Jumat, 05 Desember 2014

Pihak yang Menentawakan Rasul Allah dan Pengikutnya Akan Menjadi Pihak yang DItertawakan di Dunia dan di Akhirat


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   368

    Pihak yang Menentawakan Rasul Allah dan Para Pengikutnya Akan Menjadi Pihak Yang  Ditertawakan di Dunia dan di Akhirat 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam  akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan mengenai     makna ayat   وَ تَرَی الۡمَلٰٓئِکَۃَ  حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ    -- dan engkau akan melihat malaikat-malaikat berkeliling di sekitar ‘Arasy seraya bertasbih dengan menyanjungkan puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) mereka,” bahwa  Sifat-sifat Allah Swt. akan menampakkan penjelmaan yang paling sempurna pada Hari Pembalasan, dan para malaikat yang bertugas akan menyanyikan   puji-pujian dan sanjungan kepada Dzat Yang Maha Suci., firman-Nya:
وَ سِیۡقَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا رَبَّہُمۡ  اِلَی الۡجَنَّۃِ زُمَرًا ؕ حَتّٰۤی  اِذَا جَآءُوۡہَا وَ فُتِحَتۡ اَبۡوَابُہَا وَ قَالَ لَہُمۡ خَزَنَتُہَا سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ طِبۡتُمۡ فَادۡخُلُوۡہَا خٰلِدِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ صَدَقَنَا وَعۡدَہٗ وَ اَوۡرَثَنَا الۡاَرۡضَ نَتَبَوَّاُ مِنَ الۡجَنَّۃِ حَیۡثُ نَشَآءُ ۚ فَنِعۡمَ  اَجۡرُ الۡعٰمِلِیۡنَ ﴿﴾ وَ تَرَی الۡمَلٰٓئِکَۃَ  حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ  بِالۡحَقِّ وَ قِیۡلَ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang bertakwa akan  digiring kepada Rabb (Tuhan) mereka ke dalam surga berombongan-rombongan, hingga apabila mereka sampai kepadanya pintu-pintunya  dibukakan, وَ قَالَ لَہُمۡ خَزَنَتُہَا سَلٰمٌ عَلَیۡکُمۡ  -- dan penjaga-penjaganya berkata kepada mereka:  Selamat sejahtera atas kamu, طِبۡتُمۡ فَادۡخُلُوۡہَا خٰلِدِیۡنَ --  dan berbahagialah kamu,  maka masukilah surga ini untuk selama-lamanya.”  وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ صَدَقَنَا وَعۡدَہٗ ۚ  --  dan mereka  berkata:  Segala puji bagi Allah  Yang telah menggenapi janji-Nya  kepada kami وَ اَوۡرَثَنَا الۡاَرۡضَ -- dan telah mewariskan kepada kami bumi,  نَتَبَوَّاُ مِنَ الۡجَنَّۃِ حَیۡثُ نَشَآءُ  -- kami akan bertempat tinggal di surga di mana pun kami menghendaki.” فَنِعۡمَ  اَجۡرُ الۡعٰمِلِیۡنَ  -- maka alangkah baiknya ganjaran orang-orang yang beramal.   وَ تَرَی الۡمَلٰٓئِکَۃَ  حَآفِّیۡنَ مِنۡ حَوۡلِ الۡعَرۡشِ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ ۚ    -- dan engkau akan melihat malaikat-malaikat berkeliling di sekitar ‘Arasy seraya bertasbih dengan menyanjungkan puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) mereka. وَ قُضِیَ بَیۡنَہُمۡ  بِالۡحَقِّ الۡعٰلَمِیۡنَ --  dan keputuskan akan diberikan di antara mereka dengan adil, وَ قِیۡلَ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ -- dan akan dikatakan: “Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.” (Az-Zumar  [39]:74-76).

Revolusi Akhlak dan Ruhani  di Kalangan Bangsa Arab Jahiliyah

       Atau, ayat ini dapat pula berarti bahwa Keesaan Tuhan (Allah Swt.) akan berdiri mapan di Jazirah Arabia, dan abdi-abdi Allah yang benar di dunia bersama-sama dengan para malaikat di seluruh langit, akan menyanjung puji-pujian kepada Rabb (Tuhan) seluruh alam,  padahal sebelumnya mereka itu merupakan manusia-manusia “berhati  batu,” berikut firman-Nya mengenai hal tersebut  kepada Nabi Besar Muhammad saw. :
اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ  سَبِیۡلًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا  وَّ  رُفَاتًاءَ اِنَّا  لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ  خَلۡقًا جَدِیۡدًا ﴿﴾  قُلۡ  کُوۡنُوۡا  حِجَارَۃً   اَوۡ  حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ   اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ  قُلۡ  عَسٰۤی  اَنۡ  یَّکُوۡنَ  قَرِیۡبًا ﴿﴾  یَوۡمَ  یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ  تَظُنُّوۡنَ   اِنۡ   لَّبِثۡتُمۡ   اِلَّا   قَلِیۡلًا  ﴿٪﴾
Perhatikanlah  bagaimana mereka mengada-adakan tamsil-tamsil mengenai diri engkau, maka akibat-nya mereka menjadi sesat lalu mereka tidak dapat menemukan jalan.   Dan mereka berkata:  Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan di-bangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”   Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,    atau makhluk yang nampaknya terkeras dalam pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi.”  Maka pasti mereka akan mengatakan:  Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Dia Yang telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya terhadap engkau dan berkata:  Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat.    Yaitu pada hari ketika Dia   memanggil kamu lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa  kamu tidak tinggal di dunia kecuali hanya sebentar.” (Bani Israil [17]:49-53).
 Jadi, kembali kepada Surah Al-Muthafiffīn mengenai Sijjin dan ‘Iliyyin, selanjutnya Allah Swt.  berfirman mengenai sikap buruk  dan ketakaburan  para penentang Rasul Allah terhadap Rasul Allah dan orang-orang   beriman yang bersertanya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾   وَ اِذَا  مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾  وَ اِذَا  انۡقَلَبُوۡۤا  اِلٰۤی  اَہۡلِہِمُ  انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾  وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  مَاۤ  اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  حٰفِظِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya orang-orang berdosa biasa menertawakan  orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka lewat di dekat mereka itu, mereka saling mengedipkan mata. Dan  apabila  mereka kembali kepada sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira.   وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا   --   dan apabila mereka melihat mereka itu, mereka berkata, اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ --  “sesungguhnya mereka itu pasti sesat!”  وَ  مَاۤ  اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  حٰفِظِیۡنَ   -- dan  mereka tidak diutus kepada mereka yang beriman itu sebagai penjaga. (Al-Muthaffifīn [83]:30-34).

Yang  Menertawakan Menjadi Pihak “Yang Ditertawakan

   Orang-orang kafir yang menentang Rasul Allah biasa dengan diam-diam menertawakan nubuatan-nubuatan mengenai penyebaran serta kemenangan Islam secara cepat, yang dikumandangkan pada saat ketika Islam sedang berjuang mati-matian mempertahankan wujudnya sendiri, demikian juga di Akhir Zaman ini  (QS.24:56; QS.61:10).
  Selanjutnya Allah Swt. berfirman ketika “Hari kemenangan yang haq (kebenaran) atas kebathilan” yang dijanjikan-Nya tersebut terjadi (QS.17:82; QS.21:19; QS.34:50; QS.58:21-22):
فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾  عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  ہَلۡ  ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ  مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Maka, pada hari itu orang-orang mukmin terhadap orang-orang kafir akan menertawakan,   mereka duduk di atas dipan-dipan  sambil  memandang.  ہَلۡ  ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ  مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ --   “bukankah orang-orang kafir  diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn [83]:35-37). 
  Kata-kata  عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ  -- “mereka duduk di atas dipan-dipan  sambil  memandang” ini berarti:
 (1) sambil duduk di atas singgasana kemuliaan, orang beriman akan menyaksikan nasib sedih yang akan menimpa orang-orang kafir sombong.
  (2) sambil duduk di atas singgasana kekuasaan mereka akan berlaku adil terhadap orang banyak,
   (3) mereka akan menaruh perhatian layak terhadap keperluan orang lain, itu pula arti kata nazhara (Lexicon Lane).
 Jadi, jelaslah bahwa bahwa kata ‘Illiyyīn atau ‘Iliyyūn mengisyaratkan kepada “ketinggian  martabat” orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah dalam surga, sedangkan Sijn  mengisyaratkan kepada kerendahan martabat para penentang Rasul Allah, bagaikana orang-orang yang berada dalam “penjara”, firman-Nya:
 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  وَیۡلٌ   لِّلۡمُطَفِّفِیۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ  اِذَا  اکۡتَالُوۡا عَلَی النَّاسِ یَسۡتَوۡفُوۡنَ ۫﴿ۖ﴾  وَ  اِذَا کَالُوۡہُمۡ  اَوۡ وَّزَنُوۡہُمۡ  یُخۡسِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اَلَا یَظُنُّ  اُولٰٓئِکَ اَنَّہُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَ ۙ﴿﴾  لِیَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ۙ﴿﴾  یَّوۡمَ یَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ؕ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾  وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ  اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾  کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi timbangan,   yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta  penuh, tetapi apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.   Apakah mereka tidak yakin  bahwasanya mereka akan dibangkitkan,    pada suatu Hari yang besar?   Yaitu hari ketika umat manusia akan berdiri di hadapan Rabb (Tuhan) seluruh alam. کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ --   sekali-kali tidak, sesungguhnya  kitab para pendurhaka adalah di dalam Sijjīn. ؕ  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ   --  dan apakah yang engkau ketahui,  apa  Sijjīn itu?  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ  --  Yaitu sebuah kitab tertulis.   وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ -- Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan,   الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ  -- yaitu orang-orang yang mendustakan Hari Pembalasan.  وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ  اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ  --  dan sekali-kali tidak ada yang mendustakannya kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa. اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا     --   apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya  ia berkata:  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ  -- “Al-Quran ini  dongeng orang-orang dahulu!”  کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ  -- Sekali-kali tidak, bahkan  apa yang mereka usahakan telah menjadi karat pada hati mereka. کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ   --  Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka.  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ --   kemudian sesungguhnya  mereka pasti masuk ke dalam Jahannam.  ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ  -- kemudian  dikatakan: “Inilah apa yang senantiasa kamu dustakan.”   (Al-Muthaffifīn [83]:1-18).

Hari Penghisaban (Perhitungan Amal) di Dunia

   Ada Hari Hisab (perhitungan amal) dalam kehidupan di hari kemudian (akhirat), ketika manusia harus mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka kepada Tuhan dan Majikan mereka, tetapi hari perhitungan (hisab) tersebut datang  atas suatu kaum di dunia ini juga, bilamana perbuatan-perbuatan jahat mereka melampaui batas-batas yang dapat dan dengan demikian mereka menemui dua pembalasan mereka, yakni di dunia dan di akhirat.
     Sebagaimana telah dikemukakan dalam salah satu Bab sebelumnya bahwa  Sijjīn dianggap oleh sementara ahli tafsir Al-Quran dengan keliru sebagai suatu kata bukan bahasa Arab, namun menurut beberapa sumber terkemuka seperti Farra’, Zajjaj, Abu Ubaidah, dan Mubarrad, kata itu memang bahasa Arab yang diambil dari kata sajana.
  Kamus  Lisan-al ’Arab  menganggapnya sama dengan sijn (penjara). Sijjīn adalah buku registrasi di dalamnya tercatat segala perbuatan jahat yang dilakukan oleh para penjahat yang konon tersimpan di alam akhirat. Kata itu berarti pula sesuatu yang keras, hebat, dan dahsyat; berkesinambungan, lestari atau kekal abadi (Lexicon Lane).
  Kata Sijjīn menunjukkan  bahwa hukuman bagi orang-orang kafir durjana itu akan amat keras dan kekal. Atau ayat ini dapat berarti bahwa orang-orang durjana yang ditempatkan di dalam suatu tempat hina lagi nista, dan keputusan itu tidak dapat dibatalkan lagi.
  Atau, Sijjīn dan ‘Illiyyīn itu mungkin dua bagian yang dituturkan Al-Quran; yang pertama membicarakan orang-orang yang menolak Amanat Allah serta hukuman yang akan dijatuhkan kepada mereka, sedang  ‘Illiyyīn membicarakan hamba-hamba Allah yang bertakwa serta ganjaran-ganjaran yang akan dianugerahkan kepada mereka. Jadi maksud ayat ini ialah bahwa keputusan yang tercantum di dalam kedua bagian itu tidak dapat diubah atau diganti.
   Nikmat melihat wajah Allah Swt.  dianugerahkan kepada orang beriman  melalui dua tingkat. Tingkat pertama ialah tingkat keimanan, ketika memperoleh keyakinan teguh kepada Sifat-sifat Allah. Pelakunya disebut muttaqi (orang-orang yang bertakwa , firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  الٓـمّٓ ۚ﴿﴾ ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ  مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ  یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Alif Lām Mīm. Inilah  Kitab yang sempurna itu, tidak ada keraguan di dalamnya, ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ  -- petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang beriman kepada  yang gaib,    mendirikan shalat  dan mereka  membelan-jakan sebagian dari apa  yang Kami rezekikan  kepada mereka.   Dan orang-orang  yang beriman kepada apa yang  diturunkan kepada engkau, juga beriman kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau dan kepada  akhirat   pun mereka   yakin. اُولٰٓئِکَ عَلٰی ہُدًی مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ٭ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ --    mereka itulah orang-orang yang  berada di atas  petunjuk dari Rabb (Tuhan) mereka  dan mereka itulah orang-orang yang  berhasil. (Al--Baqarah  [2]:1-6).

Para pelaku Amal Shaleh yang disebut Ihsan  dan Iyta-i Dzil Qurba

  Tingkat kedua atau tingkat yang  lebih tinggi berupa anugerah kenyataan mengenai Dzat Ilahi, yaitu para pelaku amal shaleh yang disebut ihsan  yang disebut muhsin (QS.2:113;  QS.4:126;  QS.31:23),  firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اصۡبِرۡ وَ مَا صَبۡرُکَ  اِلَّا بِاللّٰہِ وَ لَا تَحۡزَنۡ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا تَکُ فِیۡ  ضَیۡقٍ مِّمَّا یَمۡکُرُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وَّ الَّذِیۡنَ ہُمۡ مُّحۡسِنُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan bersabarlah engkau, dan sama sekali tidaklah kesabaran engkau kecuali dengan pertolongan Allah.  Dan janganlah engkau bersedih atas kekafiran mereka dan janganlah dada engkau menjadi sempit karena makar buruk mereka,  اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وّ الَّذِیۡنَ ہُمۡ مُّحۡسِنُوۡنَ َ --   Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan. (An-Nahl [16]:128-129). Lihat pula QS.45:20-22.
        Tingkat ketiga yang lebih tinggi lagi dari muhsin disebut pelaku amal shaleh yang disebut  īyta-I dzil-qurba (memberi seperti kepada lkarib-kerabat), firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ  وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ   لَعَلَّکُمۡ   تَذَکَّرُوۡنَ 
﴿ ﴾
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan, dan  memberi  seperti kepada kaum kerabat,   serta melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan pemberontakan.  Dia nasihat kepada kamu  supaya kamu mengambil pelajaran. (An-Nahl [16]:91).
      Ayat ini mengandung tiga macam perintah dan tiga macam larangan, yang secara singkat membahas semua macam derajat perkembangan akhlak dan keruhanian manusia, bersama segi kebaikan dan keburukannya masing-masing. Ayat ini menganjurkan berlaku adil, berbuat baik (ihsan) kepada orang lain, dan berlaku kasih-sayang seperti terhadap  kaum kerabat; dan melarang berbuat hal yang tidak senonoh (fahsya)  berbuat keburukan (munkar) dan pelanggaran yang nyata (baghyi).
        Keadilan mengandung arti bahwa seseorang harus memperlakukan orang-orang lain seperti ia diperlakukan oleh mereka. Ia hendaknya membalas kebaikan dan keburukan orang-orang lain secara setimpal menurut besarnya dan ukurannya yang diterima olehnya dari mereka.
      Lebih tinggi dari ‘adl (keadilan) adalah derajat ihsan (kebaikan) bila manusia harus berbuat kebaikan kepada orang-orang lain tanpa mengindahkan macamnya perlakuan baik yang diterima dari mereka, atau sekalipun ia diperlakukan buruk oleh mereka. Perbuatannya tidak boleh digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan menuntut balas.
      Pada derajat perkembangan akhlak terakhir dan tertinggi, ialah ītā’i dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat), seorang beriman  diharapkan untuk berlaku baik terhadap orang-orang lain, bukan sebagai membalas sesuatu kebaikan yang diterima dari mereka (adil), begitu pun tidak dengan pertimbangan untuk berbuat lebih baik (ihsan) dari kebaikan yang ia peroleh, melainkan untuk berbuat kebaikan yang ditimbulkan oleh dorongan fitri, seperti ia berbuat baik kepada orang-orang yang mempunyai perhubungan darah yang dekat sekali.
      Keadaan  pada derajat ini serupa dengan keadaan seorang ibu yang menyusui anak yang kecintaan terhadap anak-anaknya bersumber pada dorongan fitri. Sesudah orang mukmin mencapai derajat ini perkembangan akhlaknya menjadi sempurna, yang disebut martabat An-Nafs-ul-Muthmainnah (jiwa yang tentram – QS.89:28-31).

Tiga Macam Perbuatan Buruk (Dosa)

     Ketiga derajat akhlak ītā’i dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat) ini merupakan segi baiknya dari perkembangan akhlak manusia. Segi buruknya digambarkan dengan tiga perkataan juga, yakni fahsyā (perbuatan yang tidak senonoh), munkar (keburukan yang nyata), dan baghy (pelanggaran keji).
Keburukan yang disebut munkar mengandung arti,  bahwa keburukan-keburukan yang orang-orang lain juga melihat dan mengutuknya walaupun mereka boleh jadi tidak menderita sesuatu kerugian atau pelanggaran atas hak-hak mereka sendiri oleh si pelaku dosa itu.
       Akan tetapi baghy merangkum semua dosa dan keburukan, yang tidak hanya nampak, dirasakan, dan dicela oleh orang-orang lain, melainkan juga menimbulkan kemudaratan yang nyata pada mereka. Ketiga kata yang sederhana ini meliputi segala macam dosa.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
        ***
Pajajaran Anyar,  19 November 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar