Jumat, 02 Mei 2014

"Pendakian Terjal" yang Ditempuh Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a.



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   212

“Pendakian Terjal” yang Ditempuh Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan   mengenai orang-orang miskin yang  -- karena memiliki “rasa malu” yang tinggi   --  mereka tidak berani mengemukakan kebutuhan hidupnya:
لِلۡفُقَرَآءِ الَّذِیۡنَ اُحۡصِرُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ ضَرۡبًا فِی الۡاَرۡضِ ۫ یَحۡسَبُہُمُ الۡجَاہِلُ اَغۡنِیَآءَ مِنَ التَّعَفُّفِ ۚ تَعۡرِفُہُمۡ بِسِیۡمٰہُمۡ ۚ لَا یَسۡـَٔلُوۡنَ النَّاسَ اِلۡحَافًا ؕ وَ مَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَیۡرٍ فَاِنَّ اللّٰہَ بِہٖ عَلِیۡمٌ ﴿﴾٪ اَلَّذِیۡنَ یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ بِالَّیۡلِ وَ النَّہَارِ سِرًّا وَّ عَلَانِیَۃً فَلَہُمۡ اَجۡرُہُمۡ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ ۚ وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ؔ
Infak tersebut bagi orang-orang fakir yang terikat  di jalan Allah, mereka tidak mampu bergerak bebas di muka bumi. Orang yang tidak berpengetahuan menganggap mereka itu kaya, karena  mereka menghindarkan diri dari meminta-minta.  Engkau dapat mengenali mereka dari wajahnya, mereka tidak suka me-minta kepada manusia dengan mendesak-desak.  Dan harta apa pun yang kamu belanjakan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.  Orang-orang yang membelanjakan harta mereka pada malam dan siang dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bagi mereka ada ganjarannya di sisi  Rabb-nya (Tuhan-nya), dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. (Al-Baqarah [2]:274—275).

Ciri Pengenal Pada “Wajahnya” 

       Jadi, menurut firman-Nya tersebut terdapat segolongan “orang-orang miskin” tetapi karena mempertahankan kehormatan dirinya dari “meminta-minta”, sehingga orang-orang  yang jahil (tuna  pengetahuan) menyangka mereka itu sebagai orang-orang yang keadaan ekonominya  mencukupi, padahal tidak demikian: لَا یَسۡـَٔلُوۡنَ النَّاسَ اِلۡحَافًا  -- “Engkau dapat mengenali mereka dari wajahnya, mereka tidak suka meminta kepada manusia dengan mendesak-desak.
     Keadaan kadang-kadang memaksa orang untuk diam terkurung dalam satu tempat, mereka tidak mampu mencari rezeki. Orang-orang demikian khususnya layak mendapatkan pertolongan dari anggota-anggota masyarakat yang lebih baik keadaannya.  Ada dua macam manusia terutama termasuk dalam golongan ini:
      (a) Mereka yang dengan sukarela berkhidmat kepada seorang hamba pilihan Allah (Rasul Allah) dan tak pernah pisah dari pergaulannya agar mendapat faedah ruhani dari pergaulan itu. Di zaman Nabi Besar Muhammad saw. golongan ini disebut ahli shufah, salah satu di antaranya adalah Abu Hurairah r.a..
     (b) Mereka yang karena terkurung dalam lingkungan yang tidak bersahabat, menjadi mahrum (luput) dari sarana keperluan hidup.
    Sima  dalam ayat تَعۡرِفُہُمۡ بِسِیۡمٰہُمۡ  -- “Engkau dapat mengenali mereka dari wajahnya”,  berarti tanda atau ciri yang membedakan, atau raut wajah yang menjadi tanda atau ciri yang memperbedakan (Aqrab-al-Mawarid).
  Ayat 274 ini secara sepintas lalu memuji orang-orang yang memelihara rasa-harga-diri dengan mencegah diri dari minta-minta dan mengandung arti ketidakpantasan kebiasaan meminta-minta, seperti nampak dari kata-kata ta’affuf (mencegah diri dari hal-hal yang kurang pantas atau haram) dan ilhaf (dengan mendesak-desak).  Nabi Besar Muhammad saw. mencela kebiasaan meminta-minta.

Perbedaan Zakat dengan Sedekah
      Kata  khair dalam ayat وَ مَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ خَیۡرٍ فَاِنَّ اللّٰہَ بِہٖ عَلِیۡمٌ  -- “Dan orang-orang yang membelanjakan harta mereka pada malam dan siang dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan” berarti kekayaan; kekayaan berlimpah-limpah; kekayaan yang dihasilkan dengan jujur (Mufradat-al-Mawarid).
       Sehubungan dengan “pembelanjaan harta di jalan Allah”, menurut Allah Swt. dalam Al-Quran   ada dua macam sedekah — yakni (1) sedekah wajib (zakat) dan (2) sedekah nafal (tambahan). Zakat dikumpulkan oleh negara dari setiap orang Muslim yang memiliki sejumlah harta berupa uang atau kekayaan, dan dibelanjakan oleh negara bagi fakir miskin dan anak-anak yatim, janda, dan orang-orang dalam perjalanan (musafir), dan sebagainya; oleh karena si penerima tidak mengetahui sumber sedekah itu sebenarnya, ia tidak berhutang budi terhadap perseorangan.
        Zakat itu tindakan negara untuk mencegah penumpukan harta pada satu tangan dan bukan bersifat sedekah. Sedekah itu bersifat sukarela dan diberikan kepada perseorangan-perseorangan dari keinginan menolong mereka. Sedekah melahirkan perasaan simpati di antara orang-orang berada (kaya) terhadap saudara-saudara mereka yang miskin, dan menimbulkan rasa terima kasih di antara orang-orang miskin terhadap para dermawan. Sedekah berperan pula untuk membedakan orang-orang beriman yang ikhlas dari yang tidak.
        Dari penjelasan mengenai adab (sopan-santun)  melakukan infaq (pembelanjaan harta) di jalan Allah Swt.  dalam QS.2:262-275   maka   firman Allah Swt.  mengenai  pendakian terjal” dalam firman-Nya sebelum ini menjadi jelas, karena yang disebut dengan “amal shaleh   tidaklah sesederhana yang disangka oleh umumnya umat beragama   -- termasuk umat Islam -- firman-Nya:
اَلَمۡ  نَجۡعَلۡ لَّہٗ عَیۡنَیۡنِ ۙ﴿﴾  وَ  لِسَانًا وَّ  شَفَتَیۡنِ ۙ﴿﴾  وَ ہَدَیۡنٰہُ  النَّجۡدَیۡنِ ﴿ۚ﴾  فَلَا  اقۡتَحَمَ الۡعَقَبَۃَ﴿۫ۖ﴾           وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا الۡعَقَبَۃُ ﴿ؕ﴾  فَکُّ رَقَبَۃٍ ﴿ۙ﴾  اَوۡ  اِطۡعٰمٌ فِیۡ یَوۡمٍ ذِیۡ مَسۡغَبَۃٍ ﴿ۙ﴾    یَّتِیۡمًا ذَا مَقۡرَبَۃٍ﴿ۙ﴾   اَوۡ مِسۡکِیۡنًا ذَا مَتۡرَبَۃٍ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ کَانَ مِنَ الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا وَ تَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ  وَ تَوَاصَوۡا بِالۡمَرۡحَمَۃِ ﴿ؕ﴾  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ﴿ؕ﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا ہُمۡ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ﴿ؕ﴾  عَلَیۡہِمۡ  نَارٌ  مُّؤۡصَدَۃٌ
﴿٪﴾ 
Tidakkah Kami menjadikan baginya sepasang mata?  Dan sebuah lidah serta dua buah bibir?   Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.  Tetapi ia tidak mendaki pendakian terjal. Dan apakah yang engkau ketahui apa pendakian terjal itu?  Yaitu memerdekakan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan kepada anak yatim kerabat atau kepada orang miskin yang terbaring di debu. Kemudian dia menjadi di antara orang-orang beriman dan menasihati satu sama lain supaya bersabar dan mengajak satu sama lain berbelas kasih.  Mereka ini  golongan kanan.   Dan orang-orang yang kafir kepada  Tanda-tanda Kami mereka itu  golongan kiri.   Atas mereka akan ada Api yang tertutup. (Al-Balad [90]:9-20).

Sikap Terpuji Sayyidina Abu Bakar Shidiq r.a.

       Contoh lainnya “pendakian terjal” yang harus ditempuh oleh  hamba-hamba Allah yang mengarungi  suluk  adalah firman Allah Swt. berikut ini:   
وَ لَا یَاۡتَلِ اُولُوا الۡفَضۡلِ مِنۡکُمۡ وَ السَّعَۃِ  اَنۡ یُّؤۡتُوۡۤا  اُولِی الۡقُرۡبٰی وَ الۡمَسٰکِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۪ۖ وَ لۡیَعۡفُوۡا وَ لۡیَصۡفَحُوۡا ؕ اَلَا تُحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّغۡفِرَ اللّٰہُ  لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ   رَّحِیۡمٌ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَرۡمُوۡنَ الۡمُحۡصَنٰتِ الۡغٰفِلٰتِ الۡمُؤۡمِنٰتِ لُعِنُوۡا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۪ وَ  لَہُمۡ  عَذَابٌ  عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  یَّوۡمَ  تَشۡہَدُ عَلَیۡہِمۡ اَلۡسِنَتُہُمۡ وَ اَیۡدِیۡہِمۡ  وَ  اَرۡجُلُہُمۡ  بِمَا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ  ﴿﴾
Dan  orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelimpahan  di antara kamu  janganlah bersumpah  tidak akan memberikan kepada kaum kerabat, kepada orang-orang miskin  dan kepada orang-orang yang ber-hijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, tidakkah kamu ingin agar Allah mengampuni kamu? Dan Allah Maha Pengampun,Maha Penyayang.  Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan  bersuami yang menjaga kesucian diri lagi beriman yang lengah,  mereka akan dilaknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang sangat besar.   Pada hari ketika  lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka akan menjadi saksi  atas mereka   menge-nai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (An-Nūr [24]:23-25).
       Yang diisyaratkan  dalam ayat 23  mungkin Sayyidina Abu Bakar r.a. yang telah menghentikan tunjangan yang biasa beliau berikan kepada Misthah, seorang anggauta keluarga beliau r.a. yang miskin,  namun karena nasibnya yang malang telah ikut  dalam melancarkan fitnah terhadap putri  beliau r.a. (QS.24:12-21) --  yang  juga  istri Nabi Besar Muhammad saw.  --  Siti ‘Aisyah r.a.,  fitnah terhadap beliau tersebut  disponsori oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik  di Madinah.
      Dalam ayat 24 dipergunakannya kata ghafilat (lalai/lengah) dalam hubungan dengan fitnah  terhadap Siti ‘Aisyah r.a.  membuktikan, bahwa beliau r.a. sama sekali bersih dari dosa,  dan mengandung arti  bahwa tokoh kesucian dan ketakwaan itu sama sekali tidak tahu-menahu dan tidak merasa melakukan sesuatu perbuatan yang salah, firman-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ بِالۡاِفۡکِ عُصۡبَۃٌ مِّنۡکُمۡ ؕ لَا تَحۡسَبُوۡہُ شَرًّا  لَّکُمۡ ؕ بَلۡ ہُوَ خَیۡرٌ  لَّکُمۡ ؕ لِکُلِّ  امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  مَّا اکۡتَسَبَ مِنَ الۡاِثۡمِ ۚ وَ الَّذِیۡ تَوَلّٰی کِبۡرَہٗ   مِنۡہُمۡ  لَہٗ  عَذَابٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾ لَوۡ لَاۤ اِذۡ سَمِعۡتُمُوۡہُ  ظَنَّ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتُ بِاَنۡفُسِہِمۡ خَیۡرًا ۙ وَّ قَالُوۡا ہٰذَاۤ   اِفۡکٌ  مُّبِیۡنٌ﴿﴾  لَوۡ لَا جَآءُوۡ عَلَیۡہِ  بِاَرۡبَعَۃِ شُہَدَآءَ ۚ فَاِذۡ لَمۡ یَاۡتُوۡا بِالشُّہَدَآءِ  فَاُولٰٓئِکَ عِنۡدَ  اللّٰہِ   ہُمُ   الۡکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ 
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan tuduhan dusta itu adalah golongan dari kamu.  Janganlah kamu menyangkanya  buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Tiap-tiap orang di antara mereka akan mendapat bagiannya dari apa yang ia telah peroleh dari dosa itu, dan orang yang mengambil peranan besar di antara mereka baginya  ada azab yang sangat besar.   Mengapa ketika kamu mende-ngarnya, orang-orang beriman  laki-laki dan orang-orang beriman  perempuan tidak bersangka baik  mengenai diri yakni sesama mereka sendiri  dan mereka berkata bahwa ini adalah ke-dustaan yang nyata?   Mengapa mereka tidak mem-bawa  empat orang saksi atas hal itu? Maka karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi itu  karena itu di sisi Allah  mereka itu pendusta  (An-Nūr [24]:12-14). 
        Kejadian sangat menyayat hati yang telah disinggung dalam ayat ini terjadi, ketika sekembalinya Nabi Besar Muhammad saw. dari gerakan militer terhadap Bani Mushthaliq pada tahun ke-5 Hijrah, tentara Islam itu terpaksa bermalam di suatu tempat yang tidak begitu jauh dari Medinah.

“Kelengahan“   Tidak Disengaja yang Dimanfaatkan Untuk Menyebarkan  Fitnah  & Pentingnya Menghadirkan 4 Orang  Saksi Mata

       Dalam gerakan militer tersebut  Nabi Besar Muhammad saw.  disertai oleh istri beliau yang mulia dan cemerlang, Siti Aisyah r.a.. Secara kebetulan Siti ‘Aisyah r.a.  pergi agak jauh dari perkemahan untuk buang hajat besar. Ketika beliau kembali beliau dapati kalung beliau telah hilang  terjatuh di suatu tempat. Kalung itu sendiri sebenarnya tidak begitu berharga, tetapi karena kalung itu pinjaman dari seorang teman, beliau kembali lagi untuk mencarinya.
        Pada waktu  Siti Aisyah r.a. kembali, alangkah sedih dan kecewanya beliau melihat pasukan telah bertolak berikut unta kendaraan beliau, sebab para khadim mengira beliau berada dalam tandu  karena pada masa itu beliau masih amat muda dan ringan bobotnya. Dalam keadaan tidak berdaya    Siti Aisyah r.a.  duduk dan menangis, sehingga kantuk menguasai beliau.
        Shafwan seorang muhajir yang ketika itu datang dari arah belakang mengenali Siti Aisyah r.a.,  sebab ia pernah melihat beliau sebelum ayat yang mewajibkan memakai “pardah” (kerudung) turun dan membawa beliau ke Medinah berkendaraan untanya, sedang ia sendiri berjalan di belakang unta itu (Bukhari, Kitabunnikah).
Orang-orang munafik di Medinah, dipimpin oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, berusaha mengambil keuntungan sebaik-baiknya dari kejadian itu, dan menyebarkan tuduhan keji terhadap Siti ‘Aisyah r.a.   dan malangnya beberapa orang Muslim pun  -- termasuk Misthah, kerabat Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. -- melibatkan diri dalam fitnah  itu.
         Kebersihan Siti ‘Aisyah r.a.  dari tuduhan itu dibuktikan oleh wahyu Ilahi. Mereka yang telah ikut-serta dalam mengada-adakan dan menyebarkan tuduhan itu telah dihukum, dan turunlah peraturan-peraturan untuk menindak secara jitu penyebar-penyebar fitnah serta rencana-rencana dan kegiatan-kegiatan jahat mereka.
       Kata-kata  “mengambil peranan besar” dalam ayat 13 dianggap tertuju kepada ‘Abdullah bin Ubay bin Salul pemimpin orang-orang munafik Medinah yang telah membuat dusta itu dan menyebarkannya secara luas. Ia mati secara hina, gagal dalam segala rencananya melawan Islam dan gagal pula dalam ambisi dan cita-citanya untuk dinobatkan menjadi raja Medinah.
   Dalam rangka menekan  merebaknya  penyebaran  fitnah, Allah Swt. telah menetapkan peraturan dalam Al-Quran,  bahwa orang yang menuduh seorang Muslim pria atau perempuan telah melakukan perzinaan  tetapi  tidak mengemukakan empat saksi untuk membuktikan tuduhannya  (QS.24:5-11),  ia akan dianggap sebagai pendusta dan diperlakukan demikian oleh hukum syariat Islam, jika ia hanya dapat mengemukakan seorang, atau dua orang, ataupun tiga orang saja sebagai saksi yang melihat sendiri perbuatan itu. Bila hanya seorang melihat orang lain melakukan perbuatan asusila ini, maka kenyataan itu tidak memberi hak kepadanya untuk menyiar-nyiarkan berita buruk itu.

Ketaatan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. Terhadap Perintah Allah Swt. & “Catatan Amal Perbuatan” di Dunia dan Di Akhirat

        Jadi, itulah latar belakang mengapa Sayyidina  Abu Bakar Shiddiq r.a. kemudian menghentikan tunjangan yang biasa beliau berikan kepada Misthah yang ikut-serta dalam penyebar  fitnah terhadap Siti ‘Aisyah r.a., dalam firman-Nya sebelum ini:  
وَ لَا یَاۡتَلِ اُولُوا الۡفَضۡلِ مِنۡکُمۡ وَ السَّعَۃِ  اَنۡ یُّؤۡتُوۡۤا  اُولِی الۡقُرۡبٰی وَ الۡمَسٰکِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۪ۖ وَ لۡیَعۡفُوۡا وَ لۡیَصۡفَحُوۡا ؕ اَلَا تُحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّغۡفِرَ اللّٰہُ  لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ   رَّحِیۡمٌ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ یَرۡمُوۡنَ الۡمُحۡصَنٰتِ الۡغٰفِلٰتِ الۡمُؤۡمِنٰتِ لُعِنُوۡا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ ۪ وَ  لَہُمۡ  عَذَابٌ  عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  یَّوۡمَ  تَشۡہَدُ عَلَیۡہِمۡ اَلۡسِنَتُہُمۡ وَ اَیۡدِیۡہِمۡ  وَ  اَرۡجُلُہُمۡ  بِمَا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ  ﴿﴾
Dan  orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelimpahan  di antara kamu  janganlah bersumpah  tidak akan memberikan kepada kaum kerabat, kepada orang-orang miskin  dan kepada orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, tidakkah kamu ingin agar Allah mengampuni kamu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan bersuami yang menjaga kesucian diri lagi beriman yang lengah,  mereka akan dilaknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang sangat besar.   Pada hari ketika  lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka akan menjadi saksi  atas mereka   mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. (An-Nūr [24]:23-25).
       Karena mentaati perintah Allah Swt. tersebut  kemudian Sayyidina  Abu Bakar Shiddiq r.a. kembali memberikan tunjangannya kepada Misthah,  hal tersebut benar-benar merupakan  bukti lainnya suatu “pendakian terjal” (QS.90:9-20) yang harus ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang melakukan perjalanan ruhani  (suluk) menuju “perjumpaan” dengan Allah Swt..
    Pernyataan Allah Swt. dalam ayat   25  یَّوۡمَ  تَشۡہَدُ عَلَیۡہِمۡ اَلۡسِنَتُہُمۡ وَ اَیۡدِیۡہِمۡ  وَ  اَرۡجُلُہُمۡ  بِمَا  کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ  -- “Pada hari ketika  lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka akan menjadi saksi  atas mereka   menge-nai apa yang senantiasa mereka kerjakan” dibuktikan kebenarannya  oleh penyelidikan ilmiah mutakhir telah membuktikan kebenaran ayat ini.  Alat-alat ilmiah mutakhir telah diciptakan yang apabila diletakkan pada suatu tempat  dapat merekam percakapan seseorang, dan bahkan dapat mencatat suara gerakan-gerakan  tangan, kaki, dan atau anggauta-anggauta badan lainnya.
      Alat-alat ini telah sangat menolong polisi menangkap pencuri-pencuri dan penjahat-penjahat lain dan membuktikan kejahatan mereka. Jadi dengan bantuan alat-alat mutakhir ini lidah, tangan, dan kaki seseorang penjahat seolah-olah dijadikan pemberi kesaksian terhadap dirinya sendiri.
         Ilmu pengetahuan telah pula membuktikan kenyataan bahwa tiap-tiap kata yang diucapkan atau gerakan ataupun perbuatan meninggalkan bekasnya di udara. Menurut Al-Quran bekas-bekas semacam itu di akhirat akan diberi bentuk benda, dan dengan demikian kaki dan tangan orang yang melakukan perbuatan baik atau buruk akan memberikan kesaksian yang memberatkan atau sebaliknya menguntungkan si pelaku itu.

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  14 Maret      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar