بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
213
Falsafah “Dialog”
Orang-orang Kafir dengan Kulitnya & Hubungannya dengan Malaikat Pencatat Amal
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai latar belakang mengapa Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. menghentikan tunjangan yang biasa beliau berikan kepada Misthah, kerabat beliau yang
miskin tetapi ikut-serta dalam penyebar fitnah
terhadap Siti ‘Aisyah r.a., dalam firman-Nya:
وَ لَا یَاۡتَلِ اُولُوا
الۡفَضۡلِ مِنۡکُمۡ وَ السَّعَۃِ اَنۡ
یُّؤۡتُوۡۤا اُولِی الۡقُرۡبٰی وَ
الۡمَسٰکِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۪ۖ وَ لۡیَعۡفُوۡا وَ
لۡیَصۡفَحُوۡا ؕ اَلَا تُحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّغۡفِرَ اللّٰہُ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَرۡمُوۡنَ
الۡمُحۡصَنٰتِ الۡغٰفِلٰتِ الۡمُؤۡمِنٰتِ لُعِنُوۡا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ
۪ وَ لَہُمۡ عَذَابٌ
عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ یَّوۡمَ تَشۡہَدُ عَلَیۡہِمۡ اَلۡسِنَتُہُمۡ وَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ اَرۡجُلُہُمۡ
بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelimpahan di antara kamu janganlah
bersumpah tidak akan memberikan kepada
kaum kerabat, kepada orang-orang miskin dan kepada
orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada, tidakkah kamu ingin agar Allah
mengampuni kamu? Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan bersuami yang menjaga kesucian diri lagi
beriman yang lengah, mereka akan
dilaknat di dunia dan di akhirat,
dan bagi mereka azab yang sangat besar.
Pada hari ketika lidah mereka, tangan mereka dan kaki mereka akan menjadi saksi atas mereka
menge-nai apa yang senantiasa
mereka kerjakan. (An-Nūr [24]:23-25).
Karena
mentaati perintah Allah Swt.
tersebut kemudian Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a. kembali memberikan tunjangannya kepada Misthah, hal tersebut benar-benar merupakan bukti lainnya suatu “pendakian terjal” (QS.90:9-20) yang harus ditempuh oleh hamba-hamba
Allah yang melakukan perjalanan
ruhani (suluk) menuju “perjumpaan” dengan Allah Swt..
Makna
Rekaman (Catatan) Amal Perbuatan
Pernyataan Allah Swt. dalam ayat 25 یَّوۡمَ تَشۡہَدُ عَلَیۡہِمۡ اَلۡسِنَتُہُمۡ وَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ اَرۡجُلُہُمۡ
بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- “Pada hari ketika
lidah mereka, tangan mereka
dan kaki mereka akan menjadi saksi atas mereka
mengenai apa yang senantiasa
mereka kerjakan” dibuktikan kebenarannya oleh penyelidikan ilmiah mutakhir telah membuktikan kebenaran ayat ini dan juga dalam QS.17:37; QS.36:66; QS.41:21-23. Alat-alat
ilmiah mutakhir telah diciptakan yang apabila diletakkan pada suatu tempat dapat merekam
percakapan seseorang, dan bahkan dapat mencatat gerakan-gerakan tangan, kaki, dan atau anggota-anggota tubuh lainnya.
Alat-alat perekam
ini telah sangat menolong polisi menangkap pencuri-pencuri
dan penjahat-penjahat lain dan
membuktikan kejahatan mereka. Jadi dengan
bantuan alat-alat mutakhir ini lidah,
tangan, dan kaki seseorang penjahat seolah-olah dijadikan pemberi kesaksian terhadap dirinya sendiri.
Ilmu
pengetahuan telah pula membuktikan kenyataan bahwa tiap-tiap kata yang diucapkan
atau gerakan ataupun perbuatan
meninggalkan bekasnya di udara.
Menurut Al-Quran bekas-bekas semacam
itu di akhirat akan diberi bentuk benda,
dan dengan demikian kaki dan tangan orang yang melakukan perbuatan baik atau buruk akan memberikan kesaksian
yang memberatkan atau sebaliknya menguntungkan si pelaku itu.
Dengan
menyaksikan tayangan ulang rekaman amal perbuatan tersebut membuat mulut para penjahat tersebut bungkam sebagaimana dikemukakan firman Allah Swt. berikut ini:
اَلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰۤی
اَفۡوَاہِہِمۡ وَ تُکَلِّمُنَاۤ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ تَشۡہَدُ اَرۡجُلُہُمۡ بِمَا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾
Pada hari ini Kami akan memeterai mulut mereka, sedangkan tangan
mereka akan berbicara kepada Kami,
dan kaki mereka akan bersaksi mengenai apa
yang dahulu mereka usahakan. (Yā Sīn [36]:66).
Bila kejahatan-kejahatan
orang-orang kafir telah dibuktikan dan dinyatakan senyata-nyatanya, mereka akan bungkam — mulutnya seolah-olah termeterai
dan mereka tidak akan mampu menyatakan sesuatu guna membela diri dan memperkecil dosa mereka, dan tangan serta kaki mereka
pun akan memberikan kesaksian
terhadap mereka, karena tangan dan kaki merupakan alat utama guna melaksanakan perbuatan
manusia yang baik maupun yang buruk.
“Kebutaan Mata Ruhani” di Dunia dan di Akhirat
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tidak berfungsinya peran mata ruhani orang-orang kafir di dunia dan di akhirat, sehingga mereka menjadi seperti “orang-orang buta” (QS.17:73; QS.20:125-129):
وَ لَوۡ نَشَآءُ لَطَمَسۡنَا عَلٰۤی اَعۡیُنِہِمۡ فَاسۡتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰی
یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan seandainya
Kami menghendaki niscaya Kami dapat
melenyapkan penglihatan mata mereka maka mereka akan berlomba-lomba mencari jalan, tetapi bagaimanakah mereka
dapat melihat? (Yā Sīn [36]:66).
Karena Allah Swt. telah menganugerahi manusia kebebasan melakukan sesuatu dan kebebasan mengikuti kemauan sendiri (QS.2:257; QS.18:30), ia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
Dan karena orang-orang kafir dengan
gigih menolak melihat kebenaran Rasul Allah dan kebenaran yang diajarkannya maka akibat pasti yang harus mereka rasakan (alami) adalah mereka sama sekali kehilangan kemampuan melihat
kebenaran itu. Itulah juga arti dan maksud kata-kata “Pada hari ini Kami akan mencap
pada mulut mereka” dalam ayat sebelum ini.
Pendek
kata, ucapan dan gerak gerik seseorang sekarang dapat direproduksi dengan persis oleh alat
perekam (tape-recorder dll) dan pada layar
televisi atau layar monitor dari jarak
bermil-mil jauhnya. Itulah sebabnya mengapa lidah
dan anggota-anggota tubuh manusia
bahkan di alam dunia ini pun telah
menjadi saksi bagi atau terhadap dia,
terlebih lagi di akhirat nanti,
firman-Nya:
وَ یَوۡمَ یُحۡشَرُ
اَعۡدَآءُ اللّٰہِ اِلَی النَّارِ فَہُمۡ یُوۡزَعُوۡنَ ﴿﴾ حَتّٰۤی اِذَا مَا جَآءُوۡہَا شَہِدَ عَلَیۡہِمۡ
سَمۡعُہُمۡ وَ اَبۡصَارُہُمۡ وَ جُلُوۡدُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah hari
ketika musuh-musuh Allah dihimpun kepada Api, lalu mereka akan dibagi dalam kelompok-kelompok, hingga apabila mereka
sampai kepadanya telinga
mereka, mata mereka, dan kulit
mereka menjadi saksi atas mereka mengenai apa
yang selalu mereka kerjakan” (Ha Mim
– As-Sajdah/ Al-Fushshilat
[41]:20-21).
Makna
“Memberi Kesaksian” & Hakikat
”Dialog”
Mata dan telinga orang-orang berdosa akan
menjadi saksi terhadap orang-orang yang ingkar kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan tiga jalan:
(1) Akibat-akibat buruk perbuatan mereka di akhirat akan mengambil bentuk fisik yang buruk pula.
(2) Anggota-anggota tubuh mereka sendiri rusak akibat penyalahgunaan, keadaan demikian menjadi saksi terhadap mereka,
(3) Segala gerak-gerik anggota-anggota tubuh mereka yang diabadikan dalam “rekaman” Allah
Swt. akan diperlihatkan pada Hari Kiamat.
Selanjutnya Allah
Swt. berfirman mengenai “dialog” orang-orang
kafir tersebut dengan anggota tubuhnya sendiri:
وَ قَالُوۡا لِجُلُوۡدِہِمۡ لِمَ شَہِدۡتُّمۡ عَلَیۡنَا ؕ قَالُوۡۤا اَنۡطَقَنَا
اللّٰہُ الَّذِیۡۤ اَنۡطَقَ کُلَّ شَیۡءٍ وَّ ہُوَ
خَلَقَکُمۡ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata kepada kulit mereka: ”Mengapa
kamu
memberi kesaksian terhadap kami?” Kulit mereka akan menjawab:
”Allah-lah Yang telah membuat kami berbicara
seperti Dia telah membuat berbicara
segala sesuatu, dan Dia-lah Yang
pertama kali telah menciptakan kamu dan kepada Dia-lah kamu dikembalikan. (Hā Mīm – As-Sajdah / Al-Fushshilat [41]:22).
Perlu dikemukakan
bahwa “dialog-dialog” yang
dikemukakan dalam Al-Quran seperti itu sebenarnya
termasuk kepada jenis berbagai perumpaman (mitsal – QS.17:42 & 90;
QS.18:55), jadi tidak perlu diartikan
secara harfiah, seperti contohnya dialog
antara para malaikat dengan Allah
Swt. tentang penciptaan seorang Khalifah
di muka bumi (QS.2:35), sebab tugas para
malaikat semata-mata melaksanakan apa pun kehendak Allah Swt. (QS.66:7),
firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ
رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ
فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ
مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman kepada malaikat-malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah
di bumi”, mereka berkata: “Apakah
Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan mem-buat kerusakan di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan pujian
Engkau dan kami senantiasa men-sucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:31).
Pada hakikatnya makna firman Allah Swt. mengemukakan salah
satu Sunnah-Nya bahwa jika Allah Swt. berkehendak menciptakan suatu tatanan
keruhanian yang baru di lingkungan umat manusia untuk menggantikan
tatanan lama yang sudah rusak
(QS.30:42) selalu melalui pengutusan seorang Khalifah Allah atau Rasul
Allah, salah ataunya adalah Nabi Adam a.s..
Tetapi
merupakan Sunnah-Nya pula bahwa
setiap kali Allah Swt. menciptakan (membangkitkan seorang “Khalifah Allah” (Rasul Allah – QS.7:35-37) pasti akan muncul (bangkitkan) pihak yang menentangnya yang disebut iblis
(QS.2:35), yang disebut oleh malaikat-malaikat sebagai pihak yang akan
membuat kerusakan dan menumpahkan darah.
Sunnatullah mengenai penciptaan “langit baru dan bumi baru”
(QS.14:49-53) inilah yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran sebagai kisah monumental “Adam – Malaikat –
Iblis” yang rincian peristiwanya
dikemukakan berupa perumpamaan dalam bentuk “dialog”,
padahal dialog itu sendiri sebenarnya
tidak ada.
Qāla adalah perkataan
bahasa Arab yang lazim dan berarti
"ia berkata".
Tetapi kadang-kadang dipakai dalam arti kiasan bila yang dimaksudkannya bukan
pernyataan kata kerja, melainkan keadaan yang sesuai dengan arti kata kerja itu. Ungkapan Imtala’a al-haudhu wa qāla qathni (Kolam
itu menjadi penuh dan ia (kolam) berkata: “Aku
sudah penuh”) tidak berarti bahwa kolam itu benar-benar berkata demikian, hanya keadaannya mengandung arti bahwa kolam itu sudah penuh.
“Dialog”
Allah Swt. dengan Para Malaikat
Demikian pula percakapan antara Allah
Swt. dengan para malaikat
dan iblis tidak perlu diartikan secara harfiah sebagai sungguh-sungguh telah
terjadi. Seperti dinyatakan di atas, kata qāla kadang-kadang dipakai dalam arti kiasan, untuk mengemukakan hal yang sebenarnya bukan suatu ungkapan lisan, melainkan hanya keadaan
yang sama dengan ungkapan lisan. Maka
ayat ini hanya berarti bahwa para malaikat
itu dengan keadaan mereka
menyiratkan jawaban yang di
sini dikaitkan kepada kata-kata yang
diucapkan mereka.
Malā’ikah (malaikat-malaikat) yang adalah
jamak dari malak diserap dari malaka, yang berarti: ia
mengendalikan, mengawasi; atau dari alaka, artinya ia me-ngirimkan. Para malaikat disebut
demikian sebab mereka mengendalikan kekuatan-kekuatan alam atau mereka
membawa wahyu Ilahi kepada rasul-rasul
Allah dan pembaharu-pembaharu samawi.
Para
malaikat tidak mengemukakan keberatan
terhadap rencana Ilahi atau mengaku diri mereka lebih unggul daripada Nabi Adam
a.s. Pertanyaan mereka didorong oleh
pengumuman Allah Swt. mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah. Wujud khalifah
diperlukan bila tertib harus
ditegakkan dan hukum harus
dilaksanakan.
Keberatan
semu para malaikat menyiratkan bahwa akan ada orang-orang di bumi yang akan
membuat kerusakan dan menumpahkan
darah. Karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan besar untuk berbuat baik dan jahat para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia, tetapi Allah Swt. mengetahui bahwa manusia dapat mencapai
tingkat akhlak yang sangat tinggi,
sehingga ia dapat menjadi cermin
(bayangan) sifat-sifat Ilahi,
contohnya adalah Adam. Jawaban Allah
Swt. terhadap “keberatan” para malaikat اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ
مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- “Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui" menyebutkan segi terang tabiat manusia.
Malaikat Pencatat Amal
Di antara para malaikat ada yang ditugaskan Allah Swt. sebagai pencatat amal manusia, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّکَ بِرَبِّکَ
الۡکَرِیۡمِ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَکَ
فَسَوّٰىکَ فَعَدَلَکَ ۙ﴿﴾ فِیۡۤ اَیِّ صُوۡرَۃٍ مَّا شَآءَ
رَکَّبَکَ ؕ﴿﴾ کَلَّا بَلۡ تُکَذِّبُوۡنَ بِالدِّیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ اِنَّ عَلَیۡکُمۡ لَحٰفِظِیۡنَ ﴿ۙ﴾ کِرَامًا
کَاتِبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ یَعۡلَمُوۡنَ مَا
تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾
Hai insan (manusia),
apa yang telah memperdayai engkau
mengenai Rabb (Tuhan) engkau Yang Maha Mulia. Yang telah menciptakan engkau, kemudian menyempurnakan engkau, lalu menata
tubuh engkau dengan serasi,
dalam bentuk apa yang Dia kehendaki Dia menyusun tubuh engkau?
Tidak hanya itu, bahkan kamu mendustakan pembalasan. Dan sesungguhnya atas kamu ada pengawas-pengawas, pencatat-pencatat mulia,
mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithār [82]:7-13).
Makna ayat الَّذِیۡ خَلَقَکَ فَسَوّٰىکَ
فَعَدَلَکَ -- “Yang telah menciptakan engkau, kemudian
menyempurnakan engkau, lalu menata tubuh engkau dengan serasi” yaitu bahwa Alah Swt. tel menganugerahi manusia kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan
fitri agung agar ia dapat naik ke puncak kemuliaan ruhani setinggi-tingginya.
Sedangkan makna ayat ۙ وَ اِنَّ عَلَیۡکُمۡ لَحٰفِظِیۡنَ -- “Dan sesungguhnya
atas kamu ada pengawas-pengawas, کِرَامًا کَاتِبِیۡنَ -- pencatat-pencatat mulia,
﴿ۙ﴾
یَعۡلَمُوۡنَ مَا تَفۡعَلُوۡنَ –
mereka mengetahui apa yang kamu
kerjakan,” bahwa manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas dan bertanggung-jawab
atas keputusan-keputusan yang
diambilnya dan menurut Allah Swt. perbuatan-perbuatan
yang dilakukannya itu dicatat oleh “Pencatat-pencatat
mulia,” yakni para malaikat
pencatat amal manusia.
Jadi, kembali kepada firman-Nya mengenai dialog orang-orang kafir dengan anggota tubuhnya, sebenarnya mereka
“berdialog” dengan malaikat pencatat amal:
وَ قَالُوۡا لِجُلُوۡدِہِمۡ لِمَ شَہِدۡتُّمۡ عَلَیۡنَا ؕ قَالُوۡۤا اَنۡطَقَنَا
اللّٰہُ الَّذِیۡۤ اَنۡطَقَ کُلَّ شَیۡءٍ وَّ ہُوَ
خَلَقَکُمۡ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata kepada kulit mereka: ”Mengapa
kamu
memberi kesaksian terhadap kami?” Kulit mereka akan menjawab:
”Allah-lah Yang telah membuat kami berbicara seperti Dia telah membuat berbicara segala sesuatu,
dan Dia-lah Yang pertama kali telah
menciptakan kamu dan kepada Dia-lah
kamu dikembalikan. (Hā Mīm – As-Sajdah / Al-Fushshilat [41]:22).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 15 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar