بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 368
Pihak yang Menentawakan
Rasul Allah dan Para Pengikutnya Akan Menjadi Pihak Yang Ditertawakan
di Dunia dan di Akhirat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai makna
ayat وَ تَرَی
الۡمَلٰٓئِکَۃَ حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ
الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ -- dan
engkau akan melihat malaikat-malaikat
berkeliling di sekitar ‘Arasy seraya bertasbih
dengan menyanjungkan puji-pujian kepada Rabb
(Tuhan) mereka,” bahwa Sifat-sifat
Allah Swt. akan menampakkan penjelmaan
yang paling sempurna pada Hari Pembalasan, dan para malaikat yang bertugas akan menyanyikan puji-pujian
dan sanjungan kepada Dzat Yang Maha Suci., firman-Nya:
وَ سِیۡقَ
الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا رَبَّہُمۡ اِلَی
الۡجَنَّۃِ زُمَرًا ؕ حَتّٰۤی اِذَا
جَآءُوۡہَا وَ فُتِحَتۡ اَبۡوَابُہَا وَ قَالَ لَہُمۡ خَزَنَتُہَا سَلٰمٌ
عَلَیۡکُمۡ طِبۡتُمۡ فَادۡخُلُوۡہَا خٰلِدِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوا
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ صَدَقَنَا وَعۡدَہٗ وَ اَوۡرَثَنَا الۡاَرۡضَ
نَتَبَوَّاُ مِنَ الۡجَنَّۃِ حَیۡثُ نَشَآءُ ۚ فَنِعۡمَ اَجۡرُ الۡعٰمِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ تَرَی
الۡمَلٰٓئِکَۃَ حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ
الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ وَ قِیۡلَ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang bertakwa akan digiring
kepada Rabb (Tuhan) mereka ke dalam
surga berombongan-rombongan, hingga apabila mereka sampai kepadanya pintu-pintunya dibukakan, وَ قَالَ لَہُمۡ خَزَنَتُہَا سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ -- dan penjaga-penjaganya berkata kepada mereka: ”Selamat sejahtera atas kamu, طِبۡتُمۡ
فَادۡخُلُوۡہَا خٰلِدِیۡنَ -- dan berbahagialah
kamu, maka masukilah surga ini untuk selama-lamanya.” وَ قَالُوا
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ صَدَقَنَا وَعۡدَہٗ ۚ -- dan
mereka berkata: ”Segala puji bagi Allah Yang telah menggenapi janji-Nya kepada kami وَ اَوۡرَثَنَا الۡاَرۡضَ -- dan telah mewariskan kepada kami bumi, نَتَبَوَّاُ
مِنَ الۡجَنَّۃِ حَیۡثُ نَشَآءُ -- kami akan
bertempat tinggal di surga di mana pun kami menghendaki.” فَنِعۡمَ اَجۡرُ الۡعٰمِلِیۡنَ -- maka alangkah baiknya ganjaran orang-orang yang
beramal. وَ تَرَی الۡمَلٰٓئِکَۃَ
حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ -- dan engkau
akan melihat malaikat-malaikat berkeliling di sekitar ‘Arasy seraya bertasbih dengan menyanjungkan puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) mereka. وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ بِالۡحَقِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- dan keputuskan
akan diberikan di antara mereka dengan adil, وَ قِیۡلَ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ -- dan akan
dikatakan: “Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.” (Az-Zumar [39]:74-76).
Revolusi Akhlak dan Ruhani di Kalangan Bangsa Arab Jahiliyah
Atau, ayat ini dapat pula berarti
bahwa Keesaan Tuhan (Allah Swt.) akan
berdiri mapan di Jazirah Arabia, dan abdi-abdi Allah yang benar di dunia bersama-sama dengan para malaikat di seluruh langit, akan menyanjung
puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam, padahal sebelumnya mereka itu merupakan
manusia-manusia “berhati batu,” berikut firman-Nya mengenai hal
tersebut kepada Nabi Besar Muhammad saw.
:
اُنۡظُرۡ
کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا
فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا وَّ
رُفَاتًاءَ اِنَّا
لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ خَلۡقًا
جَدِیۡدًا ﴿﴾ قُلۡ
کُوۡنُوۡا حِجَارَۃً اَوۡ
حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا
یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ
فَطَرَکُمۡ اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ
فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ قُلۡ
عَسٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنَ
قَرِیۡبًا ﴿﴾ یَوۡمَ یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ
وَ تَظُنُّوۡنَ اِنۡ
لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿٪﴾
Perhatikanlah
bagaimana mereka mengada-adakan
tamsil-tamsil mengenai diri engkau,
maka akibat-nya mereka menjadi
sesat lalu mereka tidak dapat
menemukan jalan. Dan mereka berkata: ”Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan di-bangkitkan kembali
sebagai makhluk yang baru?” Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi, atau makhluk yang nampaknya terkeras dalam
pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi.” Maka pasti mereka akan
mengatakan: “Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Dia Yang telah menjadikan kamu pertama kali.”
Maka pasti mereka akan menggelengkan
kepalanya terhadap engkau dan berkata: ”Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat. Yaitu pada hari ketika Dia memanggil kamu
lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya
dan kamu akan beranggapan bahwa kamu
tidak tinggal di dunia kecuali hanya
sebentar.” (Bani Israil [17]:49-53).
Jadi, kembali kepada Surah Al-Muthafiffīn mengenai Sijjin dan ‘Iliyyin, selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai sikap buruk dan ketakaburan
para penentang
Rasul Allah terhadap Rasul Allah dan orang-orang beriman yang bersertanya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا
مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا
انۡقَلَبُوۡۤا اِلٰۤی اَہۡلِہِمُ
انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ
لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَاۤ
اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ
﴿ؕ﴾
Sesungguhnya
orang-orang berdosa biasa menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka lewat di dekat mereka itu,
mereka saling mengedipkan mata. Dan apabila
mereka kembali kepada
sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira. وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا -- dan apabila mereka melihat mereka itu, mereka berkata, اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ
لَضَآلُّوۡنَ -- “sesungguhnya mereka itu pasti sesat!” وَ مَاۤ
اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ
-- dan mereka
tidak diutus kepada mereka yang beriman itu sebagai penjaga. (Al-Muthaffifīn
[83]:30-34).
Yang Menertawakan Menjadi Pihak “Yang Ditertawakan”
Orang-orang kafir yang menentang Rasul
Allah biasa dengan diam-diam menertawakan
nubuatan-nubuatan mengenai penyebaran serta kemenangan Islam secara cepat, yang dikumandangkan pada saat ketika
Islam sedang berjuang mati-matian mempertahankan wujudnya sendiri, demikian juga
di Akhir Zaman ini (QS.24:56; QS.61:10).
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman ketika “Hari kemenangan
yang haq (kebenaran) atas kebathilan” yang dijanjikan-Nya tersebut terjadi (QS.17:82; QS.21:19; QS.34:50;
QS.58:21-22):
فَالۡیَوۡمَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ہَلۡ ثُوِّبَ
الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ
﴿٪﴾
Maka, pada hari itu orang-orang mukmin terhadap orang-orang
kafir akan menertawakan, mereka
duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang. ہَلۡ
ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا
یَفۡعَلُوۡنَ -- “bukankah orang-orang
kafir diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn [83]:35-37).
Kata-kata عَلَی
الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ -- “mereka duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang” ini berarti:
(1) sambil duduk di atas singgasana kemuliaan, orang beriman akan
menyaksikan nasib sedih yang akan
menimpa orang-orang kafir sombong.
(2) sambil duduk di atas singgasana
kekuasaan mereka akan berlaku adil
terhadap orang banyak,
(3) mereka akan menaruh
perhatian layak terhadap keperluan
orang lain, itu pula arti kata nazhara (Lexicon Lane).
Jadi, jelaslah bahwa bahwa
kata ‘Illiyyīn atau ‘Iliyyūn mengisyaratkan kepada
“ketinggian martabat” orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah dalam surga,
sedangkan Sijn mengisyaratkan kepada kerendahan martabat para penentang Rasul Allah, bagaikana orang-orang yang berada dalam “penjara”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَیۡلٌ لِّلۡمُطَفِّفِیۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ
اِذَا اکۡتَالُوۡا عَلَی النَّاسِ
یَسۡتَوۡفُوۡنَ ۫﴿ۖ﴾ وَ اِذَا کَالُوۡہُمۡ
اَوۡ وَّزَنُوۡہُمۡ یُخۡسِرُوۡنَ
﴿ؕ﴾ اَلَا یَظُنُّ
اُولٰٓئِکَ اَنَّہُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَ ۙ﴿﴾ لِیَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ۙ﴿﴾ یَّوۡمَ یَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ؕ﴿﴾ کَلَّاۤ
اِنَّ کِتٰبَ الۡفُجَّارِ
لَفِیۡ سِجِّیۡنٍ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾ وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِذَا تُتۡلٰی
عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا
یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ اِنَّہُمۡ
لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ
تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi timbangan, yaitu
orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka
meminta penuh, tetapi apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Apakah mereka tidak yakin bahwasanya mereka akan dibangkitkan, pada suatu Hari yang besar? Yaitu hari ketika umat manusia
akan berdiri di hadapan Rabb (Tuhan) seluruh alam. کَلَّاۤ اِنَّ
کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ
سِجِّیۡنٍ -- sekali-kali
tidak, sesungguhnya kitab para pendurhaka adalah di dalam Sijjīn. ؕ وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ -- dan apakah yang engkau ketahui, apa Sijjīn itu? کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ -- Yaitu sebuah kitab tertulis. وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ -- Celakalah pada hari itu bagi orang-orang
yang mendustakan, الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ
الدِّیۡنِ -- yaitu
orang-orang yang mendustakan Hari
Pembalasan. وَ مَا یُکَذِّبُ
بِہٖۤ اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ -- dan
sekali-kali tidak ada yang mendustakannya kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa. اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا
-- apabila Tanda-tanda
Kami dibacakan kepadanya ia berkata:
قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- “Al-Quran
ini dongeng
orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ
عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ
-- Sekali-kali tidak,
bahkan apa yang mereka usahakan telah menjadi karat pada hati mereka. کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- Sekali-kali
tidak, bahkan sesungguhnya pada hari
itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka. ثُمَّ
اِنَّہُمۡ لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ -- kemudian sesungguhnya mereka
pasti masuk ke dalam Jahannam. ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا
الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ
-- kemudian dikatakan: “Inilah apa yang senantiasa kamu dustakan.” (Al-Muthaffifīn [83]:1-18).
Hari Penghisaban
(Perhitungan Amal) di Dunia
Ada Hari Hisab (perhitungan amal) dalam
kehidupan di hari kemudian (akhirat),
ketika manusia harus mempertanggung-jawabkan
perbuatan mereka kepada Tuhan dan
Majikan mereka, tetapi hari perhitungan
(hisab) tersebut datang atas suatu kaum
di dunia ini juga, bilamana perbuatan-perbuatan jahat
mereka melampaui batas-batas yang
dapat dan dengan demikian mereka menemui dua
pembalasan mereka, yakni di dunia
dan di akhirat.
Sebagaimana telah
dikemukakan dalam salah satu Bab sebelumnya bahwa Sijjīn dianggap oleh sementara ahli tafsir
Al-Quran dengan keliru sebagai suatu kata bukan bahasa Arab, namun menurut
beberapa sumber terkemuka seperti Farra’, Zajjaj, Abu Ubaidah, dan Mubarrad,
kata itu memang bahasa Arab yang diambil dari kata sajana.
Kamus Lisan-al ’Arab menganggapnya sama dengan sijn (penjara).
Sijjīn adalah buku registrasi
di dalamnya tercatat segala perbuatan
jahat yang dilakukan oleh para penjahat
yang konon tersimpan di alam akhirat.
Kata itu berarti pula sesuatu yang keras,
hebat, dan dahsyat; berkesinambungan,
lestari atau kekal abadi (Lexicon Lane).
Kata Sijjīn menunjukkan bahwa hukuman
bagi orang-orang kafir durjana itu akan amat
keras dan kekal. Atau ayat ini
dapat berarti bahwa orang-orang durjana yang ditempatkan di dalam suatu tempat hina lagi nista, dan keputusan itu
tidak dapat dibatalkan lagi.
Atau, Sijjīn dan ‘Illiyyīn itu mungkin dua bagian
yang dituturkan Al-Quran; yang pertama membicarakan orang-orang yang menolak
Amanat Allah serta hukuman yang
akan dijatuhkan kepada mereka, sedang
‘Illiyyīn membicarakan hamba-hamba Allah yang bertakwa serta ganjaran-ganjaran yang akan dianugerahkan kepada mereka. Jadi
maksud ayat ini ialah bahwa keputusan
yang tercantum di dalam kedua bagian itu tidak
dapat diubah atau diganti.
Nikmat melihat wajah Allah Swt. dianugerahkan kepada orang beriman melalui dua tingkat. Tingkat pertama ialah tingkat keimanan, ketika memperoleh keyakinan teguh kepada Sifat-sifat Allah. Pelakunya disebut muttaqi (orang-orang yang bertakwa , firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ الٓـمّٓ ۚ﴿﴾ ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah,
Maha Pemurah, Maha Penyayang. Alif Lām Mīm. Inilah
Kitab yang sempurna itu, tidak ada keraguan di dalamnya,
ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ -- petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
Yaitu orang-orang yang beriman
kepada yang gaib,
mendirikan
shalat dan mereka membelan-jakan sebagian dari
apa yang Kami rezekikan kepada mereka. Dan orang-orang
yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau, juga
beriman kepada apa yang telah
diturunkan sebelum engkau dan kepada akhirat
pun mereka yakin. اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- mereka
itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka
itulah orang-orang yang
berhasil. (Al--Baqarah [2]:1-6).
Para pelaku Amal Shaleh yang disebut Ihsan
dan Iyta-i Dzil Qurba
Tingkat kedua atau tingkat yang lebih tinggi berupa anugerah kenyataan mengenai Dzat Ilahi, yaitu para pelaku amal
shaleh yang disebut ihsan yang disebut muhsin (QS.2:113;
QS.4:126; QS.31:23), firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اصۡبِرۡ
وَ مَا صَبۡرُکَ اِلَّا بِاللّٰہِ وَ لَا تَحۡزَنۡ
عَلَیۡہِمۡ وَ لَا تَکُ فِیۡ ضَیۡقٍ مِّمَّا
یَمۡکُرُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وَّ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
مُّحۡسِنُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan bersabarlah engkau, dan sama sekali
tidaklah kesabaran engkau kecuali dengan pertolongan Allah. Dan janganlah engkau bersedih atas kekafiran mereka dan janganlah dada engkau menjadi sempit karena makar buruk mereka, اِنَّ اللّٰہَ مَعَ
الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وّ الَّذِیۡنَ ہُمۡ مُّحۡسِنُوۡنَ َ -- Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan. (An-Nahl [16]:128-129).
Lihat pula QS.45:20-22.
Tingkat ketiga yang lebih tinggi lagi dari muhsin disebut pelaku amal shaleh yang disebut īyta-I
dzil-qurba (memberi seperti kepada lkarib-kerabat), firman-Nya:
اِنَّ
اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ
الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ وَ
الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ
﴿ ﴾
Sesungguhnya
Allah menyuruh berlaku adil, berbuat
ihsan, dan memberi seperti kepada kaum kerabat, serta melarang dari perbuatan keji, mungkar,
dan pemberontakan. Dia nasihat
kepada kamu supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl [16]:91).
Ayat ini mengandung tiga macam perintah dan tiga macam larangan, yang secara singkat membahas
semua macam derajat perkembangan akhlak
dan keruhanian manusia, bersama segi kebaikan dan keburukannya masing-masing. Ayat ini menganjurkan berlaku adil, berbuat baik (ihsan) kepada orang lain, dan berlaku kasih-sayang seperti terhadap kaum
kerabat; dan melarang berbuat hal
yang tidak senonoh (fahsya) berbuat keburukan
(munkar) dan pelanggaran yang nyata
(baghyi).
Keadilan mengandung
arti bahwa seseorang harus memperlakukan
orang-orang lain seperti ia diperlakukan oleh mereka. Ia hendaknya
membalas kebaikan dan keburukan orang-orang lain secara setimpal menurut besarnya dan ukurannya yang diterima olehnya dari
mereka.
Lebih tinggi dari ‘adl
(keadilan) adalah derajat ihsan (kebaikan) bila manusia harus berbuat kebaikan kepada orang-orang lain tanpa
mengindahkan macamnya perlakuan baik
yang diterima dari mereka, atau sekalipun ia diperlakukan buruk oleh mereka. Perbuatannya tidak boleh digerakkan oleh
pertimbangan-pertimbangan menuntut balas.
Pada derajat perkembangan akhlak terakhir dan tertinggi,
ialah ītā’i dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat), seorang beriman
diharapkan untuk berlaku baik
terhadap orang-orang lain, bukan sebagai membalas
sesuatu kebaikan yang diterima dari
mereka (adil), begitu pun tidak dengan pertimbangan untuk berbuat lebih baik (ihsan) dari kebaikan yang ia peroleh, melainkan
untuk berbuat kebaikan yang
ditimbulkan oleh dorongan fitri,
seperti ia berbuat baik kepada
orang-orang yang mempunyai perhubungan
darah yang dekat sekali.
Keadaan pada derajat ini serupa dengan keadaan
seorang ibu yang menyusui anak yang kecintaan
terhadap anak-anaknya bersumber pada dorongan fitri. Sesudah orang mukmin
mencapai derajat ini perkembangan akhlaknya
menjadi sempurna, yang disebut martabat An-Nafs-ul-Muthmainnah
(jiwa yang tentram – QS.89:28-31).
Tiga Macam Perbuatan Buruk
(Dosa)
Ketiga derajat akhlak ītā’i
dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat) ini merupakan segi baiknya dari perkembangan akhlak manusia. Segi buruknya digambarkan dengan tiga
perkataan juga, yakni fahsyā (perbuatan yang tidak senonoh), munkar
(keburukan yang nyata), dan baghy (pelanggaran keji).
Keburukan yang disebut munkar
mengandung arti, bahwa keburukan-keburukan yang orang-orang
lain juga melihat dan mengutuknya
walaupun mereka boleh jadi tidak menderita sesuatu kerugian atau pelanggaran atas hak-hak
mereka sendiri oleh si pelaku dosa itu.
Akan tetapi baghy
merangkum semua dosa dan keburukan, yang tidak hanya nampak, dirasakan, dan dicela
oleh orang-orang lain, melainkan juga menimbulkan kemudaratan yang nyata
pada mereka. Ketiga kata yang sederhana ini meliputi segala macam dosa.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 19 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar