بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 2
Doa-doa Khusus Nabi Ibrahim
a.s. di Lembah Mekkah Untuk
Keturunan Nabi Isma’il
a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai penyelamatan jasad Fir’aun, firman-Nya:
وَ جٰوَزۡنَا بِبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَتۡبَعَہُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَ جُنُوۡدُہٗ بَغۡیًا وَّ عَدۡوًا ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ اَدۡرَکَہُ الۡغَرَقُ ۙ قَالَ اٰمَنۡتُ
اَنَّہٗ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا الَّذِیۡۤ اٰمَنَتۡ بِہٖ بَنُوۡۤا
اِسۡرَآءِیۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ آٰلۡـٰٔنَ وَ قَدۡ عَصَیۡتَ قَبۡلُ وَ کُنۡتَ مِنَ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾ فَالۡیَوۡمَ
نُنَجِّیۡکَ بِبَدَنِکَ لِتَکُوۡنَ لِمَنۡ
خَلۡفَکَ اٰیَۃً ؕ وَ اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ عَنۡ اٰیٰتِنَا
لَغٰفِلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Kami
telah membuat Bani Israil menyeberangi laut, lalu Fir’aun
dan lasykar-lasykarnya mengejar
mereka secara durhaka dan aniaya, sehingga apabila ia menjelang tenggelam ia berkata: “Aku percaya, sesungguhnya Dia tidak ada
Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku
termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.” Dia
berfirman: ”Apa, sekarang baru
beriman!? Padahal engkau telah membangkang sebelum ini, dan engkau termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Maka pada hari ini Kami akan
menyelamatkan engkau hanya badan engkau, supaya engkau menjadi suatu Tanda bagi orang-orang sesudah engkau, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia benar-benar lengah terhadap Tanda-tanda Kami.” (Yunus [12]:91-93).
Mayat Fir’aun Merneptah Diketemukan
dan Disimpan Di Musium
Sangat
menarik perhatian kita, bahwa hanya Al-Quran
sajalah dari semua kitab keagamaan
dan buku-buku sejarah, yang
menceritakan kenyataan yang
disinggung oleh ayat ini. Bible tak
menyebutkannya dan tidak pula kitab sejarah mana pun.Dengan cara yang sangat ajaib firman Allah Swt. itu telah terbukti kebenarannya. Setelah lewat lebih dari
3000 tahun, mayat Fir’aun itu telah
ditemukan orang kembali dan sekarang tersimpan dalam keadaan terpelihara di
museum di Kairo.
Nampak dari mayat itu, bahwa Fir’aun itu orangnya kurus dan pendek dengan wajah yang mencerminkan kebengisan campur kebodohan. Nabi Musa a.s. dilahirkan di zaman Ramses II dan
dibesarkan olehnya (Keluaran 2:2-10), tetapi pada pemerintahan putranya,
ialah Merneptah (Meneptah), beliau diserahi tugas kenabian (Jewish
Encyclopaedia jilid 9 hlm. 500 & Encyclopaedia Biblica pada kata “Pharaoh” & pada
“Egypt”).
Jadi, kembali kepada firman Allah
Swt. dalam Surah Shād yang dibahas
dalam Bab sebelumnya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِؕ﴿﴾ صٓ وَ
الۡقُرۡاٰنِ ذِی الذِّکۡرِ ؕ﴿﴾ بَلِ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فِیۡ
عِزَّۃٍ وَّ شِقَاقٍ ﴿﴾
کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ قَرۡنٍ
فَنَادَوۡا وَّ لَاتَ حِیۡنَ مَنَاصٍ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Allah
Maha Benar, demi Al-Quran
yang memiliki kemuliaan. Tetapi orang-orang kafir berada dalam kesombongan dan perpecahan.
Berapa banyak kaum
sebelum mereka telah Kami binasakan, lalu mereka berseru meminta pertolongan, tetapi tidak ada waktu lagi untuk lari melepaskan diri dari
azab (Shād [38]:1-4).
Huruf muqatha'at shād di awal ayat 2 dapat berarti “Tuhan Yang Maha Benar berpegang pada
kebe-naran,” atau “Aku Allah, Yang
Maha Benar berpegang pada kebenaran.” Jadi, Allah Swt. Tuhan
Yang Maha Benar berpegang pada kebenaran,
Dia bersumpah dengan Al-Quran bahwa dengan mengamalkan ajaran Al-Quran dan
menjadikannya peraturan hidup mereka
maka para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. akan mencapai kemuliaan dan akan dapat menduduki tempat terhormat di antara masyarakat bangsa-bangsa besar, karena dzikir
berarti pula kemuliaan (Lexicon Lane).
Ketakaburan Iblis
terhadap Adam a.s.
Allah Swt. selanjutnya berfirman بَلِ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فِیۡ
عِزَّۃٍ وَّ شِقَاقٍ – “Tetapi
orang-orang kafir berada dalam kesombongan dan perpecahan.”
Sebab utama segala dosa dan kekafiran adalah kebanggaan yang semu, kecongkakan,
dan keangkuhan. Dosa pertama yang telah dilakukan oleh syaitan
(iblis) yaitu bahwa ia telah menolak tunduk kepada Nabi Adam a.s. atas anggapan palsu memiliki derajat
lebih mulia daripada Nabi Adam a.s., ucapan iblis: اَنَا خَیۡرٌ مِّنۡہُ -- “Aku lebih baik daripada dia” (QS.7:13),
telah senantiasa menjadi kebanggaan
orang-orang kafir dan telah mencegah
mereka menerima kebenaran di masa
setiap nabi Allah di setiap zaman.
Menjawab kebanggaan semu tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman: کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ قَرۡنٍ
فَنَادَوۡا وَّ لَاتَ حِیۡنَ مَنَاصٍ -- “berapa banyak
kaum sebelum mereka telah Kami
binasakan, lalu mereka berseru meminta
pertolongan, tetapi tidak ada waktu
lagi untuk lari
melepaskan diri dari azab (Shād [38]:1-4).
Menurut
beberapa ulama, kata lāta itu asalnya dari laisa; dan sebagian
lainnya beranggapan bahwa bentuk muannats (perempuan) ditambahkan kepada
bentuk sangkalan lā membuat sangkalan itu lebih keras. Menurut
aliran ketiga, kata itu berdiri sendiri, tidak berasal dari laisa dan
tidak pula dari lā.
Tetapi aliran yang keempat berpendapat, bahwa
kata itu adalah sebuah kata dan pula sebagian dari sebuah kata, yaitu kata
sangkalan lā dan ta, yang
menjadi awalan bagi kata hīna. Kata itu pada umumnya disertai kata hīna
atau sesuatu kata lain yang semakna dengan itu. Contohnya adalah kehinaan yang menimpa Fir’aun di zaman Nabi
Musa a.s..
Ketakaburan Fir’aun
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai rasa heran para pemimpin kekafiran mengenai pengutusan seorang Rasul Allah dari kalangan
mereka sendiri, yang dalam pandangan mereka ia sangat
tidak layak jika dibandingkan
dengan keadaan mereka,
baik dari segi jumlah orang, kekuasaan
dan kekayaan harta duniawi
(QS.2:247-249; QS.43:52-57), firman-Nya:
وَ عَجِبُوۡۤا اَنۡ جَآءَہُمۡ مُّنۡذِرٌ مِّنۡہُمۡ ۫ وَ قَالَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہٰذَا سٰحِرٌ کَذَّابٌ ۖ﴿ۚ﴾ اَجَعَلَ الۡاٰلِہَۃَ
اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ اِنَّ ہٰذَا
لَشَیۡءٌ عُجَابٌ﴿﴾
Dan mereka heran
bahwa kepada mereka datang seorang pemberi peringatan dari antara mereka, dan orang-orang kafir itu berkata: “Ini seorang tukang sihir dan seorang pendusta besar. Apakah ia telah
membuat tuhan-tuhan itu satu Tuhan
saja? Sesungguhnya ini benar-benar
suatu yang ajaib.” (Shād [38]:5-6).
Perlu diketahui bahwa
pada saat Allah Swt. membangkitkan
Nabi Besar Muhammad saw. di Mekkah, ketika itu di Ka’bah (Baitullah) -- yang
sebelumnya didirikan kembali oleh Nabi Ibrahim a.s.
dan Nabi Ismail a.s. hanya untuk menyembah Allah Swt. (QS.2:128-130) -- terdapat 360 buah patung (berhala) orang-orang
musyrik Arabia.
Pada waktu Nabi Ibrahim
a.s. melakukan pembangunan kembali Ka’bah (Baitullah) bersama putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau memanjatkan
bermacam-macam permohonan kepada
Allah Swt., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ رَبِّ
اجۡعَلۡ ہٰذَا الۡبَلَدَ اٰمِنًا وَّ
اجۡنُبۡنِیۡ وَ بَنِیَّ اَنۡ نَّعۡبُدَ الۡاَصۡنَامَ ﴿ؕ﴾ رَبِّ اِنَّہُنَّ اَضۡلَلۡنَ کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ ۚ فَمَنۡ تَبِعَنِیۡ
فَاِنَّہٗ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ عَصَانِیۡ
فَاِنَّکَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, jadikanlah kota ini tempat yang aman, dan lindungilah
aku dan anak-anakku dari menyembah
berhala-berhala. Ya Tuhan-ku sesungguhnya
berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari antara manusia, lalu barangsiapa mengikutiku maka sesungguhnya ia dariku, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ibrahim [14]:36-37).
Doa
Nabi Ibrahim a.s yang disinggung dalam ayat ini menunjukkan, bahwa beliau a.s. mengetahui bahwa kemusyrikan
pada suatu hari (zaman) akan merajalela
di Mekkah dan di negeri sekitarnya. Jadi doa
itu merupakan cetusan hasrat beliau
untuk memelihara keturunan beliau
dari kemusyrikan, dan doa itu
dipanjatkan ribuan tahun yang silam.
Kelahiran Nabi Besar Muhammad saw.
Selanjutnya Nabi Ibrahim a.s.
berdoa mengenai Nabi Isma’il a.s. dan keturunan beliau yang akhirnya lahir Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:128-130):
رَبَّنَاۤ اِنِّیۡۤ اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ
غَیۡرِ ذِیۡ زَرۡعٍ عِنۡدَ
بَیۡتِکَ الۡمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا
لِیُـقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ فَاجۡعَلۡ اَفۡئِدَۃً مِّنَ النَّاسِ تَہۡوِیۡۤ
اِلَیۡہِمۡ وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّکَ تَعۡلَمُ مَا نُخۡفِیۡ وَ مَا نُعۡلِنُ
ؕ وَ مَا یَخۡفٰی عَلَی اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ
فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا فِی السَّمَآءِ ﴿﴾
اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ وَہَبَ لِیۡ
عَلَی الۡکِبَرِ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ
ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَسَمِیۡعُ الدُّعَآءِ ﴿﴾
”Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah
Engkau yang suci. Ya
Tuhan kami, supaya mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki berupa buah-buahan,
supaya mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau
mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami nyatakan, dan tidak
ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi
Allah sesuatu pun di bumi dan tidak pula di langit. Segala puji bagi
Allah Yang telah menganugerahkan kepadaku
Isma’il dan Ishaq walaupun
usiaku telah lanjut, sesungguhnya Tuhan-ku Maha
Mendengar doa. (Ibrahim [14]:38-40).
Yang diisyaratkan dalam ayat رَبَّنَاۤ اِنِّیۡۤ
اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ ذِیۡ
زَرۡعٍ عِنۡدَ بَیۡتِکَ الۡمُحَرَّمِ --
“sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah
Engkau yang suci” adalah penempatan putra Nabi Ibrahim
a.s., yakni Isma’il a.s. dan
istri Ibrahim a.s. yaitu Siti Hajar, di
belantara Arabia.
Nabi Ismail a.s. masih
kecil pada waktu Nabi Ibrahim a.s. —
yang oleh karena patuhnya kepada perintah
Ilahi dan untuk memenuhi rencana
Ilahi — membawa beliau dan ibunda beliau, Siti Hajar, ke daerah yang kering dan gersang, tempat sekarang terletak kota Mekkah.
Pada masa itu tiada satu pun tanda adanya kehidupan dan tidak ada syarat
untuk dapat hidup di tempat itu (Bukhari). Tetapi Allah Swt. telah merencanakan sedemikian rupa
sehingga tempat itu menjadi medan kegiatan bagi amanat (syariat) terakhir
dari Allah Swt. untuk umat
manusia yaini agama Islam (Al-Quran –
QS.5:4) yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:130 &
QS.62:3-4), dan Nabi Isma’il a.s. telah terpilih sebagai alat untuk melaksanakan rencana Ilahi terbesar itu.
Doa
Nabi Ibrahim a.s. فَاجۡعَلۡ
اَفۡئِدَۃً مِّنَ النَّاسِ تَہۡوِیۡۤ اِلَیۡہِمۡ وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ
لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ – “maka jadikanlah
hati manusia cenderung kepada
mereka dan berilah mereka rezeki berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur” ini telah
memperoleh perwujudan yang sempurna
dalam diri Nabi Besar Muhammad saw., sebab sebelum beliau saw. hanya orang-orang Arab sajalah yang berkunjung
ke Mekkah untuk mempersembahkan kurban-kurban mereka, tetapi sesudah kedatangan Nabi
Besar Muhammad saw. bangsa-bangsa (umat manusia) dari seluruh dunia mulai berkunjung ke
kota itu untuk melaksanakan ibadah haji (QS.22:28-34).
Doa Nabi Ibrahim a.s.
selanjutnya وَارۡ زُقۡہُمۡ
مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ – “dan berilah mereka rezeki berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.” Doa itu diucapkan
pada saat, ketika tidak ada sehelai pun rumput nampak tumbuh dalam jarak
bermil-mil di sekitar Mekkah. Namun nubuatan
itu telah menjadi sempurna dengan cara yang menakjubkan, sebab buah-buahan yang paling terpilih didatangkan orang berlimpah-limpah ke Mekkah pada setiap
musim.
Doa Tentang Rezeki (Buah-buahan) Duniawi
&
Makna Istighfar Para Rasul Allah
Ada hal yang menarik dari
jawaban Allah Swt. atas doa Nabi Ibrahim
a.s. mengenai rezeki berupa buah-buahan buat penduduk Mekkah di
masa depan, yakni Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah Swt.
bahwa yang diberi rezeki tersebut
adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tetapi Allah Swt. menjawab bahwa “orang-orang kafir pun” untuk sementara
waktu akan mendapatkan rezeki duniawi tersebut, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ
الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ
وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ
مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, jadikanlah
tempat ini kota yang aman dan berikanlah
rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun maka
Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian akan
Aku paksa ia ma-suk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk
tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:127).
Selanjutnya Nabi Ibrahim a.s. mengakhiri doa beliau dengan memohon “ampunan” (maghfirah) Allah Swt.:
رَبِّ اجۡعَلۡنِیۡ مُقِیۡمَ الصَّلٰوۃِ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ٭ۖ رَبَّنَا وَ تَقَبَّلۡ
دُعَآءِ ﴿﴾ رَبَّنَا اغۡفِرۡ
لِیۡ وَ لِوَالِدَیَّ وَ
لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ یَوۡمَ یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ﴿﴾
”Ya
Tuhan-ku, jadikanlah aku orang yang senantiasa
mendirikan shalat, dan juga keturunanku. Ya Tuhan kami, dan kabulkanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku
dan kedua orangtuaku dan orang-orang yang beriman pada Hari penghisaban.” (Ibrahim [14]:41-42-37).
Yang
menjadi sebab mengapa para nabi Allah
biasa membaca istighfar, padahal beliau-beliau pada hakikatnya dijamin untuk mendapat perlindungan terhadap syaitan, ialah kesadaran mereka tentang kesucian
dan keagungan Allah Swt. satu pihak,
dan mengenai kelemahan diri mereka
sendiri di pihak lain.
Kesadaran akan kelemahan insani
itulah yang mendorong mereka untuk mendoa
dengan merendahkan diri kepada Allah
Swt., supaya Dia “menutupi”
mereka dengan sifat Rahmān dan Rahīm-Nya, supaya wujud mereka sendiri hilang dan tenggelam sepenuhnya dalam wujud-Nya,
itulah makna maghfirah.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar