَاَخۡرَجۡنَا بِہٖ ثَمَرٰتٍ
مُّخۡتَلِفًا اَلۡوَانُہَا ؕ وَ
مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ بِیۡضٌ وَّ
حُمۡرٌ مُّخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہَا وَ
غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ ﴿﴾ وَ مِنَ النَّاسِ وَ الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ
مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ کَذٰلِکَ ؕ
اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ
الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ
غَفُوۡرٌ ﴿﴾
Apakah engkau tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari awan, dan Kami mengeluarkan dengan air itu buah-buahan yang beraneka
warnanya. ؕ وَ مِنَ الۡجِبَالِ جُدَدٌۢ
بِیۡضٌ وَّ حُمۡرٌ مُّخۡتَلِفٌ
اَلۡوَانُہَا وَ غَرَابِیۡبُ سُوۡدٌ -- dan di gunung-gunung ada garis-garis putih, merah
dengan beraneka macam warnanya, dan ada yang sehitam burung gagak? وَ مِنَ النَّاسِ وَ
الدَّوَآبِّ وَ الۡاَنۡعَامِ مُخۡتَلِفٌ اَلۡوَانُہٗ کَذٰلِکَ -- Dan demikian juga di antara manusia, hewan
berkaki empat dan binatang ternak
bermacam-macam warnanya. اِنَّمَا یَخۡشَی اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ غَفُوۡرٌ --
sesungguhnya dari antara hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah adalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Fāthir [35]:28-29).
Ayat 28 bermaksud mengatakan, bahwa bila hujan turun di atas tanah yang kering dan gersang,
maka air hujan itu menimbulkan aneka ragam tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang warna warni
serta aneka cita rasa, dan bentuk serta corak yang berlainan. Air
hujannya sama tetapi tanam-tanaman, bunga-bungaan, dan buah-buahan yang dihasilkan sangat berbeda satu sama lain.
Perbedaan-perbedaan itu mungkin sekali dikarenakan sifat yang dimiliki tanah
dan benih. Demikian pula manakala wahyu Ilahi — yang pada beberapa tempat
dalam Al-Quran telah diibaratkan air
— turun kepada suatu kaum, maka wahyu Ilahi itu menimbulkan
berbagai-bagai akibat pada bermacam-macam manusia menurut keadaan “tanah” (hati) mereka dan cara mereka menerimanya.
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
menjelaskan, bahwa keragaman yang indah
sekali dalam bentuk, warna, dan corak, yang telah dikemukakan dalam ayat sebelumnya tidak hanya
terdapat pada bunga, buah, dan batu karang, akan tetapi juga pada manusia, binatang buas
dan binatang ternak.
Kata an-nās (manusia), ad-dawāb
(binatang buas) dan al-an’ām (binatang ternak) dapat juga melukiskan manusia dengan bermacam-macam
kesanggupan, pembawaan, dan kecenderungan
alami. Ungkapan اِنَّمَا یَخۡشَی
اللّٰہَ مِنۡ عِبَادِہِ الۡعُلَمٰٓؤُا ؕ
اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ غَفُوۡرٌ -- “sesungguhnya
dari antara hamba-hambanya yang takut kepada Allāh dari adalah para ulama” memberikan bobot arti
kepada pandangan, bahwa ketiga kata -- an-nās
(manusia), ad-dawāb (binatang buas) dan al-an’ām (binatang
ternak) -- itu menggambarkan tiga golongan manusia, yang di antara
mereka itu hanya mereka yang dikaruniai
ilmu saja yang takut kepada Tuhan.
Ulil Albāb (Orang-orang yang Mempergunakan Akal)
Akan tetapi di sini ilmu
berkenaan dengan kata ‘ulama
(orang-orang yang berilmu) itu tidak
seharusnya selalu berarti ilmu keruhanian
atau ilmu agama akan tetapi juga pengetahuan
hukum alam. Sebab penyelidikan yang seksama terhadap tatanan
alam semesta dan hukum-hukumnya niscaya membawa orang kepada makrifat mengenai kekuasaan
Maha Besar Allah Ta’ala dan sebagai akibat-nya merasa kagum dan takzim terhadap
Tuhan Allah Swt. menyebut ‘ulama hakiki tersebut ulul-albab
(orang-orang yang mempergunakan akal),
firman-Nya:
اِنَّ فِیۡ
خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ
لَاٰیٰتٍ لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ
الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ قِیٰمًا
وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ
وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾
Sesungguhnya
dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang لَاٰیٰتٍ
لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ -- benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ -- yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil berbaring atas
rusuk mereka, وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- dan mereka memikirkan mengenai penciptaan seluruh
langit dan bumi seraya berkata:
رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ -- “Ya Rabb
(Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia, سُبۡحٰنَکَ النَّارِ -- Maha
Suci Engkau dari perbuatan sia-sia فَقِنَا عَذَابَ -- maka peliharalah kami dari azab Api.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan
seluruh langit dan bumi dan dalam
pergantian malam dan siang ialah: manusia diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani dan jasmani. Bila ia berbuat amal
saleh maka masa kegelapannya dan
masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa
terang benderang dan kebahagiaan,
itulalah salah satu makna وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ --
“serta pertukaran malam dan siang.”
Tatanan
agung mengenai kesempurnaan penciptaan
tatanan alam semesta yang dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya, tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam ini telah dijadikan untuk menghidmati manusia (QS.31:21; QS.45:14)
karena itu tentu saja kejadian (penciptaan) manusia sendiri mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt., Tuhan yang
menciptakannya (QS.51:57).
Bila orang merenungkan tentang
kandungan arti keruhanian yang
diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu,
ia akan begitu terkesan dengan mendalam
oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya
(Maha Pencipta-nya) lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan: رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ -- “Ya Rabb (Tuhan) kami, sekali-kali tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia, maka peliharalah
kami dari azab Api.”
Mengenal “Penyeru” dari Allah
(Rasul Allah) yang Dijanjikan
Cetusan hati selanjutnya dari ulul-albab
(orang-orang yang berakal) atau ‘ulama hakiki tersebut adalah:
رَبَّنَاۤ
اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ
اَنۡصَارٍ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ
لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ
فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا
وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam
Api maka sungguh Engkau telah
menghinakannya, dan sekali-kali
tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun. رَبَّنَاۤ اِنَّنَا
سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا -- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada keimanan
seraya berkata: "Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu” maka kami
telah beriman. رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ
تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ -- Wahai Rabb
(Tuhan) kami, ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang
yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran [3]:191-192).
Jadi, orang-orang yang mempergunakan akal (ulil albāb) tersebut
bukan saja menyadari pentingnya mentaati hukum-hukum Allah Swt., baik yang ditetapkan berkenaan dengan tatanan alam jasmani dan tatanan alam ruhani (hukum syariat) -- sebab jika tidak maka mereka akan menjadi
penghuni api kemurkaan Tuhan, bahkan dari maraknya
berbagai kobaran api kemurkaan Alalh Swt. berupa berbagai bentuk azab
Ilahi yang melanda umumnya umat manusia, mereka mengambil kesimpulan bahwa
pasti Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan
kepada mereka (QS.7:35-37) pasti telah datang.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah
ayat رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا
یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا --
wahai Rabb (Tuhan) kami,
sesungguhnya kami telah mendengar
seorang Penyeru menyeru kami
kepada keimanan seraya berkata:
"Berimanlah kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu” maka kami
telah beriman,” sebab mereka meyakini kebenaran berbaga peringatan
Allah Swt. dalam ayta-ayat berikut ini:
...... وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی
نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿﴾ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ
عَلَیۡہَا
الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾
……Dan
Kami tidak menimpakan azab
hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu
kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan
yang saleh, tetapi mereka durhaka di
dalamnya, maka berkenaan dengan kota
itu firman Kami menjadi sempurna
lalu Kami menghancur-leburkannya.
(Bani
Israil [17]:16-17).
Bukti Kebenaran Pendakwaan “Penyeru”
dari Allah di Akhir Zaman ini
Mengapa begitu? Sebab jika tidak maka
akan ada alasan bagi manusia untuk membantah
Allah Swt. bahwa mereka tidak pernah diberi peringatan sebelumnya mengenai azab
Ilahi yang menimpa mereka itu (QS.28:60.
QS.22:46; QS.28:59).
Di Akhir Zaman ini kita sendiri dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan,
gempa-gempa bumi, serta malapetaka lainnya -- termasuk Perang Dunia I dan Perang Dunia II -- yang serupa itu belum pernah terjadi
sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah
dirasakan pahit karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana
menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allah Swt. membangkitkan
seorang pemberi peringatan, yakni
seorang Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka.
Dengan
kata qaryah (kota) dalam
ayat وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً -- “Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu
kota,” dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang berperan sebagai metropolis atau pusat
kebudayaan dan politik bagi
kota-kota lain.
Jadi, kembali kepada pernyataan “orang-orang yang mempergunakan akalnya”
(ulil albāb) yang telah beriman kepada “Penyeru” dari Allah (Rasul Allah) yang memanggil mereka kepada keimanan
yang hakiki, firman-Nya: رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ
اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ فَاٰمَنَّا -- Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru
menyeru kami kepada keimanan seraya berkata: "Berimanlah
kamu kepada Rabb (Tuhan) kamu”
maka kami telah beriman,” selanjutnya mereka berdoa: رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ
لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ الۡاَبۡرَارِ -- wahai Rabb
(Tuhan) kami, ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang
yang berbuat kebajikan.”
Dzunub,
yang umumnya menunjuk kepada kelemahan-kelemahan
serta kesalahan-kesalahan dan kealpaan-kealpaan yang biasa melekat
pada diri manusia, dapat melukiskan relung-relung
gelap dalam hati, yang ke tempat
itu Nur Ilahi tidak dapat sampai
dengan sebaik-baiknya, sedangkan sayyi’at yang secara relatif merupakan kata yang bobotnya lebih keras,
dapat berarti gumpalan-gumpalan awan debu
yang menyembunyikan cahaya matahari
ruhani dari pemandangan kita. Lihat pula ayat-ayat QS.2:82 dan QS.3:17.
رَبَّنَا وَ
اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ
اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
فَاسۡتَجَابَ
لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ
اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ
ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ
سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ
لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ
حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah
Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghinakan kami pada Hari
Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah
menyalahi janji.” فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ
رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ
اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ -- maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya
berfirman: -- “Sesungguhnya
Aku tidak akan menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagian kamu adalah dari sebagian lain,
فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ
سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ
لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ -- maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang terbunuh,
niscaya Aku akan menghapuskan dari
mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku akan
memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah, dan Allah
di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran. (Ali ‘Imran [3]:191-192).
Turunnya Para Malaikat
& Para Pewaris Al-Quran
Jadi, pengabulan
doa tersebut erat kaitannya dengan orang-orang yang menderita di jalan Allah hanya karena telah beriman kepada Rasul Allah
yang kedatangannya di janjikan kepada
mereka (QS.7:35-37), mengenai perlakuan khusus terhadap mereka itu dalam Surah lain Allah Swt.
berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا
تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ
الَّتِیۡ کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ ﴿﴾ نَحۡنُ
اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ
الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ
اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَدَّعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ نُزُلًا مِّنۡ غَفُوۡرٍ رَّحِیۡمٍ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: رَبُّنَا
اللّٰہُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ
عَلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ -- ”Rabb (Tuhan) kami Allah,” kemudian mereka
teguh, kepada mereka turun
malaikat-malaikat seraya berkata: اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ
کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ -- ”Janganlah kamu takut, dan jangan pula bersedih,
dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan
kepada kamu نَحۡنُ اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ -- ”Kami adalah teman-teman kamu di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا
تَدَّعُوۡنَ --Dan bagi kamu di dalamnya apa yang diinginkan diri kamu dan bagi kamu di dalamnya apa yang ka-mu minta,
نُزُلًا مِّنۡ
غَفُوۡرٍ رَّحِیۡمٍ -- ”sebagai
hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun, Maha Penya-yang.” (Al-Fushilat [41]:31-33).
Dalam kehidupan di sinilah malaikat-malaikat
turun kepada orang yang beriman untuk memberi mereka kata-kata penghibur dan pelipur
lara jika mereka menampakkan keteguhan
dan ketabahan di tengah-tengah cobaan dan kemalangan yang berat akibat
mereka telah beriman kepada Rasul Allah.
Jadi, yang dimaksud dengan hamba-hamba
Allah yang disebut ‘ulama hakiki dalam Al-Fāthir
[35]:28-29 atau “orang-orang yang
mempergunakan akal” (ulul albab) itulah
yang akan menjadi para pewaris berbagai khazanah
ruhani Al-Quran yang tak
terhingga -- terutama para wali Allah dan para mujaddid Islam yang dibangkitkan di setiap awal abad, termasuk
kepada mujaddid ‘azham yang juga rasul
Allah di Akhir Zaman ini (QS.61:10; QS.71:27-29) -- firman-Nya:
ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا
مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ
مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang telah Kami
pilih dari antara hamba-hamba Kami,
maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya, dari antara mereka ada
yang mengambil jalan tengah, dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar.
(Al-Fāthir [35]:33).
Tiga
Tingkatan Keruhanian: Ammarah, Lawwāmah, Muthmainnah
Menurut ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada
tingkat pertama ia melancarkan peperangan
yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya (QS.12:54) serta
mengamalkan peniadaan diri (fana) secara
mutlak. Itulah makna فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ -- “maka dari antara mereka sangat zalim
terhadap dirinya”. Itulah peperangan sengit melawan hawa-nafsu pada tingkatan nafs
al- Ammarah.
Pada tingkat selanjutnya, kemajuan
ke arah tujuannya hanya sebagian saja: وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ -- “dari
antara mereka ada yang mengambil jalan
tengah”, yang disebut tingkatan nafs
al- Lawwamah (QS.75:3), dan
pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak
sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya
yang agung itu berlangsung cepat
sekali dan merata, itulah makna: وَ مِنۡہُمۡ
سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ الۡکَبِیۡرُ - “dan dari
antara mereka ada yang unggul dalam
kebaikan dengan izin Allah, itu adalah
karunia yang sangat besar” yang disebut tingkatan nafs al-Muthmainnah
(QS.89:27-29).
Mereka itulah para hamba Allah yang disebut memiliki “bekas-bekas sujud” yang hakiki pada wajah mereka berkat “kebersamaan” mereka dengan Nabi Besar Muhammad saw.., sebagaimana perumpamaan mereka dalam Taurat dan Injil, firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ
فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu
adalah Rasul Allah, وَ الَّذِیۡنَ
مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی
الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ -- dan orang-orang
besertanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang di antara mereka,
فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا
یَّبۡتَغُوۡنَ -- engkau melihat mereka
rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ -- ciri-ciri
pe-ngenal mereka terdapat pada wajah
mereka dari bekas-bekas sujud. ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ -- demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,
وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ
ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ
فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ
فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ
لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ -- dan perumpamaan
mereka dalam Injil adalah laksana tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi
kuat, kemudian menjadi kokoh dan berdiri
mantap pada batangnya, menyenangkan
penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً
وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan berbuat amal saleh
di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath
[48]:28).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13 Oktober
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar