Minggu, 11 Mei 2014

"Tubuh Baru" Manusia di Akhirat Merupakan Perwujudan "Kitab Catatan Amal" yang Nyata



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   214

    “Tubuh Baru” Manusia di Akhirat Merupakan Perwujudan “Kitab Catatan Amal” yang Nyata   

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan  mengenai percakapan antara Allah Swt.  dengan  para malaikat dan iblis  dalam kisah monumental “Adam – Malaikat -- Iblis” (QS.2:31-35)t idak perlu diartikan secara harfiah sebagai sungguh-sungguh telah terjadi. Seperti dinyatakan di atas, kata qāla   kadang-kadang dipakai dalam arti kiasan, untuk mengemukakan hal yang sebenarnya bukan suatu ungkapan lisan, melainkan hanya keadaan yang sama dengan ungkapan lisan. Maka ayat ini hanya berarti bahwa para malaikat itu dengan  keadaan   mereka  menyiratkan jawaban yang di sini dikaitkan kepada kata-kata yang diucapkan mereka, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman kepada  malaikat-malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan mem-buat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah,  padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau  dan kami senantiasa men-sucikan  Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:31).
        Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah jamak dari malak diserap dari malaka, yang berarti: ia mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya  ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka membawa wahyu Ilahi kepada rasul-rasul Allah dan pembaharu-pembaharu samawi.
        Para malaikat tidak mengemukakan keberatan terhadap rencana Ilahi atau    mengaku diri mereka lebih unggul daripada  Nabi Adam a.s.  Pertanyaan mereka didorong oleh     pengumuman Allah Swt.  mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah. Wujud khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan.
         Keberatan semu para malaikat menyiratkan bahwa akan ada orang-orang di bumi yang akan membuat kerusakan  dan menumpahkan darah. Karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan besar untuk berbuat baik dan jahat para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia, tetapi Allah Swt.  mengetahui bahwa manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menjadi cermin (bayangan) sifat-sifat Ilahi, contohnya adalah Adam. Jawaban Allah SWt. terhadap “keberatan” para malaikat اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ  -- “Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"  menyebutkan segi terang tabiat manusia.

Peranan Besar Kulit Sebagai Indera  

       Jadi, kembali kepada firman-Nya mengenai dialog   orang-orang kafir  dengan anggota tubuhnya:
وَ قَالُوۡا لِجُلُوۡدِہِمۡ  لِمَ شَہِدۡتُّمۡ  عَلَیۡنَا ؕ قَالُوۡۤا اَنۡطَقَنَا اللّٰہُ  الَّذِیۡۤ  اَنۡطَقَ کُلَّ شَیۡءٍ وَّ ہُوَ خَلَقَکُمۡ  اَوَّلَ مَرَّۃٍ  وَّ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata kepada kulit mereka:  ”Mengapa kamu   memberi kesaksian terhadap kami?” Kulit mereka akan menjawab: ”Allah-lah Yang telah membuat kami berbicara seperti Dia telah membuat berbicara segala sesuatu, dan Dia-lah Yang pertama kali telah menciptakan kamu dan kepada Dia-lah kamu dikembalikan. (Hā Mīm As-Sajdah / Al-Fushshilat [41]:22).
         Kulit memainkan peranan paling penting dalam perbuatan-perbuatan manusia, sebab kulit bukan saja mencakup indera peraba, melainkan juga semua indera lainnya. Kalau dosa mata dan telinga terbatas pada penglihatan dan pendengaran saja maka dosa-dosa ”kulit” meluas ke segala anggota atau bagian tubuh. Berkenaan dengan kulit dalam surah lain Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا سَوۡفَ نُصۡلِیۡہِمۡ نَارًا ؕ کُلَّمَا نَضِجَتۡ جُلُوۡدُہُمۡ بَدَّلۡنٰہُمۡ جُلُوۡدًا غَیۡرَہَا لِیَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang kafir  kepada Ayat-ayat (Tanda-tanda) Kami, segera Kami masukkan mereka ke dalam Api, dan setiap kali kulit mereka hangus Kami  ganti  dengan kulit lainnya,  supaya mereka merasakan azab itu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisā [4]:57).
        Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa kulit jauh lebih peka terhadap rasa sakit daripada daging,  karena dalam kulit terdapat banyak saraf. Al-Quran menge-mukakan kebenaran agung ini kira-kira 1400 tahun yang lalu dengan mengatakan bahwa kulit  — dan bukan daging  — yang dipunyai penghuni neraka akan dibuat baru sesudah terbakar hangus.
     Sehubungan dengan “dialog” orang-orang kafir  dengan kulitnya sendiri selanjutnya Allah Swt. berfirman:  
وَ مَا کُنۡتُمۡ تَسۡتَتِرُوۡنَ اَنۡ یَّشۡہَدَ عَلَیۡکُمۡ سَمۡعُکُمۡ وَ لَاۤ  اَبۡصَارُکُمۡ وَ لَا جُلُوۡدُکُمۡ وَ لٰکِنۡ ظَنَنۡتُمۡ  اَنَّ اللّٰہَ  لَا یَعۡلَمُ  کَثِیۡرًا  مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿۲۲﴾ وَ ذٰلِکُمۡ ظَنُّکُمُ الَّذِیۡ ظَنَنۡتُمۡ بِرَبِّکُمۡ اَرۡدٰىکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ فَاِنۡ یَّصۡبِرُوۡا فَالنَّارُ مَثۡوًی لَّہُمۡ ۚ وَ  اِنۡ یَّسۡتَعۡتِبُوۡا فَمَا ہُمۡ مِّنَ الۡمُعۡتَبِیۡنَ ﴿﴾
”Dan kamu sekali-kali tidak dapat menyembunyikan   bahwa telinga kamu, dan mata kamu, dan kulit kamu menjadi saksi melawan kamu, tetapi kamu menyangka bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.  Dan itulah sangkaan kamu yang kamu sangkakan kepada Rabb (Tuhan) kamu  yang telah membinasakan kamu  maka jadilah kamu termasuk  orang-orang yang rugi.  Lalu jika mereka bersabar  maka Api tempat-tinggal bagi mereka, dan jika mereka mengemukakan alasan  maka sekali-kali mereka tidak termasuk orang-orang  yang diterima alasan-alasannya.   (Hā Mīm As-Sajdah / Al-Fushshilat [41]: 23-25).
    Sesungguhnya segala dosa merupakan akibat lemahnya  iman yang hidup kepada Allah Swt. Keburukan orang-orang kafir itu begitu busuk dan menjijikan sehingga mereka tidak akan dianugerahi atau dikembalikan ke dalam haribaan karunia Ilahi; atau artinya ialah  orang-orang kafir  malahan tidak akan diizinkan mendekati 'atabah (ambang pintu)  'Arasy Ilahi untuk memohon kasih-Nya.

Tubuh Baru  Manusia di Akhirat

    Dengan demikan jelaslah bahwa  menurut ayat-ayat tersebut pada hakikatnya  tubuh jasmani  manusia pun secara keseluruhan    merupakan bagian dari   rekaman  (catatan) amal manusia, dan di akhirat akan mengambil bentuk  suatu “tubuh baru  yang keadaannya sesuatu dengan baik-buruknya amal perbuatan manusia.
Jadi, pada hakikatnya berbagai   macam perumpamaan mengenai  nikmat-nikmat surga mau pun penderitaan-penderitaan neraka  yang dikemukakan dalam Al-Quran      merupakan gambaran penampakan rekaman (catatan) amal manusia yang langsung dirasakan  oleh para penghuni surga mau pun para penghuni neraka, namun kenyataan sebenarnya dari rekaman (catatan) amal tersebut  -- baik di alam barzah mau pun pada Hari Kebangkitan --  tidak seorang manusia pun  di dunia ini yang mengetahui hakikatnya,  karena hanya mereka yang telah berada di alam akhirat sajalah yang  benar-benar mengetahuinya  secara haqqul-yaqin (QS.102:1-9), firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿ ﴾  اَفَمَنۡ کَانَ مُؤۡمِنًا کَمَنۡ کَانَ فَاسِقًا ؕؔ لَا  یَسۡتَوٗنَ ﴿ ﴾؃ اَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَہُمۡ جَنّٰتُ الۡمَاۡوٰی ۫ نُزُلًۢا بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mere-ka kerjakan.  Maka apakah seorang yang beriman   sama seperti orang fasik? Mereka tidak sama.   Ada pun  orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka bagi mereka ada surga-surga tempat tinggal, sebagai jamuan untuk apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah [32]:18-20). 
         Waktu  Nabi Besar Muhammad asw.  menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau  saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
      Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan seperti di dunia ini. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini. Demikian pula halnya dengan siksaan-siksaan neraka jahannam akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku buruk yang telah dikerjakan orang-orang berdosa  di alam dunia ini.
      Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan. Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Nikmat-nikmat itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia. Demikian juga halnya dengan siksaan dalam neraka jahannam, firman-Nya: 
  مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ  مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ  اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ  یَتَغَیَّرۡ  طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ خَمۡرٍ  لَّذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ  مِّنۡ  رَّبِّہِمۡ ؕ  کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ  اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb (Tuhan) mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Firman-Nya lagi:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ   مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).
         Ayat ini memberikan gambaran singkat mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman  dalam surga di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan  atau kiasan itu. Kecaman-kecaman itu   karena mereka sama sekali  tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat surgawi.

Gambaran Kiasan Perwujudan  Iman dan Amal Shaleh  di Akhirat

       Dengan sendirinya timbul pertanyaan: Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang.
       Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah mempergunakan nama benda yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini,  dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang (akhirat).  
          Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakai  kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi, itulah makna firman-Nya:
ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya. 
       Tambahan pula menurut Islam  kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan di akhirat pun ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh  baru tetapi tubuh itu tidak bersifat benda.
  Baik-buruknya “tubuh baru” manusia di akhirat tersebut sesuai dengan baik-buruknya keimanan dan amal manusia di dunia,  karena itu betapa pentingnya masalah keimanan dan amal shaleh tersebut  sebab kedua hal itulah yang di akhirat digambarkan dalam Al-Quran sebagai “kebun-kebun” yang di bawahnya  mengalir sungai-sungai”,  atau sebaliknya merupakan keadaan neraka jahannam yang penuh dengan berbagai jenis siksaan.
       Kembali kepada firman Allah Swt. mengenai “minuman surgawi” yang campurannya  kafur, firman-Nya:
فَوَقٰہُمُ  اللّٰہُ  شَرَّ ذٰلِکَ  الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً   وَّ  سُرُوۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ  بِمَا صَبَرُوۡا جَنَّۃً  وَّ حَرِیۡرًا﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ  لَا  زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ دَانِیَۃً  عَلَیۡہِمۡ  ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ  بِاٰنِیَۃٍ  مِّنۡ  فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ﴾ قَؔ‍وَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ  قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ  فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ﴾ عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿﴾
Maka Allah memelihara mereka dari keburukan hari itu, dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan dan kebahagiaan.  Dan Dia membalas mereka karena kesabaran mereka  dengan kebun dan sutera,   duduk bersandar di dalamnya di atas dipan-dipan, mereka tidak  melihat di dalamnya  terik matahari dan tidak pula  dingin yang sangat. Dan keteduhannya didekatkan atas mereka dan tandan-tandan buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari perak diedarkan kepada mereka  dan piala-piala seperti kaca, seperti kaca, terbuat dari perak, mereka mengukurnya sesuai dengan ukuran. Dan di dalamnya mereka diberi  gelas minuman yang   campurannya jahe. Dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Ad-Dahr -- Al-Insān  [76]:12-19).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***


Pajajaran Anyar,  16 Maret      2014

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar